Anda di halaman 1dari 21

PORTOFOLIO

Kasus 3
Topik: Trauma Tumpul Abdomen
Tanggal (kasus): 09 April 2016
Tanggal presentasi: 21 Mei 2016

Presenter: dr. Winda Nanda Pratiwi


Narasumber: dr. Dennison, Sp.B

Pembimbing: dr. Neneng Tresna Imawati


Tempat presentasi: Ruang Rapat RS TK.IV Dr. Bratanata Jambi
Obyektif presentasi:
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Neonatus Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Deskripsi:

Tinjauan pustaka
Istimewa
Lansia
Bumil

Laki-laki usia 23 tahun, post kecelakaan lalu lintas motor dengan mobil
Tujuan:
Diagnostik dan tatalaksana trauma tumpul abdomen
Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset
Kasus
Cara
Diskusi
Presentasi
dan Email
membahas:

Audit
Pos

diskusi

Data pasien:
Nama: Tn.AS
Nama RS: RS TK.IV Dr. Bratanata Usia:23 tahun
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:

No registrasi: 16.04.09.33
Terdaftar sejak : -

Seorang laki-laki, usia 23 tahun rujukan dari RS Abdul Manap dengan post
kecelakaan lalu lintas antara motor dan mobil sejak 2 hari yang lalu. Os
menggunakan motor. Setelah kejadian os tidak sadar. Muntah disangkal. Terdapat
luka robek pada dahi yang telah di heacting. Luka lecet pada lengan tangan kanan
disertai dengan perubahan bentuk. Luka lecet dan bengkak pada punggung tangan
kiri dan terdapat perubahan bentuk pada siku kiri. Luka robek pada lengan bawah
tangan kiri 2x0,8 cm. Selain itu juga terdapat luka lecet pada dada sebelah kanan
dan kiri serta terdapat luka lecet dan jejas di bagian perut. Luka lecet pada lutut kiri,
pergelangan kaki dan punggung kaki kanan dan kiri.
2. Riwayat Kesehatan/ Penyakit:
Riw penyakit DM dan HT disangkal
3. Riwayat Pengobatan:
3. Riwayat Keluarga/ Masyarakat:
-

Daftar Pustaka:
1. Salomone, Joseph. 2007. Blunt Abdominal Trauma. Department of Emergency
Medicine, Truman Medical Center, University of Missouri at Kansas City School of
Medicine. http://www.emedicine.com
2. Snell, Richard. 1997. Anatomi Klinik Bagian 1. EGC. Jakarta
3. Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma Blunt. Department of Emergency
Medicine,
4.
5.
6.
7.

Charles

Drew

University

UCLA

School

of

Medicine.

http://www.emedicine.com
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
Odle, Teresa. 2007. Blunt Abdominal Trauma. http://www.emedicine.com
Nestor, M.D. 2007. Blunt Abdominal Trauma
Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya. Malang
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis trauma tumpul abdomen
2. Penatalaksanaan trauma tumpul abdomen
3. Komplikasi pada trauma tumpul abdomen
Subyektif
Seorang laki-laki, usia 23 tahun rujukan dari RS Hamba dengan post kecelakaan
lalu lintas antara motor dan mobil sejak 2 hari yang lalu. Os menggunakan motor.
Setelah kejadian os tidak sadar. Muntah disangkal. Terdapat luka robek pada dahi yang
telah di heacting. Luka lecet pada lengan tangan kanan disertai dengan perubahan
bentuk. Luka lecet dan bengkak pada punggung tangan kiri dan terdapat perubahan
bentuk pada siku kiri. Luka robek pada lengan bawah tangan kiri 2x0,8 cm. Selain itu
juga terdapat luka lecet pada dada sebelah kanan dan kiri serta terdapat luka lecet dan
jejas di bagian perut. Luka lecet pada lutut kiri, pergelangan kaki dan punggung kaki
kanan dan kiri.
Obyektif
1.Pemeriksaan fisik (09 April 2016)

KeadaanUmum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Posisi

: Berbaring

BB

: 67 Kg

PB

: 170 cm

Tanda Vital

o TD

: 120/70

o Nadi

: Frekuensi 97x/menit, irama reguler

o RR

: 21 x/menit

o T

: 36,9 0C

o Sat O2 : 99%

Kepala

: normocephal, vulnus laseratum region frontalis sudah di hecting

Mata

: konjungtiva anemis (+/+), skelera ikterik (-/-), pupil isokhor (+/

+).

