Anda di halaman 1dari 13

TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT KECAMATAN MUNTILAN

TERHADAP KUALITAS PELAYANAN BPJS KESEHATAN

Oleh :
FITRI BADRIYATUL ISTIQOMAH
1310201001

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TIDAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan hal penting dalam kehidupan masyarakat karena berkaitan
dengan kelangsungan hidup.Namun realitanya kesehatan di Indonesia masih jauh tertinggal
jika dibandingkan dengan negara tetangga.Salah satu hal yang menunjukan bahwa tingkat
kesehatan masih menurun adalah angka kematian ibu (AKI).Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup.Sementara target AKI di tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000
kelahiran hidup.Jadi, target angka ini masih jauh dari yang harus dicapai.AKI sebesar 359
ini, 82 persennya terjadi pada persalinan ibu berusia muda, 14-20 tahun. Ada berbagai
penyebab kematian ibu.Menurut laporan rutin Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) tahun
2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%), keracunan kehamilan
(20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%).Kondisi tersebut ditunjang pula dengan keadaan
sosial ekonomi sebagian masyarakat yang masih berada digaris kemiskinan, fasilitas
kesehatan dan tenaga kesehatan yang belum tersebar secara merata tenaga kesehatan di
seluruh wilayah Indonesia.( Gizi Tinggi, 2016, Masih Tingginya Angka Kematian Ibu,
http://gizitinggi.org/masih-tingginya-angka-kematian-ibu.html )

Sumber data: SDKI, 1994, 2002/2003, 2007, MDGs dan Bappenas

Kesehatan adalah hak dan investasi, semua warga negara berhak atas kesehatannya
karena dilindungi oleh konstitusi seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat
kedua dimana tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan. Dengan berpedoman pada kalimat tersebut maka dapat dijelaskan
bahwa semua warga negara tanpa kecuali mempunyai hak yang sama dalam penghidupan
dan pekerjaan, penghidupan disini mengandung arti hak untuk memperoleh kebutuhan
materil seperti sandang, pangan dan papan yang layak dan juga kebutuhan immateri seperti
kesehatan, kerohanian, dan lain-lain. Demikian juga halnya kesehatan dapat pula diartikan
investasi karena kesehatan adalah modal dasar yang sangat diperlukan oleh segenap
masyarakat untuk dapat beraktifitas sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing
sehingga mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat secara ekonomi.
Namun bila kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan bisa-bisa seluruh harta
dan kekayaan yang mereka peroleh habis digunakan untuk memperoleh kesehatan tersebut.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1960 tentang PokokPokok Kesehatan yang menyebutkan bahwa kesehatan rakyat adalah salah satu modal
pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa dan mempunyai peranan penting
dalam penyelesaian revolusi nasional dan penyusunan masyarakat sosialis Indonesia.
Sehingga pemerintah harus mengusahakan bidang kesehatan dengan sebaik-baiknya, yaitu
menyediakan pelayanan kesehatan yang memadai dan dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat umum.
Pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin terpenuhnya hak hidup sehat bagi
seluruh penduduk Indonesia yang mampu maupun penduduk miskin atau tidak mampu,
bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan
merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggitingginya. Untuk mewujudkan terjaminnya hidup sehat, kewajiban pemerintah dalam
menjamin rakyatnya dalam hal kesehatan juga di amanatkan oleh Undang-undang No. 40
tahun 2004 bahwa pemerintah seharusnya menjamin kesehatan seluruh masyarakat
termasuk rakyat tidak mampu dan miskin. Oleh sebab itu maka perlu menyediakan
program pembangunan dibidang kesehatan.Hal inilah yang menjadi salah satu faktor
penyebab perlunya peningkatan kualitas kesehatan yang ada di Indonsia. Sesuai Undang-

undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dengan
adanya JKN ( Jaminan Kesehatan Sosial ), maka seluruh masyarakat Indonesia akan
dijamin kesehatannya. Dengan adanya Undang-undang seperti tersebut maka pemerintah
membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau yang terkenal dengan sebutan BPJS.
BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan dahulu bernama Jamsostek
merupakan BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan dahulu bernama Jamsostek
merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.Kedua BPJS tersebut pada dasarnya
mengemban misi negara untuk memenuhi hak konstitusional setiap orang atas jaminan
sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan memberi kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Penyelenggaraan
jaminan sosial yang kuat dan berkelanjutan merupakan salah satu pilar Negara untuk
menuju kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu pendidikan bagi semua masyarakat,
lapangan pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil._Salah satu
BPJS adalah BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan). BPJS
kesehatan merupakan Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dan memiliki tugas
khusus dari pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi
seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan
TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya
ataupun rakyat biasa.
BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Undang- Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), secara
tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan hukum
publik. UU BPJS menentukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN ( Sistem Jaminan
Sosial Negara ) diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan
prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Dalam bidang kesehatan Kecamatan Muntilan adalah salah satu kota yang sangat
memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya terutama dalam bidang kesehatan dan

pelayanan masyakatnya. Dengan munculnya kebijakan pemerintah mengenai peningkatan


taraf kesehatan melalui program BPJS Kesehatan, pemerintah Kecamatan Muntilan
merespon postif dengan mendukungnya program tersebut. Beberapa rumah sakit dan
puskemas pemerintah sudah menggunakan pelayanan BPJS Kesehatan.Tetapi, dalam
pelaksanaan program tersebut mucul masalah terkait dengan kualitas pelayanan.
Seperti yang diamati pada puskesmas sebagai salah satu institusi pelayanan
kesehatan

pada awal pelaksaan atau tahun pertama pelaksanaan BPJS Kesehatan.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara awal dengan pengguna BPJS di puskesmas


Muntilan II masih ada beberapa kendala atau keluhan yang dirasakan oleh pasien mengenai
pelayanan BPJS pengguna kartu BPJS Kesehatan. Keluhan tersebut berkaitan dengan tidak
sistematisnya waktu mengantri dalam pelayanan BPJS yang dilakukan karena masih
menggunakan fasilitas yang manual atau dengan cara manual, hal ini mengakibatkan
pasien mengeluh karena lamanya antrian dan sistematis data yang belum lengkap. Dari
adanya program BPJS ini malah mengakibatkan kualitas pelayanan BPJS menurun karena
banyaknya aturan baru yang membuat pelayanan tidak maksimal, seperti ada beberapa
resep obat yang harus di beli di luar puskesmas.Terbatasnya fasilitas BPJS Kesehatan ini
yang kurang menunjang pelayanan BPJS Kesehatan di puskesmas wilayah Muntilan
II.Kemudian keluhan berkaitan dengan pemberian 1 SEP (Surat Elegibilitas Peserta)
kepada pasien.Sehingga pemeriksaan hanya bisa dilakukan di satu jenis pelayanan saja.
Berdasarkan masalah-masalah yang timbul seperti diatas maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian di kecamatan muntilan dengan berbagai pertimbangan yaitu
peneliti berdomisili di daerah tersebut sehingga memudahkan untuk melakukan penelitian.
Di muntilan terdapat beberapa rumah sakit dan klinik kesehatan yang menerima pasien
dengan menggunakan

