Anda di halaman 1dari 134

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sangat penting untuk dilaksanakan di
rumah sakit sebagai tempat fasilitas pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur
mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga serta
lingkungan dari resiko tertular penyakit infeksi karena perawatan, bertugas dan berkunjung
ke rumah sakit. Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat diharapkan dapat memberikan pelayanan yang
bermutu sesuai standar yang sudah ditentukan.
Kebersihan program dan kegiatan PPI di rumah sakit memerlukan keterlibatan
semua pihak yaitu keterlibatan semua profesional dan unit kerja ( Dokter, Perawat, Ahli
Laboratorium, K3, Farmasi, Ahli Gizi, Sanitasi, CSSD dan Loundry, IPSRS, dan bagian
Rumah Tangga Rumah Sakit ), sehingga diperlukan wadah untuk pengorganisasiannya
berupa komite PPI. Kerjasama organisasi PPI dalam pelaksanaannya harus didukung
komitmen tinggi manajerial sehingga menentukan terlaksananya program dan kegiatan
dengan baik semuanya itu akan menjamin mutu pelayanan Rumah Sakit.
Infeksi rumah sakit merupakan masalah serius bagi semua serius bagi semua rumah
sakit, dampak yang muncul sangat membebani rumah sakit maupun pasien. Adapun factor
yang mempengaruhinya antara lain, Banyaknya pasien yang dirawat sebagai sumber infeksi
bagi lingkungan pasien lainnya maupun petugas kontak langsung antara pasien dengan
pasien lainnya maupun petugas kontak langsung antara pasien dengan pasien lainnya,
kontak langsung antara petugas dengan pasien yang tercemar, penggunaan peralatan medis
yang tercemar kuman, kondisi pasien yang lemah.
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit harus dilaksanakan
secara menyeluruh dengan baik dan benar disemua sarana kesehatan rumah sakit, dengan
prosedur yang baku untuk setiap tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi tersebut,
untuk itu perlu adanya suatu pedoman yang digunakan di Rumah Sakit Umum Full
Bethesda.
Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi merujuk pada pedoman manajerial
dan pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi dari Departemen Kesehatan 2009,
Infeksi yang berasal dari lingkungan rumah sakit dikenal dengan istilah infeksi nosokomial
mengingat seringkali tidak bias secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah
infeksi nosokomial diganti dengan istilah baru yaitu Healthcare associated infections
(HAis).
Diharapkan dengan adanya Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi ini, seluruh
petugas Rumah Sakit Umum Full Bethesda memiliki sikap dan perilaku yang
mendukung standar pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Umum Full
Bethesda

B. Tujuan
Tujuan Umum :
Menyiapkan agar Rumah Sakit Umum Full Bethesda dengan sumber daya terbatas
dapat menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi
tenaga kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular ( Emerging
Infectious Diseases ) yang mungkin timbul, khususnya dalam menghadapi
kemungkinan pandemic influenza.
Tujuan Khusus :
Membuat standar pelaksanaan Pencegahan dan pengendalian infeksi bagi petugas
kesehatan di Rumah Sakit Umum Full Bethesda meliputi :
1. Konsep dasar penyekit infeksi
2. Fakta fakta penting beberapa penyakit menular
3. Kewaspadaan isolasi
4. Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di RSU Full Bethesda
5. Kesiapan menghadapi pandemi penyakit menular
6. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian infeksi
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di Rumah Sakit Umum Full
Bethesda dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan
terhadap pasien yang menderita penyakit menular melalui udara, kontak droplet atau
penyakit menular melalui udara, kontak, droplet atau penyakit infeksi lainnya.

BAB II
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RUMAH SAKIT UMUM FULL BETHESDA

A. VISI
Menjadikan Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi yang bermutu menuju
rumah sakit rujukan spesialistik yang terbaik untuk wilayah Kabupaten Karawang yang
bertempat lokasi di Rengasdengklok.
B. MISI
1. Melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi disemua bagian/
instalasi yang terkait.
2. Memberikan Pelayanan sesuai pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
kepada pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung rumah sakit.
3. Melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari infeksi rumah sakit.
4. Tersedianya pelatihan dan pendidikan pencegahan dan pengendalian infeksi
C. Falsafah dan Tujuan
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit Umum Full Bethesda
Kabupaten Karawang merupakan suatu pelayanan yang harus dilaksanakan untuk
melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan
memperhatikan cost effectiveness, dalam bentuk upaya pencegahan, surveilans dan
pengobatan tradisional.
D. Dasar Hukum
1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 270/MenKes/2007, tentang Pedoman
Manajerial PPI di Rumah sakit dan Fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya.
2. Surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 382/MenKes/SK/III/ 2007 : Tentang
Pedoman PPI di Rumah Sakit dan Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 129/MenKes/SK/II/2008, tentang
standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1165.A/MenKes/SK/X/2004, tentang
Komisi Akreditasi Ruamh Sakit
5. Surat Edaran Dirjen Bina Pelayanan Medis nomor :HK.03.01/III/3744//2008,
tentang pembentukan Komite PPI RS dan Tim PPI RS
6. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Full Bethesda Nomor :
821/4954/TU/07/2008, tentang Pembentukan Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (KPPI ) dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI ) pada Rumah
Sakit Umum Full Bethesda.

E. Organisasi pencegahan dan pengendalian infeksi


1. Struktur Organisasi
Berdasarkan Keputusan Direktur RSU. Full Bethesda nomor
DIREKTUR
Dr. Maruli Basa Nasution

WADIR PELAYANAN

KABID PELAYANAN MEDIK


& PENUNJANG MEDIK

KABID PELAYANAN
KEPERAWATAN

KETUA KOMITE PPI

SEKRETARIS KOMITE PPI


(IPCN)

ANGGOTA KOMITE PPI

TIM PPI

Gambar 1 : Struktur Organisai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

a. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Rumah Sakit Umum Full Bethesda
Pengarah/ Penanggung Jawab

: Wakil Direktur Pelayanan RSU FULL BETHESDA

Ketua

Sekretaris

Anggota

: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

b. susunan Tim Pencegahan dan Pengendalian infeksi pada Rumah Sakit Umum Full
Bethesda.
Ketua

Sekretaris

Anggota

: Seluruh Wakil Kepala Ruangan

2. Tugas dan Tanggung Jawab


a. Direktur

Membentuk Komite dan Tim PPIRS Dengan Surat Keputusan.

Bertanggung jawab dan miliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan


upaya pencegahan dan Pengendalian HAIs

Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk


anggaran yang dibutuhkan.

Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian HAIs

Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian HAIs berdasarkan


saran dari tim PPIRS.

Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotik yang rasional dan


disinfektan di rumah sakit berdasarkan saran dari Tim PPIRS.

Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap berdasarkan
saran dari Tim PPIRS.

Mengesahkan Standar operasional prosedur (SOP) untuk PPIRS.

b. Ketua Komite PPIRS

Bertanggung jawab langsung kepada Direktur .


Tugas dan tanggung jawab :
1. Membuat dan mengevaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian Infeksi.
2. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan Rumah Sakit.
3. Membuat Prosedur tetap Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang bersifat umum
untuk semua unit kerja.
4. Menyusun dan mengevaluasi Program pemantauan kejadian infeksi di rumah sakit,
baik dirawat inap maupun rawat jalan.
5. Memberikan usulan kepada Direktur untuk mengembangkan dan meningkatkan
cara pencegahan dan pengendalian infeksi.
6. Secara periodik memberikan usulan kepada Direktur tentang standar penggunaan
antibiotik berdasarkan hasil pemantauan kejadian infeksi di rumah sakit.
7. Bersama Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI) melakukan investigasi
terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi di rumah sakit.
8. Mengusulkan kepada Direktur penetapan karantina, penutupan atau isolasi suatu
ruangan/ unit kerja sebagai hasil investigasi KLB infeksi.
9. Menerima laporan berkala dari Tim Pencegahan dan Pengndalian Infeksi (TPPI)
dan melaporkan hal hal yang penting kepada Direktur.
c. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( TPPI)
Bertanggung jawab kepada Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Tugas dan Tanggung jawab :
1. Melaksanakan dan melakukan sosialisasi kebijakan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi kepada seluruh unit kerja
2. Membantu dan membimbing unit-unit kerja untuk membuat prosedur tetap
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang sesuai dengan kondisi dan sifat
pekerjaan tiap unit kerja.
3. Melaksanakan pemantauan rutin kejadian Infeksi di rumah sakit dan secara berkala
melaporkan kepada Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI)
4. Membimbing, memberikan pelatihan dan konsultasi kepada petugas kesehatan
pada unit-unit kerja sesuai kondisi dan sifat pekerjaan tiap unit kerja.
5. Bersama Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) melakukan
investigasi dan melakukan penanggulangan terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB)
Infeksi Rymah Sakit.
6. Melakukan identifikasi masalah infeksi di unit kerja serta mengusulkan pengadaan
alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
melalui Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

d. IPCN ( Infection Prevention and Control Nurse )

( KPPI).

Tugas dan Tanggung Jawab


1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi
dilingkungan kerjanya.
2. Memonitor pelaksanaan PPI, Penerapan SOP, kewaspadaan isolasi.
3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada komite PPI
4. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di Rumah
Sakit Umum Full Bethesda.
5. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPImemperbaiki
kesalahan yang terjadi.
6. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari
petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
7. Bersama komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus yang terjadi di
Rumah Sakit.
8. Audit Pencegahan dan Pengendalian infeksi termasuk terhadap Limbah Laundry,
Gizi,dan lain-lain dengan menggunakan daftar titik
9. Memonitor Kesehatan Lingkungan
10. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional
11. Mendesain, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi surveilans infeksi yang
terjadi di rumah sakit.
12. membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI
13. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
14. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI
15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPIRS
16. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga tentang
topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi.
17. Sebagai koordinator antara departemen/ unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi di rumah sakit.
e. IPCLN ( Infektion Prevention and Control Link Nurse )
Tugas dan Tanggung Jawab :
1. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiapa pasien di unit rawat inap
masing-masing, kemudian menyerahkan- Nya kepada IPCN ketika pasien pulang.
2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan
pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawat masing-masing.
3. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya HAIs pada pasien.
4. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi
pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus
dijalankan bila belum paham.
5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar
isolasi.

BAB III
KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI
DAN PENYAKIT MENULAR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,


termasuk indonesia, ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi berasal dari Komunitas
( Community acquired infection )atau berasal dari lingkungan rumahsakit ( Hospital
Acquired infection ) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Dengan
berkembangnya system pelayanan kesehatan khusus dalam bidang perawatan pasien,
sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah ( Home Care).
Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang di maksudkan
untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, baik bagi pasien atau bahkan pada
petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal
infeksi, maka sekarang instilah infeksi nosokomial ( Hospital acquired infection ) diganti
dengan istilah baru yaitu Healthcare- associated infections (HAIs) dengan pengertian
yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga difasilitasi pelayanan kesehatan
lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas
kesehatan yang terjadi didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus
infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah
sakit ( Hospital infection )
1. Beberapa Batasan / Definisi
a. Kolonisasi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh, dan berkembang biak, tanpa disertai
adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh penjamu tidak
dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami
kolonisasi dengan kuman pathogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat
menularkan kuman tersebut keorang lain. Pasien atau petugas kesehatan
tersebut dapat bertindak sebagai Carrier.
b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organism), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organism) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular atau infeksius
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang
keorang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung
e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen karena infeksi, trauma,
pembedahan atau luka bakar yang ditandai dengan adanya sakit/ nyeri

(dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan


gangguan fungsi.
f. Systemic Inflammatory Response Syndrome(SIRS)
Sekumpulan gajala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan
respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila
ditemukan 2 atau lebih keadaan berikut :
Hipertermi/

hipotermi/suhu

tidak

stabil,(2)

takikardi

(sesuai

usia)

,takipnoe(sesuai usia),serta (4) Leukositosis atau leukopenia atau hitung


jenis leukosit jumlah sel muda lebih dari 10% pada dewasa dan 20% pada
bayi.SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non infeksi seperti trauma,
pembedahan, luka bakar, pankreatitis,atau gangguan metabolik.SIRS yang
disebabkan infeksi disebut sepsis.
2. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan.Apabila satu rantai dihilangkan atau di rusak, maka infeksi dapat di
cegah atau di hentikan.Komponen yang di perlukan sehingga terjadi penularan
tersebut adalah :
a. Agen infeksi ( infectious agent)adalah mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi.Pada manusia agen infeksi dapat berupa bakteri, virus,
ricketsia, jamur dan parasit.Ada tiga faktor pada agen penyebab yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas,virulensi, dan jumlah
(dosis, atau load).
b. Reservoir atau tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap di tularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah
manusia,binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik
lainnya.Pada orang sehat permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas
atas,usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar ( portal of exit ) adalah jalan dari mana agen infeksi
meninggalkan
pencernaan,

reservoir. Pintu keluar


saluran

kemih

dan

meliputi

kelamin,

saluran pernafasan,

kulit

dan

membran

mukosa,transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.

d. Transmisi ( cara penularan ) adalah mekanisme bagaimana transport agen


infeksi dari reservoir ke penderita yang susep tibel.Ada beberapa cara yaitu :
(1) Kontak langsung dan tidak langsung, (2) Droplet, (3 ) airbone, (4)
melalui venikulum ( makanan , air / minuman , darah ) dan ( 5 ) melalui
vector biasanya serangga dan binatang pengerat .

e. Pintu masuk ( portal of entri ) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
pejamu yang suseptibel . Pintu masuk bisa melalui saluran pernafasan ,
pencernaan , saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang
tidak utuh ( luka ).
f. Pejamu ( host ) yang susptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya
infeksi atau penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur,
status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma
atau pembedahan, pengobatan dengan imunosupresan.Faktor lain yang
mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin , ras atau etnis tertentu, status
ekonomi, gaya hiduo, pekerjaan dan herediter.
Agen
reservoir

Host/
pejamu
rentan

Tempat
masuk

Tempat
keluar
Metode
penulara
n

Gambar 2 . Skema rantai penularan penyakit infeksi


3. Faktor Risiko healthcare- associated infections (HAIs)
a. Umur : neonatus dan lanjut usia lebih rentan
b. Status imun yang rendah/terganggu (imuno-kompromais) : penderita dengan
penyakit kronik, penderita keganasan, obat-obatan imunosupresan
c. Interupsi barier anatomis :

Keteter urine

meningkatkan

kejadian

infeksi

saluran kemih (ISK).

Prosedur operasi

: dapat menyebabkan infeksi luka

operasi atau Surgical site infection (SSI)

Intubasi pernapasan

: meningkatkan kejadian Hospital

acquired Pneuminia(HAP/VAP).

Kanula vena dan arteri

: menimbulkan infeksi luka infus (ILI),

Blood Stream Infection (BSI).

Luka bakar dan Trauma

d. Implantasi benda asing :


Indwelling catheter
Surgical suture material
Cerebrospinal fluid shunts
Valvular/ vascular prostheses

e. Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotik yang tidak bijaksana


menyebabkan

timbulnya

kuman

yang

resisten

terhadap

berbagai

antimikroba.
4. Pencegahan dan pengendalian infeksi
Proses terjadinya infeksi tergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu,
agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis ) serta cara penularan, identifikasi
faktor risiko pada pejamu dan pengendalian infeksi tertentu dapat mengurangi
insiden terjadinya HAIs, baik pada pasien ataupun pada petugas.
5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
a. Peningkatan daya tahan pejamu
Dengan pemberian imunisasi aktif ( contoh vaksinasi hepatitis B ),
imunisasi pasif ( immunoglobulin), dan promosi kesehatan secara umum
termasuk nutrisi adekuat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi, contohnya metode fisik
adalah : pemanasan ( pasteurisasi dan sterilisasi) dan memasak makanan
metode kimiawi termasuk klorisasi air, desinfeksi dll.
c. Memutus rantai penularan
Merupakan cara yang paling mudah untuk pencegahan penularan penyakit
infeksi,

tetapi

hasilnya

tergantung

dari

ketaatan

petugas

dalam

melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini


dengan cara melaksanakan Isolation Precautions ( Kewaspadaan isolasi )
yang terdiri dari dua pilar/ tingkatan yaitu Standard precautions
( kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
d. Tindakan pencegahan paska pajanan ( Post exposure prophilaxis/PEP)
terhadap petugas kesehatan. Pencegahan agen infeksi yang ditularkan
melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka
tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu
mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV

B. FAKTA-FAKTA PENTING PENYAKIT MENULAR


1. INFLUENZA
1.1. Influenza musiman dan influenza A (H5NI)
a. Pengertian

Influenza adalah penyakit virus acute yang menyerang saluran pernapasan,


ditandai demam, sakit kepala, mialgia, coryza, lesu, dan batuk.
b. Penyebab
Virus influenza A, B, C, Tipe A terdiri dari banyak subtipe yang berpotensi
terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) atau endemi/ pandemi. Subtipe virus
influenza A dapat menyerang unggas dan mamalia, bila terjadi pencampuran
antara 2 subtipe dapat terjadi subtipe baru yang sangat virulen dan mudah
menular serta berpotensi menyebabkan pandemi.
c. Epidemiologi
Influenza dapat ditemukan diseluruh dunia terutama pada musim penghujan
di wilayah 2 musim dan pada musim dingin di wilayah empat musim. Biasa
terjadi epidemi tahunan berulang yang disebabkan oleh virus yang
mengalami antigenic drift, namun dapat terjadi pandemi global akibat
virus yang mengalami antigenic drift.
d. Cara Penularan
Melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang terkontraminasi.
Masa inkubasi biasanya 1-3 hari.
e. Gejala Klinis
Gejala Influenza yang umum adalah demam, nyeri otot dan malaise.
Biasanya influenza akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.
f. Masa Penularan
mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya gejala kliniks,
pada anak muda sampai 7 hari
g. Kerentanan dan Kekebalan
Infeksi dan vaksinasi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik.
Lamanya antibody bertahan paska infeksi dan luasnya spektrum kekebalan
tergantung tingkat perubahan antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya.

h. Cara Pencegahan

Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui pencegahan


penularan melalui batuk, bersin, dan kontak tidak langsung melalui
tangan dan selaput lendir saluran pernapasan.

Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan 70-

80% perlindungan pada orang dewasa muda apabila antigen dalam


vaksin sama atau mirip dengan strain virus yang sedang beredar
( musim), pada orang usia lanjut vaksinasi dapat mengurangi
beratnya penyakit, kejadian komplikasi dan kematian.

Obat anti virus (penghambat neuraminidase seperti aseltamivir dan


penghantar

M2

channel

rimantadin,

amatadin)

dapat

dipertimbangkan terutama pada mereka yang beresiko mengalami


komplikasi ( orang tua, orang dengan penyakit jantung/ paru
menahun). Akhir-akhir ini dilaporkan terjadinya resistensi terhadap
amantadin, rimantadin yang semakin meningkat.

Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis. Pada saat


epidemi

isolasi

dilakukan

terhadap

pasien

dengan

cara

menempatkan mereka secara kohort.


1.2. Influenza A ( H5N1) atau Flu burung
a. Pengertian
Flu burung adalah salah satu penyakit yang di khawatirkan dapat
Menyebabkan pandemi. Penyakit flu burung penting untuk di
Ketahui sebagai Emerging infectious Diseases.
b. Penyebab
Flu burung

( Avian influenza ) disebabkan virus influenza

subtipe H5N1, flu burung dapat terjadi secara alami pada semua
burung. Burung membawa virus kemudian menyebarkan melalui
saliva, sekresi patuk, dan feses.
Burung yang kontak dengan burung pembawa virus, dapat
tertular dan menimbulkan sakit, sekretnya akan tetap infeksius
selama sepuluh hari. Faeses burung yang terinfeksi dapat
mengeluarkan virus dalam jumlah besar.
c.Epidemiologi
Flu burung pada manusia sampaisaat ini telah dilaporkan di
banyak negara terutama di Asia. Di daerah dimana terdapat
interaksi tinggi antara populasi hewan khususnya unggas dan
manusia ( animal- human interface ) risiko terjadi penularan pada
manusia. Saat ini flu burung dianggap sangat potensial sebagai
penyebab terjadinya pandemi influenza.
Sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia yang
dilaporkan, terjadi akibat dekat dan kontak erat dengan unggas
terinfeksi atau benda terkontaminasi. Angka kematian tinggi,
antara 50-80 %. Meskipun terdapat potensi penularan virus

H5N1 dari manusia ke manusia,model penularan semacam ini


belum terbukti.
d

Kelompok usia yang beresiko


Virus H5N1 menyerang dan membunuh kelompok usia muda.

Sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang
sebelumnya sehat.
e.Mengapa virus H5N1 perlu mendapat perhatian khusus dari 15
subtipe virus flu burung, virus H5N1 menjadi perhatian khusus,
dengan alasan sebagai berikut :

Sejak tahun 2003, H5N1 menyebar luas di Asia pada populasi


unggas dan bergerak ke Eropa pada tahun 2005. Selain itu
terjadi perluasan host (pejamu) dari burung ke mamalia.

Risiko manusia dan terinfeksi H5N1 tinggi, dipedesaan Asia


unggas di ternakkan dekat wilayah pemukiman dan dibiarkan
berkeliaran secara bebas.

Virus ini telah menyebabkan penyakit yang parah pada


manusia dengan kematian tinggi ( dilaporkan mencapai
sekitar 50%, meskipun data surveilans mungkin tidak
lengkap )

Fakta terpenting bahwa H5N1 dapat bermutasi secara cepat


dan berkemampuan memperoleh gen dari virus yang
menginfeksi spesies hewan lain.

f. Cara penularan ke manusia


kontak langsung dengan unggas terinfeksi atau benda yang
terkontaminasi, oleh feses burung saat ini sebagai jalur utama
penularan terhadap manusia.
g. Masa Inkubasi
Masa inkubasi virus influenza pada manusia sangat singkat yaitu 2
sampai 3 hari, berkisar 1 sampai 7 hari. Pada influenza A (H5N1)
masa inkubasi 3 hari berkisar 2 sampai 8 hari.

h. Gejala-gejala pada manusia


Gejala-gejala flue burung pada manusia adalah :

Demam tinggi (suhu 38o C )

Batuk

Pilek

Nyeri Tenggorokan

Nyeri Otot

Nyeri Kepala

Gangguan pernapasan atau sesak napas

Gejala tambahan yang mungkin ditemukan :

Infeksi selaput mata

Diare atau gangguan saluran cerna

Fatigue/ letih

Catatan :
Bila menemukan kasus demam ( suhu tubuh38o C ) ditambah 1
atau lebih gejala dan tanda diatas patut dicurigai sebagai kasus flu
burung ; terutama bila dalam anamnesa diperoleh keterangan salah
satu atau lebih dibawah ini :

Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan


penderita influenza A/ H5N1 yang tealah di konfirmasi

Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan


unggas, termasuk ayam mati karena penyakit

Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah bekerja


memproses sample dari orang atau hewan yang diduga
mengalami infeksi virus flu burung patogen tinggi ( High
Patogenic Avian Influenza / HPAI).

Tinggal diwilayah / dekat dengan kasus HPAI yang


dicurigai atau telah dikonfirmasi.

i. Pencegahan
Khusus dalam kasus wabah flu burung perlu;

Menghindari kontak dengan burung terinfeksi atau


benda terkontraminasi

Menghindari peternakan unggas

Hati-hati ketika menangani unggas

Memasak unggas dengan baik ( 60o selama 30 menit


atau 80o selama 1 menit ).

Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan


:
o Setelah memegang unggas
o Setelah memegang daging unggas
o Setelah memasak
o Sebelum makan

j. pengobatan anti virus untuk influenza


obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus,
sehingga dapat mengurangi gejala dan komplikasi orang
yang terinfeksi. Obat anti virus influenza tersebut yaitu :

Amantadine

Rimantadine

Oseltamivir ( Tamiflu)

Zanamivir ( Relenza )

k. Penularan di Rumah Sakit

Virus mungkin masuk ke rumah sakit

melalui

cairan tubuh ( terutama dari pernapasan ) pasien


yang sudah didiagnosis menderita flu burung atau
masih suspek maupun probable.

Semua tenaga kesehatan, laboratorium, radiologi,


petugas kebersihan, atau pasien lain dan pengunjung
rumah sakit beresiko terpajan flu burung.

Penularan lewat udara, droplet dan kontak.

l. Penatalaksanaan

Identifikasi dan isolasi pasien


Semua pasien yang datang kerumah sakit dengan
demam, dan gejala infeksi pernapasan harus
ditangani sesuai dengan tindakan hygiene saluran
pernapasan seperti yang dibahas dalam buku ini.
Pasien dengan riwayat perjalanan kedaerah yang
terjangkit flu burung dalam waktu 10 hari terakhir,
dirawat inap dengan infeksi saluran pernapasan berat
atau berada dalam pengamatan untuk flu burung,
harus ditangani dengan menggunakan kewaspadaan
standar dan kewaspadaan penularan lewat kontak,
droplet dan udara seperti pada pasien SARS.

Kewaspadaan ini harus dilakukan selama 7 hari


setelah turun demam pada orang dewasa, 21 hari
sejak onset penyakit pada anak-anak dibawah 12
tahun, sampai diagnosis alternatif ditegakkan atau
hasil uji diagnostik menunjukkan bahwa pasien tidak
terinfeksi oleh virus influenza A.

Langkah penting pencegahan dan pengendalian


infeksi
Pencegahan

dan

pengendalian

penyebaran

flu

burung di Rumah Sakit Umum Full Bethesda :


-

penempatan pasien diruang isolasi khusus flu


burung dengan tekanan negatif.

