Kasus 3
Topik: Trauma Tumpul Abdomen
Tanggal (kasus): 09 April 2016
Tanggal presentasi: 21 Mei 2016
Tinjauan pustaka
Istimewa
Lansia
Bumil
Laki-laki usia 23 tahun, post kecelakaan lalu lintas motor dengan mobil
Tujuan:
Diagnostik dan tatalaksana trauma tumpul abdomen
Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset
Kasus
Cara
Diskusi
Presentasi
dan Email
membahas:
Audit
Pos
diskusi
Data pasien:
Nama: Tn.AS
Nama RS: RS TK.IV Dr. Bratanata Usia:23 tahun
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
No registrasi: 16.04.09.33
Terdaftar sejak : -
Seorang laki-laki, usia 23 tahun rujukan dari RS Abdul Manap dengan post
kecelakaan lalu lintas antara motor dan mobil sejak 2 hari yang lalu. Os
menggunakan motor. Setelah kejadian os tidak sadar. Muntah disangkal. Terdapat
luka robek pada dahi yang telah di heacting. Luka lecet pada lengan tangan kanan
disertai dengan perubahan bentuk. Luka lecet dan bengkak pada punggung tangan
kiri dan terdapat perubahan bentuk pada siku kiri. Luka robek pada lengan bawah
tangan kiri 2x0,8 cm. Selain itu juga terdapat luka lecet pada dada sebelah kanan
dan kiri serta terdapat luka lecet dan jejas di bagian perut. Luka lecet pada lutut kiri,
pergelangan kaki dan punggung kaki kanan dan kiri.
2. Riwayat Kesehatan/ Penyakit:
Riw penyakit DM dan HT disangkal
3. Riwayat Pengobatan:
3. Riwayat Keluarga/ Masyarakat:
-
Daftar Pustaka:
1. Salomone, Joseph. 2007. Blunt Abdominal Trauma. Department of Emergency
Medicine, Truman Medical Center, University of Missouri at Kansas City School of
Medicine. http://www.emedicine.com
2. Snell, Richard. 1997. Anatomi Klinik Bagian 1. EGC. Jakarta
3. Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma Blunt. Department of Emergency
Medicine,
4.
5.
6.
7.
Charles
Drew
University
UCLA
School
of
Medicine.
http://www.emedicine.com
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
Odle, Teresa. 2007. Blunt Abdominal Trauma. http://www.emedicine.com
Nestor, M.D. 2007. Blunt Abdominal Trauma
Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. Malang
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis trauma tumpul abdomen
2. Penatalaksanaan trauma tumpul abdomen
3. Komplikasi pada trauma tumpul abdomen
Subyektif
Seorang laki-laki, usia 23 tahun rujukan dari RS Hamba dengan post kecelakaan
lalu lintas antara motor dan mobil sejak 2 hari yang lalu. Os menggunakan motor.
Setelah kejadian os tidak sadar. Muntah disangkal. Terdapat luka robek pada dahi yang
telah di heacting. Luka lecet pada lengan tangan kanan disertai dengan perubahan
bentuk. Luka lecet dan bengkak pada punggung tangan kiri dan terdapat perubahan
bentuk pada siku kiri. Luka robek pada lengan bawah tangan kiri 2x0,8 cm. Selain itu
juga terdapat luka lecet pada dada sebelah kanan dan kiri serta terdapat luka lecet dan
jejas di bagian perut. Luka lecet pada lutut kiri, pergelangan kaki dan punggung kaki
kanan dan kiri.
Obyektif
1.Pemeriksaan fisik (09 April 2016)
KeadaanUmum
Kesadaran
: Composmentis
Posisi
: Berbaring
BB
: 67 Kg
PB
: 170 cm
Tanda Vital
o TD
: 120/70
o Nadi
o RR
: 21 x/menit
o T
: 36,9 0C
o Sat O2 : 99%
Kepala
Mata
+).