Telinga

: Normal, perdarahan (-)

Hidung

: Nafas cuping hidung (-), epistaksis (-), sekret (-)

Mulut

: bentuk normal, sianosis(-), atrofi papil (-)

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thoraks :
o Paru

Inspeksi

: simetris kanan dan kiri, retraksi dinding dada (-)

Palpasi

: vocal premitus kanan dan kiri sama

Perkusi

: sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

o Jantung

Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictuscordis teraba di ICS V linea claviculasinistra

Auskultasi : BJ1-BJ2 reguler, gallop (-)

o Abdomen

Inspeksi

: datar, vulnus ekskoriatum (+), jejas (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi

:soepel,nyeri

tekan

(+),

hepatomegali

(-),

splenomegali (-),

Perkusi

Genitalia dan anus

Ektremitas

: dinding perut redup


: tidak diperiksa
: akral teraba hangat, CRT < 2 detik, vulnus

ekskoriatum region humerus dextra + deformitas, vulnus ekskoriatum region


dorsum manus dextra, vulnus ekskoriatum region antebracii sinistra +
deformitas, vulnus laseratum region antebracii dextra dengan p= 2 cm, l= 0,8
cm, d= 0,5 cm, vulnus ekskoriatum region genue sinistra, vulnus ekskoriatum
region dorsum pedis dextra et sinistra.
2. Pemeriksaan Penunjang
DarahRutin
- WBC
: 8,1 x 103/mm3
- RBC
: 2,37 x 106/mm3
- HGB
: 7,0 g/dl
- HCT
: 21,0 %
- PLT: 114 x 103/mm3
- MCV
: 86,6 fl
- MCH
: 29,6 pg
- MCHC
: 34,2 %
- #LYM
: 17%
- #NEUTROFIL
: 74%
- Bleeding time
: 3 menit
- Clothing time
: 5 menit

(4-11)
(3,8-5,8)
(11,0-16,5)
(35,0-50,0)
(150-390)
(80-100)
(26-34)
(32-36)
(20-40)
(40-70)
(1-3)
(2-6)

Pemeriksaan kimia klinik


GDS

: 79 mg/dl

Kolesterol

: 170 mg/dl

Asam urat

: 5,2 mg/dl

Urea

: 28,8 mg/dl

Creatinin

: 0,9 mg/dl

Calcium

: 8,8 mg/dl

Natrium

: 146.t

Kalium

: 4,500

Clorida

: 103, 50

Pemeriksaan USG Abdomen


Kesan :

Hepar, KE, Pankreas, Lien, Ginjal, dan Vesica Urinaria normal.


Adanya ascites ec peritonitis/ abdominal bleeding

Pemeriksaan Rontgen

Assessment
Definisi
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke
dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi
(perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang
jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan
atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan
cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan.
Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan

badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif
tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada
intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (4055%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ
yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah
pankreas dan ureter.
Etiologi dan Faktor Risiko
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh
trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak
terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul
setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat
juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma
pada organ internal di abdomen.
Kunci sukses untuk penanganan trauma abdomen adalah high index suspicion
Should be assumed (harus dianggap)

menderita trauma organ visceral

Dokter pemeriksa harus menentukan ada trauma organ intra abdomen atau tidak, dan
harus