Pengawasan

terhadap

implementasi

kewaspadaan standard dan kewaspadaan


penularan lewat udara, droplet dan kontak
2. HIV AIDS
a. Pengertian
AIDS ( Acquaired Immuno Deficiency Syndrome ) merupakan kumpulan gejala penyakit
yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh akibat terserang virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
b. Penyebab
Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk retrovirus yang terdiri atas 2 tipe : tipe 1
(HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2)
c.Cara Penularan
Penularan HIV dri orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak dilindungi, baik homo
maupun heteroseksual, pemakaian jarum suntik yang terkontraminasi, kontak kulit yang lecet
dengan bahan infeksius, transfusi darah atau komponenjnya yang terinfeksi, transplantasi
organ dan jaringan. Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi,
transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+)
terinfeksi melalui placenta dan hampir 20% bayi yang disusui oleh ibu HIV (+) dapat tertular.
Penularan dapat juga terjadi pada petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang
mengandung darah yang terinfeksi.
d. Masa Inkubasi
Bervariasi tergantung usia dan pengobatan antivirus. Waktu antara terinfeksidan
terdeteksinya antibody sekitar 1-3 bulan namun untuk terjadinya AIDS sekitar<1tahun hingga
>15 tahun. Tanpa pengobatan efektif, 50% orang dewasayang terinfeksi akan menjadi AIDS
dalam waktu 10 tahun.

e. Gejala Klinis
Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV dalam waktu 5
sampai 10 tahun. Setelah terjadi penurunan sel CD4 secara bermakna baru AIDS mulai
berkembang dan menunjukkan gejala-gejala seperti :

Penurunan berat badan secara drastis

Diare yang berkelanjutan

Pembesaran kelenjar leher dan atau ketiak

Batuk terus menerus

Gejala klinis lainnya tergantung pada stadium klinis dan jenis infeksi
oportunistikyang terjadi.

f. Pengobatan
Pemberian anti virus (Highly Active Anti Retroviral Therapy, HAART ) dengan 3 obat atau
lebih dapat meningkatkan prognosis dan harapan hidup pasien HIV. Angka kematian di
negara maju menurun 80% sejak digunakannya kombinasi obat antivirus.
g. Masa Penularan
Tidak diketahui pasti, diperkirakan mulai sejak terinfeksi dan berlangsung seumur hidup.
h. Kerentanan dan Kekebalan
Diduga semua orang rentan. Terutama pada PMS ( Penyakit Menular Seksual ) dan pria yang
tidak dikhitan kerentanan meningkat.
i. Cara Pencegahan
Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa perlindungan, menghindari
penggunaan alat suntik bergantian, melakukan praktek transfusi dan donor organ yang aman
serta praktek medis dan prosedur laboratorium yang memenuhi standar.
j. Profilaksis paska pajanan

Diberikan obat ARV untuk mengurangi risiko penularan HIV terhadap petugas
kesehatan setelah terpajan. Studi kasus kelola menyatakan bahwa pemberian ARV
segera setelah pejanan perkutan menurunkan resiko infeksi HIV sebesar 80%
( Cardo dkk. N.Engl J Med 1997). Efektifitas ARV apabila diberikan dalam 1 jam
setelah pejanan selama 28 hari.

Pemeriksaan sample darah HIV

Pemeriksaan antibodi pada bulan ke3 dan ke 6

Petugas yang terpajan dimonito oleh dokter penyakit dalam atau anak dan perlu
dukungan psikologis.

3. ANTRAKS

a. Pengertian
Antraks adalah penyakit bakteri akut yang biasanya mengenai kulit, saluran pernapasan
atau saluran pencernaan.
b. Epidemiologi
Penyakit antraks pada manusia terdapat diseluruh dunia. Umumnya didaerah pertanian
dan industri. Mereka yang berisiko terkena antraks adalah :

Orang yang kontak dengan binatang yang sakit

Digigit serangga tercemar antraks

Orang yang mengkonsumsi daging binatang terinfeksi

Orang yang kontak dengan kulit, bulu, tulang binatang yang mengandung spora
antraks.

a. Penyebab
Bacillus anthracis, bakteri gram positif berbentuk batang, berspora.
b. Cara Penularan
Penularan melalui kontak dengan jaringan, bulu binatang yang sakit dan mati atau
tanah yang terkontraminasi (antraks kulit). Infeksi juga dapat melalui inhalasi spora
(antraks paru) atau memakan daging tercemar yang tidak dimasak dengan baik
(antraks saluran pencernaan). Jarang terjadi penularan dari orang ke orang.
c. Masa Inkubasi
Antara 1-7 hari, bisa sampai 60 hari
d. Gejala klinis
Gejala klinis antraks sangat tergantung patogenesis dan organ yang terkena (kulit,
paru, saluran pencernaan, meningitis). Di Indonesia terbanyak ditemukan antraks
kulit.

Gejala antraks kulit : 3-5 hari setelah endospora masuk kedalam kulit timbul
makula kecil warna merah yang berkembang menjadi papel gatal dan tidak
nyeri. Dalam 1-2 terjadi vesikel, ulkus dan ulcerasi yang dapat sembuh
spontan dalam 2-3 minggu. Dengan antibiotika mortalitas antraks kulit kurang
dari 1%.

Gejala antraks saluran pencernaan : mual, demam, nafsu makan menurun,


abdomen akut, hematemesis, melena. Bila tidak segera diobati dapat
mengakibatkan kematian.

Gejala antraks saluran pernapasan meliputi :


o Antraks pada daerah orofaring akan menimbulkan demam, sukar
menelan, limfadenopati regional.
o Antraks pada paru ada 2 tahap. Tahap pertama ringan berlangsung 3
hari pertama muncul gejala flu, nyeri tenggorok, demam ringan, batuk
non produktif, nyeri otot, mual, muntah, tidak terdapat coryza. Tahap

kedua ditandai gagal napas, stridor, penurunan kesadaran dan sepsis


sampai syok

sering berakhir dengan kematian. Meningitis antraks

terjadi pada 50% kasus antraks paru.


g. Masa Penularan
Tanah dan bahan yang tercemar spora dapat infeksius sampai puluhan
tahun
h. Kerentanan dan Kekebalan
kekebalan setelah terinfeksi tidak jelas. Infeksi kedua kemungkinan terjadi
tetapi tidak ada gejala.
i. Cara Pencegahan
Pencegahan penyakit antraks dengan :

Pencegahan pada manusia dengan menjaga kebersihan tangan,


memasak daging yang matang.

Memberikan vaksinasi kepada kelompok risiko tinggi

Pemberian antibiotika profilaksis paksa pajanan selama 60 hari


tanpa waksin atau selama 30 hari ditambah 3 kali dosis vaksin,
dapat dimulai sampai 24 jam paska pajanan.

Pemberian antibiotika jangka panjang diperlukan untuk mengatasi


spora yang menetap lama dijaringan paru dan kelenjar getah
bening. Antibiotika yang dipakai adalah siprofloksasin 500mg dua
kali sehari atau doksisiklin 100mg dua kali sehari.

Kewaspadaan standar terutama terhadap penyebaran melalui


inhalasi dengan :
o Peralatan bedah harus segera di sterilkan setelah digunakan
o Petugas kesehatan menggunakan APD, dan segera mandi
menggunakan sabun dan air mengalir yang cukup banyak
o Petugas tidak perlu diberikan vaksinasi dan profilaksis
antibiotika
o APD bekas pakai dimasukkan kedalam kantong plastik dan
dibuang kesampah medis untuk dimasukkan ke incinerator/
dibakar
o Jenazah pasien antraks dibungkus dengan kantong plastik,
dimasukkan kedalam peti mati yang ditutup rapat dan
disegel. Bila memungkinkan dibakar.
o Tempat tidur dan alat yang terkontraminasi harus
dibersihkan dan disterilkan dengan autoklaf 120
30 menit

c selama

o Limbah padat, cair dan limbah laboratorium diolah dengan


semestinya.
5. TUBERKULOSIS
a. Penyebab
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam (BTA) yakni
mycobacterium tuberculosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jenis mycobacterium dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan menyerang semua organ tubuh bakteri ini
seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal, tulang, dan yang paling sering paru.
b. Epidemiologi
penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di
Indonesia maupun di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam hal
jumlah pasien TB setelah India dan Cina. Sekitar 9 juta kasus baru terjadi setiap tahun
diseluruh dunia. Sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB secara laten. Sekitar 95%
pasien TB berada di negara sedang berkembang, dengan angka kematian mencapai 3
juta orang pertahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan
140.000 kematian tiap tahun. Umumnya sekitar 75-85% pasien TB berasal dari
kelompok usia produktif.
Faktor risikonya yaitu penderita HIV/AIDS, Diabetes, gizi kurang dan kebiasaan
merokok.
c. Cara Penularan
Penularan penyakit TB paru melalui percikan dahak ( droplet) dari orang keorang,
sekali batuk terdapat 3000 percikan dahak (droplets) yang mengandung kuman TB dan
dapat menulari orang sekitarnya.
d. Masa Inkubasi
Sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi test
tuberkolosis positif memerlukan waktu 2-10 minggu. Risiko menjadi TB paru
(breakdown) dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer umumnya terjadi
pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten bisa berlangsung seumur hidup. Pada
pasien dengan imun defisiensi seperti HIV, masa inkubasi bisa lebih pendek.
e. Masa Penularan
Pasien TB berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya
mengandung BTA. Penularan berkurang apabila pasien yang tidak diobati atau diobati
tidak adekuat dan pasien dengan persistent AFB positive dapat menjadi sumber
penularan dalam waktu lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang

dikeluarkan, virulensi kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk atau bersin dan
tindakan medis berisiko tinggi seperti intubasi, bronhoskopi.
f. Gejala Klinis
Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus menerus disertai dahak
selama 3 minggu atau lebih, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, badan lemah, sering
demam, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan.
g. Pengobatan

Pengobatan spesifik dengan kombinasi anti tuberkulosis (OAT), dengan metode


DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), pengobatan dengan regimen
jangka pendek dibawah pengawasan langsung Pengawas Minum Obat (PMO).

Untuk pasien baru TB BTA (+),WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat


setiap hari selama 2 bulan terdiri dari Rifampisisn, INH, PZA dan ethambutol
diikuti INH dan rifampisisn 3 kali seminggu selama 4 bulan.

h. Cara Pencegahan

Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan


dengan menghilangkan sember penularan.

Imunisasi BCG sedini mungkin

Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi sosial ekonomi

Setiap pasien TB paru BTA positif ditempatkan dalam ruangan bertekanan


negatif.. setiap orang yang kontak diharuskan memakai pelindung pernapasan
yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron.

BAB IV
PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RUMAH SAKIT UMUM FULL BETHESDA KABUPATEN KARAWANG

Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Umum Full


Bethesda meliputi :
A. Kewaspadaan Standar
1. Kebersihan tangan
2. Penggunaan Alat pelindung diri
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
4. Pengelolaan Limbah
5. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit
6. Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan Pasien
8. Hygiene respirasi/ etika Batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal punksi
1. Kebersihan Tangan
a. Definisi
Kebersihan tangan dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi,
adalah praktek membersihkan tangan untuk mencegah infeksi yang ditularkan
melalui tangan.
Mencuci tangan : proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari
kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air
Flora transien dan flora residen pada kulit : Flora transien pada tangan diperolah
melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain dan permukaan lingkungan
( misalnya meja periksa, lantai, atau toilet ). Organisme ini tinggal dilapisan luar
kulit dan terangkat dengan mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan air
mengalir. Flora Residen tinggal dilapisan kulityang lebih dalam serta didalam
folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan seluruhnya, walaupun dengan
pencucian dan pembilasan dengan sabun dan air bersih.
Air bersih : air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga
aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya dan memenuhi standar
kesehatan yang telah ditetapkan. Pada keadaan normal minimal air bersih harus
bebas dari mikroorganisme dan memiliki turbiditas rendah ( jernih, tidak berkabut
).
Sabun : produk-produk pembersih/ sabun cair yang menurunkan tegangan
permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme
yang menempel sementara pada tangan, sabun niasa memerlukan gosokan untuk
melepas

mikroorganisme

secara

mekanik,

sementara

sabun

antiseptik

( antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan


dari sebagian besar mikroorganisme.
Agen anti septik atau anti mikroba : bahan kimia yang digunakan untuk mencuci
tangan dengan menghambat atau membunuh mikroorganisme, sehingga
mengurangi jumlah bakteri.
Emollient : cairan organik seperti gliserol, propilen delikol, atau sorbitol yang
ditambahkan pada handrub dan losion. Kegunaannya untuk melunakkan kulit dan
membantu mencegah kerusakan kulit ( keretakan, kekeringan iritasi dan dermatitis
) akibat pencucian tangan.
b. Indikasi membersihkan tangan

Segera : setelah tiba ditempat kerja

Sebelum :
o Kontak langsung dengan pasien
o Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan
invasif
o Menyediakan/ atau mempersiapkan obat-obatan
o Mempersiapkan makanan
o Memberi makan pasien
o Meninggalkan rumah sakit

Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan


terkontraminasi, untuk menghindari kontaminasi silang

Setelah :

Kontak dengan pasien

Melepas sarung tangan

Melepas alat pelindung diri

Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, eksudat luka dan


peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontraminasi
dengan darah, cairan tubuh, faeses/ urine apakah menggunakan
atau tidak menggunakan sarung tangan

Menggunakan toilet, ,menyentuh/ melap hidung dengan tangan

c. persiapan membersihkan tangan :

Air mengalir

Sabun

Larutan antiseptik

Lap Tangan yang bersih dan kering

d. Prosedur Standar Membersihkan Tangan


Tekhnik membersihkan tangan dengan sabun dan air harus dilakukan seperti di bawah
ini :
1. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih
2. Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair
3. ratakan dengan kedua telapak tangan
4. gosok punggung dan sel-sel jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
5. gosok kedua telapak dan sela-sela jari
6. jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
7. gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
8. gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknyaBilas
kedua tangan dengan air mengalir
9. Bilas kedua tangan dengan air mengalir
10. keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-benar
kering
11. gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran
e. Handrub antiseptik ( handrub berbasis alkohol )
1. teknik untuk menggosok tangan dengan antiseptik meliputi :
2. tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup
seluruh permukaan tangan dan jari (kira-kira satu sendok teh)
3. ratakan dengan kedua telapak tangan
4. gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
5. gosok kedua telapak dan selasela jari
6. jari-jari dalam dari kedua tangan saling mengunci
7. gosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
8. gosok dengan memutar ujung jari-jari ditelapak tangan kiri dan sebaliknya

Perhatian :
Lama penggosokan untuk pembersihan tangan dengan air dan sabun minimal selama 15 detik,
sedangkan untuk pembersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alcohol minimal selama
10 detik.
f. Hal hal yang harus diperhatikan

Bila tangan kotor dan terkontraminasi harus cuci tangan dengan sabun dan
air mengalir

Bila tidak jelas kotor atau terkontraminasi, cuci tangan dengan hancrub

Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan

Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang

Jangan mengisi sabun yang masih ada isinya, penambahan dapat


menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan

Jangan menggunakan baskom yang berisi air, walaupun menggunakan


antiseptik

Kiki harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3mm melebihi ujung jari

Tidak boleh menggunakan kuku buatan karena dapat menimbulkan HAIs


( Hedderwick et al.2000) sebagai reservoar untuk bakteri gramn negatif.

Tidak diperkenankan menggunakan cat kuku dan perhiasan.

2. Penggunaan Alat Pelindung Diri


a. Definisi
Alat pelindung diri adalah alat pelindung sebagai barrier yang digunakan
untuk melindungi pasien dan petugas dari mikroorganisme yang ada
diRumah Sakit
b. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri ( APD )
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Kaca Mata
4. Topi
5. Gaun
6. Apron
7. Pelindung Kaki
1) Sarung Tangan
Definisi
Alat yang digunakan untuk melindungi tangan dari bahan yang dapat
menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang
berada di tangan petugas kesehata. Sarung tangan merupakan
penghalang (barier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran
infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontraminasi silang.
Ingat : Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan atau
pemakaian antiseptic yang digosokkan pada tangan.
Tujuannya :

a). Untuk menciptakan barier protektif dan mencegah kontaminasi yang berat.
Misalnya untuk menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi, mukus
membran, kulit yang tidak utuh.
b). Menghindari transmisi mikroba dari petugas nkepada pasien saat melakukan
tindakan pada kulit pasien yang tidak utuh.
c). Mencegah transmisi mikroba dari pasien ke pasien lain melalui tangan petugas.
Penggunaan sarung tangan oleh petugas pada keadaan :
a). Kontak tangan dengan darah, cairan tubuh, membran atau kulit yang tidak utuh
b). Melakukan tindakan invasif
c). Menangani bahan-bahan bekas pakai yang terkontraminasi atau menyentuh
bahan tercemar.
d). Menerapkan kewaspadaan berdasarkan penularan melalui kontak
Jenis-jenis tangan :
a. sarung tangan bersih
b. sarung tangan steril
c. sarung tangan rumah tangga

TANPA SARUNG TANGAN


Apakah kontak dengan
darah/
cairan
tubuh ? STERIL
SARUNG
TANGAN
APAKAH
APAKAH
KONTAK
ATAUKONTAK
SARUNG
Ya TANGAN
DENGAN
Ya
JARINGAN
DTT
DENGAN
Y KULIT
DIBAWAH
PASIEN

Tidak
Tidak

SARUNG TANGAN BERSIH


RUMAH
TANGGA
ATAU
SARUNG
ATAU SARUNG
TANGAN
TANGAN BERSIH
DTT

Gambar 3 : Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan


Hal hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan :

Gunakan ukuran sarung tangan yang sesuai, khususnya untuk tindakan bedah,
karena dapat mengganggu tindakan dan mudah robek.

Kuku harus pendek, agar tidak cepat robek

Tarik sarung tangan keatas manset gaun untuk melindungi pergelangan tangan

Gunakan pelembab yang larut dalam air, untuk mencegah kulit tangan kering/
berkerut.

Jangan gunakan lotion yang mengandung minyak, karena akan merusak sarung
tangan bedah.

Jangan menggunakan lotion yang mengandung parfum karena dapat mengiritasi


kulit

Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu terlalu panas atau terlalu
dingin mislanya dibawah sinar matahari langsung, didekat pemanas AC, cahaya
ultraviolet cahaya fluoresen atau mesin rongent, karena dapat merusak bahan sarung
tangan sehingga mengurangi efektifitas sebagai pelindung.

2) Masker
Definisi

Masker adalah alat yang digunakan untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu
dan rambut pada wajah (jenggot).
Tujuan

Untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petrugas
bedah berbicara, batuk atau bersin.

Untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung
atau mulut petugas kesehatan.

Jenis- jenis Masker


a. Masker katun / kertas, sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif
sebagai filter.
b. Masker bedah, merupakan masker terbaik dapat menyaring partikel berukuran besar
(>5m), sekalipun tidak dirancang untuk menutup secara benar-benar menutup
secara erat, sehingga tidak dapat secara efektif menyaring udara.
c. Masker

N-95

merupakan

masker

khusus

dengan

efisiensi

tinggi

yang

direkomendasikan untuk perawatan pasien flu burung/ SARS, berfungsi melindungi


dari partikel dengan ukuran (>5m). Pelindung ini menempel dengan erat pada
wajah tanpa ada kebocoran, kelemahannya dapat mengganggu pernapasan dan
harganya lebih mahal dari masker bedah sebelum digunakan masker dilakukan fit
test.
Prosedur penggunaan masker bedah atau N-95/ respirator particulat
a. Genggamlah respirator/ masker bedah dengan satu tangan, posisikan sisi depan
bagian hidung pada ujung jari-jari anda, biarkan tali pengikat respirator menjuntai
bebas dibawah tangan anda.
b. Posisikan masker bedah/ respirator dibawah dagu anda dan sisi untuk hidung berada
diatas.
c. Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali agak tinggi dibelakang
kepala anda diatas telinga. Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan
posisikan tali dibawah telinga.
d. Letakkan jari-jari tangan anada diatas bagian hidung yang terbuat dari logam. Tekan
sisi logam tersebut (gunakan dua jari dari masing-masing tangan) mengikuti bentuk
hidung anda, jangan menekan respirator dengan satu tangan karena dapat
mengakibatkan respirator bekerja kurang efektif
e. Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan hati-hati agar posisi
respirator tidak berubah.

Pemerikasaan segel positif


Hembuskan napas kuat-kuat. Tekanan positif didalam respirator berarti
tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atau posisi dan atau
ketegangan tali. Uji kembali kerapan respirator. Ulangi langkah tersebut
sampai respirator benar-benar tertutup rapat.

Pemeriksaan segel negatif


Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif
didalam respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada
segelnya.

3. Alat Pelindung Mata


Definisi
Alat untuk melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi mata.
Jenis jenis alat pelindung mata :

Kaca mata ( Goggles )

Kaca mata pengaman

Kaca mata pelindung wajah dan visor

4. Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut
tidak masuk kedalam luka selama pembedahan.
Tujuannya
Untuk melindungi petugas dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau
menyemprot.
5. Gaun Pelindung
Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat
merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/ airbone.
Tujuannya :

Untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi

Untuk melindungi dari penyakit menular

Untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpecik atau tersemprot darah,
cairan tubuh, sekresi, atau eksresi.

Manfaatnya :

Dapat menurunkan 20-100x dengan memakai gaun pelindung

Dapat menurunkan opron plastik saat merawat pasien bedah abdomen


dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari.

6. Apron

Definisi
Adalah alat yang terbuat dari karet atau plastik sebagai pelindung bagi petugas
kesehatan dan tahan air.
Digunakan pada saat :

Merawat pasien langsung

Membersihkan pasien

Melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau
sekresi.

7. Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda
berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja keatas kaki.
Jenis jenis pelindung kaki :

Sepatu Boot Karet

Sepatu Kulit Tertutup

c. Pemakaiaan Alat pelindung diri (APD) di Rumah Sakit :


1. Faktor faktor yang harus diperhatikan pada pemakaian APD

Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum


memasuki ruangan

Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi

Lepas dan buang hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah


disediakan diruang ganti khusus. Lepas masker diluar ruangan

Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah


membersihkan tangan sesuai pedoman.

2. Cara menggunakan APD


Langkah-langkah menggunakan APD pada perawatan ruang isolasi
kontak dan airbrne adalah sebagai berikut :
a. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung
b. Kenakan pelindung kaki
c. Kenakan sepasang sarung tangan pertama
d. Kenakan gaun luar
e. Kenakan celemek plastik
f. Kenakan sepasang sarung tangan kedua
g. Kenakan masker
h. Kenakan penutup kepala
i. Kenakan pelindung mata

3. Cara melepaskan APD

Langkah-langkah adalah :
a. Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar
b. Disinfeksi celemek dan pelindung kaki
c. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar
d. Lepaskan celemek
e. Lepaskan gaun bagian Luar
f. Disinfeksi tangan yang mengenakann sarung tangan
g. Lepaskan Pelindung Mata
h. Lepaskan Penutup Kepala
i. Lepaskan Masker
j. Lepaskan Pelindung kaki
k. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam
l. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen

3.1. Pemrosesan Peralatan Pasien

a. Alur pemrosesan peralatan pasien

Pre- cleaning (Pembersihan awal)


Menggunakan detergen atau
Enzymatic, sikat

Pembersihan
( Cuci bersih dan tiriskan )

STERILISASI
(Peralatan Kritis )
Masuk dalam pembuluh
Darah / Jaringan tubuh

DISINFEKSI

Disinfeksi Tingkat Tinggi


(Peralatan semi kritikal)
Masuk dalam mukosa tubuh
Endotracheal tube.NGT

Direbus

Disinfeksi Tingkat Rendah


(Peralatan non kritikal)
Hanya pada permukaan tubuh
yang utuh
Tensimeter, termometer

Kimiawi

Bersihkan dengan air


steril dan keringkan
Gambar 4 : Alur pemprosesan peralatan pasien
b. Tingkatan Proses Disinfeksi
1. Disinfeksi Tingakat Tinggi (DTT)
Mematikan kuman dalam waktu 20 menit -12 jam akan mematikan semua mikroba
kecuali spora bakteri.
2. Disinfeksi Tingakat Sedang (DTS )
Mematikan mikrobakteria vegetatif, virus, jamur, tetapi tidak bisa mematikan spora
bakteria.
3. Disinfeksi Tingkat Rendah (DTR)
Mematikan hampir semua bakteri vegetatif, beberapa jamur, beberapa virus dalam
waktu < 10 menit.
c. Definisi

Preclenaing/ Prabilas : proses yang membuat mati lebih aman untuk ditangani oleh
petugas sebelum dibersihkan (menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV ) dan
mengurangi,

tapi

tidak

menghilangkan

jumlah

mikroorganisme

yang

mengkontraminasi.

Pembersihan : proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah atau cairan
tubuh lainnya dari benda mati ataupun mikroorganisme untuk mengurangi resiko
bagi petugas yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut.

Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : Proses menghilangkan semua mikroorganisme,


kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau
memakai disinfektan kimiawi.

Sterilisasi : proses menghilangkan semua mikroorganisme ( bakteria, virus, fungi,


dan parasit termasuk endospora bacterial) dari benda mati dengan uap tekanan
tinggi ( otoklaf), pabas kering (oven), sterilisasi, kimiawi, atau radiasi.

3.2. Pengelolaan Linen


Definisi
Pengelolaan Linen adalah penanganan linen di rumah sakit meliputi proses
pengimpanan, pendistribusian, pemisahan linen kotor, dan pencucian.
Tujuan
Mencegah terjadinya penularan melalui linen yang terkontraminasi dari pasien
kepetugas maupun kepasien lain dan lingkungan sekitarnya.
Prinsip Umum :

Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan kedalam kantong/ wadah
yang tidak rusak saat diangkut.

Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan.

Prosedur Pengelolaan Linen :

Linen yang kotor diletakkan dipisahkan linen yang infeksi dan non infeksi dengan
menggunakan APD. Kantong kuning untuk yang infeksi, dan yang hitam untuk
yang tidak infeksi atau linen yang bersih, kemudian diikat yang rapih.

Hilangkan bahan padat dari linen yang sangat kotor dengan menggunakan APD
yang sesuai dan buang ketempatnya, kemudian linen masukkan kekantong cucian.

Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati dan menggunakan
trolley linen dengan membedakan tempat linen bersih dan yang kotor, untuk
mencegah kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang disekitarnya.

Jangan memilah linen ditempat perawatan pasien. Masukkan linen yang


terkontraminasi langsung kekantong cucian diruang isolasi dengan memanipulasi
minimal atau mengibas-ibaskan untuk menghindari kontaminasi udara dan orang

Linen dicuci sesuai prosedur pencucian biasa.

Cuci dab keringkan lenen sesuai dengan standar dan prosedur tetap di Rumah Sakit.
Untuk pencucian dengan air panas, cuci linen menggunakan detergen/ disinfeksi
dengan air 70o C ( 160 o F) selama 25 menit. Pilih bahan kimia yang cocok untuk
pencucian temperatur rendah dengan konsentrasi yang sesuai temperatur air >70o C
( 160 o F).

4. Pengelolaan Limbah
Pengelolaan Limbah merupakan salah satu upaya kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi dirumah sakit. Limbah rumah sakit berupa limbah yang sudah
terkontraminasi atau tidak terkontraminasi. Sekitar 85% limbah umum dihasilkan yang
dihasilkan Rumah Sakit tidak terkontraminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang
menangani, namun demikian penanganan limbah ini harus dikelola dengan baik dan
benar.
4.1. Pengertian
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit
dalam bentuk padat, cair dan gas.
4.2. Tujuan Pengelolaan Limbah

Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan

Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan

Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya

Membuang bahan-bahan berbahaya ( bahan Toksik dan radioaktif) dengan


aman.

4.3. Jenis-jenis Limbah


a. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk
padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari :

Limbah medis padat adalah : limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan,
dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi

Limbah pada non medis adalah : limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit diluar medis yang berasal dari dapur perkantoran, taman, dan
halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.

b. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan

mengandung mikroorganisme, bahan kimia

beracun, dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.


c. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran dirumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator,
anastesi, dan pembuatan obat sitotoksis.
d. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontraminasi dengan darah, cairan tubuh
pasien, eksresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain.

e. Limbah Sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan
dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai
kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
4.4. Pengelolaan Limbah
a. Identifikasi Limbah :

Padat

Cair

Tajam

Infeksius

Non infeksius

b. Pemisahan

Pemisahan dimulai dari awal penghasilan Limbah

Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah

Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya

Limbah cair segera dibuang ke westafel di spoelhok

c. Labeling

Limbah padat infeksius : plastik kantong kuning atau warna lain tapi diikat
tali kuning.