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks :
o Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
o Jantung
Inspeksi
Palpasi
o Abdomen
Inspeksi
Palpasi
:soepel,nyeri
tekan
(+),
hepatomegali
(-),
splenomegali (-),
Perkusi
Ektremitas
(4-11)
(3,8-5,8)
(11,0-16,5)
(35,0-50,0)
(150-390)
(80-100)
(26-34)
(32-36)
(20-40)
(40-70)
(1-3)
(2-6)
: 79 mg/dl
Kolesterol
: 170 mg/dl
Asam urat
: 5,2 mg/dl
Urea
: 28,8 mg/dl
Creatinin
: 0,9 mg/dl
Calcium
: 8,8 mg/dl
Natrium
: 146.t
Kalium
: 4,500
Clorida
: 103, 50
Pemeriksaan Rontgen
Assessment
Definisi
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke
dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi
(perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang
jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan
atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan
cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan.
Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan
badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif
tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada
intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (4055%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ
yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah
pankreas dan ureter.
Etiologi dan Faktor Risiko
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh
trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak
terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul
setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat
juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma
pada organ internal di abdomen.
Kunci sukses untuk penanganan trauma abdomen adalah high index suspicion
Should be assumed (harus dianggap)
Dokter pemeriksa harus menentukan ada trauma organ intra abdomen atau tidak, dan
harus
menentukan
apakah
perlu
intervensi
operasi
segera
atau
tidak
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka
tembak.
Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua yaitu :
1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas
2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih
Berdasarkan
daerah
organ
yang
cedera
dapat
dibagi
dua,
yaitu
a. Organ Intraperitoneal
Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung, colon
transversum, usus halus, dan colon sigmoid.
b. Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava.
Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik.
Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous pyelogram.
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat
dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti
hati, limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan
tumpul pada abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :
1. Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara
struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ
berongga, organ padat, organ viseral dan pembuluh darah, khususnya pada ujung
organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal dan
mengurangi yang lebih cepat dari pada pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya
potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi
pada pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.
2. Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan
columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan
remuk, biasanya organ padat (spleen, hati, ginjal) terancam.
Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal
maka kemungkinan adanya peritonitis.
Pada auskultasi, perlu diperhatikan :
Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising usus
selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali. Adanya bunyi usus pada
auskultasi
toraks
kemungkinan
menunjukkan
adanya
trauma
diafragma.
organ-organ
yang
mengalami
trauma
atau
adanya
peritonitis.
aminotransferase (AST) atau alanine aminotransferase (ALT) meningkat lebih dari 130
10
11
dilakukan dengan DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage) atau FAST (Focused Abdominal
Sonogram for Trauma) scan. Pemeriksaan radiografi abdomen perlu dilakukan pada
pasien yang stabil ketika pemeriksaan fisik kurang meyakinkan.
a. Foto polos
Udeani & Steinberg (2011) menyatakan bahwa :
Meskipun secara keseluruhan evaluasi pasien trauma tumpul abdomen dengan
rontgen polos terbatas, namun foto polos dapat digunakan untuk menemukan
beberapa hal.
Radiografi dada bisa digunakan untuk diagnosis cedera abdomen seperti ruptur
hemidiafragmatika atau pneumoperitoneum.
Radiografi dada dan pelvis dapat digunakan untuk menilai fraktur vertebra
torakolumbar
Udara bebas intraperitoneal atau udara yang terjebak pada retroperitoneal dari
perforasi usus kemungkinan bisa terlihat.
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi dengan focused abdominal sonogram for trauma (FAST) sudah
digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma lebih dari 10 tahun di Eropa. Akurasi
diagnostik FAST secara umum sama dengan diagnostic peritoneal lavage (DPL).
Penelitian di Amerika dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan FAST sebagai
pendekatan noninvasif untuk evaluasi cepat hemoperitoneum.
Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen dan cidera multisystem, ultrasonografi
portabel dengan operator yang berpengalaman dapat dengan cepat mengidentifikasi
cairan bebas di intraperitoneal. Cidera organ berongga jarang teridentifikasi, namun
cairan bebas bisa tervisualisasi pada beberapa kasus.
Evaluasi FAST abdomen terdiri visualisasi perikardium (dari lapang pandang
subxiphoid), rongga splenorenal dan hepatorenal, serta kavum douglas pada pelvis.