menentukan

apakah

perlu

intervensi

operasi

segera

atau

tidak

75 90% abdominal gunshot wounds membutuhkan laparotomy segera, 25 35%


dengan abdominal stab wounds, hanya 15 20% dengan blunt abdominal trauma
Trauma merupakan penyebab tertinggi kematian pada orang dewasa yang berusia
dibawah 40 tahun dan menduduki peringkat ke 5 penyebab kematian pada semua orang
dewasa.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka
tembak.
Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua yaitu :
1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas
2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih
Berdasarkan

daerah

organ

yang

cedera

dapat

dibagi

dua,

yaitu

a. Organ Intraperitoneal
Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung, colon
transversum, usus halus, dan colon sigmoid.
b. Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava.
Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik.
Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous pyelogram.
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat
dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti
hati, limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan
tumpul pada abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :
1. Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara
struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ
berongga, organ padat, organ viseral dan pembuluh darah, khususnya pada ujung
organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal dan
mengurangi yang lebih cepat dari pada pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya
potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi
pada pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.
2. Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan
columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan
remuk, biasanya organ padat (spleen, hati, ginjal) terancam.

3. Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan


intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ
berongga.
Diagnosis
Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen.
Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan
kendaraan bermotor meliputi :kejadian apa, dimana, kapan terjadinya dan perkiraan arah
dari datangnya ruda paksa tersebut. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala
yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok,
nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan
tanda penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting
untuk menegakkan diagnosis.
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan
abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga
perlu diperhatikan.
Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara
sistematik meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Pada inspeksi, perlu diperhatikan :
Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya
kemungkinan kerusakan organ di bawahnya. Adanya perdarahan di bawah kulit, dapat
memberikan petunjuk perkiraan organ-organ apa saja yang dapat mengalami trauma di
bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner Sign) atau umbilicus (Cullen Sign)
merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi hal ini biasanya lambat dalam
beberapa jam sampai hari.
Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena kemungkinan
adanya pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal.

Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal
maka kemungkinan adanya peritonitis.
Pada auskultasi, perlu diperhatikan :
Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising usus
selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali. Adanya bunyi usus pada
auskultasi

toraks

kemungkinan

menunjukkan

adanya

trauma

diafragma.

Pada palpasi, perlu diperhatikan :


Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot dinding perut
abdomen akibat peritonitis. Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat
menunjukkan

organ-organ

yang

mengalami

trauma

atau

adanya

peritonitis.

Pada perkusi, perlu diperhatikan :


Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut
yang berarti terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus. Nyeri ketok seluruh
dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis umum. Adanya Shifting
dullness menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga perut, berarti kemungkinan
besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.
Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang akibat
fraktur pelvis, dan tinja harus dievaluasi untuk gross atau occult blood. Evaluasi tonus
rektal penting untuk menentukan status neurology pasien dan palpasi high-riding
prostate mengarah pada trauma salurah kemih.
Pemeriksaan abdominal tap merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan
tambahan keterangan bila terjadi pengumpulan darah dalam rongga abdomen, terutama
bila jumlah perdarahan masih sedikit, sehingga klinis masih tidak begitu jelas dan sulit
ditentukan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan untuk korban trauma termasuk