Limbah padat non infeksius : plastik kantong warna hitam

Limbah benda tajam : wadah tahan tusuk dan air (safety box)

d. Kantong pembuangan diberi label biohazard atau sesuai jenis limbah


e. Packing

Tempatkan dalam wadah limbah tertutup

Tutup mudah dibuka, sebaliknya bisa dengan menggunakan kaki

Kontainer dalam keadaan bersih

Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat

Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20meter

Ikat limbah jika sudah terisi penuh

Kontainer limbah harus dicuci setiap hari

f. Penyimpanan

Simpan limbah di empat penampungan sementara

Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat

Beri label pada kantong plastik limbah

Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara

Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus

Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup

Tidak boleh ada yang tercecer

Sebaliknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien

Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah

Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau oleh


kendaraan, aman dan selalu dijaga kebersihannya dengan kondisi kering.

g. Pengangkutan

Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus

Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup

Tidak boleh ada yang tercecer

Sebaliknya jalan pengangkut limbah berbeda dengan jalan pasien

Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.

h. Treatment

Limbah infeksius dimasukkan dalam incenerator

Limbah non infeksius dibawa ketempat pembuangan limbah umum

Limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator

Limbah cair dalam westafell diruang spoelhok

Limbah Feces, urine kedalam WC

4.5. Penanganan Limbah Benda Tajam

Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam

Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat

Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk
dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi

Selalu buang sendiri oleh si pemakai

Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai

Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan

4.6. Penanganan limbah pecahan kaca

Gunakan sarung tangan rumah tangga

Gunakan kertas koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam tersebut,


kemudian bungkus dengan kertas

Masukkan dalam kontainer tahan tusukan beri label

4.7. Unit Pengelolaan Limbah Cair

Kolam stabilisasi air limbah

Kolamoksidasi air limbah

Sistem proses pembusukan anaerob

Septik tank

4.8. Pembuangan Limbah Terkontaminasi

Menuangkan cairan atau limbah basah ke sistem pembuangan kotoran


tertutup

Insinerasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus


mikroorganisme nya. Ini merupakan metode terbaik untuk pembuangan
limbah terkontaminasi. Pembakaran juga akan mengurangi volume limbah
dan memastikan bahwa bahan-bahan tersebut tidak akan dijarah dan dipakai
ulang. Bagaimanapun juga pembakaran akan dapat mengeluarkan kimia
beracun ke udara.

Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak tersentuh lagi

4.9. Cara penanganan limbah terkontaminasi

Untuk limbah terkontaminasi, pakailah wadah plastik atau disepuh logam


dengan tutup yang rapat.

Gunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan semua benda-benda tajam

Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu dan
mudah dicapai oleh pemakai.

Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah tidak


boleh dipakai untuk keperluan lain diklinik atau rumah sakit.

Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih disinfektan dan bilas
teratur dengan air

Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan dibakar dan
yang tidak akan dibakar sebelum dibuang.

Gunakan alat perlindungan diri (APD) ketika menangani limbah

Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar


alkohol tanpa air setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani
limbah.

4.10.

Cara Pembuangan Limbah

a. Enkapluasi : dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-benda


tajam. Benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan antobocor.
Sesudah penuh, bahan seperti semen, pasir, tau bahan-bahan menjadi
padat dan kering., wadah ditutup, disebarkan pada tanah rendah, ditimbun
dan dapat dikuburkan. Bahan-bahan sisa klimia dapat dimasukkan bersama
dengan benda-benda tajam.
b. Insinerasi adalah proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi berat dan isi
limbah. Pross ini biasanya dipilih untuk menangani limbah yang tidak dapat

didaur ulang, dipakai lagi, atau dibuang ke tempat pembuangan limbah atau
tempat kebersihan pealatan tanah.
c. Pembakaran terbuka tidak dianjurkan karena berbahaya, batas pandangan
tidak jelas, dan angin dapat menyebarkan limbah kesekitar kemana-mana
d. Mengubur limbah difasilitasi kesehatan dengan sumber terbatas, penguburan
limbah secara aman pada atau dekat fasilitas mungkin merupakan satusatunya alternatif untuk pembuangan limbah. Caranya : buat lubang sedalam
2,5m, setiap tinggi limbah 75cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi
dengan limbah sampai 75 cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi
dengan limbah samapai 75cm, kemudian dikubur. Untuk mengurangi risiko
dan polusi lingkungan, beberapa aturan dasar adalah :

Batas akses ketempat pembuangan limbah tersebut

Tempat penguburan sebaiknya dibatasi dengan lahan dengan


permeabilitas rendah (seperti tanah liat), jika ada

Pilih tempat berjarak setidak-tidaknya 50 meter dari sumber air


untuk mencegah kontaminasi permukaan air

Tempat penguburan harus terdapat pengaliran yang baik, lebih


rendah dari sumur, bebas genangan air dan tidak didaerah rawan
banjir.

e. Membuang limbah berbahaya : bahan-bahan kimia termasuk sisa-sisa


bahan-bahan sewaktu pengepakan, bahan-bahan kadaluarsa atau kimia
dekomposisi, atau bahan kimia tidak dapat dipakai lagi. Bahan kimia yang
tidak terlalu banyak dapat dikumpulkan dalam wadah dengan limbah
terinfeksi, dan kemudian diindinerasi, enkapsulasi atau dikubur. Pada jumlah
yang banyak, tidak boleh dikumpulkan dengan limbah terinfeksi.
Karena tidak ada metode yang aman dan murah, maka pilihan
penanganannya sebagai berikut :

Insinerasi pada suhu tinggi merupakan opsi terbaik untuk


pembuangan limbah kimia.

Jika ini tidak mungkin, kembalikan limbah kimia tersebut


kepemasok Karena kudua metode ini mahal dan tidak praktis, maka
jagalah agar limbah kimia terdapat seminimal mungkin

f. Limbah Farmasi
Dalam jumlah yang sedikit limbah farmasi ( obat dan bahan obat obatan ),
dapat dikumpulkan dalam wadah dengan limbah terinfeksi dan dibuang
dengan cara yang sama insinerasi, enkapluasi atau dikubur secara aman.
Perlu dicatat bahwa suhu yang dicapai dalam insinerasi kamar tunggal
seperti tong atau insinerator dari bata adalah tidak cukup untuk
menghancurkan total limbah farmasi ini, sehingga tetap berbahaya.
Sejumlah kecil limbah farmasi, seperti obat-obatan kadaluarsa ( kecuali
sitotoksik dan antibiotik), dan dapat dibuang ke pembuangan kotoran tapi

tidak boleh dibuang kesungai, kali, telaga, atau danau. Jika jumlahnya
banyak, limbah farmasi dapat dibuang secara metode berikut :

Sitotoksik dan antibiotik dapat diinsenerasi, sisanya dikubur di tempat


pemerataan tanah (gunakan insinerator seperti untuk membuat semen
yang mampu mencapai suhu pembakaran hingga 800C). Jika inspirasi
tidak tersedia, bahan farmasi di rekapsulasi.

Bahan yang larut dengan air, campuran ringan bahan farmasi seperti
larutan vitamin, obat batuk, cairan intravena, tetes mata, dan lain-lain
dapat diencerkan dengan sejumlah besar air lalu dibuang dalam tempat
pembuangan kotoran.

Jika semua gagal, kembalikan kepemasok, jika mungkin.

Rekomendasi berikut dapat juga diikuti :

Sisa-sisa obat sitotoksik atau limbah sitotoksik lain tidak boleh


dicampur dengan sisa-sisa limbah farmasi lainnya.

Limbah sitotoksik tidak boleh dibuang disungai, kali, telaga, danau atau
area pemerataan tanah

g. Limbah dengan bahan mengandung logam berat


Baterai, termometer, dan lain-lain benda mengandung logam berat seperti air
raksa atau kadmium. Cara pembuangannya sebagai berikut :

Pelayanan daur ulang tersedia

Enkapsulasi, jika daur ulang tidak mungkin maka pembuangan


limbah enkapsulasi dapat dilakukan, jika tersedia.

Jenis limbah ini tidak boleh diinsinerasi karena uap logam beracun yang
dikeluarkan, juga tidak boleh dikubur tanpa enkapsulasi karena
mengakibatkan polusilapisan air tanah.Biasanya, limbah jenis ini hanya
terdapat dalam jumlah yang kecil di fasilitas kesehatan.
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh
kembang janin dan bayi. Jika dibuang dalam air atau udara, air raksa
masuk dan mengkontaminasi danau, sungai, dan aliran air lainnya.
Untuk mengurangi resiko polusi, benda-benda yang mengandung air
raksa seperti termometer dan tensimeter sebaiknya dengan yang tidak
mengandung air raksa.
Jika termometer pecah :

Pakai sarung tangan pemeriksaan pada kedua belah tangan

Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok,


dan tuangkan dalam wadah kecil tertutup untuk dibuang atau
dipakai kembali

Wadah penyembur aerosol tidak daur ulang

Semua tekanan sisa harus dikeluarkan sebelum aerosol dikubur

Wadah bertekanan gas tidak boleh dibakar atau diinsinerasi


karena dapat meledak

Sebagai

kesimpulan,

sedapat-dapatnya

hindarkan

membeli

atau

,memakai produk kimia yang sukar atau sangat mahal untuk dibuang.
5. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit
Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya merupakan salah satu aspek dalam upaya
pencegahan pengendalian infeksi dirumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Lingkungan rumah sakit jarang
menimbulkan transmisi penyakit infeksi nosokomial, namun pada
pasien-pasien iang immunocompromise harus lebih diwaspadai dan
perhatian karena dapat menimbulkan beberapa penyakit infeksi
lainnya seperti infeksi saluran pernapasan, aspergillus, legionella,
mycobacterium TB, varicella zoster, virus hepatitis B, HIV.
Pengendalian lingkungan Rumah Sakit meliputi ruang bangunan,
penghawaan, kebersihan , saluran limbah dan lain sebagainya.
Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat
diminimalkan dengan melakukan :
1. Pembersihan Lingkungan
2. Disinfeksi lingkungan yang terkontraminasi dengan darah
atau cairan tubuh pasien
3. Melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat
4.

Mempertahankan mutu air bersih

5. Memperhatikan ventilasi yang baik


5.1. Pengertian
Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau
sebagian

besar

patogen

dari

permukaan

dan

benda

yang

terkontraminasi.
Pembersihan permukaan dilingkungan pasien sangat penting karena
agen infeksius yang dapat menyebabkan ISPA dapat bertahan
dilingkungan selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari.
Pembersihan dapat dilakukan dengan air dan detergen netral

5.2. Tujuan
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan
yang bersih aman dan nyaman sehingga dapat menimilkan atau
mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan
kepada pasien, petugas, pengunjung, dan mayarakat disekitar rumah
sakit dan fasilitas kesehatan sehingga infeksi nosokomial dan
kecelakaan kerja dapat di cegah.
5.3. Prinsip dasar pembersihan lingkungan

Semua permukaan horizontal ditempat dimana pelayanan


yang disediakan untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan
terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus dibersihkan bila
pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.

Bila permukaan tersebut, meja pemerikasaan atau peralatan


lainnya pernah bersentuhan langsung dengan pasien, permukaan
tersebut harus dibersihkan dan disinfeksi diantara pasien-pasien
yang berbeda

Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum


digunakan.membersihkan debu dengan kain kering atau dengan
sapu dapat menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari.

Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala
sesuai dengan peraturan setempat.

Semua

peralatan

pembersih

harus

dibersihkan

dan

dikeringkan setelah digunakan

Kain lap pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan
dikeringkan setelah digunakan

Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan


serta perlengkapan yang tidak perlu sehingga memudahkan
pembersihan menyeluruh setiap hari.

Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah


digunakan pasien yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA
yang dapat menimbulkan kekhawatiran harus dibersihkan dengan
disinfektan segera setelah dugunakan.

5.4. APD untuk pembersihan Lingkungan


Kegiatan pembersihan adalah tugas berat yang memerlukan banyak
pekerja dan dilingkungan tertentu risiko terpajan benda-benda tajam
sangat tinggi.

Petugas kesehatan harus mengenakan :

Sarung tangan karet

Gaun pelindung dan celemek karet

Sepatu yang rapat dan kuat seperti sepatu bot

5.5. Pembersihan tumpahan dan percikan


Saat membersihkan tumpahan atau percikan cairan tubuh atau
sekresi, petugas kesehatan harus menggunakan APD yang memadai,
termasuk sarung tangan karet dan gaun pelindung.
5.6. Tahap-tahap pembersihan tumpahan adalah sebagai berikut :

Pasang gaun pelindung atau celemek dan sarung tangan karet

Bersihkan bagian permukaan yang terkena tumpahan


tersebut dengan air dan detergen menggunakan kain
pembersih sekali pakai.

Buang kain pembersih kewadah limbah tahan bocor yang


sesuai

Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena


tumpahan.

Lepas sarung tangan karet dan celemek dan tempatkan


perlengkapan

tersebut

kewadah

yang

sesuai

untuk

pembersihan dan disinfeksi lebih lanjut

Tempatkan gaun pelindung dan masukkan kewadah yang


sesuai

Bersihkan tangan

Hal-hal penting mengenai pembersihan dan disinfeksi

Lingkungan

yang

digunakan

oleh

pasien

harus

dibersihkan dengan teratur

Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar


untuk menghindari aerosolisasi debu.

Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit/


mukosa pasien dan permukaan yang sering disentuh oleh
petugas kesehatan yang memerlukan disinfeksi setelah
dibersihkan.

Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk


melakukan

pembersihan

dan

diinfeksi

peralatan

pernapasan dan harus membersihkan tangan setelah APD


dilepas.

Ruang Lingkup pengendalian lingkungan


Kontruksi bangunan rumah sakit
a. Dinding
Permukaan dibuat harus kuat, rata dan kedap air sehingga
mudah dibersihkan secara periodik dengan jadwal yang
tetap 3-6 bulan sekali. Cat dinding berwarna terang dan
menggunakan

cat

yang

tidak

luntur

serta

tidak

menggunakan logam yang berat.


b. Langit-Langit
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan, tingginya minimal 2,70 meter dari lantai,
kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu
harus anti rayap.
c. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air,
tidak

licin,

warna

terang,

permukaan

rata,

tidak

bergelombang sehingga mudah dibersihkan secara rutin,3


kali sehari atau kalu perlu. Lantai yang selalu kontak
dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup
kearah saluran pembuangan air limbah. Pertemuan lantau
dengan dinding harus berbentuk lengkung agar mudah
dibersihkan.
d. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus dan binatang penggangu
lainnya.
e. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat
mencegah

masuknya

serangga,

tikus,

dan

binatang

pengganggu lainnya.
f. Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air
limbah, gas, listrik, sistem penghawaan, sarana komunikasi
dan lain-lainnya harus memenuhi persyaratan teknis
kesehatan agar nyaman dan aman, mudah dibersihkan dari
tumpukan debu. Pemasangan pipa air minum tidak boleh

bersilang dengan pipa air limbah dan tidak boleh


bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air
minum.
g. Furniture
Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur
pasien gunakan cairan disinfektan, tidak menggunakan
bahan yang dapat menyerap debu, sebaiknya bahan yang
mudah dibersihkan dari debu maupun darah atau cairan
tubuh lainnya.
h. Fixture dan fitting
Peralatan yang menetap di dinding hendaknya didesain
sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan.
i. Gorden
Bahan

terbuat

yang

mudah

dibersihkan,

tidak

bergelombang, warna terang, dicuci secara periodik 1-3


bulan sekali dan tidak menyentuh lantai disain ruangan
sedapat

mungkin

diciptakan

dengan

memfasilitasi

kewaspadaan standar. Alkohol handrub perlu disediakan


ditempat yang mudah diraih saat tangan tidak tampak kotor.
Wastafel perlu diadakan 1 buah tiap 6 tempat tidur pasien,
sedang diruang high care 1 wastafel tiap 1 tempat tidur.
Jarak antar tempat tidur diupayakan cukup agar perawat
tidak menyentuh 2 tempat tidur diupayakn cukup agar
perawat tidak menyentuh 2tempat tidur dalam waktu yang
sama, nila mungkin / ideal 2,5m. Penurunan jarak antar
tempat tidur menjadi 1,9m menyebabkan peningkatan
transfer MRSA 3,15 kali.
Permukaan sekitar :

RS merupakan tempat yang mutlak harus bersih.


Lingkungan jarang merupakan sumber infeksi. Masih
kontradiksi tentang disinfeksi ruangan rutin ? tidak
ada perbedaan HAIs yang bermakna antara ruangan
dibersihkan dengan disinfeksi dan detergen.

Disinfeksi rutin dapat menyebabkan bakteri resisten


(QAV),

toleransi

meningkat

(formaldehid),

membunuh bakteri yang sensitif, mempengaruhi


penampilan limbah yang ditangani, membentuk

komponen

organik

halogen

(Na

hipoklorin),

mengkontaminasi permukaan air, membentuk bahan


mutagenik.
5.9. Lingkungan
a. Ventilasi Ruangan
Definisi

Ventilasi ruangan adalah proses memasukkan dan


menyebabkan udara luar, dan / atau udara daur ulang
yang telah diolah dengan tepat dimasukkan kedalam
gedung atau ruangan.

Pengkondisian udara adalah mempertahankan udara


dalam ruang agar bertemperatur nyaman.

Tujuan :

Untuk mempertahankan kualitas udara dalam ruangan


yang baik, aman untuk keperluan pernapasan.

Ventilasi yang memadai dan aliran satu arah yang


terkontrol harus diupayakan di rumah sakit.

Untuk mengurangi penularan patogen yang ditularkan


dengan penularan obligat atau preferensial melalui
airborne.

Ventilasi ruangan untuk infeksi pernapasan


Ruang ventilasi memadai adalah ruangan dengan
pertukaran udara > 12x /jam tapi aliran udaranya tidak
ditentukan diperlukan bila ada kemungkinan penularan
droplet nuklei. Direkomendasikan ventilasi ruangan ACH
12 dan aliran udara yang diharapkan, dapat dicapai
dengan ventilasi alami atau mekanik.
Kondisi Ruangan

ACH

Jendela dan pintu dibuka

( Pertukaran udara per jam )


29,3-93,2

Penuh
Jendela dibuka penuh,

15,1-31,4

Pintu ditutup
Jendela dibuka separuh,

10,5-24

Pintu ditutup
Jendela ditutup

8,8

Tabel 1 : Tabel pertukaran udara pada ventilasi alami.


Jenis-jenis ventilasi :

1. Ventilasi mekanis : menggunakan fan untuk mendorong aliran udara melalui


suatu gedung, jenis ini dapat dikombinasi dengan pengkondisian dan
penyaringan udara.
2. ventilasi alami : menggunakan cara alami untuk mendorong aliran udara
melalui suatu gedung ; adalah tekanan angin dan tekanan yang dihasilkan
oleh perbedaan kepadatan antara udara didalam dan diluar gedung, yang
dinamakan efek cerobong".
3. Ventilasi gabungan memadukan ventilasi mekanis dan alami.

Faktor utama dalam pemilihan ventilasi mekanis di Rumah Sakit :


a. Metode efektif dengan persyaratan ACH minimal :

12 ACH dapat membantu pencegahan penularan patogen infeksius melalui


drople nuklei

Sistem ventilasi mekanik maupun alami yang dirancang dengan baik dapat
memenuhi persyaratan minimal efektif

Ventilasi mekanis lebih mudah dikontrol

Ventilasi alami dengan sistem rancangan dan sistem kontrol yang lebih baik,
ventilasi alami lebih efektif

Efektivitas ventilasi alami tergantung pada kecepatan angin dan atau


temperatur, daerah bersuhu ekstrem dan kecepatan angin yang selalu rendah
tidak cocok untuk penggunaan ventilasi alami.

b. Prasarana di Rumah Sakit

Ventilasi mekanik dengan sistem ventilasi sentral, dan pemasangan sistem


kontrol diruang isolasi merupakan pilihan terbaik.

Ventilasi alami yang dipasukan dengan exhaust fan.

Tabel 2 : Kelebihan dan Kekurangan sistem Ventilasi

Jenis Ventilasi
Kelebihan

Ventilasi Mekanis
Ventilasi Alami
Cocok untuk semua iklim
Biaya modal, operasional

dan cuaca.

dan pemeliharaan lebih

Lingkungan yang lebih

murah

terkontrol dan nyaman

Dapat mencapai tingkat


ventilasi
tinggi

yang

sangat

sehingga

membuang

dapat

sepenuhnya

polutan dalam gedung

Kontrol lingkungan oleh


penghuni

Lebih

sulit

perkiraan,

analisa,

dan

rancangannya
Kekurangan

Mengurangi

tingkat

Biaya pemasangan dan

kenyamanan

penghuni

pemeliharaan mahal

saat

Memerlukan keahlian.

bersahabat,

cuaca

tidak
seperti

terlalu panas, lembab,


atau dingin

Tidak

mungkin

menghasilkan
negatif

tekanan

ditempatisolasi

bila perlu

Risiko pajanan terhadap


serangga atau vektor

Penggunaan ventilasi alami di ruang isolasi


Prinsip ventilasi alami adalah menghasilkan dan meninggalkan aliran udara luar gedung
menggunakan cara alami seperti gaya angin dan gaya apung termal dari satu lubang ke
lubang lain untuk mencapai ACH yang diharapkan. Penelitian terbaru mengenai sistem
ventilasi alami di Peru menunjukkan bahwa ventilasi alami efektif mengurangi penularan
tuberculosis di Rumah Sakit.
Pilihan tempat isolasi dan penempatan pasien didalam ruang isolasi harus direncanakan
dengan teliti dan dirancang untuk lebih mengurangi resiko infeksi bagi orang-orang
disekitarnya. Saat merancang suatu Rumah Sakit, sebaiknya tempat isolasi terletak jauh
dari bagian-bagian rumah sakit yang lain dan dibangun ditempat yang diperkirakan
mempunyai karakteristik angin yang baik sepanjang tahun. Udara harus diarahkan dari
tempat perawatan pasien ditempat terbuka diluar gedung yang jarang digunakan dilalui
orang didalam ruang pencegahan infeksi melalui airbone, pasien harus ditempatkan dekat
dinding luar dekatjendela terbuka, bukan dekat dinding dalam.

Pertimbangan lain berkaitan dengan penggunaan ventilasi alami adalah pajanan pasien
terhadap vektor artopoda (misalnya nyamuk) didaerah endemi. Penggunaan kelambu dan
langkah pencegahan vektor lainnya dapat membantu mengurangi resiko penularan melalui
vektor.
Penggunaan exhaust fan diruang isolasi
Pembuatan bangsal isolasi sementara secara cepat menggunakan exhaust fan dilakukan
selama terjadinya wabah SARS.
Tujuan utama : membantu meningkatkan ACH sampai tingkat yang diharapkan dan
menghasilkan tekanan negatif.
Perancangan dan perencanaan yang teliti exhaust fan dalam jumlah yang memadai
diperlukan untuk mendapatkan hasil seperti :
Pintu dan jendela

Exhaust Fan
Mati
Mati
Mati
Hidup
Hidup
Hidup

Pintu yang

yang

menghubungkan

menghubungkan

kamar dengan

kamar dengan

koridor

balkon dan udara

Tertutup
Tertutup
Terbuka
Tertutup
Tertutup
Terbuka

luar
Tertutup
Terbuka
Terbuka
Tertutup
Terbuka
Terbuka

ACH

0.71
14.0
12.6
8.8-18.5
14.6
29.2

WH Seto, Jurusan Mikrobiologi, Universitas Hongkong dan Rumah Sakit Queen Mary.

Tabel 3 : Tabel. Tingkat ventilasi ( ACH) dikamar berventilasi alami yang tercatat dalam
sebuah eksperimen di Cina, DAK Hongkong, dalam kondisi eksperimen yang berbeda.
Ruangan isolasi yang digunakan untuk pencegahan transmisi infeksi melalui airbone yang
berventilasi mekanis harus menggunakan sistem kontrol untuk menghasilkan tingkat
ventilasi yang memadai dan aliran udara terkontrol.
Tekanan udara negatif terkontrol dengan lingkungan sekitar ;

12 ACH

Penggunaan HEPA filter

Pintu kamar harus ditutup dan asien harus tetap berada didalam kamar

b. Air
Air yang dianjurkan untuk Rumah Sakit :

Pertahankan temperatur air, panas 51 C, dingin 20C

Pertahankan resirkulasi tetap panas air didistribusikan ke unit perawatan

Anjurkan pasien, keluarga, pengunjung menggunakan air dari keran

Uji kualitas mutu air minimal 6 bulan sekali

c. Permukaan Lingkungan
Permukaan lingkungan meliputi permukaan lingkungan di area perawatan, lantai,
dinding, permukaan yang sering disentuh (pegangan pintu, bed rails, light switch),
blinds dan jendela tirai perawatan pasien, kamar operasi serta carpet. Tehnik
pembersihan permukaan lingkungan meliputi :
1. Area perawatan

Disamping pembersihan secara seksama disinfeksi bagi peralatan tempat


tidur dan permukaan perlu dilakukan, seperti dorongan tempat tidur, meja
disamping tempat tidur, kereta dorong, lemari baju, tombol pintu, keran,
tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV, temote kontrol.

Virus dapat dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan klorin 0,5%

Dianjurkan untuk melakukan pembersihan permukaan lingkungan dengan


detergen yang netral dilanjutkan dengan larutan disinfektan.

Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan

Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor

Pilih disinfeksi yang terdaftar dan digunakan sesuai petunjuk pabrik

Jangan menggunakan high level disinfektan/ cairan chemikal untuk


peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan

Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan non


kritikal.

Pembersihan dari pabrik ikuti petunjuk dari pabrik dan bila tidak ada
petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti prosedur yang telah ditentukan.

Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan

Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan mist


atau aerosol.

2. Membersihkan permukaan lantai, dinding dan meja

Gunakan detergen, jangan menggunakan high level disinfektan/ cairan


chemikol untuk peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan

Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan non


kritikal

Jika tidak ada petunjuk/ disonfektan yang terdaftar untuk pembersihan dan
disinfeksi ruangan perawatan pasien gunakan detergen atau air untuk
pembersihan permukaan non perawatan seperti perkantoran administrasi.

3. Pembersihan permukaan yang sering disentuh seperti pegangan pintu, bed rails,
light switch.

Bersihkan dinding, blinds dan jendela, tirai diarea perawatan pasien.

Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan mist atau
aerosol

Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths and solution.
Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan, dan gunakan
cairan yang baru.
Ganti mop setiap hari
Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan dibiarkan kering
sebelum dipakai lagi

Berikan perhatian ketat untuk pembersihan dan disinfeksi permukaan yang


sering disentuh diarea perawatan seperti charts, bedside commode, pegangan
pintu

4. Kamar Operasi

Bersihkan kamar operasi setelah selesai operasi terakhir setiap hari, bersihkan
ruangan dengan wet vacum atau mop

Bersihkan lantai dan dinding dengan menggunakan cairan disinfektan yang


terdaftar dengan label

Jangan gunakan mats dipintu masuk ruang operasi

Gunakan

metode

pembersihan

debu yang

tepat

untuk

pasien

yang

immonocompromised

Tutup pintu pasien immonocompromised saat membersihkan lantai. Segera


bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah atau material lain yang potensial
infeksi

5. Carpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan area umum

Vacum carpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan area umum
pasien secara regular

Secara periodik pembersihan sampai kedalam carpet

Hindari penggunaan carpet didaerah keramaian di ruang perawatan pasien

Hindari tumpahan darah seperti unit terapi, ruang operasi, laboratorium,


intensive care

6. Perawatan Bunga

Bunga dan tanaman pot tidak dianjurkan diarea pelayanan pasien

Perawatan dan pemeliharaan bunga dan tanaman pot dilakukan oleh petugas
khusus (bukan yang merawat pasien). Namun jika tidak ada petugas khusus
maka petugas memakai sarung tangan dan cuci tangan setelah melepas sarung
tangan

Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau tanaman pot di area perawatan

Lakukan pest control secara rutin.

Prinsip Pembersihan Lingkungan

Pakai APD selama prosedur pembersihan dan disinfeksi

Lakukan pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian lingkungan yang


terkontaminasi sesuai prosedur

Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk oembersihan dan disinfeksi

Pakai cairan disinfektan yang sesuai

Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi KLB

Pembersihan dan disinfeksi lingkungan permukaan peralatan medis secara regular

Anjurkan keluarga, pengunjung dan pasien tentang pentingnya kebersihan tangan

Untuk meminimalkan penyebaran Mikroorganisme

Jangan menggunakan disinfeksi tingkat tinggi untuk kebersihan lingkungan

Jangan lakukan rendom pemeriksaan mikrobologi udara, air dan permukaan


lingkungan, bila indikasi lakukan sampling mikrobiologi sebagai investigasi
epidemiologi atau sepanjang pengkajian kondisi lingkungan berbahaya untuk
menditeksi atau verifikasi adanya bahaya

Batasi sampling mikrobiologi untuk jaminan kualitas

d. Linen Pasien
Kebersihan linen adalah tanggung jawab petugas
Petugas harus mengganti pakaiannya yang terkontaminasi darah atau material
lain yang terkontaminasi infeksius dan mencucinya kebagian laundry
Fasilitas dan peralatan loundry
o Pertahankan tekanan negatif pada ruangan kotor dibanding dengan
ruangan bersih
o Pastikan bahwa area laundry mempunyai sarana cuci tangan dan
tersedia APD
Pakai dan pelihara peralatan laundry sesuai dengan intruksi pabrik
Jangan biarkan pakaian direndam dimesin sepanjang malam
Tangani pakaian kontaminasi dengan tidak mengibaskan untuk menghindari
kode warna
Jangan diberikan penutup pada pakaian terkontaminasi di ruangan pasien tetapi
harus diganti

Proses pencucian : Panas 71C, selama 25 menit.


Pilih zat kimia yang sesuai
Simpan pakaian agar terhindar dari debu
Transportasi linen yang kotor, harus dibungkus sehingga tidak kena debu
Jangan laukan pemeriksaan kultur rutin untuk pakaian bersih
Lakukan pemeriksaan kultur selama outbreak jika ada epidemiologi evidence
Gunakan linen steril, surgical drapes dan gaun untuk kondisi yang memerlukan
steril
Gunakan pakaian bersih pada perawatan neonatus
Jaga kasur tetep kering, lapisi dengan plastik kedap air
Bersihkan dan disinfeksi tutup kasur dan bantal dengan menggunakan
disinfektan
Bersihkan dan disinfeksi kasur dan bantal antar pasien
e. Binatang

Anjurkan pasien menghindari dari kotoran, air liur, urine binatang

Jangan membiarkan binatang anjing kucing berkeliaran disekitar rumah


sakit

Bersihkan lengkungan rumah sakit dari kotoran binatang.

f. Pembuangan sampah
Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang
dalam wadah atau kantong yang sesuai :

Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
tersedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau lapis
dua (kantong ganda). Kemudian diikat dengan tali warna kuning atau di beri
tanda infeksius. Semua sampah dari suatu ruangan/ area yang merawat
pasien dengan penyakit menular melalui udara (airborne) harus ditangani
sebagai sampah infeksius.

Untuk sampah non-infeksius/ tidak menular gunakan kantong plastik hitam.

Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan tusukan.

Kantong sampah apabila sudah. Bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan
tidak boleh dibuka kembali.
Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal/ area isolasi
harus menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah.
Satu lapis kantong kuning sampah biasanya mamadai, bila sampah dapat dibuang
kedalam kantong tanpa mengotori bagian luar kantong. Jika hal tersebut tidak
mungkin dibutuhkan dua lapis kantong (kantong ganda).

Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai dan
ditangani dan dibuang sesuai dengan kebijakan rumah sakit dan peraturan nasional
mengenai sampah rumah sakit.
Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang kedalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.
7. Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan
Petugas kesehatan Rumah Sakit Umum Full Bethesda Karawang setiap tahun
dilakukan pemeriksaan kesehatannya terutama petugas yang bekerja diruangan
berisiko terinfeksi, karena dapat mentransmisikan infeksi kepada pasien maupun
petugas kesehatan yang lain.
Semua karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah
infeksi apa saja, status imunisasinya.
Imunisasi yang diberikan untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B, dan bila
memungkinkan A, influenza, campak, tetanus, difteri, rubella.
Petugas yang dinyatakan menderita penyakit menular akan dipantau dan diberikan
pengobatan sesuai penyakitnya
Petugas yang terpajan/ tertusuk jarum yang terinfeksi HIV, HBV, HCV segera
membersihkan daerah yang terluka dengan air mengalir dan berikan desinfektan,
kemudian lapor ke perawa jaga kalau diluar jam kerja, kemudian periks ake dokter
UGD atau kedokter penyakit dalam didalam jam kerja, kemudian periksa
laboratorium sesuai dengan pejanan, kemudian difllow up sesuai penyakitnya.
Alur paksa panjanan harus dibuat dan pastikan dipatuhu untuk HIV, HBV, HCV
nesseria meningitidis, MTB, hepatitis A, Difteri, Varicell zaster, bordetella pertusis,
rabies
Pajanan terhadap virus H5N1
Bila terjadi pajanan H5N1 diberikan oseltamivil 2x75Mg selama 5 hari. Monitor
kesehatan petugas yang terpajang sesuai dengan pormulir yang tersedia.
Pejanan terhadap virus HIV
Resiko terpajan 0,2 0,4 % perinjuri
Upaya menurunkan resiko terpajan patogen melaluidarah dapat melalu :

Rutin menjalankan kewaspadaan setandar, memakai APD yang sesuai

Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat

Edukasi petugas tentang praktek aman mengguanakan jarum, benda tajam.

Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan :

Tusukan yang dalam

Tanpak darah pada alat penimbun pajanan

Tusukan masuk kepembulu darah

Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi

Jarum berlubang ditengah

Tindakan pencegahan harus terinpormasi kepada seluruh petugas. Pelaturanya harus


termasuk memeriksa sumber pajanan, penata laksanaan jarum dan alat tajam yag
benar, alat pelindung diri, penata lakasanaan luka tusuk, sterilisasi dan disinfeksi.
Alur penata laksanaan pajanan dirumah sakit harus termasuk pemeriksaan
laboratorium yang harus dikerjakan, profilaksis paska pajanan harus telah diberikan
dalam waktu 4 jam paska pajanan, dianjurkan pemberian antiretroviral ( ARV )
kombinasi AJT ( Zidopudine ), 3 TC ( Lamivudine ) dan Indinavir atau sesuai
pedoman lokal.
Paska pajanan harus segera dilakukan pemeriksaan HIV serologi dan dicatat samapi
jadwal pemeriksaan monitoring lanjutannya kemungkinannya serokonversi. Petugas
terinpormasi tentang sindroma ARV akut, mononukliosis akut pada 70 90 %
infeksi HIV akut, melaporkan semua gejala sakit yang dialam selama 3 bulan .
Kemunhkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling, pemeriksan
laboratorium dan pemberian ARV harus dipasilitasi dalam 24 jam. Penelusuran
paska pajanan harus standar sampai waktu 1 tahun. Diulang tiap 3 bulan sampai 9
bulan ataupun 1 tahun.
Pajanan terhadap virus Hepatitib B
Probabilitas infeksi hepatitis B paska pajanan antara 1,9 40% perpajanan. Segera
paska pajanan harus dilakukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi infeksi bila
sumber pajanan positif HbSaG atau HbEAg
Profilaksi paska pajanan
Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HbS lebih dari 10
mlU/ml. Hb imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 40 jan dan lebih 1
minggu PP, dan 1 seri paksinasi hepatitis B dan dimonitordengan tes serologik.
Hepatitis B timbul pada individu dengan hepatitis B, ditransmisikan dengan cara
yang sama demikian dengan cara memonitornya.
Pajanan terhadap virus Hepatitis C
Transmisi sama dengan hepatitis B. Belum ada terapi provilaksi paska pejanan yang
dapat diberkan, tetapi perlu dilakukan meonotoring pemeriksaan adakah
serokonfersi dan didokumentasikan. Sumber pajanan juga harus diperiksa. Segala
pajanan patogen yang terjadi saat okupasi harus dilaklukan konseling, pemeriksaan
klinis dan harus dimonitor dengan pemeriksaan serologis.
Infeksi nesseriameningitidis
N meningitidis dapat ditransmisilan lewat sekresi respiratorik, jarang terjadi saat
okupasi. Perlu terapi provilaksis bila telah terjadi kontak erat petugas dengan pasie

misal saat resusitasi mulut ke mulut, diberikan rimfamfisin 2x60mg selama 2 hari
atau dosis tunggal Cyfrifloxacin 500 mg atau Ceptriakson Im.
Mikobakterium tuberkolosis transmisi kepada petuagas lewat air borne, droplet
nuclei biasanya dari pasien TB paru. Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB,
infeksi HIV dan MDR TB. Petugas yang paska terekspos perlu di tes mantuk bila
indurasinya lebih dari 10mm perlu diberikan provilaksis INH sesuai rekomendas
lokal. Infeksi lain ( Varicella, hepatitis A, hepatitis E, influenza, pertusis, dipteria
dan rabies )
Transmisinya tidak basa, tetapi harusdibuat penata lakasanan untk petugas.
Dianjurkan vaksinasi untuk petugas terhadap varicella dan hepatitis A, rabies untuk
daerah yang indemis.
Kesehatan petugas dan pencegahan HALS
PENYAKIT

Abses

MASA

MENULAR

CARA

KEWASPAD

INKUBASI

SELAMA/VI

TRANSM

AAN YANG PETUGAS/REK

RUS

ISI

PERLUDIJA

SHEDDING
Selama luka Kontak

LANAN
Kontak

mengeluarkan
tubuh
Acinetobacter

Luka

bakar Flora

baumanii

yang

di kulit

hydroterapi

N Standar

manusia,
mukosa
membran
dan tanah.
Bertahan
di tempat
lembab
dan kering
sampai
berbulan,
menular
melalui
peralatan
rawat
respirasi,
tangan
petugas,
humindift
er,
stetoscop,

kontak

dan

MASA
OMENDASI

termomete
r, matras,
bantal,
permukaa
n

TT,

mop,
gordeng,
tempat
mandi,
Adenovirus type 1-

luka bakar

7
6-9 hr

Sekret saluran

Droplet,

nafas

kontak

Aspergilosis

Candidiasis

Infeksi

Inhalasi

jaringan luas stadium


Chlamidia

dengan

C trachomitis

berlebihan

Kontak

dan

airborne

cara airborne,
conidin
Standar,konta
k

Congenital
rubella

Standar
kontak
langsung
termasuk

Congenitis

seksual

*adenovirus type 8
Campak

Sampai umur Kontak

Standar,

1 tahun

kontak

dengan
bahan
nasofaring
dan urin

5-12 hari
Campilobacter

14 hari setelah Kontak

Kontak,

Sampai

onset

standar

tidak

dengan
tangan,
alat

Clostridium

terkontami

dufficille

nasi

kotoran

mata
keluar

5-12 hari
Cytomegalo virus

3-4

hari Droplet

Transmisi

Retiksi

hari

setelah bercak yang besar udara

setelah

bercak

timbul

merah

timbul

melalui

dekat ) &

( yang imun ) 5

nasofaring

udara

hari

kontak

setelah

ekspos 21 hari
setelah ekspos
Difteria

Standar

Kontak

Tidak

Tahan

Kontak

Standar, hand Tidak perlu

diketahui

dilingkungan

dengan

hygiene

Gastroenteritis

dalam waktu sekresi &

*salmonella

pendek

ekskresi :

*Shigella

saliva

*yenterocolitca

urin

&

Giardia lamblia
Sekresi
Hepatitis A

Dopler,

Sampai

terapi

dari mulut kontak

antibiotika

mengandu

lengkap

ng

sampai 2 kultur

difteriae

telah
dan

berjarak 24 jam
dinyakatan
negatif,

perlu

imunisasi tiap 10
thn
Hepatitis B,D
Kontak

Standar

px,

kontak

atau Tidak

mengolah

makanan sampai

konsumsi

2xjarak 24 jam

makanan/a

kultur

ir

negatif

terkontami

feses

nasi

Feses

Kontak

Hepatitis C,F,G
15-50 hari

minggu, Fekal oral, Standar

Libur

di

area

kadang

melalui

perawatan/

kadang

feses

pengolahan

sampai

makanan,1

bulan(prematu

minggu

setelah

r)

sakit

kuning

imunisasi

paska

ekspos
Herpes simplex

B:6-24

Akut

atau Perkutane

Standar

minggu

kronik dengan us,mukosa

dibatasi

D:3-7 minggu

HbsAg positif

HbeAg negatif

,kulit yang

Tidak

perlu
sampai

tidak utuh
kontak
dengan
darah,
semen,cair
an
vagina,cai
ran tubuh
yang lain
HIV

Perkutane

Standar

us,mukosa
,kulit yang
tidak utuh
kontak
dengan
darah,sem
en,cairan
vagina,cai
ran tubuh
yang lain
2-14 hari
Helicobacterpylori

Asimptomati

Kontak

Standar,

Restriksi

tidak

dapat

dengan

kontak tangan

perlu , tapi batasi

MDRO( MRSA,VR

mengeluarkan

ludah

E,VISA,ESBL,Stre

virus

karier

p pneumonia

kontak dengan px

mengandu
ng

virus

langsung/
Influenza

lewat
sekresi
luka
aberasi

cairan
vesikel
Perkutane

Standar

us,mukosa
,kulit yang
tidak
utuhkonta
k dengan
darah,sem
en,cairan
Hemophilus

vagina,cai

influenzae

ran tubuh

Dewasa

yang lain

*anak
Standar

Human
Metapneumo virus
Kontak

(HMPV)

Kontak

luka

Norovirus
N meningitidis
1-5 hari

Infeksius pada Airborne,

Vaksinasi

pada

3 hari prtama kontak

petugas

yang

sakit.Virus

langsung

rentan.Amantadin

dapat

atau

untuk

dikeluarkan

droplet

dengan influenza

sebelum

dengan

gejala timbul sekresi


sampai 7 hari saluran

Kontak

kontak

setelah

napas

melalui
sakit,lebih
panjang pada
anak

dan

orang

Standar
Droplet

Batuk

non Droplet

produktif,

sekret

Kontak,Dropl
et

kongesti nasal respirasi


wheezine,bro
nkhiolitis,pne
umonia pada
anak + 11,5
tahun
12-48 jam

Diare,KLB

Makanan,

Kontak,maka

air

nan,air

terkontami
nasi feses
2-10 hari
Kontak

Transmisi

dengan

melalui

sekret

droplet

saluran
napas
Parotitis/ Mumps

16-18 hari(12- Coommunity

Kontak

Tranmisi

Libur sampai 2

25hari)

dengan

droplet

jam setelah terapi

acquired,
virus

berada droplet

dalam

saliva atau

paska
ekspos.Rifampin

6-7hari

langsung

2x600 mg, 2 hari

sebelum

dengan

ciprofloxacin

parotitis

sekret

500

mg

1x
atau

sampai 9 hari saluran

ceftriaxon 250 mg

setelah onset napas,

IM

Px

yaitu

immunokomp

saliva,

Vaksinasi

romais

hidung&m

efektif,MMR

ulut

Restriksi sampai 9
hari setelah onset

Parvovirus/B19

6-10 hari

Menular

Kontak

Transmisi

parotitis

sebelum

dengan

droplet

rentan

petugas
:12

hari

bercak merah droplet

paska

ekspos

sampai 7 hari besar,

pertama

sampai

setelah onset

25

setelah

muntahan

hari

ekspos terakhir.
Pertusis

7-10 hari

catarrhal Kontak

Transmisi

sangat

dengan

droplet

menular

sekresi sal sampai 5 hari


napas,

menerima

droplet

antibiotik

Tidak

besar

Perlu

restriksi

kontak
dekat

Vaksin direkomen

Poliomyelitis

Nonparalitik : Sal napas 1 Kontak


3-6hari;
paralitik
21hari

minggu

Transmisi

cairan sal kontak

dengan

pertusis

Restriksi

fase

catarrhal

sampai

setelah

feses terkontami

beberapa

petugas

onset atau 5 hari

benda

dalam

11-64th

minggu 3 setelah

7- setelah gejala napas,


muncul,

umur

teraphi

antibiotik kontak

nasi feses

saja tidak perlu

minggu-bulan

restriksi.

setelah gejala
muncul
Rubella

12-23

hari Sangat

bintik

nerah menular

timbul

14- bintik

16hari setelah keluar,


ekspos

dilepas

Kontak
saat dengan

droplet

merah droplet

kontak

virus nasofaring
1 Px

minggu
sebelum
sampai

Transmisi

5-7

Imunisasi
dan direkomendasian

dengan cairan
sal napas

hari

setelah

onset,
congenital
rubella

RSV (infeksi virus 2-8


respiratorik)

(tersering
6hari)

5
bisa

hari

setelah

bintik

keluar

melepas virus

petugas rentan 7

berbulan

hari

bertahun-

ekspos

pertama

tahun

sampai

21 hari

setelah

ekspos

hari Orang

sakit Tangan

4- dapat

terkontami kontak

mengeluarkan
virus

Transmisi

nasi

terakhir.
erat

saat dengan

selama merawat

droplet

atau

3-8 hari tapi pasien

aerosol

pada

bisa atau

partikel kecil

anak

3-4 menyentu

minggu

setelah

benda

mati,
transmisi
RSV bila

Batasi

kontak

menyentu

dengan

pasien

rawat

dan

atau

lingkungan

bila

hidung

ada

mata

KLB

Restriksi
MRSA

Kontak

Standar,

tangan

transmisi

petugas,

kontak,dapat

mungkin

airborne

karier

RSV
sampai

gejala akut hilang.

nares

anterior,
tangan,
axilla,perineu
m,nasofaring,
orofaring

Restriksi
perawatan pasien

Streptococ A

Kontak

sisi Kulit,

Standar,

dan

pengolahan

terinfeksi&

faring,

berdasar

makanan

mensekresi

rektum,

transmisi

petugas

vagina

bila
dengan

lesi kulit basah.


Tidak
restriksi

perlu
bila

kolonisasi

Restriksi
Salmonella,

Orang-

perawatan pasien

shigella

orang

&pengolahan

lewat

makanan sampai

fekal oral,

24

air/

mendapat

terapi

makanan

antibiotik.

Tidak

terkontami

perlu

nasi

petugas

jam

setelah

restriksi
dengan

kolonisasi
Syphilis

Kontak

Kontak

langsung
dengan
lesi primer
atau
sekunder
syphilis
Tuberkulosis
Sampai

1 Inhalasi

Airborne,

bulan minum droplet

kontak

OAT

(mengeluarka

nuklei

tubuh

infeksius)
Varicella
Sampai

lesi

Airborne,

kering&berkr

kontak

usta

standar
Sampai

terbukti

non infectius

Vibrio

Kolera

Zoster
*lokal
lesi,

paska

Kontak

kontak sampai 21

feses

hari paska kontak,


beri

Tutupi

hari

imuno

globulin IV paska

*menyeluruh
orang

kontak, imunisasi

dengan pasien

petugas

rawat

pajanan dalam 4

atau

immuno

kompromais

paska

hari.
Jangan kontak
dengan pasien

*paska

pajanan

(person

yang

rentan)

jangan kontak

Jangan kontak

Restriksi

sampai

dengan pasien

lesi

rawat

dan mengelupas

mengering

Restriksi

sampai

semua lesi kering


dan mengelupas
Dari

hari

paska

ke10

pajanan

pertama
sampaihari

ke21

atau hari 28 bila


diberi lagi atau
sampai lesi kering
dan mengelupas.
Tabel 4 : Kesehatan petugas dan pencegahanHAIs.
Tindakan pertama pada pejanan bahan kimia tau cairan tubuh

Pada mata : bilas dengan air mengalir 15 menit

Pada kulit : bilas dengan air mengalir 1 menit

Pada mulut : segera kumur-kumur 1 menit.

Lapor ke komite PPI, Panitia K3RS atau ke dokter karyawan.

6.2. Program pada Petugas Kesehatan


Adalah program sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang dapat di transmisikan
dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain:

Monitoring dan suport kesehatan petugas

Vaksinasi bila dibutuhkan

Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila memungkinkan

Menyediakan anti virus profilaksis

Surveilans ILI membantu mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas akut
dari manusia-manusia

Terapi dan follo up epi/ pandemic infeksi saluran napas akut pada petugas.

Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran risiko bila terkena


infeksi.

Upayakan support psikososial.

Tujuannya :

Menjamin keselamatan petugas dilingkungan rumah sakit.

Memelihara kesehatan petugas kesehatan

Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja, kemungkinan


medikolegal dan KLB.

Unsur yang dibutuhkan

Petugas yang berdedikasi

SOP yang jelas dan tersosialisasi

Administrasi]yang menunjang

Koordinasi yang baik antar instalasi/ unit

Penanganan paska pajanan infeksius

Pelayanan konseling

Perawatan dan kerahasiaan medikal record

Evaluasi sebelum dan setelah penempatan


Meliputi :

Status imunisasi

Riwayat kesehatan yang lalu

Terapi saat ini

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi

Edukasi
Sosialisasi SOP pencegahan dan pengendalian infeksi misal : Kewaspadaan Isolasi,
Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi, Kebijakan Departemen
Kesehatan tenatang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.
Program Imunisasi

Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada :

Risiko ekspos petugas

Kontak petugas dengan pasien

Karakteristik pasien Rumah Sakit

Dana Rumah Sakit

Riwayat imunisasi yang tercatat baik secara periodik menyiapkan apakah seorang petugas
memerlukan booster atau tidak. Imunisasi influenza dianjurkan sesuai dengan strain yang
ada.

ALUR PASKA PAJANAN

PETUGAS YANG TERPAJAN

DOKTER PENYAKIT DALAM /IGD

IPCN/ K3 RS

LABORATORIUM

Gambar 5 : Alur Paska Pajanan

7. Penempatan Pasien
7.1. Penanganan Pasien Dengan Penyakit Menular/ Suspek

Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap Kewaspadaan Standar untuk


kasus / dugaan kasus penyakit menular melalui udara :

Letakkan pasien didalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri ntidak
tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah didalam
ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasusu yang belum
dikonfirmasi atau sedang didiagnosis ( kohorting ). Bila ditempatkan dalam 1
ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat
tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.

Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan


negatif yang dimonitor ( ruangan bertekanan negatif ) dengan 6-12 pergantian
udara per jam dan system pembuangan udara keluar atau menggunakan
saringan udara partikulasi efisiensi tinggi ( filter HEPA ) yang termonitor
sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di Rumah Sakit.

Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara
partikulasi efiesiensi tinggi, buat tekanan negatif didalam ruangan pasien
dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin dijendela sedemikian
rupa agar aliran udara keluar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka
keluar dan tidak mengarah kedaerah publik. Uji untuk tekanan negatif dapat
dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan amati
apakah terhisap kedalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan
didalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.

Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya
tindakan tindakan pencegahan ini.

Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai :
masker ( bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus digunakan, bila
tidak, gunakan masker bedah sebagai alternatif ) gaun, pelindung wajah atau
pelindung mata dan sarung tangan.

Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan.

Pakai gaun yang bersih, non- steril ketika masuk ruangan jika akan
berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang
-barang didalam ruangan.

Pertimbangkan pada saatpenempatan pasien :

Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan, misal :


luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol

Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara kekontak,
misal : luka dengan infeksi kuman gram positif.

Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke area
tidak ada orang lalu lalang, misal : TBC

Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas, misal
: varicella

Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan ( anak, gangguan
mental ).

Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien terinfeksi
dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga
kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi.
7.2. Transport pasien infeksius

Dibatasi, bila perlu saja.

Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan :


o Pasien diberi APD ( masker, gaun)
o Petugas diarea tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut
melaksanakan kewaspadaan yang sesuai
o Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak
terjadi transmisi kepada orang lain.

Pasien yang didiagnosis menderita SARS atau flu burung

Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk pelayanan


kesehatan yang lebih penting.

Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan


terpajannya staf, pasien lain atau pengunjung

Bila pasien dapat menggunakan masker bedah, petugas kesehatan harus


menggunakan gaun pelindung dan sarung tangan. Bila pasien tidak dapat
menggunakan masker, petugas kesehatan harus menggunakan masker, gaun
pelindung, dan sarung tangan.

7.3.

Pemindahan pasien yang dirawat diruang isolasi


Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk
keperluan penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan
menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari
ruangan/ area isolasi dalam rumah sakit, pasien harus dipakaikan masker dan gaun.
Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan APD
yang sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan
kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika
pasien dipindahkan menggunakan ambulance, maka sesudahnya ambulance tersebut
harus dibersihkan dengan disinfektan seperti alkohol 70%atau larutan klorin 0,5%
Keluarga Pendamping pasien di Rumah Sakit

Perlu edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan
kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri
ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan
oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan.
7.4.

Pemulangan Pasien

Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa
penularan.

Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena
penyakit menular melalui udara/ airborne harus diisolasi didalam rumah selama
pasien tersebut menglami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai
diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien
tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga
kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri.

Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang


tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan penyakit
menular yang diderita pasien. ( contoh Lampiran D : Pencegahan, Pengendalian,
Infeksi, dan penyuluhan Bagi keluarga atau Kontak pasien Penyakit Menular )

Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah


pemulangan pasien.

7.5.

Pemulasaraan Jenazah

Petugas kesehatab harus menjalankan Kewaspadaan Standar ketika menangani


pasien yang meninggal akibat penyakit menular.

APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut
meninggal dalam masa penularan.

Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah
tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.

Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah.

Pindahkan sesegera mungkin kekamar jenazah setelah meninggal dunia.

Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya sebelum
jenazah dimasukkan kedalam kantong jenazah dengan menggunakan APD.

Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan


khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas agama,
adat istiadat dan budaya harus diperhatikan ketika seorang pasein dengan penyakit
menular meninggal dunia.