BPJS kesehatan. Sehingga peneliti ingin mengetahui tingkat

kepuasan pelayanan BPJS kesehatan di kecamatan muntilan. Dengan itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap
Kualitas Pelayanan BPJS Kesehatan Di Kecamatan Muntilan. Penulis ingin mengetahui
sejauh mana tingkat kepuasan masyarakat muntilan terhadap kualitas pelayanan publik,
yang dalam hal ini adalah pelayanan program BPJS Kesehatan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan pada latar belakang masalah di atas,
maka penulis dapat merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah kepuasan masyarakat pengguna BPJS kecamatan muntilan terhadap
pelayan BPJS Kesehatan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya tingkat kepuasan
masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik yang dalam penilitian kali ini adalah terkait
dengan pelayanan program BPJS Kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara obyektif kepada
masyarakat terkait dengan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik
yang dalam penilitian kali ini adalah terkait dengan pelayanan program BPJS Kesehatan
yang diselenggarakan oleh pemerintah.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KepuasanPelanggan
Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau sering disebut juga dengan total
customer satisfaction menurut Barkley dan Saylor ( 1994 : 82 ) merupakan fokus dari
proses Costumer-Driven Project Management (CPDM), bahkan dinyatakan pula bahwa
kepuasan pelanggan adalah kualitas. Begitu juga defenisi singkat tentang kualitas yang
dinyatakan oleh Juran ( 1995 : 3 ) bahwa kualitas adalah kepuasan pelanggan.
Menurut Kotler yang di kutip Tjiptono (1996:146) bahwa kepuasan pelanggan
adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang
dirasakan dengan harapannya.Jadi, tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara
kinerja yang dirasakan dengan harapan.
Menurut Tse dan Wilson( 1988 ) dalam Tjiptono ( 2006 : 349 ) mendefenisikan
bahwa kepuasan/ ketidakpuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian yang dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian (atau norma
kinerja/ lainnya) dan kinerja aktual produk yang dipersepsikan setelah pemakaian atau
konsumsi produk bersangkutan.
Dari defenisi defenisi tersebut dapat dilihat kesamaan bahwa kepuasan pelanggan
merupakan suatu perasaan atau penilaian emosional dari pelanggan atas penggunaan
produk barang atau jasa ketika harapan dan kebutuhan terpenuhi. Dengan kata lain, jika
konsumen merasa apa yang diperoleh lebih rendah dari yang diharapkan maka konsumen
tersebut tidak puas. Jika apa yang diperoleh konsumen melebihi apa yang diharapkan maka
konsumen akan puas, sedangkan ketika apa yang diperoleh sama dengan apa yang
diharapkan maka konsumen dalam keadaan netral atau merasa tidak puas dan puas.
Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa, atau perusahan tertentu,
konsumen umumnya mengacu pada berbagai faktor atau dimensi. Faktor yang sering
digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk (Tjiptono, 2005 : 225)
antara lain meliputi :
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product)
yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumen bahan bakar, jumlah penumpang yang
dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi, dan sebagainya.
2. Ciri ciri keistimewaan tambah (features) yaitu karakteristik sekunder atau

pelengkap.
3. Keandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau
gagal dipakai.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications) yaitu sejauh mana
karakteristik desaindan operasi memenuhi standar standar yang telah ditetapkan
sebelumnya.
5. Daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus
digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis
penggunaan.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyaman, mudah diperbaikiserta
penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak hanya
sebatas sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan, tetapi juga selama
proses penjualan hingga purna jual, yang mencakup pelayanan reparasi dan
ketersediaan komponen yang dibutuhkan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik yang
menarik, model/ desain, warna, dan sebagainnya.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk
serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
2.2 Konsep Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan,
dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang mengakibatkan terjadinya pembelian
ulang atau kesetiaan yang berlanjut. Faktor yang paling penting untuk menciptakan
kepuasan konsumen adalah kinerja dan kualitas dari layanan yang di berikan oleh
organisasi.
Produk jasa berkualitas mempunyai peranan penting untuk membentuk kepuasan
pelanggan. Semakin berkualitas produk dan jasa yang diberikan, maka kepuasan yang
dirasakan oleh pelanggan semakin tinggi. Bila kepuasan pelanggan semakin tinggi, maka
dapat menimbulkan keuntungan bagi badan usaha atau organisasi pemberi layanan
tersebut.
Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan
dengan harapan. Dengan demikian, harapan pelanggan melatarbelakangi mengapa dua
orgnisasi pada jenis bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya.