glukosa serum, darah lengkap, kimia serum, amylase serum, urinalisis, pembekuan
darah, golongan darah, arterial blood gas (ABG), ethanol darah, dan tes kehamilan
(untuk wanita usia produktif).
a. Pemeriksaan darah lengkap
Hasil yang normal untuk kadar hemoglobin dan hematokrit tidak bisa dijadikan acuan
bahwa tidak terjadi perdarahan. Pasien pendarahan mengeluarkan darah lengkap.
Hingga volume darah tergantikan dengan cairan kristaloid atau efek hormonal (seperti
adrenocorticotropic hormone [ACTH], aldosteron, antidiuretic hormone [ADH]) dan
muncul pengisian ulang transkapiler, anemia masih dapat meningkat. Jangan menahan
pemberian transfusi pada pasien dengan kadar hematokrit yang relatif normal (>30%)
tapi memiliki bukti klinis syok, cidera berat (seperti fraktur pelvis terbuka), atau
kehilangan darah yang signifikan.
Pemberian transfusi trombosit pada pasien dengan trombositopenia berat (jumlah
trombosit<50,000/mL) dan terjadi perdarahan. Beberapa penelitian menunjukkan
hubungan antara rendahnya kadar hematokrit (<30%) dengan cidera berat. Peningkatan
sel darah putih tidak spesifik dan tidak dapat menunjukkan adanya cidera organ
berongga.
b. Kimia serum
Banyak korban trauma kecelakaan lebih muda dari 40 tahun dan jarang menggunakan
obat-obatan yang mempengaruhi elektrolit (seperti diuretik, pengganti potassium). Jika
pengukuran gas darah tidak dilakukan, kimia serum dapat digunakan untuk mengukur
serum glukosa dan level karbon dioksida.
c. Tes fungsi hati
Tes fungsi hati pada pasien dengan trauma tumpul abdomen penting dilakukan, namun
temuan peningkatan hasil bisa dipengaruhi oleh beberapa alasan (contohnya
penggunaan alkohol).

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kadar aspartate

aminotransferase (AST) atau alanine aminotransferase (ALT) meningkat lebih dari 130

10

U pada koresponden dengan cedera hepar yang signifikan. Kadar Lactate


Dehydrogenase (LDH) dan bilirubin tidak spesifik menjadi indikator trauma hepar.
d. Pengukuran Amilase
Penentuan amylase awal pada beberapa penelitian menunjukkan tidak sensitif dan tidak
spesifik untuk cidera pankreas. Namun, peningkatan abnormal kadar amylase 3-6 jam
setelah trauma memiliki keakuratan yang cukup besar. Meskipun beberapa cedera
pankreas dapat terlewat dengan pemeriksaan CT scan segera setelah trauma, semua
dapat teridentifikasi jika scan diulang 36-48 jam. Peningkatan amylase atau lipase
dapat terjadi akibat iskemik pancreas akibat hipotensi sistemik yang menyertai syok.
e. Urinalisis
Indikasi untuk urinalisis termasuk trauma signifikan pada abdomen dan atau panggul,
gross hematuria, mikroskopik hematuria dengan hipotensi, dan mekanisme deselerasi
yang signifikan. Gross hematuri merupakan indikasi untuk dilakukannya cystografi dan
IVP atau CT scan abdomen dengan kontras.
f. Penilaian gas darah arteri (ABG)
Kadar ABG dapat menjadi informasi penting pada pasien dengan trauma mayor.
Informasi penting sekitar oksigenasi (PO2, SaO2) dan ventilasi (PCO2) dapat
digunakan untuk menilai pasien dengan kecurigaan asidosis metabolic hasil dari
asidosis laktat yang menyertai syok. Defisit kadar basa sedang (>-5 mEq) merupakan
indikasi untuk resusitasi dan penentuan etiologi. Usaha untuk meningkatkan
pengantaran oksigen sistemik dengan memastikan SaO2 yang adekuat (>90%) dan
pemberian volume cairan resusitasi dengan cairan kristaloid, dan jika diindikasikan,
dengan darah.
4. Pemeriksaan Gambar
Penilaian awal paling penting pada pasien dengan trauma tumpul abdomen adalah
penilaian stabilitas hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil,
evaluasi cepat harus dibuat untuk melihat adanya hemoperitoneum. Hal ini dapat dapat