7.6.

Pemerikasaan Post Mortem


Pemeriksaan post mortem pada seseorang yang menderita atau kemungkinan
menderita penyakit menular harus dilakukan dengan hati hati, apalagi jika psien
meninggal dunia selama masa penularan. Jika pasien masih menyebar virus ketika

meninggal, paru parunya mungkin masih mengandung virus. Oleh karena itu, kalau
melakukan suatu prosedur pada paru-paru jenazah, APD lengkap harus digunakan
yang meliputi masker N-95, sarung tangan, gaun, pelindung mata dan sepatu
pelindung.
Mengurangi resiko timbulnya aerosol selama autopsi

Selalu gunakan APD

Gunakan selubung vakum untuk gergaji getar

Hindari penggunaan semprotan air tekanan tinggi

Buka isi perut sambil disiram dengan air.

Meminimalisasi risiko dari Jenazah yang terinfeksi


Ketika melakukan pemotongan paru, cegah produksi aerosol dengan :

Hindari penggunaan gergaji listrik

Lakukan prosedur dibawah air.

Hindari pajanan ketika mengeluarkan jaringan paru.

Sebagai petunjuk umum, terapkan Kewaspadaan Standar sebagai berikut :

Gunakan peralatan sesedikit mungkin ketika melakukan otopsi.

Hindari penggunaan pisau bedah dan gunting dengan ujung yang runcing

Jangan memberikan instrumen dan peralatan dengan tangan, selalu gunakan


nampan.

Jika memungkinkan, gunakan instrumen dan peralatan sekali pakai

Upayakan jumlah petugas seminimal mungkin dan dapat menjaga diri masingmasing

Perawatan jenazah/ persiapan sebelum pemakaman

Petugas kamar jenazah atau tempat pemakaman harus diberi tahu bahwa
kematian pasien adalah akibat penyakit menular agar kewaspadaan Standar
diterapkan dalam penanganan jenazah.

Penyiapan jenazah sebelumdimakamkan seperti pembersihan, pemandian,


perapian rambut, pemotongan kuku, pencukuran, hanya boleh dilakukan oleh
petugas khusus kamar jenazah.

8. Hygiene respirasi/ etika batuk


Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya.
Semua Pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan.
Saat anda batuk atau bersin :

Tutup hidung dan mulut anda

Segera buang tisu yang sudah dipakai

Lakukan kebersihan tangan

Di fasilitasi pelayanan kesehatan. Sebaiknya gunakan masker bedah bila Anda sedang
batuk. Etika batuk dan kebersihan pernapsan harus diterapkan disemua bagian rumah sakit,
dilingkungan masyarakat, dan bahkan di rumah.
Tindakan penting ini harus selalu dilakukan untuk mengendalikan sumber infeksi
potensial.
9. Praktek Menyuntik Yang aman

Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi danterapi.

Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit yang
dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan
kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.

10. Praktek untuk Lumbal Punksi


Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat kedalam area spinal/
epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan anastesi spinal dan
epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.
B. Kewaspadaan Isolasi ( Isolation Precautions )
Kewaspadaan isolasi diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien dalam
rumah sakit baik terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau kolonisasi. Bertujuan untuk
mencegah transmisi silang sebelum diagnosis ditegakkan atau hasil pemeriksaan
laboratorium belum ada, strategi utama untuk PPI adalah menyatukan kewaspadaan
satandar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan standar seperti yang
sudah diuraikan diatas dengan melaksanakan 10 pilar pencegahan dan pengendalian
infeksi.
1. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat
untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau
terkolonisasi patogen yang dapat di transmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan
kulit atau permukaan terkontaminasi.
Jenis Kewaspadaan berdasarkan transmisi :
a. Kontak
b. Melalui droplet
c. Melalui udara ( Airborne )

d. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan )


e. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Catatan : suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun
kombinasi dengan Kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci
tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun
antiseptik berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan
cairan tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan
cairan tubuh, memakai masker, goggle untuk melindungi wajah dari percikan cairan
tubuh.
Sebagai tambahan kewaspadaan Standar, terutama setelah terdiagnosis jenis
infeksinya.

Rekomendasi (3)
Rekomendasi dikategorikan sebagai berikut :

Kategori IA :

Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit, telah didukung penelitian


dan studi epidemiologi.

Kategori IB :

Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit dan telah ditinjau efektif
oleh para ahli dilapangan. Dan berdasarkan kesempatan HICPAC ( Hospital
Infection Control Advisory Committee ) sesuai dengan bukti rasional walaupun
mungkin belum dilaksanakan suatu studi scientifik.

Kategori II :

Dianjurkan untuk dilaksanakan dirumahsakit. Anjuran didukung studi klinis dan


epidemiologik, teori rasional yang kuat, studi dilaksanakan di beberapa rumah
sakit.

Tidak direkomendasi :

Masalah yang belum ada penyelesaiannya.


Belum ada bukti ilmiah yang memadai atau belum ada kesepakatan mengenai
efikasinya.
a. Kewaspadaan transmisi Kontak ( 5,7,10 )
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs. Ditujukan
untuk menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi di
transmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung
meliputi kontak permukaan kulit terluka/ abrasi orang yang rentan/ petugas
dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat membalikkan
tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak., dokter bedah
dengan luka basah saat mengganti verband petugas tanpa sarung tangan
merawat oral pasien HSV atau scabies.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan
dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius dilingkungan,
instrumen yang terkontaminas, jarum, kassa, tangan terkontaminasi dan
belum dicuci atau sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien
satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan
sekresi pasien terinfeksi yang di transmisikan melalui tangan petugas atau
benda mati dilingkungan pasien.
Sebagai cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada patogen infeksi
saluran napas misal : para influenza, RSV, SARS, H5N!.(10)
Pada pedoman Isolation tahun 2007, dianjurkan juga kenakan masker saat
dalam radius 6-10 kaki dari pasien dengan mikroba virulen.
Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba
pada atau bdalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang secara
epidemiologi mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung
atau tidak langsung. ( Kategori IB)
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat
masih memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan.
Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan
dengan perawatan pasien misal : pegangan pintu, tombol lampu, telepon
(10)

b. Kewaspadaan transmisi droplet (6,10,11)


Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan
infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan
melalui droplet (>5 m). Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang
diudara dan akan jatuh dalam jarak 1-2 m dari sumber (10,11) Transmisi
droplet melibatkan kontak konjungtiva atau mucus membrane hidung/
mulut, orang rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba
berasal dari pasien pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin,
muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak
deket anatara sumber dan resipien<3 kaki. Karena droplet tidak bertahan
diudara m.
Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane atau
terinhalasi. Transmisi droplet kekontak, yaitu droplet mengkontaminasi
permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain misal : mukosa,
membrane.
Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung
misal : commoncold, respiratory syncitial virus (RSV).
Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi
endotrakheal,

batuk

akibat

induksi

fisioterapi

dada,

resusitasi

kardiopulmoner.
c. Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions) (4,10)
kewaspadaan transmisi melalui udara ( kategori IB) diterapkan sebagai
tambahan kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah
diketahui terinfeksi mikroba yang secara epidemilogi penting dan di
transmisikan melalui jalur udara. Seperti misalnya transmisi partikel
terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui udara.
Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba penyebab
infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei ( sisa partikel
kecil<5m evaporasi dari droplet yang bertahan lama diudara) atau partikel
debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan
terbawa aliran udara >2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan
diruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada
factor lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam
pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuklei atau sisik kulit
terkontaminasi ( S. Aureus).
Tabel 5 : KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI

KEGIATAN
Penempatan

KONTAK
DROPLET
UDARA/ AIRBONE
Tempatkan
diruang Tempatkan pasien di ruang Tempatkan
pasien
rawat

terpisah,

tidak

bila terpisah,

mungkin mungkin

bila

tidak diruang terpisah yang

kohortin.

Bila mempunyai :

kohorting,

bila keduanya tidak mungkin,

keduanya

tidak buat pemisah dengan jarak

mungkin

maka >1 meter antar TT dan

pertimbangkan
epidemiologi
dan

populasi

Bicarakan

jarak dengan pengunjung.


mikroba Pertahankan pintu terbuka,
pasien. tidak

perlu

1. tekanan negatif
2. aliran udara 612X/ jam
3. pengeluaran
udara terfiltrasi

penanganan

sebelum

udara

dengan khusus terhadap udara dan

mengalir

ke

petugas PPI (kategori ventilasi (kategori IB )

ruang

IB) tempatkan dengan

tempat lain di

jarak >1meter 3 kaki

Rumah

antar TT jaga agar tidak

Usahakan opintu

ada kontaminasi silang

ruang

kelingkungan

tertutup.

dan

pasien lain (kategori IB)

ruang

atau
Sakit.
pasien
Bila
terpisah

tidak
memungkinkan,
tempatkan
pasien

dengan

pasien lain yang


mengidap
mikroba
sama,

yang
jangan

dicampur
dengan

infeksi

lain (kohorting)
dengan
jarak>1meter.
Konsultasikan
dengan petugas
PPIRS sebelum
menempatkan
pasien

bila

tidak ada ruang


isolasi

dan

kohorting tidak
memungkinkan.
(kategori IB)

Batasi gerakan dan


transport
Transport

Batasi

gerak

dan

Pasien

transportasi untuk batasi

pasien

hanya

kalau

diperlukan saja. Bila

Batasi gerak, transport droplet dari pasien dengan

perlu

pasien

hanya

kalau mengenakan masker pada

pemeriksaan pasien

perlu

saja.

Bila pasien (kategori IB ) dan

dapat diberi masker

diperlukan pasien keluar menerapkan


ruangan

hygiene

untuk

bedah untuk cegah

perlu respirasi dan etika batuk

menyebarkan

kewaspadaan agar risiko

droplet

minimal

(kategori IB)

transmisi

kepasien

lain

nuclei

atau

lingkungan (kategori IB
)
Perlindungan

saluran

napas
APD Petugas

Masker

Kenakan

Pakailah

bila

masker

bekerja respirator

N95/

dalam radius 1m terhadap Kategori N pada efisiensi


Sarung

tangan

dan pasien (kategori IB ), saat 95%) saat masuk ruang

cuci tangan

kontak

erat

Memakai sarung tangan seyogyanya

masker pasien atau suspek TB


melindungi paru. Orang yang rentan

bersih non steril, lateks hidung dan mulut, pakai seharusnya tidak boleh
saat

masuk

pasien,
APD Petugas

keruang saat memasuki ruang

ganti

sarung

tangan setelah kontak Rawat

masuk ruang pasien yang


diketahui

pasien

atau

suspek

dengan campak, cacar air kecuali

dengan bahan infeksius infeksi saluran napas.

petuga yang telah imun.

(feses, cairan drain)


Lepaskan sarung tangan

Bila

sebelum

masuk

keluar

dari

terpaksa

harus

maka

harus

kamar pasien dan cuci

mengenakan

tangan

respirator

dengan

masker
untuk

antiseptic (kategori IB)

pencegahan. Orang yang

Gaun

telah

Pakaian

gaun

bersih,

tidak

ruang

masker

melindungi

untuk

sakit

campak atau cacar air

tidak steril saat masuk


pasien

pernah
perlu

memakai

(kategori

IB)

baju dari

Masker Bedah/ prosedur

kontak dengan pasien,

(min) sarung tangan gaun

permukaan lingkungan,

goggel bila melakukan

barang diruang pasien,

tindakan

dengan

cairan

kemungkinan

timbul

diare

pasien,

ileostomy,

coloctomy,

aerosol.

luka terbuka. Lepaskan


gaun

sebelum

keluar

ruangan. Jaga agar tidak


ada kontaminasi silang
kelingkungan
pasien

dan

lain

(kategori

IB )
Apron

Transmisi pada TB

Bila gaun permeable,

Sesuai

untuk

CDC

mengurangu

pedoman

TB

Guidelinefor

Peralatan

penetrasi cairan, tidak Tidak perlu penanganan Preventing

of

untuk

dipakai sendiri

in

udara secara khusus karena tuberculosis

perawatan

mikroba

pasien

jarak jauh.
Bila

tidak

bergerak Healthcare

Facilities

dan referensi nomor 10.

memungkinkan

peralatan

nonkritikal

dipakai untuk 1 pasien


atau

dengan

mikroba

infeksi

yang

sama,

bersihkan dan disinfeksi


mikroba

yang

sama.

Bersihkan

dan

Peralatan

disinfeksi

sebelum

Untuk

dipakai

Perawatan

lain (kategori IB)

untuk

MTB (obligat airborne)


campak,
(kombinasi
influenza,

Adenovirus, vomitus),

Rhinovirus,N.meningitidis, melalui
streptococ

grup

A, aerosol.

Mycoplasma pneumoniae.
MDRO, MRSA, VRSA,
VISA, VRE, MDRSP
Strep

pneuminiae)

Virus Herpes simplex


SARS RSV ( indirex
mel mainan), S. Aureus,
MDRO,

VRE,

C.

Difficile,P. Aeruginosa,
influenza,

air

transmisi)

pasien B. pertussis, SARS, RSV Norovirus (partikel feses,

Pasien

cacat

Norovirus

(juga makanan dan air )

Disinfeksi tangan adalah kewaspadaan isolasi yang terpenting.

Rotavirus
partikel

kecil

Tujuan terpenting PPI adalah menjaga petugas, peralatan dan permukaan tetap bersih.
Bersih diartikan :

Bebas dari kotoran

Telah dicuci setelah terakhir dipakai

Penjagaan kebersihan tangan personal

Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan

d. Peraturan untuk kewaspadaan isolasi


Harus dihindari transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas sat perawatan
pasien rawat inap.
Perlu dijalankan hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekresi dan sekresi dari
seluruh pasien untuk meminimalisir risiko transmisi infeksi.
2. Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien.
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh ).
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari
menyentuh bahan infeksius.
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan
cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera
setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urin, dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan
ontainer pasien yang lain.
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
8. pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah
dibersihkan dan didisinfeksi dengan benar antar pasien.
BAB V
PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
UNTUK PENGUNJUNG

Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernapasan selama terjangkitnya penyakit


menular

Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernapasan tidak boleh


mengunjungi pasien didalam fasilitas pelayanan kesehatan.

Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu dibatasi
kunjungan ke pasien.

Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu penularan
penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien
dirumah sakit.

Kebijakan ini agar dicantumkan dipapan pengumuman fasilitas kesehatan.

Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang merawat
penderita atau suspek flu burung

Anggota keluargaperlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat


di Rumah Sakit.

Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara

Petugas kesehatan atau Tim pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mendidik
pengunjung pasien dengan penyakit menular tentang cara penularan penyakit, dan
menganjurkan mereka untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa
penularan.

Jika keluarga teman perlu mengunjungi pasien yang masih suspek atau telah di
konfirmasi menderita penyakit menular melalui udara, pengunjung tersebut harus
mengikuti prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.
Pengunjung harus memakai APD lengkap ( masker, gaun, sarung tangan dan kaca
mata) Jika kontak langsung dengan pasien atau lingkungan pasien.

Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara benar bagi
pengunjung.

Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci


tangan. Tidak menggantung masker dileher.

Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara, petugas
kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah ia
memiliki gejala demam atau infeksi saluran pernapasan. Karena berhubungan dekat
dengan pasien penyakit menular melalui udara beresiko untuk terinfeksi. Jika ada
demam atau gejala gangguan pernapasan, pengunjung tersebut harus dikaji untuk
penyakit menular melalui udara dan ditangani dengan tepat.

Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan


pencegahan dan pengendalian infeksi dan wajib mentaatinya ketika mengunjungi
pasien penyakit menular.

Menjaga kebersihan alat pernapasan dan etika batuk ditempat pelayanan kesehatan.
Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernapasan difasilitasi pelayanan kesehatan,
kebersihan saluran pernapasan dan etika batuk harus merupakan bagian mendasar dari
prilaku sehat.
Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernapsan ( batuk, bersin) harus :

Menutup hidung/ mulut ketika batuk atau bersin

Menggunakan tisu untuk menahan sekresi pernapasan dan dibuang ditempat limbah
yang tersedia.

Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernapasan.

Fasilitasi pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya :

Tempat limbah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan dengan
kaki disemua area.

Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir diruang tunggu.

Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap


pengunjung yang batuk.

Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari
yang lainnya diruang tunggu.
Pada pintu masuk dan diruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darurat, ruangan
dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika batuk atau bersin. Pasien dan orang
yang menemaninya agar mempraktekkan kebersihan alat saluran pernapsan dan etika batuk
atau bersin, dan memberitahukan kepada petugas sesegera mungkin tentang gejala penyakit
yang diderita, bagi orang yang batuk harus disediakan masker.

BAB VI
SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT

A. Definisi
Surveilans infeksi Rumah Sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis terus menerus,
dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interprestasi dari data kesehatan yang
penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara berkala kepada pihakpihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan, dan evaluasi
suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

Infeksi Rumah Sakit (IRS) atau Healthcare associated infections (HAIs) adalah infeksi
yang terjadi pada pasien selama perawatan di RS atau fasilitas pelayanan kesehatan lain,
yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi saat pasien masuk RS. IRS juga
mencakup infeksi yang didapat di RS tetapi baru muncul setelah keluar RS dan juga infeksi
akibat kerja pada tenaga kesehatan.
B. Tujuan
1. mendapatkan data dasar Infeksi Rumah Sakit
2. menurunkan Laju Infeksi RS
3. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit
4. meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan.
5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI di RS
6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan
7. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS
C. Metode Surveilans
Metode surveilans IRS di Rumah Sakit Umum Kabupaten Karawang adalah menggunakan
metode Surveilans target (targetted/sentinel surveillance) adalah surveilans yang terfokus
pada ruangan, kelompok pasien, atau tindakan dengan resiko infeksi spesifik. Yaitu
surveilans diruang perawatan insentif (ICU) dan ruang perawatan bedah, surveilans pada
pasien dengan kateter vena sentral, surveilans, infeksi luka operasi, surveilans pasien
dengan pemasangan Endotracheal Tube (ETT) dan ventilator, surveilans pasien dengan
pemasangan kateter urine, surveilans target ini diharapkan dapat memberikan hasil yang
lebih tajam dan memerlukan sumber daya yang lebih sedikit.
D. Jenis-jenis infeksi Rumah Sakit
1. Infeksi Aliran Darah Primer
a. Definisi Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)

Merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat masuknya mikroba melalui peralatan
yang kita masukkan langsung ke system pembuluh darah. Dalam istilah CDC
disebut sebagai Blood Stream Infection (BSI)
Akses langsung keperedaran darah ini dapat berupa kateter vena maupun arteri yang
kita lakukan terhadap pasien, baik dalam rangka perawatan maupun diagnostik,
yang secara umum disebut sebagai kateter intravaskuler ( intravaskuler Catheter).
Contahnya adalah pemasangan vena sentral (CVC : Central Venous Catheter), vena
perifer ( infus) hemodialisa.

Adalah ditemukannya organisme dari hasil kultur darah semikuantitatif/ kuantitatif


disertai tanda klinis yang jelas serta tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat

lain dan / atau dokter yang merawat menyatakan telah terjadi infeksi >2x24 jam
setelah pemasangan catheter vena sentral.
Seringkali phlebitis dilaporkan sebagai IADP. IADP berbeda dengan Phlebitis
(Superficial & Deep Phlebitis). Perbedaan antara IADP dengan phlebitis, adalah :
Phlebitis, merupakan tanda-tanda peradangan pada daerah lokal tusukan infus.
Tanda-tanda peradangan tersebut adalah merah, bengkak, terasa seperti terbakar
dan sakit bila ditekan.
IADP adalah keadaan bakteremia yang diagnosanya ditegakkan melalui
pemeriksaan kultur.
b. Faktor risiko adalah :

Lamanya terpasang kateter

Lamanya hari rawat

Kondisi penurunan daya tahan tubuh (immunocompromised)

Malnutrisi

Luka bakar

Luka operasi tertentu

c. Kriteria IADP
Ada beberapa kriteria untuk menentukan IADP, kriteria IADP 1 dan 2 dapat
digunakan untuk semua peringkat umur pasien termasuk usia <1th, minimal
ditemukan satu kriteria seperti :
c.1. Kriteria 1 IADP ; berikut :

Ditemukan pathogen pada >1 kultur darah pasien

Mikroba dari kultur darah itu tidak berhubungan dengan infeksi dibagian
lain dari tubuh pasien (lihat catatan 1&2)

c.2. Kriteria 2 IADP :

Pasien menunjukkan minimal satu gejala klinis : demam (suhu >38C)


menggigil atau hiypotensi, dan tanda dan gejala klinis serta hasil positif
pemeriksaan laboratoriumyang tidak berhubungan dengan infeksi dibagian
lain dari tubuh pasien.

Hasil kultur yang berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan
yang berbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya
difteroid ( C corynebacterium spp), Bacillus spp. (bukan B anthracis),
Propionibacterium spp, Staphylococcus coagulase negatif termasuk
epidermidis, Steptococcus viridans, Aerococcus spp, Micrococcus spp.
Berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang berbeda (lihat
catatan 3&4).

c.3. Kriteria 3 IADP :

Pasien anak usia <1 tahun menunjukkan minimal satu gejala seperti berikut :
demam (suhu rektal >38C), hipotermi ( suhu rektal <37C), apnoe atau
bradikardia, dan

Tanda dan gejala serta hasil pemeriksaan positif laboratorium yang tidak
berhubungan dengan infeksi dibagian lain dari tubuh pasien dan

Hasil kultur yang berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang
berbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya
difteroid (corynebacterium spp), Bacillus spp (bukan B anthracis),
Propionibacterium spp, staphylococcus coagulase negatif termasuk S
epidermidis,

Streptococcus

viridans,

Aerococcus

spp,

Micrococcus

spp.berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang berbeda.
Catatan :
1. dalam kriteria 1, arti >1 kultur darah pasien adalah = minimal 1 botol
kultur dari darah yang diambil memberikan hasil dilaporkan ada
pertumbuhan mikroba, artinya kultur darah positif.
2. dalam kriteria 1 maksudpatogen yang ditemukan adalah mikroba yang
tidak termasuk dalam mikroba kontaminan kulit yang umum didapatkan
(lihat kriteria 2 dan 3). Contoh beberapa mikroba pathogen yang bukan
termasuk flora normal umum kulit yang dapat ditemukan adalah S.aureus,
Enterococcus spp, E coli, Psudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan
lain-lain
3. dalam kriteria 2 dan 3, arti >2kultur darah diambil dari lokasi yang berbeda
adalah artinya :

Dari CV line atau kultur ujung kateter CV line dan perifer sekurangkurangnya 2 kali pengambilan darah perifer dengan jeda waktu tidak
lebih dari 2 hari (misalnya pengmbilan darah pada hari Senin dan
Selasa, atau Senin dan Rabu, jangan terlalu jauh misalnya SeninKamis), atau pada waktu yang bersamaan dari 2 lokasi yang berbeda

Minimal 1 botol dari darah yang diambil menunjukkan pertumbuhan


kuman kontaminan umum kulit yang sama. (lihat catatan no 4 untuk
melihat kesamaan mikroba )

4.

Phlebitis yang purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur


semikuantitatif dari ujung kateter, tetapi bila hasil kultur negatif atau
tidak ada kultur darah, maka tidak dilaporkan sebagai IADP.

Kriteria Nasional
I. Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP)
Algoritma Diagnosa IADP

Simtom
(Gejala dan Tanda)

Laboratorium :
Kultur Darah

Umum

Anak <1 tahun

Minimal :
Demam (>38C)
Menggigil
hipotensi

Minimal 1 :
Demam (>38C )
Hipotermi (<37C)
Apnoe
bradikardia

Positif =1 mikroba
patogen

Bukti Infeksi tempat lain

Kriteria IADP

Positif =2 mikroba
Flora kulit
Negatif

Keterangan :
Yang dimaksud mikroba pathogen pada kriteria 1 misalnya adalah : S. Aureus,
Enterococcus spp, E coli, Psudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan lainlain.
Yangdimaksud dengan flora kulit adalah mikroba kontaminan kulit yang umum,
misalnya difteroid (Corynebacterium spp), Bacillus spp, Propionibacterium spp,
CNS termasuk Staph. Epidermidis, Streptococcus viridans, Aerococcus spp,
Micrococcus spp.
Hasil kultur darah pada kriteria 2 dan 3, arti 2kultur darah : 2 spesimen darah
diambil dari lokasi yang berbeda dan dengan jeda waktu tidak lebih dari 2hari.
Gambar 7 : Diagram Alur Infeksi Aliran Drah Primer
1. Pneumonia
Ada 2 jenis Pneumonia yang berhubungan dengan IRS, yaitu Pneumonia yang
didapatkan akibat perwatan yang lama atau sering disebut sebagai Hospital
Acquired Pneumonia (HAP) dan Pneumonia yang terjadi akibat pemakaian ventilasi
mekanik atau sering disebut sebagai Ventilator Associated Pneumonia (VAP).
a. Definisi HAP
HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah
pasien dirawat dirumah sakit >48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya
tidak menderita infeksi saluran napas bawah. HAP dapat diakibatkan tirah baring
lama ( koma/ tidak sadar, trakeostomi, refluk gaster, Endotracheal Tube/ETT).
b. Definisi VAP

VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru
setelah pemakaian ventalasi mekanik > 48 jam, dan sebelumnya tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi saluran napas.
c. Dasar diagnosis Pneumonia
Pneumonia (PNEU) ditentukan berdasarkan kriteria klinis, radiologi dan
laboratorium.
(lihat Gambar 4.2. Diagram Alur Pneumonia dan Gambar 4.3. Diagram Alur
Kriteria Pilihan Pneumonia pada bayi dan Anak).
d. Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia
Bukti Klinis Pneumonia adalah bila ditemukan minimal 1 dari tanda dan
gejala berikut :

Demam (38C) tanpa ditemui penyebab lainnya.

Leukopenia (< 4.000 WBC/mm3) atau Leukositosis (12.000


SDP/mm3).

Untuk penderita berumur 70tahun, adanya perubahan status mental


yang tidak ditemui penyebab lainnya. Dan minimal disertai 2 tanda berikut :

Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum

Munculnya tanda atau terjadinya batuk yang memburuk atau dyspnea


(sesak napas) atau tachypnea (napas frekuen)

Rhonci basah atau suara napas bronchial

Memburuknya pertukaran gas, misalnya desaturasi O2


(PaO2/FiO2240), peningkatan kebutuhan oksigen, atau perlunya
peningkatan ventilator.

e. Tanda Radiologis Pneumonia


Bukti adanya Pneumonia secara Radiologis adalah bila ditemukan 2 foto
serial didapatkan minimal 1 tanda berikut :

Infiltrat baru atau progresif yang menetap

Konsolidasi

Kavitasi

Pneumotoceles pada bayi berumur 1 tahun.