Dalam konteks kepuasan pelanggan umumnya harapan merupakan perkiraan atau


keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya. Harapan-harapan pelanggan ini
dari waktu ke waktu berkembang seiring dengan semakin bertambahnya pengalaman
pelanggan.
Kepuasan pelanggan juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pelayanan. Menurut
Moenir (1998 : 197)agar layanan dapat memuaskan orang atau sekelompok orang yang
dilayani dapat memuaskan orang atau sekelompok orang yang dilayani, ada empat
persyaratan pokok, yaitu :
a. Tingkah laku yang sopan
b. Cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang seharusnya diterima
oleh orang yang bersangkutan
c. Waktu penyampaian yang tepat
d. Keramahtamahan
2.3 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Ada empat metode yang banyak dipergunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan
(Kotler dan Armstrong, 2001 : 300 301) antara lain :
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggan nya untuk menyampaikan saran,
kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang bisa digunakan bias berupa
kotak saran, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa,website dan lain
lain.
2. Ghost shopping
Ghost Shoping merupakan salah satu metode untuk memperoleh gambaran
mengenai kepuasan pelanggan dengan mempekerjaakan beberapa orang ghost
shopper untuk berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan dan pesaing.
3. Lost Customer Analysis
Perusahaan sepantasnya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli atau beralih pemasok agar dapat memahami hal ini terjadi dan supaya
dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya.
4. Survey Kepuasan Pelanggan
Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan pelanggan menggunakan
survey baik via pos, telepon, e-mail, maupun wawancara langsung.

2.4 Kualitas Pelayanan


Pengertian kualitas pelayanan menurut J.Supranto (2006:226) adalah sebuah kata
yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik.Sedangkan
definisi pelayanan menurut Gronroos adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang
bersifat tidak kasat mata yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen
dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan
yang dimaksud untuk memecahkan permasalahan konsumen / pelanggan (Ratminto,
2005:2).
Sebagai salah satu fungsi utama pemerintah maka pelayanan tersebut sudah
seharusnya dapat diselenggarakan secara berkualitas oleh pemerintah. Kualitas pelayanan
menurut Ratminto bahwa pelayanan yang baik akan dapat diwujudkan apabila penguatan
posisi tawar pengguna jasa pelayanana (masyarakat) mendapat prioritas utama. Dengan
demikian, pengguna jasa diletakkan dipusat yang mendapat dukunagan dari :
a. Kultur organisasi pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat,
khusussnya pengguna jasa.
b. System pelayanan dalam organisasai penyelenggara pelayanan.
c. Sumber daya manusia yang berorientasi pada pengguna jasa. (Ratminto, 2006:5253)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dapat dikatakan bahwa pelayanan yang baik
akan dapat diwujudkan apabila pengguna jasa diletakkan dipusat yang mendapat dukungan
dari kultur organisasi pelayanan, system pelayanan dan sumber daya manusia pada
pengguna jasa.
Kepuasan pelanggan adalah indikator utama dari standar suatu fasilitas kesehatan
dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan kepuasan pelanggan yang rendah akan
berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas fasilitas
kesehatan tersebut, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak
terhadap kepuasan pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan
meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan. Pengukuran
kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih
baik, efisien dan lebih efektif.Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan
faktor penting yang mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap
terhadap keluhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan

dampak pelayanan terhadap pasien.