11

dilakukan dengan DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage) atau FAST (Focused Abdominal
Sonogram for Trauma) scan. Pemeriksaan radiografi abdomen perlu dilakukan pada
pasien yang stabil ketika pemeriksaan fisik kurang meyakinkan.
a. Foto polos
Udeani & Steinberg (2011) menyatakan bahwa :
Meskipun secara keseluruhan evaluasi pasien trauma tumpul abdomen dengan
rontgen polos terbatas, namun foto polos dapat digunakan untuk menemukan
beberapa hal.
Radiografi dada bisa digunakan untuk diagnosis cedera abdomen seperti ruptur
hemidiafragmatika atau pneumoperitoneum.
Radiografi dada dan pelvis dapat digunakan untuk menilai fraktur vertebra
torakolumbar
Udara bebas intraperitoneal atau udara yang terjebak pada retroperitoneal dari
perforasi usus kemungkinan bisa terlihat.
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi dengan focused abdominal sonogram for trauma (FAST) sudah
digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma lebih dari 10 tahun di Eropa. Akurasi
diagnostik FAST secara umum sama dengan diagnostic peritoneal lavage (DPL).
Penelitian di Amerika dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan FAST sebagai
pendekatan noninvasif untuk evaluasi cepat hemoperitoneum.
Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen dan cidera multisystem, ultrasonografi
portabel dengan operator yang berpengalaman dapat dengan cepat mengidentifikasi
cairan bebas di intraperitoneal. Cidera organ berongga jarang teridentifikasi, namun
cairan bebas bisa tervisualisasi pada beberapa kasus.
Evaluasi FAST abdomen terdiri visualisasi perikardium (dari lapang pandang
subxiphoid), rongga splenorenal dan hepatorenal, serta kavum douglas pada pelvis.
Tampilan pada kantong Morrison lebih sensitive, terlebih jika etiologinya adalah cairan.

12

Cairan bebas pada umumnya diasumsikan sebagai darah pada trauma abdomen. Cairan
bebas pada pasien yang tidak stabil mengindikasikan perlu dilakukan laparotomi
emergensi, akan tetapi jika pasien stabil dapat dievaluasi dengan CT scan.
c. Computed Tomography (CT) Scan
Meskipun mahal dan membutuhkan banyak waktu, namun CT scan banyak mendukung
gambaran detail patologi trauma dan memberi penunjuk dalam intervensi operatif.
Tidak seperti FAST ataupun DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage), CT scan dapat
menentukan sumber perdarahan.
Cidera diafragma dan perforasi saluran pencernaan masih dapat terlewat dengan
pemeriksaan CT scan, khususnya jika CT scan dilakukan segera setelah trauma. Cidera
pankreas dapat terlewatkan dengan pemeriksaan awal CT scan, tapi secara umum dapat
ditemukan pada pemeriksaan follow up yang dilakukan pada pasien resiko tinggi. Untuk
beberapa pasien, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dapat
ditambahan bersama CT scan untuk mendukung cedera duktus.
Keuntungan utama CT scan adalah tingginya spesifitas dan penggunaan sebagai
petunjuk manajemen nonoperatif pada cidera organ padat.
d. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Diagnostic peritoneal lavage (DPL) digunakan sebagai metode cepat untuk menentukan
adanya perdarahan intraabdomen. DPL terutama berguna jika riwayat dan pemeriksaan
abdomen menunjukkan ketidakstabilan dan cidera multisistem atau tidak jelas. DPL
juga berguna untuk pasien dimana pemeriksaan abdomen lebih lanjut tidak dapat
dilakukan.
Indikasi dilakukannya DPL pada trauma tumpul dimana :
a. Pasien dengan cedera medulla spinalis
b. Cedera multipel dan syok yang tidak bisa dijelaskan
c. Pasien dengan cedera abdomen