Catatan :
Pada pasien yang tanpa penyakit paru-paru atau jantung (respiratory
distress syndrome, bronchopulmonary dysplasia, pulmonary edema, atau
chronic obstructive pulmonary disease) yang mendasari, 1 bukti
radiologis foto thorax sudah dapat diterima.

f. Kriteria Pneumonia
Ada 3 tipe spesifik pneumonia :
1. Pneumonia klinis (PNEU1)
2. Pneumonia dengan gambaran laboratorium spesifik (PNEU2)
3. Pneumonia pada pasien imunokompromis (PNEU3)
f.1. Kriteria PNU1 : Pneumonia Klinis
dapat diidentifikasi sebagai PNU 1 bila didapatkan salah satu kriteria
berikut :
1) Untuk semua umur (PNU1-1)
-

Tanda dan gejala Klinis Pneumonia (d)

Tanda Radiologis Pneumonia(e)

2) Untuk bayi berumur 1 tahun (PNU1-2)


Buruknya pertukaran gas dan, minimal disertai 3 dari tanda berikut :
-

Suhu yang tidak stabil, yang tidak ditemukan penyebab


lainnya.

Leukopeni (<4.000/mm3) atau lekositosis (15.000/mm3) dan


gambaran darah tepi terlihat pergeseran kekiri (10%bentuk
netrofil bentuk batang).

Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter


sputum atau adanya peningkatan sekresi pernapasan atau
peningkatan keperluan pengisapan (suctioning).

Apneu, tachypneu, atau pernapasan cuping hidung dengan


retraksi dinding dada.

Rhonci basah kasar maupun halus

Batuk

Bradycardia (<dari100x/menit) atau tachycardia(>170x/menit)

3) Untuk anak berumur lebih dari >1 tahun atau berumur 12 tahun
(PNU1-3), minimal ditemukan 3 dari tanda berikut :
-

demam (suhu >38,4C ) atau hypothermi (<36,5C), yang tidak


ditemukan penyebab lainnya.

Lekopeni (< 4.000/mm3) atau lekositosis (15.000/mm3)

Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter


sputum atau adanya peningkatan sekresi pernapasan atau
peningkatan keperluan pengisapan (suctioning)

Onset baru dari memburuknya batuk, apneu, tachypneu

Wheezing, rhonci basah kasar mapun halus

Memburuknya pertukaran gas, misalnya pO2< 94%.

f.2. Kriteria PNU2


a) Kriteria PNU2-1

Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk infeksi


bakteri dan jamur berfilamen.
Dapat diidentifikasi sebagai PNU2-1, bila ditemukan bukti-bukti
berikut
-

tanda dan gejala Klinis Pneumonia (d)

Tanda Radiologis Pneumonia (e)

Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :

Kultur positif dari darah yang tidak ada hubungannya


dengan sumber infeksi lain.

Kultur positif dari cairan pleura

Kultur kuantitatif positif dari spesimen Saluran Napas


Bawah (BAL atau sikatan bronkus terlindung)

5% sel yang didapat dari BAL mengandung bakteri


intraseluler pada pemeriksaan mikroskopik langsung.

Pemeriksaan histopatologik menunjukkan 1 dari bukti


berikut :

Pembentukan abses atau fokus konsolidasi dengan sebukan


PMN yang benyak pada bronchiolus dan alveoli.

Kultur kuantitatif positif dari parenkim paru-paru

Bukti adanya invasi oleh hifa jamur atau pseudohifa pada


parenkim paru-paru

Bukti adanya invasi oleh hifa jamur atau pseudohifa pada


parenkim paru-paru

Keterangan :
-

SNB : Saluran Napas Bawah (LRT : Lower respratory tract)

Interprestasi hasil kultur darah positif harus hati-hati.


Bakterimia dapat terjadi pada pasien yang terpasang jalur
intravaskuler atau kateter urine menetap. Pada pasien
immunocompromised, sering didapatkan bekteremia CNS atau
flora atau kontaminan umum kulit yang lain serta sel yeast.

Nilai ambang untuk kultur kuantitatif dapat dilihat pada Tabel


4.3.

Pada pemeriksaan kultur kuantitatif, spesimen yang dipilih


adalah spesimen yang terkontaminasi minimal, misalnya yang
dari BAL atau sikatan bronchus terlindung. Spesimen dari
aspirasi endotracheal tidak dapat digunakan untuk dasar kriteria
diagnostik.

BAL : Broncjo Alveolar Lavage

b) Kriteria PNU 2-2 :

Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk infeksi


virus, Legionella, Chlamydia, Mycoplasma, dan patogen tidak
umum lainnya.Dapat diidentifikasi sebagai PNU2-2, bila
ditemukan bukti-bukti berikut
-

Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia (d)

Tanda Radiologis Pneumonia (e)

Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :

Kultur positif untuk virus atau Chlamydia dari sekresi


pernapasan

Deteksi antigen atau antibody virus positif dari sekresi


pernapasan

Didapatkan peningkatan titer 4x atau lebih lgG dari paired


sera terhadap patogen (misalnya influenza virus,
Chlamydia)

PCR positif untuk Chlamydia atau Mycoplasma

Tes micro-IF positif atau visualisasi micro-IF untuk


Legionella spp.,dari sekresi pernapasam atau jaringan

Terdeteksinya antigen Legionella pneumophila serogrup iI


dari urine dengan pemeriksaan RIA atau EIA, rapid test

Pada pemeriksaan indirect IFA, didapatkan peningkatan


titer 4x atau lebih antibody dari paired sera terhadap
Legionella pneumophila serogroup I dengan titer 1:128

Keterangan :
-

deteksi langsung patogen dapat menggunakan berbagai teknik


deteksi antigen (EIA,RIA,FAMA, Micro-IF),PCR atau kultur

PCR: Polymerase Chain Reaction, merupakan teknik


diagnostik dengan cara memperbanyak asam nukleat patogen
secara in-vitro

Paired sera adalah pasangan sera yang diambil pada fase akut
dan fase penyembuhan penyakit. Pada penyakit yang sedang
berlangsung(progresif) akan didapatkan peningkatan titer sera
pada fase penyembuhan sebesar 4x dibandingkan dengan titer
sera pada fase akut.

Bila terkontaminasi pneumonia disebabkan oleh RSV,


adenovirus atau influenza virus, dugaan infeksi oleh patogen
yangsama segera dapat dilakukan tehadap pasien-pasien yang
dirawat yang mempunyai kemiripan gejala dan tanda klinis.

f.3. Kriteria PNU3 :


Pneumonia Pada Pasien Immunocompromised.
Dapat diidentifikasi sebagai PNU3, bila ditemukan bukti-bukti
berikut
-

Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia (d) ditambah dengan


kemungkinan gejala dan tanda :

Hemoptysis

Nyeri dada pleuritik

Tanda Radiologis Pneumonia (e)

Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :

Kultur pasangan positif dan cocok dari kultur darah dan


sputum terhadap Candida spp.

Bukti adanya jamur atau pnemocytis carini dari spesimen


terkontaminasi minimal SNB (BAL atau sikatan bronchus
terlindung) dari cara berikut :

pemeriksaan mikroskopik langsung

kultur jamur positif

apapun yang masuk dalam kriteria laboratorium untuk


PNU2.

Keterangan :
- yang tergolong dalam pasien immunocompromised antara
lain:

penderita neutropenia (hitung netrofil absolute


<500/mm3), leukemia, lymphoma, HIV dengan
CD4<200, atau

splenectomy, post transplantasi,kemoterapi cytotoxic,


atau

Pengobatan steroid dosis tinggi :>40mgprednisolone


atau ekivalennya (hidrokortison 160 mg,metalprednisolon 32mg, deksametason 6mg, kortison
200mg)/hari untuk >2 minggu.

Spesimen darah dan sputum diambil pada waktu yang


berdekatan (48 jam)

Spesimen kultur semikuantitatif atau kualitatif dimungkinkan,


kriteria sesuai algoritma.

Tabel 6. Nilai Ambang Kultur Kuantitatif Spesimen yang


digunakan dalam diagnosis pneumonia

Jenis/ Teknik pengambilan spesimen

Nilai

Parenkim Paru

104 cfu/g jaringan

Spesimen bronchoscopic
- Bilasan bronchoalveolar

104 cfu/mL

- Protected BAL

104 cfu/mL

- Protected specimen brushing

104 cfu/mL

Spesimen Non- bronchoscopic (blind)


- BAL

104 cfu/mL

- Protected BAL

104 cfu/mL

Cfu : colonyforming units

Parenkim paru dapat diambil melalui, transbronchial atau transthoraxic post-mortem

Pneumonia (PNEU) ditentukan berdasarkan kriteria klinis, radiologi dan Laboratorium.


(Lihat gambar 1. Diagram Alur Pneumonia dan Gambar2. Diagram Alur Kriteria Pilihan
Pneumonia pada Bayi dan Anak).

Pneumonia (PNEU)
Algoritma Pneumonia

Pasien dengan penyakit penyerta kardio-pulmoner

Ra
diol
ogi
s

Infiltrat baru atau


progresif yang menetap
Konsolidasi
Kavitasi
Pneumatoceles pada
bayi1 tahun.

2 tanda
radiologist serial

Pasien tanpa penyakit penyerta


kardiopulmoner

1 tanda
radiologis serial

Darah : Kultur darah +


Cairan pleura Kultur +
Demam Spesimen SNB : Kultur
Sekresi nafas :
Kuantitatif
+
Leukopenia
atau
Kultur+
1 simtom
BAL
:5 sel mengandungMinimal
Leukositosis
Onset
baru
sputum
Deteksi antigen
bakteri
purulen
Penderitaatau
70 intraseluler
+
Histopatologik
:
tahun : perubahan
perubahan
sifat
Peningkatan
status mental
sputum,sekresi
Abses/ focus
titer 4xlgG dari
Batuk memburuk
konsolidasi
paired sera
Minimal 2 PCR+ Minimal 1
atau dyspnea
atau
Kultur
Simtom
Simtom
tachypnea kuantitatif+parenkim
Rhonci basahparu
atau
suara nafas Invasi hifa jamur atau
bronchial pseudohifa parenkim
Memburuknya
paru
PNU 1pertukaran gas
PNU2-1
PNU2-2

Simt
La
om
bor
(tand
ato
a dan
riu
Gejal
m
a)

Minima
Kultur l
Simtom
pasangan
termasuk
darah-sputum
simtom:
+dan cocok
untuk
Hemoptisis
Candida
spp
Nyeri Pleuritik
Spesimen SNB
: Jamur atau
Pneumocystis
carinii+

PNU3

immunocompromised

Pasien dengan penyakit penyerta kardio-pulmoner

Infiltrat baru atau


progresif yang
menetap.
Konsolidasi
Kavitasi
Pneumatoceles pada
bayi1 tahun

2 tanda
radiologist serial

Bayi 1 tahun
Memburuknya pertukaran gas
Dan 3 tanda berikut :
Suhu tidak stabil
Leukopenia atau
Leukositosis
Onset baru sputum purulen atau
perubahan sifat sputum, sekresi
Tanda-tanda sesak napas
Wheezing dan atau ronchi
Batuk
Bradikardi

Pasien tanpa penyakit penyerta


Immunocompro
mised
kardiopulmoner

1 tanda radiologist
serial

Anak 3atau12 tahun


tanda berikut :
Demam
Leucopenia atau
Leukositosis
Onset baru sputum
purulen atau perubahan
sifat sputum, sekresi
Batuk baru, batuk
memburuk atau tandatanda sesak nafas
Rhonci atau suara
bronchial memburuknya
PNU 1 pertukaran gas
Anak

Ra
diol
ogi
s

Simto
m
( Tand
a dan
Gejala
)

Gambar 8 : Diagram Alur Pneumonia dan Diagram Alur Kriteria Pilihan Pneumonia pada
Bayi dan Anak

Keterangan :

PNU 1 : Kriteria untuk Peumonia Klinik

PNU2 1 : Kriteria untuk Pneumonia dengan hasil Laboratorium yang spesifik untuk
infeksi bakteri umum dan jamur berfilamen

PNU2-2 : Kriteria untuk Pneumonia dengan hasil Laboratorium yang spesifik untuk
infeksi virus, Legionella, Chlamydia, Mycoplasma, dan patogen tidak umum lainnya.

PNU 3 : Kriteria untuk Pneumonia pada pasien immunocompromised.

Yang dimaksud dengan kelainan kardio-pulmoner, misalnya : respiratory distress


syndrome, bronchopulmonary dysplasia, pulmonary edema, atau chronic obstructive
pulmonary disease

Demam ;suhu 38C

Leukopenia :<4.000 SDP/mm3 (SDP :sel darah putih)

Leukositosis 12.000SDP/mm3

Leukositosis 15.000SDP/mm3

Memburuknya pertukaran gas : desaturasi O2: PaO2/FiO2 240, atau pO2 < 94%,
peningkatan kebutuhan oksigen, atau perlunya peningkatan ventilator

Peningkatan sekresi pernafasan termasuk peningkatan keperluan pengisapan


(suctioning)

SNB : Saluran nafas Bawah

Sekresi SNB adalah yang diambil dengan alat bronchoskopi dan merupakan spesimen
sekresi saluran napas bawah yang mempunyai tingkat kontaminasi minimal

Ada 3 tipe spesifikasi pneumonia : pneumonia klinis (PNEU1), pneumonia dengan


gambaran laboratorium spesifik (PNU2), dan pneumonia pada pasien imunokompromis
(PNU3). Berikut ini adalah komentar umum yang dapat diterapkan pada semua tipe spesifik
pneumonia, disertai daftar singkatan yang digunakan dalam algoritma dan petunjuk
pelaporan. Gambaran 1 dan 2 merupakan diagram alur untuk algoritme pneumonia yang
dapat digunakan dalam sebagai pengumpulan data.
Ketentua-ketentuan umum Hospital Acquired Pneumonia (HAP) tidak dapat ditegakkan
berdasar diagnosis dari dokter saja. Meskipun kriteria spesifik dimasukkan untuk bayi dan
anak, pasien pediatri mungkin memenuhi kriteria pneumonia spesifik lainnya.
Pneumonia terkait ventilator (VAP, yaitu pneumonia pada pasien yang menggunakan alat
untuk membantu napas untuk atau mengontrol pernapasan secara terus menerus melalui
trakeostomi atau intubasi endotrakheal dalam jangka waktu 48 jam sebelum terjadi infeksi,
termasuk periode penyapihan ) harus disertakanpada pelaporan data. Pada waktu
melakukan asesmen untuk menetapkan pneumonia, penting dibedakan perubahan keadaan
klinis yang disebabkan keadaan lain seperti infark miokard, emboli paru, sindrom gawat
napas, atelektasis, keganasan ,PPOK, penyakit membran hialin, dispalasia bronkopulmoner
dll. Pada waktu melakukan asesmen pasien-pasien yang intubasi, perlu dibedakan antara
kolonisasi trakea, infeksi saluran napas atas (misalnya trakeobronkitis) dan gejala awal
pneumonia.Perlu disadari bahwa mungkin sulit untuk menentukan HAP pada orang tua,
bayi dan pasien imunokompromis karena keadaan seperti itu dapat menutupi tanda-tanda
atau gejala tipikal pneumonia. Kriteria spesifik pilihan untuk orang tua, bayi dan pasien
imunokompromis telah dimasukkan dalam definisi HAP ini.
HAP dapat ditandai dari onsetnya : awal atau lambat. Pneumonia onset awal timbul dalam
4 hari pertama perawatan dan sering disebabkan oleh Moraxella catarrhalis, H influenzae,
dan S Pneumonia . Penyebab Pneumonia late onset sering berupa kuman gram negatif atau
S aures, termasuk methicillin-resistant S aureus. Virus (misalnya influenza A dan B atau
RSV) dapat menyebabkan early dan late onset pneumonia nosokomial, sedang kapang,
jamur, legionellae, dan pneumocystis carinii umumnya merupakan patogen late onset
pneumonia.

Pnemonia yang di sebabkan aspirasi hebat ( misalnya pada waktu intubasi di ruang darurat
atau di kamar oprasi ) dianggap HAP jika memenuhi kriteria spesifik manapun dan jelas
tidak didapati atau sedang dalam masa inkubasi pada saat pasien masuk rumah sakit.
HAP berulang dapat terjadi pada pasien-pasien yang sakit berat dan tinggal di rumah sakit
untuk waktu yang lama.Pada waktu menetapkan apakah untuk melaporkan HAP berulang
pada seorang pasien, perlu di cari bukti-bukti bahwa infeksi awal telah mengalami
resolusi.Penambahan atau perubahan pathogen saja bukan indikasi episode baru
pneumonia.Di perlukan kombinasi gejala dan tanda serta bukti radiologis atau uji
diagnostik lain.Pewarnaan gram fositif untuk bakteri dan tes KOH untuk serat elastin dan
atau hipa jamur dari sputum yang di kumpulkan dengan cara yang baik merupakan kunci
penting dalam menemukan penyebab infeksi. Namun sempel dahak sering terkontaminasi
oleh kuman yang mengkoloni saluran nafas sehingga perlu di interprestasi dengan hati
hati. Secara khusus, candida sering ditemukan pada pewarnaan, tetapi tidak sering
menyebabkan HAP.
g. Faktor resiko pneumonia
Pnumonia dapat berasal dari :
- Faktor lingkungan yang terkontaminasi,misalnya air,udara atau makanan (muntah)
- peralatan yang digunakan dalam perawatan pasien : Endotracheal Tube (ETT),
nasogastric Tube (NGT) suction catheter, Bronchoscopy, Respiratory devices.
- Orang keorang : dokter, perawat, pengunjung, maupun dari flora endogen pasien itu
sendiri.

Faktor Risiko untuk terjadinya Pneumonia antara lain :


1. Kondisi pasien : umur (>70 tahun), Penyakit kronis, Pembedahan (Toraks atau
Abdomen ), penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK), Penyakit Jantung Kongestif,
Cardiac Vascular Disease (CVD), kkma, Perokok berat.
2. Tindakan pengobatan atau perawatan : sedatif, anestesi umum, intubasi trakeal,
trakeostomi, pemakaian ventilasi mekanik yang lama, pemberian makanan enternal,
terapi antibiotik obat immunosupresif atau sitostatik.
Populasi berisiko untuk terjadinya pneumonia IRS dibedakan berdasarkan jenis
pneumonianya.
-

Populasi berisiko VAP adalah semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik,
sehingga kejadiannya terutama terfokus pada pada area spesifik yaitu ICU,
NICU/PICU, HCU. Sehingga yang digunakan sebagai numerator dalam menghitung
laju infeksi adalah jumlah kasus VAP per periode tertentu (1bulan, 6bulan, 1 tahun),
sedangkan denominatornya adalah jumlah hari pemasangan alat ventilasi mekanik
periode waktu tertentu.populasi berisiko HAP adalah pasien tirah baring lama yang

dirawat dirumah sakit, sehingga yang digunakan sebagai numerator adalah jumlah
kasus HAP per periode tertentu (1bulan, 6 bulan, 1 tahun) sedangkan denominatornya
adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring per periode tertentu (1 bulan, 6 bulan ,1
tahun).
3. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi Saluran Kemih (ISK) dalam istilah CDC disebut sebagai Urinary Tract Infection
(UTI), merupakan jenis infeksi yang terjadi pada saluran kemih murni (Urethra dan
prmukaan kandung kemih) atau melibatkan bagian yang lebih dalam dari organ-organ
pendukung saluran kemih (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar
retroperitonial atau rongga perinefrik). Untuk itu, dalam menentukan jenis ISK, perlu
pengelompokan sebagai berikut :
1. Infeksi Saluran Kemih Simptomatis
2. Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis
3. Infeksi Saluran Kemih Lainnya.
a. Tanda dan Gejala ISK

Demam (>38C)

Urgensi

Frekuensi

Disurai, atau

Nyeri Supra Pubik

b. Tanda dan gejala ISK anak 1 tahun:

Demam > 38C C rektal

Hipotermi <37C rektal

Apnea

Bradikardia

Letargia

Muntah-muntah

c. Tes Konfirmasi ISK


Tes Konfirmasi merupakan tes-tes yang membantu memastikan adanya ISK.
- Tes konfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif yang
menghasilkan jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat
kontaminasi.
- Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK dengan
keakuratan yang kurang sebagai tanda adanya ISK

- Tes konfirmasi minor dapat berupa : tes-tes kultur kuantitatif dengan jumlah
koloni yang meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urine untuk melihat adanya
kemungkinan ISK tanpa melakukan kultur, dan diagnosis dokter yang merawat.
c.1. Tes konfirmasi ISK mayor :
Hasil biakan urin aliran tengah (midstream) >105 kuman per ml urin dengan
jumlah kuman tidak lebih dari 2 spesies.
c.2. Tes Konfirmasi ISK minor

Tes carik celup (dipstick)positif untuk lekosit esterase dan / atau nitrit

Piuri (terdapat 10 lekosit per ml atau terdapat 3 lekosit per LPB (mikroskop
kekuatan tinggi/ 1000x)dari urin tanpa dilakukan sentrifugasi).

Ditemukan kuman dengan pewarnaan Gram dari urin yang tidak disentrifugasi

Paling sedikit 2 kultur urin ulangan didapatkan uropatogen yang sama (bakteri
gram negatif atau S. Saprophyticus) dengan jumlah 102 koloni per ml dari
urin yang tidak dikemihkan (kateter atau aspirasi suprapubik)

Kultur ditemukan 105 koloni/ml kuman patogen tunggal (bakteri gram


negatif atau S. Saprophyticus)pada pasien yang dalam pengobatan
antimikroba efektif untuk ISK

Dokter mendiagnosis sebagai ISK

Dokter memberikan terapi yang sesuai untuk ISK

d. Kriteria ISK :
1). ISK Simptomatis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini :
a).Kriteria 1 ISK simtomatis.
- Ditemukan paling sedikit satu simtom ISK (a) tanda atau gejala berikut
tanpa diketahui penyebab lain, dan
- Tes konfirmasi mayor positif (c.1)
b). Kriteria 2 ISK Simtomatis.
- Ditemukan paling sedikit dua simtom ISK (a), dan
- Satu tes konfirmasi minor positif (C.2)
c). Kriteria 3 ISK simtomatis anak usia 1 tahun.
- Ditemukan paling sedikit satu tanda ISK (b) dan
- Tes konfirmasi mayor positif (C1)
d). Kriteria 2 ISK sistomatis anak usia1 tahun.

- Ditemukan paling sidikit dua simtom ISK anak usia 1 tahun ISK (b)
- Satu tes konfirmasi minor positif (C2)
2. ISK Asimptomatik
ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut :
a. Kriteria 1 ISK Asimptomatik :

Pasien pernah memakai kateter urine dalam waktu 7 hari


sebelum biakan urine, dan

Tes konfirmasi mayor positif

Simtom ISK negative

Catatan :
-

Kultur positif dari ujung kateter tidak dapat digunakan untuk


tes diagnostik ISK.

Kultur positif dari urin yang diambil dari kantong pengumpul


urin tidak dapat digunakan untuk tes diagnostik ISK

Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan sengan tehnik


yang benar, misalnya clean catch collection untuk spesimen
urin pancar tengah, atau kateterisasi.

Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung


kemih atau aspirasi supra publik.

3) Infeksi Saluran kemih yang lain


(Ginjal,Ureter, Kandung Kemih, Uretra dan jaringan sekitar retroperitonial atau rongga
perinefrik) harus memenuhi sekurang-kurangnya satu kriteria terkait organ diatas
sebagai berikut :
a.Kriteria 1 ISK Lain :
Ditemukan kultur kuman yang positif dari cairan (selain urin)atau jaringan terinfeksi.
b.Kriteria 2 ISK lain :
Ditemukan kultur kuman yang positif dari cairan ( selain urine ) atau jaringan
terinfeksi yang ditemukan baik pada pemeriksaan langsung, selama pembedahan atau
dengan pemeriksaan histopatologis.
c. Kriteria 3 ISK lain :
Ditemukan paling sedikit dua dari tanda atau gejala sebagai berikut :
-

Demam ( > 38c )

Nyeri lokal

Nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi,dan sekurang-kurang terdapat


paling sedikit satu hal berikut :

Drainase pus dari tempat yang di curigai terinfeksi

Kuman yang tumbuh pada kultur darah sesuai dengan kuman dari tempat yang
diduga infeksi.

Terdapat bukti adanya infeksi pada pemeriksaan radiologi ( USG, CT Scan,MRI,


Radiolabel Scan ).

Diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani

Dokter yang menangani memberikan pengobatan anti mikroba yang sesuai jenis
infeksinya.

4). Kriteria 4 ISK lain pasien berumur 1 tahun :


Pada pasien di dapatkan paling sedikit satu tanda atau gejala berikut tanpa penyebab
lain :

Demam > 38C rektal

Hipotermi < 37C rektal

Apnea

Bradikardia

Letargia

Muntah-muntah, dan

sekurang-kurang terdapat sedikit satu hal berikut :

Drainase pus dari tempat yang di curigai terinfeksi.

Kuman yang tumbuh pada kultur darah sesuai dengan kuman dari tempat yang
di duga infeksi

Terdapat bukti adanya infeksi pada pemeriksaan radiologi ( USG, CT SCAN,


MRI,Radiolebel Scan ).

Diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani

Dokter yang menangani memberikan pengobatan anti mikroba yang sesuai

e. Faktor resiko ISK


Faktor resiko untuk terjadinya ISK adalah penderita yang terpasang catheter, sedang
faktor-faktor lain berkaitan dengan :

Kondisi pasien ( faktor intrisik ): komorbiditas penderita ( misalnya DM ) kondisi


penurunan daya tahan tubuh ( misalnya malnutrisi ) kondisi organik ( misalnya :
obstruksi, disfungsi kandung kemih,refluks ).

Prosedur pemasangan : tehnik pemasangan , ukuran cateter

Perawatan : Perawatan meatus uretra,jalur cateter, pengosongan kantong urine,


manipulasi ( pengambilan sampel urine).

f. Data Surveilans ISK


Populasi utama surveilans ISK adalah penderita yang terpasang kateter menetap. Datadata lain adalah data-data yang berhubungan dengan faktor risiko, data-data diagnostik
dan lama pemasangan kateter, yang nanti akan dijadikan denominator dalam perhitungan

KONFIRMASI
ISK

SIMTOM
(gejala dan Tanda) ISK

laju infeksi.