Pernyataan diatas dapat disimpulakan bahwa pelayanan publik adalah pemberian
jasa oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swata kepada
masyarakat.
2.5. Pengukuran Kualitas Pelayanan
Penilaian terhadap kualitas pelayanan bukan didasarkan atas pengakuan atau
penilaian dari pemberi pelayanan, tetapi diberikan oleh langganan atau pihak yang
menerima pelayanan.Namun demikian, tidak ada suatu standar yang dapat dipakai sebagai
ukuran umum tentang kualitas pelayanan. Hal ini disebabkan unsur subyektivitas dalam
diri penerima pelayanan, seseorang mungkin menilai suatu pelayanan yang diterimanya
sudah memuaskan tetapi belum memuaskan bagi orang lain.
Pelayanan publik sudah seharusnya memperhatikan kualitas pelayanan karena
pelayanan yang baik adalah awal bagi tumbuhnya kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah, yang selanjutnya akan menjadi penentu pemberdayaan masyarakat. Dalam
konteks ini, pengukuran mengenai kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara
pelayanan yang diharapkan dengan pelayanan yang diterima.Dalam metode pengukuran
ini, penilaian masyarakat selaku konsumen berperan penting dalam mengukur kualitas
pelayanan publik. Menurut Parasuraman dalam Hessel Nogi (2005 : 216) , pengukuran
kualitas pelayanan publik didasarkan pada indikator-indikator:
1. Tangibles, artinya kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran,
ruang tunggu, dan lain-lain;
2. Reliability, yakni kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan
yang terpercaya;
3. Responsiveness, yakni kesanggupan untuk membantu dan menyediakan
pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen;
4. Assurance, yakni kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai
dalam meyakinkan dan menumbuhkan kepercayaan konsumen;
5. Emphaty, yakni sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap
konsumen.
2.6. Manfaat Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan telah menjelma menjadi kewajiban bagi setiap organisasi
bisnis, peneliti pemasaran, eksekutif bisnis, bahkan politisi. Selain itu, kepuasan
pelanggan berpotensi memberikan sejumlah manfaat spesifik, antara lain :
1. Berdampak positif pada loyalitas pelanggan

2. Berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan, terutama melalui


pembelian ulang, cross-selling, dan up-selling
3. Menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan, terutama biaya-biaya
komunikasi pemasaran, penjualan, dam layanan pelanggan.
4. Menekan volatilitas dan risiko berkenaan dengan prediksi aliran kas masa
depan.
5. Meningkatkan toleransi harga, terutama kesediaan pelanggan untuk membayar
harga premium dan pelanggan cenderung tidak mudah tergoda untuk beralih.
6. Pelanggan cenderung lebih reseptif terhadap product-line extensions, brand
extensions, dan new add-on services yang ditawarkan perusahaan.
7. Meningkatkan bargaining power relatif perusahaan terhadap jaringan pemasok,
mitra bisnis, dan saluran distribusi.
Daftar pustaka
Barkley, Bruce T and James H Saylor. 1994. Customer Driven Project Management, A New
Paradigm in Total Quolity Implementation Singapore
Fandy Tjiptono, (2006). Pemasaran Jasa .Malang: Bayumedia Publishing.
Fandy Tjiptono, 2005, Pemasaran Jasa, Bayumedia, Malang.
Kotler, P., dan Amstrong, 2001, Prinsip-prinsip Pemasaran, 288, 300-301, Diterjemahkan Oleh
Damos Sihombing, Edisi Delapan, Jilid 2, Penerbit Erlangga
Gizi Tinggi, 2016, Masih Tingginya Angka Kematian Ibu, diambil dari
http://gizitinggi.org/masih-tingginya-angka-kematian-ibu.html pada tanggal 2 oktober
2016 pada pukul 18:43
Moenir, 1998, Manajemen Pelayanan Publik, Jakarta: Bina Aksara
Parasuraman dalam Hessel Nogi (2005 : 216) hessel Nogi 2005 manajemen public grasindo
jakarta
Ratminto dan Atik Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Ratminto. (2006). Manajemen P elayanan. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Gambar SDKI, 1994, 2002/2003, 2007, MDGs dan Bappenas, diambil, dari
http://temboktiar.blogspot.co.id/2011/04/angka-kematian-ibu-aki-dan-angka.html pada
tanggal 7 Oktober 2016 pada pukul 22:06

Anda mungkin juga menyukai