13

d. Pasien intoksikasi dimana ada kecenderungan cedera abdomen


e. Pasien dengan resiko cedera intra abdomen dimana dibutuhkan anestesi yang lebih
panjang untuk prosedur yang lain.
Kontraindikasi absolute untuk DPL adalah kebutuhan untuk laparotomi yang nyata.
Kontraindikasi relatif termasuk obesitas morbid, riwayat pembedahan abdomen
multipel, dan kehamilan.
Variasi metode kateterisasi ke dalam rongga peritoneal telah dijelaskan, yaitu metode
terbuka, semi terbuka, dan metode tertutup. Metode terbuka membutuhkan insisi kulit
infraumbilikal yang luas dan melalui linea alba. Peritoneum dibuka dan kateter
dimasukkan dibawah visualisasi secara langsung. Metode semi terbuka serupa, kecuali
peritoneum tidak dibukan dan kateter dilewatkan perkutaneus melewati peritoneum ke
dalam kavum peritoneal. Taknik tertutup membutukan kateter uang dimasukkan secara
buta melalui kulit, jaringan subkutan, linea alba, dan peritoneum. Teknik tertutup dan
semi terbuka pada infra umbilical lebih banyak dilakukan pada bagian tengah.
DPL bernilai postitif pada pasien trauma tumpul jika 10mL darah segar teraspirasi
sebelum infus cairan cuci atau jika pipa cairan cuci (contohnya 1 L NaCl diinfuskan ke
kavitas peritoneal melalui kateter dan dibiarkan tercampur, dimana akan dialirkan oleh
gravitasi) terdapat lebih dari 100.00 sel darah merah/mL, lebih dari 500 sel darah
putih/mL, peningkatan kadar amilase, empedu, bakteri, serat makanan, atau urin. Hanya
diperlukan kira-kira 30 mL darah pada peritoneum untuk menghasilkan hasil DPL
positif secara mikroskopis.
Hasil lain dari DPL yang menjadi indikasi dilakukan eksplorasi termasuk adanya
empedu atau kadar amylase tinggi yang abnormal (indikasi perforasi usus), serat
makanan, atau bakteri pada pemeriksaan bakteri.
Komplikasi DPL termasuk perdarahan dari insisi dan tempat masuk kateter, infeksi
(luka peritoneal), dan cidera pada struktur intra abdomen (seperti vesika urinaria, usus
halus, uterus). Infeksi pada insisi, peritonitis dari tempat kateter, laserasi pada vesika

14

urinaria, atau cidera organ-organ lain intra abdomen dapat muncul dan mengakibatkan
hasil positif palsu.
Indikasi dilakukan laparotomi diantaranya tanda peritonitis, perdarahan atau syok yang
tidak

terkontrol,

penurunan

secara

klinis

selama

observasi,

ditemukannya

hemoperitoneum setelah pemeriksaan FAST atau DPL.


Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari trauma tumpul abdomen adalah cedera yang
terlewatkan, terlambat dalam diagnosis, cedera iatrogenic, intra abdomen sepsis dan
abses, resusitasi yang tidak adekuat, rupture spleen yang muncul kemudian.
Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan trauma tumpul abdomen bervariasi. Tanpa data statistik
yang menggambarkan jumlah kematian di luar rumah sakit, dan jumlah pasien total
dengan trauma tumpul abdomen, gambaran spesifik prognosis untuk pasien trauma intra
abdomen sulit. Angka kematian untuk pasien rawat inap berkisar antara 5-10%
Plan
Diagnosa IGD

Suspek Intra Abdomen Hemmoragik ec Trauma Tumpul Abdomen + Close


Frakture Distal Humerus Dextra + Close Frakture Ulna Sinistra
Diagnosa masuk

Suspek Intra Abdomen Hemmoragik ec Trauma Tumpul Abdomen + Close


Frakture Distal Humerus Dextra + Close Frakture Ulna Sinistra
Diagnosa keluar

Peritonitis Diffuse ec Trauma Tumpul Abdomen + Ruptur Lien +

Close

Frakture Distal Humerus Dextra + Close Frakture Ulna Sinistra


Tatalaksana
Tatalaksana di IGD:

15

IVFD RL + Ketorolak 1 ampul drip 20 gtt/menit


Injeksi cefriaxone 1 x 2 gram IV (skin test)
Injeksi ranitidin 2 x 1 ampul
Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg
Injeksi ATS ( sudah diberikan di RS Abdul Manap)
DR cyto
Kateter sudah terpasang
Rontgen terlampir
Saran : USG Abdomen
Rawat diruangan biasa