Tampilan pada kantong Morrison lebih sensitive, terlebih jika etiologinya adalah cairan.
12
Cairan bebas pada umumnya diasumsikan sebagai darah pada trauma abdomen. Cairan
bebas pada pasien yang tidak stabil mengindikasikan perlu dilakukan laparotomi
emergensi, akan tetapi jika pasien stabil dapat dievaluasi dengan CT scan.
c. Computed Tomography (CT) Scan
Meskipun mahal dan membutuhkan banyak waktu, namun CT scan banyak mendukung
gambaran detail patologi trauma dan memberi penunjuk dalam intervensi operatif.
Tidak seperti FAST ataupun DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage), CT scan dapat
menentukan sumber perdarahan.
Cidera diafragma dan perforasi saluran pencernaan masih dapat terlewat dengan
pemeriksaan CT scan, khususnya jika CT scan dilakukan segera setelah trauma. Cidera
pankreas dapat terlewatkan dengan pemeriksaan awal CT scan, tapi secara umum dapat
ditemukan pada pemeriksaan follow up yang dilakukan pada pasien resiko tinggi. Untuk
beberapa pasien, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dapat
ditambahan bersama CT scan untuk mendukung cedera duktus.
Keuntungan utama CT scan adalah tingginya spesifitas dan penggunaan sebagai
petunjuk manajemen nonoperatif pada cidera organ padat.
d. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Diagnostic peritoneal lavage (DPL) digunakan sebagai metode cepat untuk menentukan
adanya perdarahan intraabdomen. DPL terutama berguna jika riwayat dan pemeriksaan
abdomen menunjukkan ketidakstabilan dan cidera multisistem atau tidak jelas. DPL
juga berguna untuk pasien dimana pemeriksaan abdomen lebih lanjut tidak dapat
dilakukan.
Indikasi dilakukannya DPL pada trauma tumpul dimana :
a. Pasien dengan cedera medulla spinalis
b. Cedera multipel dan syok yang tidak bisa dijelaskan
c. Pasien dengan cedera abdomen
13
14
urinaria, atau cidera organ-organ lain intra abdomen dapat muncul dan mengakibatkan
hasil positif palsu.
Indikasi dilakukan laparotomi diantaranya tanda peritonitis, perdarahan atau syok yang
tidak
terkontrol,
penurunan
secara
klinis
selama
observasi,
ditemukannya
Close
15
16
Terapi Pembedahan
Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda
peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama
observasi, dan adanya hemoperitonium setelah pemeriksaan FAST dan DPL. Ketika
indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya menjadi
pilihan. Saat abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan
darah dan bekuan darah, membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur
vaskuler. Kerusakan pada lubang berongga dijahit. Setelah kerusakan intra-abdomen
teratasi dan perdarahan terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi abdomen dengan teliti
kemudian dilihat untuk evaluasi seluruh isi abdomen.
Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus diinspeksi.
Jangan memeriksa hematom pelvis. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk
mengurangi atau menghentikan kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber
perdarahan dihentikan, selanjutnya menstabilkan pasien dengan resusitasi cairan dan
pemberian suasana hangat. Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan laparotomy
dengan teliti dengan mengatasi seluruh struktur kerusakan.
Follow-Up
Tanggal
09-04-
S
Sakit di
O
Abdomen: Nyeri
A
Suspek
P
- IVFD RL +
2016
bagian
Peritonitis ec
Ketorolak drip 30
perut
Trauma Tumpul
(+/-), BU (+)
Abdomen +
gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1
17
menurun.
Close Frakture
Distal Humerus
Dextra + Close
gram
Inj. Ranitidin 2x1
amp
Inj. Asam
Frakture Ulna
Traneksamat 3x500
Sinistra
-
mg
Paracetamol infus
extra
Rencana : USG
Abdomen
IVFD RL +
10-04-
Sakit di
Abdomen: Nyeri
Peritonitis
2016
bagian
Diffuse ec
Ketorolak +
perut
Trauma Tumpul
Tramadol drip 28
(+), BU (+)
Abdomen +
menurun.