Umum

Usia <1 Tahun

Demam
Urgensi
Frekuensi
Disuria
Nyeri Supra Publik

Demam
Hipotermi
Apneu
Bradikardi
Letargia
Muntah-muntah

Kultur urin pancar


tengah :

Koloni 105/ml,dan

Jenis
kuman
Mayor
uropatogen
2spesies

ISKSSEBELUM KULTUR URIN


Simtom
Kriteria
TERPASANG
1
2
KATETER
7Umum
HARI
21
KONFIRMASI MAYOR
ISK SIMTOMATIK
ISKS
ASIMTOMATIS

Konfirmasi
YA
Mayor
Minor
1x
ISKAs

Dipstick lekosit esterase


atau nitrit positif

Piuri : Lekosit 10/mm3atau


3/LPB unspun-urine
Minor

Mikroskopis :kuman dg cat


Gram unspun-urine

2x ulangan kultur urin


kateter/pungsi supra pubik jenis
uropatogen sama koloni102/ml

Kultur urin koloni 105/ml,


uropatogen
spesies
tunggal.
Pasien
dalam
pengobatan
Simtom
antimikroba
efektifTIDAK
untuk ISK ISKS
<1 tahun
21

Diagnosis
dokter2xISK Kriteria 43

Terapi dokter ISKAs


sesuai ISK

Kriteria 1

Kultur positif dari :


Cairan non urin,
atau
Jaringan

Abses/ Tanda infeksi


:
Pengamatan
langsung,
histopatologi

Kriteria 2

Umum

Usia 1

Demam (>38C)
Nyeri Lokal
Nyeri tekan Lokal

Demam >38C
Hipotermi<37C
Apneu
Bradikardia
Letargia
Muntah-muntah

2 simtom

1 simtom

Drainase pus
Kuman kultur darah =kuman kultur local
Bukti infeksi Radiologis
Diagnosis dokter
Terapi antimikroba Dokter

Kriteria 1

Kriteria 2

Kriteria 3
ISK Lain

Kriteria 4

Gambar 10 : Diagram Alur Infeksi Saluran Kemih


Keterangan :
Tes konfirmasi merupakan tes-tes yang membantu memastikan adanya ISK.
-

Tes konfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif yang


menghasilkan jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat
kontaminasi.

Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK dengan


keakuratan yang kurang sebagai tanda adanya ISK.

Tes konfirmasi minor dapat berupa : tes-tes kultur kuantitatif dengan jumlah
koloni yang meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urine untuk melihat
adanya kemungkinan ISK tanpa melakukan kultur, dan keyakinan klinisi
berdasarkan profesionalitasnya.

Urin akiran tengah (midstream) adalah specimen urin yang diambil dengan cara
membuang aliran pertama, dan aliran pancar tengah yang akhirnya dijadikan bahan
pemeriksaan.

Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan sengan tehnik yang benar, mislanya
clean catch collection untuk spesimen urin pancar tengah atau kateterisasi.

Clean catch collection adalah tekhnik pengambilan urine pancar tengah yang terutama
diambil secara spontan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi sampel dari
flora yang biasa terdapat pada muara dan urethra sekitarnya.

Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung kemih atau aspirasi
supra pubik.

ISK lain : adalah ISK yang ,elibatkan jaringan lebih dalam dari sistem urinarius,
misalnya ginjal, ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar retroperitonial atau
rongga perinefrik.

4. Infeksi Daerah Operasi (IDO)


a. Definisi
IDO dalam istilah CDC disebut sebagai Surgical Site Infection (SSI).
Ada beberapa stadium dalam operasi, sehingga penilaian ada tidaknya IDO juga
dikelompokkan berdasarkan seberapa jauh organ atau jaringan yang dioperasi,
sehingga dikenal istilah :
1. IDO superfisial : bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit
(subkutan)
2. IDO Profunda : bila insisi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fascia dan
lapisan otot)

3. IDO Organ/ Rongga tubuh : bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai
rongga dalam tubuh.
b. Kriteria IDO
b.1. Kriteria (Surgical Site Infection/SSI)
IDO Superfisial (superficial incisional/ Surgical Site infection):
Harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi

Mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)pada tempat
insisi

Pasien sekurang-kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan


dibawah ini :
1.

Drainase bahan purulen dari insisi superficial.

2.

Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan


atau jaringan yang diambil secara aseptic dari tempat insisi superficial.

3.

sekurang-kurangnya terdapat :
-

satu tanda atau gejala infeksi sebagai berikut : satu tanda atau gejala
infeksi sebagai berikut : rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir,
kemerahan, atau hangat pada perabaan.

Insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr.bedah dan hasil biakan
positif atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak
memenuhi kriteria ini.

4. Diagnosis IDO superfisial oleh dokter bedah atau dokter yang menangani
pasien tersebut.
Terdapat 2 tipe spesifik IDO superficial, yaitu :
1. Superficial incisional primary (SIP) :
Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani tindakan
operasi melalui satu atau lebih insisi (contoh insisi pada operasi Cesar atau insisi
pada dada dalam operasi bypass arteri coroner).
2. Superficial incisional secondary (SIS) :
Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani tindakan
melalui lebih dari satu insisi (contoh insisi pada donor (biasanya pada kaki) untuk
CBGB).
CBGB : Coronary bypass with chest and donor incisions.
Petunjuk pencatatan/ pelaporan IDO Superfisial :
- Jangan melaporkan stitch abscess(inflamasi minimal dan adanya keluar cairan
(discharge)pada tempat penetrasi/ tusukan jarum atau tempat jahitan) sebagai suatu
infeksi

- Jangan melaporkan infeksi luka yang terlokalisir (localized stab wound infection)
sebagai IDO, sebaiknya dilaporkan sebagai infeksi kulit (SKIN) atau infeksi jaringan
lunak (ST), tergantung dari kedalamannya infeksi.
- Laporkan infeksi pada tindakan sirkumsisi pada bayi baru lahir sebagai CIRC.
Sirkumsisi tidak termasuk kedalam prosedur operasi pada NHSN
- Laporkan infeksi pada luka bakar sebagai BURN
- Bila infeksi pada tempat insisi mengenai atau melanjutsampai ke fascia dan jaringan
otot, laporkan sebagai IDO profunda(deep incisional SSI)
- Apabila infeksi memenuhi kriteria sebagai IDO superficial dan IDO profunda
klasifikasikan sebagai IDO profunda.
b.2. Kriteria IDO ( Deep incisional Surgical Site Infection ) :
- Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa
pemasangan implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan pemasangan
implant dan infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur operasi dan
- Mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fascia dan lapisan otot) pada tempat insisi
dan
- pasien sekurang-kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan dibawah ini :

Drainase purulen dari jaringan lunak dalam tetapi bukan dari organ atau rongga
dalam pada tempat operasi.

Tempat insisi dalam mengalamidehiscement secara spontan atau terpaksa dibuka


oleh dokter bedah dan hasil biakan positif atau tidak dilakukan biakan kuman
apabila pasien mempunyai sekurang-kurangnya satu tanda atau gejala sebagai
berikut : febris (>38C), atau nyeri yang terlokalisir. Hasil biakan yang negatif tidak
termasuk dalam kriteria ini.

Abscess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai insisi dalam yang
ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung, selama re-operasi, atau berdasarkan
hasil pemeriksaan histopatologi(PA) atau radiologi.

Diagnosis IDO profunda oleh dokter bedah atau dokter yang menangani pasien
tersebut.

Catatan :
Yang dimaksud dengan implant adalah setiap benda, bahan atau jaringan yang berasal
bukan dari manusia (seperti katup jantung prostesa,cangkok pembuluh darah yang bukan
berasal dari manusia, jantung buatan(mekanik) atau prostesa tulang panggul) yang
ditempatkan pada tubuh pasien secara permanen dalam suatu tindakan operasi dan tidak
dimanupulasi secara rutin baik untuk kepentingan diagnostik maupun untuk keperluan
terapi.
Terdapat 2 tipe spesifik IDO profunda, yaitu :
1. Deep incisional primary (DIP) :

Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani tindakan
operasi melalui satu atau lebih insisi ( contoh insisi pada operasi Cesar atau insisi
pada dada dalam operasi bypass arteri coroner)
2. Deep incisional secondary (DIS) :
Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani tindakan
melalui lebih dari satu insisi (contoh insisi pada donor (biasanya pada kaki) untuk
CBGB).
Petunjuk pencatatan / pelaporan IDO Profunda :
Apabila infeksi memenuhi kriteria sebagai ILO superficial dan ILO profunda klasifikasikan
sebagai IDO profunda.
b.3. Kriteria IDO Organ / rongga tubuh (Organ /Space SSI)
- Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa
pemasangan implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan pemasangan implant
dan infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur operasi dan.
- infeksi mengenai semua bagian dari tubuh, kecuali insisi kulit, fascia dan lapisan otot
yang sengaja dibuka atau dimanupulasi selama prosedur/ tindakan dan
- pasien sekurang-kurangnya mempunyai / memenuhi salah satu keadaan dibawah ini :

Drainase purulen dari suatu drain yang dipasang melalui stab wound kedalam
organ/ rongga tubuh.

Dapat diisolasikan kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang diambil
secara aseptic dari organ/ rongga tubuh.

Abscess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai organ/ rongga
tubuh yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung, selama reoperasi, atau
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau radiologi.

Diagnosis IDO organ/ rongga tubuh oleh dokter bedah atau dokter yang menangani
pasien tersebut.

Petunjuk pencatatan/ pelaporan IDO Organ/ Rongga Tubuh :

Organ atau rongga tubuh meliputi semua bagian/ organ tubuh manusia kecuali
kulit, fascia atau lapisan otot, yang sengaja dibuka atau dimanupulasi selama
tindakan operasi. Tempat atau nama organ tubuh yang spesifikasi harus
dicantumkan pada IDO organ/ rongga tubuh untuk mengidentifikasikan tempat
terjadinya infeksi.

Secara spesifik tempat terjadinya infeksi harus dicantumkan dalam pelaporan IDO
organ/ rongga tubuh (lihat juga kriteria untuk tempat tersebut ) sebagai contoh,
pada tindakan apendektomi yang kemudian terjadi abses sub-diafragma, akan
dilaporkan sebagai IDO organ/ rongga tubuh dengan tempat spesifiknya padaintraabdominal(IDO-IAB)

Daftar nama organ spesifik yang digunakan dalam pencatatan/ pelaporan untuk

IDO organ/ rongga tubuh : secara spesifik tempat terjadinya infeksi harus
dicantumkan dalam pelaporan IDO Organ/ Rongga tubuh (lihat juga kriteria untuk
tempat tersebut ):
-

BONE

- LUN

- BRST

- MED

-CARD

- MEN

DISC

- ORAL

- EAR

- OREP

- MET

- OUTI

ENDO

- SA

- EYE

- SINU

- GIT

- UR

IAB

- VASC

- IC

- VCUF

- JNT

Biasanya Infeksi organ/ rongga tubuh keluar (drains) melalui tempat insisi. Infeksi

tersebut umumnya tidak memerlukan re-operasi dan dianggap sebagai komplikasi


dari insisi, sehingga keadaan tersebut harus dikualifikasikan sebagai suatu IDO
profunda.
c. Faktor resiko IDO
Faktor risiko terjadinya IDO dapat berasal dari :

Kondisi pasien sendiri, misalnya : usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score,
karier MRSA, lama rawat pra-operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan.

Prosedur operasi : cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan antibiotik


profilaksis, lamanya operasi, tindakan lebih dari 1 jenis benda asing, transfusi
darah, mandi sebelum operasi, operasi emergensi, drain.

Jenis operasi : operasi bersih, operasi bersih terkontaminasi, operasi kotor

Perawatan paska infeksi : tempat perawatan, tindakan-tindakan keperawatan


( pergantian verban ) lama perawatan.

30 hari post operasi, atau


1 tahun bila ada pemasangan implant

Simtom
(Tanda-Gejala)

Waktu
kejadian

30 hari post operasi

1 simtom
a. Drainase purulen
b. Kultur cairan/ jaringan +
c. Abscess atau bukti infeksi lain : pengamatan
langsung, laboratorium, histopatologi dsb
d. Diagnosis dokter

Jaringan
Yang Terlibat

e. Insisi membuka spontan


atau sengaja dibuka dr.
bedah, kultur+ atau tidak
dilakukan kultur dan 1
tanda radang

e. insisi dehisces
spontan atau sengaja
dibuka oleh dr. bedah
hasil biakan positif
atau tidak dilakukan
biakan dan nyeri local
atau demam

Kulit
Jaringan subkutan

Jaringan lunak
profunda :
Fascia Otot

Jenis ILO

ILO SUPERFISIAL

Operasi membuka
kulit, otot dan fascia
sampai mencapai
rongga/ organ tubuh

ILO PROFUNDA

ILO ORGAN/
RONGGA

Gambar 12 : Diagram Alur Infeksi Daerah Operasi


Keterangan :

Bukti lain terjadinya IDO dapat berupa temuan langsung, selama re-operasi, atau
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau radiologi

5. Infeksi Penyakit Lainnya


5.1. Phlebitis
a. Definisi
phlebitis dalam klasifikasi HAIs oleh CDC, dikelompokkan dalam CVS-VASC
( Arterial or venous infection)
b. Kriteria Phlebitis
Infeksi arteri atau vena harus memenuhi minimal 1 dari kriteria berikut :
1). Hasil Kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi
2). Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau
berdasarkan bukti histopatologik.

3). Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut, tanpa diketemukan
penyebab lainnya :

Demam (>38C), sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang terlibat, dan

Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskuler tumbuh>15 koloni


mikroba, dan

Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif

4). Adanya aliran nanah pada vaskuler yang terlibat.


5). Untuk Pasien 1tahun, minimal, mempunyai 1 gejala dan tanda berikut, tanpa
diketemukan penyebab lainnya :

Demam (>38C rektal), hipotermi(<37Crektal), apneu, bradikardi, letergi


atau sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang terliba, dan

Kultur semikulantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni


mikroba, dan

Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.

c. Petunjuk Pelaporan

Infeksi dari tranplantasi arteri-vena, shunt, atau fistula atau lokasi kanulasi
vaskuler sebagai CVS-VASC tanpa adanya hasil kultur dari darah

Infeksi intravaskuler dengan hasil kultur darah positif, dilaporkan sebagai IADP.

5.2. Infeksi Dekunitus


a. Kriteria Infeksi dekubitus :
Infeksi dekubitus harus mempunyai 2 gejala dan tanda berikut, yang tidak diketahui
penyebab lainnya : kemerahan, sakit, atau pembengkakan di tepih luka dekubitus, dan

Minimal ditemukan 1 dari bukti berikut :


o Hasil kultur positif dari cairan atau jaringan yang diambil secara benar
o Hasil kultur darah positif.

Keterangan :
- adanya cairan purulen semata, belum cukup sebagai bukti infeksi
- kultur positif dari permukaan dekubitus belum cukup sebagai bukti infeksi.
Spesimen kultur yang berupa cairan harus diambil dari bagian dalam luka
dekubitus dengan menggunakan jarum aspirasi. Spesimen jaringan diambil
dengan cara biospy tepian ulkus.
E. MANAJEMEN SURVEILANS
1. Identifikasi Kasus
Surveilans yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Kabupaten Karawang adalah
surveilans aktif yaitu kegiatan yang secara khusus dilakukan untuk mencari kasus IRS

oleh orang-orang yang telah terlatih dan hampir selalu Komite/Tim PPI tersebut
mencari data dari berbagai sumber untuk mengumpulkan informasi dan memutuskan
apakah terjadi IRS atau tidak. Juga kasus IRS didapatkan berdasarkan klinis pasien
atau temuan laboratorium dengan menelaah faktor resiko, memantau prosedur
perawatan pasien yang terkait dengan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian
infeksi. Dalam hal ini diperlukan pengamatan langsung diruang perawtan dan diskusi
dengan dokter atau perawat yang merawat.
Surveilans yang berdasarkan pada temuan laboratorium, semata-mata didasarkan atas
hasil pemeriksaan laboratorium atas sediaan klinik. Oleh karena itu infeksi yang tidak
dikultur yaitu yang didiagnosis secara klinik (berdasarkan gejala dan tanda klinik)
saja, seperti spesis dapat terlewatkan, sementara hasil biakan positif tanpa konfirmasi
klinik dapat secara salah diinterprestasikan sebagai IRS (misalnya hasil positif hanya
merupakan kolonisasi dan bukan infeksi).
Surveilans prospektif juga dilakukan pada pasien operasi yaitu dengan pemantauan
setiap pasien selama dirawat di rumah sakit dan untuk pasien operasi sampai setelah
pasien pulang (satu bulan untuk operasi implant dan satu tahun jika ada pemasangan
implant). Saat kontrol ke poliklinik.
Keuntungan yang paling utama pada surveilans prospektif adalah :
a. Dapat langsung menentukan kluster dari infeksi
b. Adanya kunjungan Komite/Tim PPI di Ruang Perawatan
c. Memungkinkan analisis data berdasarkan waktu dan dapat memberikan umpan
balik.
Kelemahannya adalah memerlukan sumber daya yang lebih besar dibandingkan
surveilans retrospektif.

2.

Pengumpulan dan Pencatatan Data


Pengumpulan dan pencatatan data dilakukan oleh tim PPI Rumah Sakit Umum
Kabupaten Karawang dan Pelaksanaannya dilakukan oleh IPCN yang dibantu IPCLN.
Surveilans IRS difokuskan pada IRS IADP, ILO,VAP dan ISK diruang pelayanan
yaitu diperioritaskan di Ruang ICU, Perawatan Bedah, NICU, Perawatan Kebidanan
dan Kandungan. Pelaksanaanya Komite/ TimPPI harus memiliki akses yang luas atas
sumber data serta perlu mendapatkan kerjasama dari semua bagian/ unit di Rumah
Sakit, agar dapat melaksanakan surveilans dengan baik atau melaksanakan
penyelidikan suatu KLB.

Sumber dari dokter, perawat, pasien mauoun keluarga pasien, dari farmasi, catatan
medik, catatan perawat, untuk mengingatkan Komite/ Tim PPI kepada suatu infeksi
baru dan juga mencari rujukan mengenai cara pencegahan dan pengendaliannya.
a. Pengumpulan Data Numerator
1). Pengumpulan Data
Pengumpulan numerator data dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya IPCLN
yang sudah dilatih atau dengan melihat program otomatis dari database elektronik,
tetapi tetap IPCN atau seorang IPCO ( Infection Prevention Control Officer) atau
IPCD ( Infection Prevention Control Doctor ) yang membuat keputusan final
tentang adanya IRS berdasarkan kriteria yang dipakai untuk menentukan adanya
IRS.
2). Jenis Data Numerator yang Dikumpulkan
Data demografik : nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor catatan medik,
tanggal masuk RS
Infeksi : tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi ruang perawatan saat infeksi
muncl pertama kali.
Faktor Resiko : alat, prosedur, faktor lain yang berhubungan dengan IRS
Data Laboratorium : Jenis mikroba, antibiogram serologi, patologi
Data Radiology/ imaging : X-ray, CT scan, MRI, dsb.
3). Sumber data Numerator
a) Catatan masuk/ keluar/ pindah rawat, catatan laboratorium mikrobiologi
b). Mendatangi bangsal pasien untuk mengamati dan berdiskusi dengan
perawat.
c). Data-data pasien (catatan kertas atau komputer) untuk kinfirmasi kasus:

Hasil Laboratorium dan radiologi/ imaging

Catatan perawat dan dokter dan konsulan

Diagnosis saat masuk RS

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik

Catatan diagnostik dan intervensi bedah

Catatn suhu

Informasi pemberian antibiotik

d). Untuk kasus SSI post-discharge, sumber data termasuk catatan dari
klinik bedah, catatan dokter, departemen emergensi.
4). Bagaimana IPCO mengumpulkan data numerator
a). Amati catatan masuk/ keluar/ pindah rawat pasien-pasien yang masuk
dengan infeksi, tempatkan mereka pada kelompok risiko mendapatkan
IRS.

b). Review laporan laboratorium untuk melihat pasien yang


kemungkinan terinfeksi ( misalnya kultur positif mikrobiologi, temuan
patologi

dan

bicarakan

dengan

personil

laboratorium

untuk

mengidentifikasi pasien yang kemungkinan terinfeksi dan untuk


mengidentifikasi kluster infeksi, khususnya pada area yang tidak
dijadikan target rutin surveilans IRS.
c).

Selama

melakukan

surveilans

keruangan,

amati

lembur

pengumpulan data, catatan suhu, lembar pemberian antibiotik, dan


catatan medis pasien; bicara dengan perawat dan dokter untuk mencoba
mengidentifikasi pasien-pasien yang kemungkinan terinfeksi.
d). Lakukan review data pasien yang dicurigai terkena IRS : review
perjalanan penyakit yang dibuat oleh dokter dan perawat, data
laboratorium, laporan radiologi/ imaging, laporan operasi, dsb. Bila data
elektronik ada, review dapat dilakukan melalui komputer, tetapi keliling
ruangan tetap penting untuk surveilans, pencegahan, dan kontrol
aktivitas.
e). Reviewjuga dilakukan dari sumber kumpulan data lengkap IRS.
b. Pengumpulan Data Denominator
1) Pengumpulan data denominator
Pengumpulan denominator data dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya
IPCLN yang sudah dilatih. Data juga dapat diperoleh, asalkan data ini secara
substansial tidak berbeda denngan data yang dikumpulkan secara manual.
2) Jenis data denominator yang dikumpulkan
a. jumlah populasi pasien yang berisiko terkena IRS
b. untuk data laju densitas insiden IRS yang berhubungan dengan alat :
catatan harian jumlah total pasien dan jumlah total hari pemasangan alat
( ventilator, central Line, and kateter urin ) pada area yang dilakukan
surveilans. Jumlahkan hitungan harian ini pada akhir periode surveilans
untuk digunakan sebagai denominator.
c. Untuk laju SSI atau untuk mengetahui indek risiko : catat informasi
untuk prosedur operasi yang dipilih untuk surveilans (misal : jenis
prosedur, tanggal, faktor risiko dsb)
3). Sumber data denominator
a. untuk laju densitas insiden yang berhubungan dengan alat : datangi area
perawatan pasien untuk mendapatkan hitungan harian dari jumlah pasien yang
datang danb jumlah pasien yang terpasang alat yang umumnya berhubungan
dengan kejadian IRS ( misal : sentral line , ventilator, atau kateter menetap).

b. untuk laju SSI : dapatkan data rinci saat operasi dari log kamar operasi untuk
msaing-masing prosedur operasi.
4). Bagaimana ICP mengimpulkan data denominator
a. Untuk laju densitas yang berhubungan dengan alat : catatan harian jumlah
pasien yang datang dan jumlah pasien yang terpasang masing-masing alat.
b. Untuk laju SSI : dapatkan data rinci dari log kamar operasi dan data-data
pasien yang diperlukan.
c. Perhitungan
1) Numerator
Angka kejadian infeksi dan perlu data untuk dicatat
Terdapat tiga kategori yang perlu dicatat atas seorang pasien dengan IRS,
yaitu : data demografi, infeksinya sendiri dan data laboratorium.
2) Denominator
Data yang perlu dicatat
Denominator dari infection rates adalah tabulasi dari data pada kelompok
pasien yang memiliki risiko untuk mendapat infeksi :

Jumlah pasien dan jumlah hari rawat pasien,

Jumlah hari pemakaian ventilator,

Jumlah total hari pemakaian kateter vena sentral dan

Jumlah hari pemakaian kateter urin menetap

3) Pencatatan Data
Metode yang dipakai dalam surveilans IRS ini adalah metode target
surveilans aktif dengan melakukan kunjungan lapangan (bangsal).
Dilakukan identifikasi keadaan klinik pasein ada tindakannya tanda-tanda
infeksi dan factor-factor risiko terjadinya infeksi bila ditemukan tanda-tanda
infeksi dan faktor-faktor risiko dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai
pemeriksaan penunjang. Kalau kegiatan penemuan kasus dengan mengakses
data dari meja kerjanya.
Biasanya, penemuan kasus dimulai dengan menelusuri daftar pasien baru
masuk dengan infeksi maupun tidak infeksi(baik infeksi komunitas maupun
IRS pada perawatan sebelumnya) dan pasien-pasien yang mempunyai risiko
untuk mendapatkan IRS seperti pasien diabetes atau pasien dengan penyakit
imunosupresi kuat. Selanjutnya, mengunjungi laboratorium untuk melihat
laporan biakan mikrobiologi. Hal ini dapat membantu Komite / Tim PPI
menentukan pasien mana yang perlu ditelaah lebih lanjut. Dibangsal
melakukan observasi klinis pasien laporan keperawatan, grafik suhu, lembar
pemberian antiboitik. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dapat
melakukan wawancara dengan dokter, perawta dan pasien maupun
keluarganya. Kunjungan rutin ke bangsal dan laboratorium ini memberi

kesempatan kepada Komite/ Tim PPI untuk mengadakan kontak langsung


dengan petugas perawatan atau Laboratorium, untuk mendapat gambaran
adanya IRS serta gambaran penerapan keadaan umum pada saat itu serta
memberikan

bimbingan

langsung pendidikan (on-the-sport) tentang

pencegahan dan pengendalian infeksi pada umumnya atau Kewaspadaan


Standar pada khususnya.
4). Sumber data dan tekhnik pengumpulan Data
Sumber Data :
a. Catatan Medis/ catatan perawat
b. Catatan Hasil pemeriksaan penunjang (Laboratorium dan Radiologi)
c. Pasien/ Keluarga Pasien
d. Farmasi
e. Rekam Medik
Tekhnik pengumpulan Data :
a. Pengumpulan data denominator dan numerator dilakukan oleh IPCN
yang dibantu ileh IPCLN.
b. Data denominator dikumpulkan setiap hari, yaitu jumlah pasien, jumlah
pemakaian alat-alat kesehatan (kateter urine menetap, ventilasi mekanik,
kateter vena central, kateter vena perifer) dan jumlah kasus operasi.
c. Data numerator dikumpulkan bila ada kasus baru infeksi seperti infeksi
saluran kemih (ISK), infeksi aliran darah primer (IADP), pneumonia
baik yang terpasang dengan ventilator maupun tidak terpasang dengan
ventilator, Infeksi Daerah operasi (IDO).

Jumlah Kasus ISK


Insiden rate ISK = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter urine menetap

Jumlah Kasus IADP


Insiden rate IADP = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter vena sentral

Jumlah Kasus pneumonia


Insiden rate HAP = ________________________________________________X1000
Jumlah lama hari rawat

Jumlah Kasus VAP


Insiden rate VAP = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian ETT

Jumlah Kasus IDO


Insiden rate ILO = ________________________________________________X100
Jumlah kasus Operasi

Jumlah Kasus Plebitis


Insiden rate Plebitis = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter perifer

Jumlah Kasus Dekubitus


Insiden rate Dekubitus = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama tirah baring

3. Analisis Data
Menentukan dan menghitung laju.
Laju adalah suatu probabilitas suatu kejadian.
Biasa dinyatakan dalam formula sebagai berikut :
X = numerator, adalah jumlah kali kejadian selama kurun waktu tertentu
Y = denominator, adalah jumlah populasi darimana kelompok yang mengalami
kejadian tersebut berasal selama kurun waktu yang sama.
K = angka bulat yang dapat membantu angka laju dapat mudah dibaca (100,1000
atau 10.000).

Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator sehingga laju
tersebut mempunyai arti.
Ada tiga macam laju yang dipakai dalam surveilans IRS atau surveilans lainnya,
yaitu incidence, prevalence dan incidence density.
1. Incidence
Adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu kelompok
populasi tertentu dalam kurun waktu tertentu pula.
Didalam surveilans IRS maka incidence adalah jumlah kasus IRS baru dalam
kurun waktu tertentu dibagi oleh jumlah pasien dengan resiko untuk
mendapatkan IRS yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.
2. Prevalence
Adalah jumlah total kasus baik baru maupun lama suatu kelompok populasi
dalam satu kurun waktu tertentu (period prevalence) atau dalam satu waktu
tertentu ( point prevalence).
Point prevalence nosokomial rates adalah jumlah kasus IRS yang dapat dibagi
dengan jumlah pasien dalam survei.
Rhame menyatakan hubungan antara incidence dan prevalence adalah sebagai
berikut:
I

= Incidence rates

= Prevalence rates

LA

= Nilai rata-rata dari lama rawat semua pasien

LN

= Nilai rata-rata dari lama rawat pasien yang mengalami satu atau
lebih IRS

INTN

= Interval rata-rata antara waktu masuk rumah sakit dan hari pertama
terjadinya IRS

Pada pasien-pasien yang mengalami satu atau lebih IRS tersebut.


Dalam penerapan dirumah sakit maka prevalence rates selalu memberikan over
estimate untuk resiko infeksi oleh karena lama rawat dari pasien yang tidak
mendapat IRS biasanya lebih pendek dari lama rawat pasien dengan IRS.
Hal ini dapat lebih mudah dilihat dengan menata ulang formula sebagai berikut :
Dimana prevalence sama dengan incidence dikali Lama Infeksi
3. Incidence Density
Adalah rata-rata instant dimana infeksi terjadi, relatif terhadap besaran populasi
yang bebas infeksi. Incidence density diukur dalam satuan jumlah kasus penyakit
per satuan orang per satuan waktu.
Contoh populer dari Incidence Density Rates (IDR) yang sering dipakai dirumah
sakit adalah jumlah IRS per 1000 pasien/ hari.
Incidence density sangat berguna terutama pada keadaan sebagai berikut :

a. Sangat berguna bila laju infeksinya merupakan fungsi linier dari waktu
panjang yang dialami pasien terhadap faktor risiko (misalnya semakin lama
pasien terpajan, semakin besar risiko mendapat infeksi).
Contoh incidence density rate (IDR):
Jumlah kasus ISK/ jumlah hari pemasangan kateter.
Lebih baik daripada Incidence Rate (IR) dibawah ini
Jumlah ISK jumlah pasien yang terpasang kateter urin.
Oleh karena itu IDR dapat mengontrol lamanya pasien terpajan oleh faktor
risikonya (dalam hal ini pemasangan kateter urin) yang berhubungan secara
linier dengan risiko infeksi.
b. Jenis laju lain yang sering digunakan adalah Atack Rate (AR) yaitu suatu
bentuk khusus dari incidence rate. Biasanya dinyatakan dengan persen (%)
dimana k= 100 dan digunakan hanya pada KLB IRS yang mana pajanan
terhadap suatu populasi tertentu terjadi dalam waktu pendek.
Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita hampir
separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga dibutuhkan penuh waktu (full time). Dalam
hal ini bantuan komputer akan sangat membantu, terutama akan meningkatkan efisien pada
saat analisis. Besarnya data yang harus dikumpulkan dan kompleksitas cara analisisnya
merupakan alasan mutlak untuk menggunakan fasilitas komputer, meski dirumah sakit
kecil sekalipun. Lagi pula sistem surveilans tidak hanya berhadapan dengan masalah pada
waktu sekarang saja, tetapi juga harus mengantisipasi tantangan di masa depan.
Dalam penggunaan komputer tersebut ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan,
yaitu :
1. memilih sistem komputer yang akan dipakai, komputer mainframe atau komputer
mikro. Komputer mainframe bekerja jauh lebih cepat, memuat data jauh lebih besar.
Dan memiliki jaringan yang dapat diakses diseluruh area rumah sakit. Semua data
pasien seperti sensus pasien, hasil laboratorium dan sebagainya, dapat dikirim
secara elektronik. Namun harus diingat bahwa komputer mainframe adalah cukup
mahal baik pembelian maupun operasionalnya. Tidak setiap orang dapat
menggunakannya dan memerlukan pelatihan yang insentif. Software untuk program
pencegahan dan pengendalian IRS bagi komputer mainframe sampai saat ini masih
terbatas. Mikrokomputer jauh lebih murah dan lebih mudah dioperasikannya oleh
setiap petugas.
2. Mencari software yang sudah tersedia dan memilih yang digunakan.
Pemilihan software harus dilakukan hati-hati dengan mempertimbangkan maksud
dan tujuan dari surveilans yang akan dilaksanakan diRumah Sakit.
4. Evaluasi, Rekomendasi dan Diseminasi
Hasil

Surveilans

dapat

digunakan

untuk

mengevaluasi

pelaksanaan

program

pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit (PPIRS) dalam satu waktu tertentu.

Memperbandingkan Laju Infeksi Diantara Kelompok Pasien Denominator dari suatu


laju Infeksi Diantara Kelompok Pasien
Denominator dari suatu laju (rate) harus menggambarkan populasi at.risk. Dalam
membandingkan laju antar kelompok pasien didalam suatu rumah sakit, maka laju
tersebut harus disesuaikan terlebih dahulu terhadap faktor risiko yang berpengaruh besar
akan terjadinya infeksi. Kerentanan pasien untuk terinfeksi sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor risiko tertentu, seperti karakteristik pasien dan pajanan.
Faktor risiko ini secara garis besar dibagi menjadi 2 kategori yaitu faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik.
1. faktor intrinsik adalah faktor yang melekat pada pasien seperti penyakit yang
mendasari dan ketuaan. Mengidentifikasi faktor risiko ini perlu dilakukan dengan
mengelompokkan pasien dengan kondisi yang sama (distratifiksi).
2. Faktor ekstrinsik adalah yang lebih berhubungan dengan petugas pelayanan atau
perawatan (perilaku petugas diseluruh rumah sakit ).
Meskkipun hampir semua faktor ekstrinsik memberikan risiko IRS, namun yang
lebih banyak peranannya adalah jenis intervensi medis yang berisiko tinggi, seperti
tindakan invasif, tindakan operatif atau pemasangan alat invasif. Banyak alasan
yang dapat dikemukakan mengapa pasien yang memiliki penyakit lebih berat yang
meningkat kerentanannya. Alat tersebut merupakan jembatan bagi masuknya kuman
penyakit dari bagian tubuh yang satu kedalam bagian tubuh yang lain dari pasien.
Risiko untuk mendapat infeksi luka operasi (ILO), berkaitan dengan beberapa
faktor,. Diantaranya, yang terpenting adalah bagaimana prosedur operasi
dilaksanakan, tingkat kontaminasi mikroorganisme ditempat operasi, lama operasi
dan faktor intrinsik pasien. Oleh karena faktor-faktor tersebut tidak dapat
dieliminasi maka angka ILO disesuaikan terhadap faktor-faktor tersebut.
Demikian pula halnya dengan jenis laju yang lain, apabila akan diperbandingkan
maka harus diingat faktor-faktor mana yang harus disesuaikan agar perbandinganya
menjadi bermakna.
Memperbandingkan Laju Infeksi dengan populasi pasien
Rumah Sakit dapat menggunakan data surveilans IRS untuk menelaah program
pencegahan dan pengendalian IRS dengan membandingkan angka laju IRS dari dua
ICU atau dapat pula menggunakan laju IRS dengan angka eksternal (benchmark
rates) rumah sakit atau dengan mengamati perubahan angka menurut waktu di
rumah sakit itu sendiri.
Meskipun angka laju infeksi telah mengalami penyesuaian dan melalui uji
kemaknaan namun interprestasi dari angka-angka tersebut harus dilakukan secara
hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan. Banyak yang mengaggap bahwa angka laju
infeksi dirumah sakit itu mencerminkan kebersihan dan kegagalan dari petugas

pelayanan/ perawatan pasien atau fasilitas pelayanan kesehatan dalam upaya


pencegahan dan pengendalian IRS.
Meskipun ada benarnya, masih banyak faktor yang mempengaruhi adanya
perbedaan angka tersebut.
Pertama, definisi yang dipakai atau teknik dalam surveilans tidak seragam abtara
rumah sakit atau tidak dipakai secra konsisten dari waktu kewaktu meskipun dari
sarana yang sama. Hal ini menimbilkan variasi dari sensitifitas dan spesifikasi
penemuan kasusnya.
Kedua, tidak lengkapnya informasi klinik atau bukti-bukti laboratorium yang
tertulis di catatan medik pasien memberi dampak yang serius terhadap validitas dan
utilitas dari angka laju IRS yang dihasilkan.
Ketiga, angka tidak disesuaikan terhadap faktor resiko intrinsik. Faktor risiko ini
sangat penting artinya dalam mendapatkan suatu IRS, namun sering kali lolos dari
pengamatan dan sangat bervariasi dari Rumah Sakityang satu ke Rumah Sakit yang
lain.

Sebagai

contoh,

di

rumah

sakit

yang

memiliki

pasien

dengan

immunocompromised diharapkan memiliki faktor risiko intrinsik yang lebih besar


daripada rumah sakit yang tidak memiliki karakteristik pasien seperti itu.
Keempat, jumlah population at risk (misalnya jumlah pasien masuk/ pulang jumlah
hari rawat, atau jumlah operasi) mungkin tidak cukup besar untuk menghitung
angka laju IRS yang sesungguhnya di Rumah Sakit tersebut..
Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol semua faktor tersebut diatas, namun
harus disadari pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap angka laju infeksi serta
memoertimbangkan hal tersebut pada saat membuat interprestasi.
Memeriksa Kelayakan dan Kelayakan Peralatan Pelayanan Medis
Utilisasi alat ( Device Utilization=DU ) didefinisikan sebagai berikut :
hari pemakaian alat
DU=
hari rawat pasien
Di ICU anak dan dewasa maka jumlah hari pemakaian alat terdiri dari jumlah total dari hari
npemakaian ventilator, jumlah hari pemasangan kateter urin. DU suatu ICU merupakan
salah satu cara mengukur tingkat penerapan tindakan invasif yang memberikan faktor
resiko intrinsik bagi IRS. Maka DU dapat dipakai sebagai tanda berat ringannya pasien
yang dirawat diunit tersebut, yaitu pasien rentan secara intrinsik terhadap infeksi. DU tidak

berhubungan dengan laju infeksi (infection rate) yang berkaitan dengan pemakaian alat,
jumlah hari pemakaian.
Perhatian Komite/ Tim Ppi tidak hanya terpaku pada laju infeksi dirumah sakit.
Sehubungan dengan mutu pelayanan/ perawatan maka harus dipertanyakan tentang :
apakah pajanan pasien terhadap tindakan invasif yang meningkat risiko IRS telah
diminimalkan ? peningkatan angka DU di ICU memerlukan penelitian lebih lanjut. Untuk
pasien yang mengalami tindakan operatif tertentu, maka distribusi pasien mengenai
kategori risikonya sangat bermanfaat. Misalnya, untuk membantu menentukan kelayakan
intervensi yang diberikan. Meneliti kelayakan suatu intervensi juga membantu menentukan
apakah pajanan telah diminalkan.
Pelaporan
Laporan sebaiknya sistematik, tepat waktu, informatif. Data dapat disajikan dalam berbagai
bentuk, yang penting mudah dianalisa dan di interprestasi. Penyajian data harus jelas,
sederhana, dapat dijelaskan diri sendiri. Bisa dibuat dalam bentuk table, grafik, pie.
Pelaporan dengan narasi singkat.
Tujuan untuk :

Memperlihatkan pola IRS dan perubahan yang terjadi (trend)

Memudahkan analisis dan interprestasi data

Laporan dibuat secara periodik, setiap bulan, triwulan, semester, tahunan.

Desiminasi
Surveilans didesininasikan kepada yang berkepentingan untuk melaksanakan pencegahan
dan pengendalian infeksi. Oleh sebab itu hasil surveilans angka infeksi harus disampaikan
keseluruh anggota komite, direktur rumah sakit, ruangan atau unit terkait secara
berkesinambungan. Disamping itu juga perlu didesiminasikan kepada kepala unit terkait
dan penanggung jawab ruangan beserta stafnya berikut rekomendasinya.
Oleh karena itu mengandung hal yang sangat sensitif, maka data yang dapat mengarah
kepasien atau perawatan harus benar-benar terjaga kerahasiaannya. Dibeberapa negara data
seperti ini bersifat rahasia. Data seperti ini tidak digunakan memberikan sanksi tetapi hanya
digunakan untuk tujuan perbaikan mutu pelayanan.
Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian IRS. Laporan didesiminasikan secara periodik bulanan,

triwulan, tahunan. Bentuk, penyampaian dapat secara lisan dalam pertemuan, tertulis,
papan buletin.
Sudah selayaknya Komite/ Tim PPI menyajikan data surveilans dalam bentuk satandar
yang menarik yaitu berupa laporan narasi singkat ( rangkuman), tabel, grafik kepada
Komite/ Tim PPI Analisis yang mendalam dari numerator dapat dilaksanakan untuk
memberikan gambaran epidemiologinya, termasuk kuman patogen dan faktor risikonya.

Tabel 7. dibawah ini menggambarkan hubungan unsur-unsur metode surveilans terhadap


Laju Infeksi Rumah Sakit.
UNSUR

POPULASI

TEMPAT

DATA

LAJU/

SURVEILANS

AT RISK

INFEKSI

DENOMINAT

RATIO

OR
Data Yang
diperlukan
Surveilans

Semua pasien yang Semua

Komprehensif

memenuhi kriteria infeksi dan tanggal 1.pasien masuk masuk atau keluar :
masuk
surveilans

temoat Jumlah :

Laju

dalam infeksi dalam bulan atau keluar dari


yang sama

setiap

aplikasi

surveilans
2.

persalinan

normal

setiap

1.

100pasien
secara

keseluruhan
2.spesifikasi bagi tempat
tertentu
3.spesifikasi

tempat

3.

operator

caesar

pelayanan.
Laju per 100 persalinan
normal

Rawat Intensif

Semua pasien di Semua

laju

per

100

operasi caesar.
1.Angka infeksi ICU secara

tempat 1.pasien

ruang rawat intensif infeksi dan tanggal 2. hari rawat

umum per 100 pasien atau

yang terpilih ikut infeksi dalam bulan 3. hari insersi 1000 pasien/ hari.
pasien sampai 48 yang sama

kateter urin

2. Angka ISJ Rumah Sakit

jam setelah pulang

4.insersi

yang poer 1000hari insersi

ventilator

kateter.

5.pasien pada 3.Angka spsis untuk setiap


tanggal 1 bulan 1000hari
itu

dan

pada central line

tanggal 1 bulan 4.
berikutnya
6.hari
semua

pemasangan

Angka

Rumah

Pneumonia

sakit

rawat ventilator

insersi

1000hariinsersi

pasien disetiap ICU.

yang ada pada Ratio pemakaian alat :


tanggal 1 bulan 1.Umum
itu

dan

pada 2.Central Line

tanggal 1 bulan 3.Ventilator kateter urin.


berikutnya.
Ruang

Rawat Semua bayi dengan Semua jenis IRS Data

Jumlah bayi risiko per 100

bayi

resiko perawatan

pasien

tinggi

tingkat dengan

III

inkubasinya

,masa dikumpulkan

dan

per1000hari

untuk 4 macam rawat.


kategori

berat

bayi (BB) lahir


Semua

pasien

Data

dari

macam

diikuti selama 48

kategori BB lahir :

jam setelah keluar.

1.rata-rata tiap 100pasien


berisiko atau 1000 hari
rawat.
2.kasus

bakterimia

nosokomial per 1000 hari


insersi ventilator
Ratio pemakaian alat :
1.

Sec

ara Umum
2. untuk setiap kategori
berat lahir
3. Central

(umbilical)

Line
Pasien Operasi

Semua pasien yang Semua

4. Ventilator
faktor SSI rates by :

macam Data

menjalani tindakan infeksi atau infeksi risiko

untuk 1.indeks

operasi

pasien risiko

pada liuka operasi setiap

prosedur

dan

dalam bulan yang yang dipantau :

2.kelas luka

sama

Ratio infeksi untuk setiap

1.

tan
ggal operasi

2.

j
enis

prosedur angka rata-rata


setiap

prosedur

dan

temapat infeksi.

operasi
3.

no
mor register
pasien.

4.

u
mur

5.

je
nis kelamin

6.

la
ma operasi

7.

je
nis luka

8.

an
estesi umum

9.

A
SA score

10.

mergency
11.

tra

uma
12.

pr

osedur
ganda
13.

pe

meriksaan
endoskopik
14.

ta

nggal pulang
Data Tambahan
Surveilans
Komprehensif

Sama dengan diatas Sama dengan diatas

1.hari

rawat Angka

untuk

setiap setiap 1000hari rawat

jenis pelayanan 1.umum

rata-rata

untuk

medik

2.jenis pelayanan

2.pasien

3.tempat infeksi

masuk

dan 4. tempat infeksi menurut

pasien

keluar tempat pelayanan

pada

setiap Angka rata-rata menurut

ruang rawat

ruang rawat untuk setriap

3.hari rawatb 100pasien


pada

masuk

atau

setiap keluar, atau setiap 1000hari

ruang

rawat.
Site

spesific

100pasien
keluar,

rate

masuk

atau

atau

1000

rawat.DRG

per
hari

spesific

infection rate per 100pasien


keluar dari setiap kategori
Pasien Operasi

Sama dengan diatas Sama dengan diatas

DRG.
Nama atau kode SSI rates menurut operator,
dokter bedah

prosedur dan indeks risiko.


Operator

dan

klasifikasi

luka ratio infeksi standar


menurut

operator

dan

prosedur rata-rata menurut


operator dan tempat operasi

BAB VII
PENUTUP

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Umum Kabupaten


Karawang merupakan sebagai acuan dalam penerapan pencegahan Infeksi, dengan harapan
dapat melindungi pasien, petugas dan masyarakat yang mendapatkan pelayanan di Rumah
Sakit serta dapat meningkatkan mutu pelayanan dengan melakukan suveilans Infeksi
Rumah Sakit.

Infeksi rumah sakit menjadi masalah yang tidak bisa dihindari di Rumah Sakit Umum
Kabupaten Karawang maupun di Rumah sakit lain, sehingga dibutuhkan data dasar infeksi
untuk menurunkan angka yang ada. Untuk itu perlunya melakukan surveilans dengan
metode yang aktif, terus menerus dan tepat sasaran.
Pelaksanaan surveilans memerlukan tenaga khusus yang termasuk tugas dari IPCN. Untuk
itu diperlukan tenaga IPCN yang purna waktu sesuai standar
Pedoman pencegahan pengendalian infeksi rumah sakit Umum Kabupaten Karawang
semoga dapat bermanfaat bagi petugas Rumah Sakit maupun Tim PPI.

DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2007
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, Depkes ,2007

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2009
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, Depkes, 2009
Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Sarana Pelayanan Kesehatan, Dirjen Bina
Pelayanan Medic Depkes, 2006
Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya
Terbatas ,YBP-SP, Jakarta 2004

Lampiran 1. Cra menghitung Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)


Teknik Perhitungan :
Laju Infeksi : Numerator

x 1000 = ........%

Denominator
Jumlah Kasus IADP
Jumlah hari pemakaian alat

x 1000 = ........ %

Contoh kasus :
Data di Ruangan A Rumah Sakit x sebagai berikut :

jumlah pasien pada bulan Februari 2009 = 196 orang

jumlah hari rawat =960 hari

jumlah pasien terpasang infus = 90orang dengan jumlah hari pemasangan infus =
212 hari

ditemukan tanda-tanda IRS berdasarkan hasil kultur positif dengan tanda klinis
yang jelas sebanyak 9 orang

Laju IADP = 9/212 x 1000 = 42.5%

Lampiran 2 Cara menghitung VAP dan HAP


Teknik Perhitungan :

catat data secara manual atau komputerisasi sebagai data base

tentukan numerator dan denominator

Angka infeksi VAP adalah jumlah VAP dibagi dengan jumlah hari pemakaian alat
ventilasi mekanik

Angka infeksi VAP = Jumlah kasus VAP

x 1000

Jumlah hari pakai alat

Angka Infeksi HAP adalah jumlah pasien HAP dibagi dengan jumlah hari rawat
pasien yang masuk pada periode tersebut.

Angka infeksi HAP =


pasien HAP per bulan

x 1000

hari rawat pasien per bulan

Angka Infeksi VAP=


pasien VAP per bulan

_________ x 1000

hari pemasangan alat ventilasi per bulan


Contoh kasus HAP :
Data surveilans bulan Desember 2008 diruang penyakit dalam RS X : jumlah pasien
yang masuk 77 orang, jumlah hari rawat 833 hari, jumlah pasien tirah baring sebanyak :

16 orang stroke hemoragik

9 orang stroke non hemoragik

Jumlah hari rawat semua pasien stroke 375 hari

Ditemukan HAP 2 orang : hasil kultur sputum MO Klebsiella pneumoniae berapa


angka infeksi HAP?

Angka infeksi HAP adalah : 2/375 x 1000 = 5,33%


Data surveilans bulan Januari 2009 diruang ICU :

Jumlah pasien 5 orang

Terpasang ventilasi mekanik 3 orang

Jumlah hari pemasangan alat ventilator 30 hari

Terinfeksi VAP sebanyak 1 orang ditandai : demam, adanya ronchi, sesak napas,
sputum purulen, X-ray toraks infiltrat(+)

Berapa angka VAP?


Angka Infeksi VAP adalah : 1/30 x 1000 = 33,3%

Lampiran 4. Cara Menghitung Infeksi Saluran Kemih (ISK)


Populasi Beresiko ISK RS
Populasi yang beresiko terjadinya ISK RS yaitu semua pasien yang menggunakan
alat kateter urin menetap dalam waktu 2 x 24 jam.
Pengumpulan Data

Dilakukan oleh orang-orang yang sudah mempunyai pengetahuan,


pengalaman

dan

keterampilan

dalam

mengidentifikasi

kasus

dan

mengumpulkan data.

Identifikasi ISK :
o Laporan Unit
o Lakukan kunjungan keruangan : observasi atau wawancara

Data ISK RS dan penggunaan alat kateter urin diambil secara serentak,
prospektif atau retrospektif.

Data dikumpulkan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Contoh pengisian formulir harian :


Data pemakaian peralatan medis
Ruang/Unit : ICU ............/RS X...................Bulan : Juli ............... Tahun : 2009......
Pemakaian alat
Tgl

No

Nama

ETT

CVL

IVL

UC

Kultur Antibiotika

01-07-09 1

Zef

02-07-09 1

Cip

Ket

Amx

Urine Cip

Urine Amx

E.Coli

Pseudomonas

(+)
3

Amx

Cip

Cip Dx ISKoleh dr

Gmc

Mer

Dst.....
31-07-09

Contoh pengisisan formulir bulanan :


Formulir Bulanan
Data pemakaian alat& Infeksi
Ruang/ Unit : ..................../........................Bulan : ....................... Tahun ..........................
Tgl
1
2

Jlh Ps
3
3

ETT
2
2

CVL
2
2

IVL
3
1

UC
3
2

VAP

Bakteremia Plebitis ISK


1
1

Dst.
31
4
Jumlah 196

2
1
5

1
212

- Numerator
Numerator adalah jumlah yang terinfeksi akibat penggunaan kateter urin menetap sesuai
kriteria dalam kurun waktu tertentu.
- Denominator
Denominator adalah jumlah hari pemasangan kateter urin dalam kurun waktu yang sama
dengan numerator.
Tekhnik penghitungan
Angka /Rate infeksi : Numerator

x 1000 = ..........%

Denominator
Jumlah kasus ISK

x 1000 = ......%

Jumlah hari pemasangan pemakaian alat


Angka (Rate) ISK RS= 5/ 212 x 1000 = 23.5% hari pemasangan kateter.

Lampiran 5. Cara menghitung infeksi Luka Operasi (ILO)


Kategori risiko :
1. Jenis Luka :
Luka bersih dan bersih kontaminasi skor :0
Luka bersih kontaminasi dan kotor skor :1
Keterangan :

1. luka bersih : nontrauma, operasi luka tidak infeksi, tidak membuka respiratory dan
genitoeinare.
2. bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan genitorineri.
3. kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka.
4. kotor dan infeksi : trauma terbuka, kontaminasi fecal.
2. Lama Operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit setiap jenis operasi
berbeda lama operasi (lihat tabel )

lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan , skor : 0

bila lebih dari waktu yang ditentukan, skor : 1

3. ASA Score
ASA 1-2, skor : 0
ASA 3-5, skor : 1
X/Y x 100%
X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu
Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.

Lampiran 6. Tabel . Jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klarifikasinya berdasarkan CDC
UTI

Urinary tract Infection


ASB

Asymptomatic bacteriuria

SUTI

Symptomatic Urinary tract infection

OUTI

Other Infections of the urinary tract

SSI

Surgical site infection


SIP

Superficial incisional primary SSI

SIS

Superficial incisional secondaray SSI

DIP

Deep incisional primary SSI

DIS

Deep incisional secondary SSI

Organ /Space Organ / Space SSI. Indicate specific type :

BSI

PNEU

BJ

CNS

CVS

BONE

LUNG

BRST

MED

CARD

MEN

DISC

ORAL

EAR

OREP

EMET

OUTI

ENDO

SA

EYE

SINU

GIT

UR

IAB

VASC

IC

VCUF

JNT

Bloodstream infection
LCBI

Laboratory confirmed bloodstream infection

CSEP

Clinical sepsis

Pneumonia
PNU 1

Clinically defined pneumonia

PNU 2

Pneumonia with specific laboratory findings

PNU 3

Pneumonia in immunocompromised patient

Bone and Joint Infection


BONE

Osteomyelitis

JNT

Joint or bursa

DISC

Disc space

Central nervous system


IC

Intracranial infection

MEN

Meningitis or ventriculitis

SA

Spinal abscess without meningitis

Cardiovascular system infection

EENT

VASC

Arterial or venous infection

ENDO

Endocarditis

CARD

Myocarditis or pericarditis

MED

Mediastinitis

Eye, ear,nose, throat, or mouth infection


CONJ

Conjunctivitis

EYE

Eye, other than conjunctivitis


EAR Ear, mastoid

ORAL

Oral cavity (mouth, tongue, or gums)

SINU

Sinusitis

UR

Upper respiratory tract, pharyngitis, laryngitis, epiglottitis

Laporan 6. jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klasifikasinya berdasarkan CDC (lanjutan )
GI

Gastrointestinal system infection


GE

Gastroenteritis

GIT

Gastrointestinal (GI) tract

HEP

Hepatitis

LRI

IAB

Intraabdominal,not specified elsewhere

NEC

Necrotizing enterocolitis

Lower respiratory tract infection, other than pneumonia


BRON

Bronchitis, tracheobronchitis, tracheitis, without evidence of


pneumonia.

LUNG
REPR

SST

SYS

Other infections of the lower respiratory tract

Reproductive tract infection


EMET

Endometritis

EPIS

Episiotomy

VCUF

Vaginal cuff

OREP

other infections of the male or female reproductive tract

Skin and soft tissue infection


SKIN

Skin

ST

Soft Tissue

DECU

Decubitus ulcer

BURN

Burn

BRST

Breast abscess or mastitis

UMB

Omphalitis

PUST

Pustulosis

CIRC

Newborn Circumcision

System Infection
DI

Disseminated infection

Anda mungkin juga menyukai