Tatalaksana saat masuk ruangan:


Advice dr. Budi Justitia, SpOT:
-

Tranfusi PRC 3 kantong


USG abdomen
Analgetik + antibiotic

Penatalaksanaan pada Trauma Tumpul Abdomen


Keberhasilan utama merupakan latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien dengan
melindungi tulang belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian diikuti dengan
memfiksasi fraktur dan mengontrol perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan
risiko mengalami kemunduran yang progresif dari perdarahan berulang dan
membutuhkan transport untuk pusat trauma atau fasilitas yang lebih teliti dan layak.
Prioritas selanjutnya pada primary survey adalah penilaian status sirkulasi pasien.
Kolaps dari sirkulasi pasien dengan trauma tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh
hipovolemia karena perdarahan. Volume resusitasi yang efektif dengan mengontrol
darah yang keluar melalui 2 jalur infus.
Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien menggunakan
Glasgow Coma Scale. Pasien tidak menggunakan pakaian dan dijaga tetap bersih,
kering, hangat.
Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai indikasi dalam
pemeriksaan fisik.
Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen

16

Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan kestabilan


hemodinamik pasien yang saat ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ
padat orang dewasa, hati dan limpa. Pada trauma tumpul abdomen, termasuk beberapa
trauma organ padat, manajemen nonoperatif yang selektif menjadi standar perawatan.
Angiografi merupakan keutamaan pada manajemen nonoperatif trauma organ padat
pada orang dewasa dari trauma tumpul. Digunakan untuk kontrol perdarahan.

Terapi Pembedahan
Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda
peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama
observasi, dan adanya hemoperitonium setelah pemeriksaan FAST dan DPL. Ketika
indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya menjadi
pilihan. Saat abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan
darah dan bekuan darah, membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur
vaskuler. Kerusakan pada lubang berongga dijahit. Setelah kerusakan intra-abdomen
teratasi dan perdarahan terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi abdomen dengan teliti
kemudian dilihat untuk evaluasi seluruh isi abdomen.
Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus diinspeksi.
Jangan memeriksa hematom pelvis. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk
mengurangi atau menghentikan kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber
perdarahan dihentikan, selanjutnya menstabilkan pasien dengan resusitasi cairan dan
pemberian suasana hangat. Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan laparotomy
dengan teliti dengan mengatasi seluruh struktur kerusakan.
Follow-Up
Tanggal
09-04-

S
Sakit di

O
Abdomen: Nyeri

A
Suspek

P
- IVFD RL +

2016

bagian

tekan (+), Jejas

Peritonitis ec

Ketorolak drip 30

perut

(+), Nyeri lepas

Trauma Tumpul

(+/-), BU (+)

Abdomen +

gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1

17

menurun.

Close Frakture
Distal Humerus
Dextra + Close

gram
Inj. Ranitidin 2x1

amp
Inj. Asam

Frakture Ulna

Traneksamat 3x500

Sinistra
-

mg
Paracetamol infus

extra
Rencana : USG

Abdomen
IVFD RL +

10-04-

Sakit di

Abdomen: Nyeri

Peritonitis

2016

bagian

tekan (+), Jejas

Diffuse ec

Ketorolak +

perut

(+), Nyeri lepas

Trauma Tumpul

Tramadol drip 28

(+), BU (+)

Abdomen +

menurun.