Close Frakture
Hasil USG:
Distal Humerus
Dextra + Close
Peritonitis
Cairan Intra
Abdomen
Frakture Ulna
gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2 x1
gram
Inj. Ranitidin 2x1
amp
Inj. Asam
Sinistra
Traneksamat 3x500
-
mg
Rencana : Explorasi
laparotomy
IVFD RL +
11-04-
Sakit pada
Post explorasi
2016
bekas luka
batas normal,
laparatomy
Ketorolak +
operasi,
BU (+)
emergency +
Tramadol drip 28
total
-
gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1
gram
Inj. Ranitidin 2x1
amp
Inj. Asam
flatus (+)
splenektomy +
appendictomy
H-1
Traneksamat 3x500
12-04-
Sakit pada
Post explorasi
mg
IVFD RL +
18
2016
bekas luka
batas normal,
laparatomy
Ketorolak +
operasi
BU (+)
emergency +
Tramadol drip 28
total
-
gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1
gram
Inj. Ranitidin 2x1
amp
Inj. Asam
berkurang
splenektomy +
appendictomy
H-2
Traneksamat 3x500
13-04-
2016
Post explorasi
batas normal,
laparatomy
Ketorolak +
Abdomen supel,
emergency +
Tramadol drip 28
BU (+)
total
-
gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1
gram
Inj. Ranitidin 2x1
amp
Inj. Asam
splenektomy +
appendictomy
mg
IVFD RL +
H-3
Traneksamat 3x500
14-04-
2016
Post explorasi
batas normal,
laparatomy
Ketorolak +
Abdomen supel,
emergency +
Tramadol drip 28
BU (+)
total
-
gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1
gram
Inj. Ranitidin 2x1
amp
Inj. Asam
splenektomy +
appendictomy
mg
IVFD RL +
H-4
Traneksamat 3x500
15-04-
Mual (+),
Post explorasi
mg
Boleh pulang kalau
19
2016
Muntah
(+)
batas normal,
laparatomy
Abdomen supel,
emergency +
BU (+)
total
gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1
gram
Inj. Ranitidin 2x1
amp
Inj. Asam
splenektomy +
appendictomy
H-5
16-04-
Mual (+),
2016
demam (+)
Suhu : 41 C
Post explorasi
Traneksamat 3x500
-
mg
Inj. Metoclopramide
HCl 3x1
IVFD RL drip 28
gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1
gram
Inj. Ranitidin 2x1
amp
Inj. Asam
laparatomy
emergency +
total
splenektomy +
appendictomy
H-6
17-04-
2016
Traneksamat 3x500
-
mg
Inj. Metoclopramide
HCl 3x1
Infus Paracetamol 1
kolf drip
Cek DR
Banyak minum
IVFD RL drip 28
gtt/i
Inj. Merofenem 3x1
gram
Inj. Ranitidin
amp
Inj.
Asam
Traneksamat
3x500
laparatomy
emergency +
total
splenektomy +
appendictomy
H-7
18-04-
2x1
mg
Inj. Metoclopramide
HCl 3x1
IVFD RL drip 28
20
2016
batas normal
laparatomy
emergency +
total
gtt/i
Inj. Merofenem 3x1
gram
Inj. Ranitidin
amp
Inj.
Asam
Traneksamat
3x500
splenektomy +
appendictomy
H-8
19-04-
2016
laparatomy
emergency +
mg
Inj. Metoclopramide
HCl 3x1
Semua obat ganti oral:
-
Ciprofloxacin 2 x 1
Lanzoprazole 1x1
Asam
Mefenamat
3x1
Mobilisasi : jalan
Ciprofloxacin 2 x 1
Lanzoprazole 1x1
Asam
Mefenamat
total
splenektomy +
2x1
appendictomy
20-04-
2016
H-9
Vital sign dalam Post explorasi
batas normal
laparatomy
emergency +
3x1
total
splenektomy +
appendictomy
21-042016
H-10
Vital sign dalam Post explorasi
batas normal
laparatomy
Ciprofloxacin 2x1
Lanzoprazole 1x1
Asam
Mefenamat
3x1
Pasien boleh pulang
emergency +
total
splenektomy +
appendictomy
H-11
21