Close Frakture

Hasil USG:

Distal Humerus

Dextra + Close

Peritonitis
Cairan Intra
Abdomen

Frakture Ulna

gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2 x1

gram
Inj. Ranitidin 2x1

amp
Inj. Asam

Sinistra

Traneksamat 3x500
-

mg
Rencana : Explorasi

laparotomy
IVFD RL +

11-04-

Sakit pada

Vital sign dalam

Post explorasi

2016

bekas luka

batas normal,

laparatomy

Ketorolak +

operasi,

BU (+)

emergency +

Tramadol drip 28

total
-

gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1

gram
Inj. Ranitidin 2x1

amp
Inj. Asam

flatus (+)

splenektomy +
appendictomy
H-1

Traneksamat 3x500
12-04-

Sakit pada

Vital sign dalam

Post explorasi

mg
IVFD RL +

18

2016

bekas luka

batas normal,

laparatomy

Ketorolak +

operasi

BU (+)

emergency +

Tramadol drip 28

total
-

gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1

gram
Inj. Ranitidin 2x1

amp
Inj. Asam

berkurang

splenektomy +
appendictomy
H-2

Traneksamat 3x500
13-04-

2016

Vital sign dalam

Post explorasi

batas normal,

laparatomy

Ketorolak +

Abdomen supel,

emergency +

Tramadol drip 28

BU (+)

total
-

gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1

gram
Inj. Ranitidin 2x1

amp
Inj. Asam

splenektomy +
appendictomy

mg
IVFD RL +

H-3

Traneksamat 3x500
14-04-

2016

Vital sign dalam

Post explorasi

batas normal,

laparatomy

Ketorolak +

Abdomen supel,

emergency +

Tramadol drip 28

BU (+)

total
-

gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1

gram
Inj. Ranitidin 2x1

amp
Inj. Asam

splenektomy +
appendictomy

mg
IVFD RL +

H-4

Traneksamat 3x500

15-04-

Mual (+),

Vital sign dalam

Post explorasi

mg
Boleh pulang kalau

tidak ada keluhan


IVFD RL drip 28

19

2016

Muntah
(+)

batas normal,

laparatomy

Abdomen supel,

emergency +

BU (+)

total

gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1

gram
Inj. Ranitidin 2x1

amp
Inj. Asam

splenektomy +
appendictomy
H-5

16-04-

Mual (+),

2016

demam (+)

Suhu : 41 C

Post explorasi

Traneksamat 3x500
-

mg
Inj. Metoclopramide

HCl 3x1
IVFD RL drip 28

gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1

gram
Inj. Ranitidin 2x1

amp
Inj. Asam

laparatomy
emergency +
total
splenektomy +
appendictomy
H-6

17-04-

2016

Vital sign dalam Post explorasi


batas normal

Traneksamat 3x500
-

mg
Inj. Metoclopramide

HCl 3x1
Infus Paracetamol 1

kolf drip
Cek DR
Banyak minum
IVFD RL drip 28

gtt/i
Inj. Merofenem 3x1

gram
Inj. Ranitidin

amp
Inj.

Asam

Traneksamat

3x500

laparatomy
emergency +
total
splenektomy +
appendictomy
H-7

18-04-

Vital sign dalam Post explorasi

2x1

mg
Inj. Metoclopramide

HCl 3x1
IVFD RL drip 28

20

2016

batas normal

laparatomy
emergency +
total

gtt/i
Inj. Merofenem 3x1

gram
Inj. Ranitidin

amp
Inj.

Asam

Traneksamat

3x500

splenektomy +
appendictomy
H-8
19-04-

2016

Vital sign dalam Post explorasi


batas normal

laparatomy
emergency +

mg
Inj. Metoclopramide

HCl 3x1
Semua obat ganti oral:
-

Ciprofloxacin 2 x 1
Lanzoprazole 1x1
Asam
Mefenamat

3x1
Mobilisasi : jalan

Ciprofloxacin 2 x 1
Lanzoprazole 1x1
Asam
Mefenamat

total
splenektomy +

2x1

appendictomy
20-04-

2016

H-9
Vital sign dalam Post explorasi
batas normal

laparatomy
emergency +

3x1

total
splenektomy +
appendictomy
21-042016

H-10
Vital sign dalam Post explorasi
batas normal

laparatomy

Ciprofloxacin 2x1
Lanzoprazole 1x1
Asam
Mefenamat

3x1
Pasien boleh pulang

emergency +
total
splenektomy +
appendictomy
H-11

21

Anda mungkin juga menyukai