Jurnal Reading Molahidatidosa
Jurnal Reading Molahidatidosa
PENDAHULUAN
Frekuensi mola
Pada sitoplasma retinol akan masuk ke dalam sel dengan bantuan reseptor.
Pada sitoplasma, retinol dimetabolisme menjadi retinoic acid. Retinoic acid
kemudian akan masuk ke dalam nucleus dan membentuk komplek reseptor
retinoik. 2
Retinoic acid memainkan peran dalam mengendalikan siklus sel
dengan menghentikan siklus sel pada fase G1 dan S. Penghentian siklus sel
oleh retinoic acid dicapai melalui aktivasi p53, p21,p27, serta menghambat
cyclin. Retinoic acid juga berperan dalam menginduksi apoptosis melalui
induksi caspase, dab dan p53. 2
Proliferasi dan apoptosis adalah aktivitas utama dari sel trofoblas dan
hal tersebut terdapat pada aktivitas vitamin A. Oleh sebab itu dimungkinkan
terdapat hubungan antara intake vitamin A dan mola hidatidosa. Hubungan ini
diidentifikasi pada sebuah studi epidemiologi pada kadar vitamin A pasien
yang mengidap mola lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil yang
normal. Pada penelitian lain, resiko PTG pada wanita berusia kurang dari 24
tahun dengan defisiensi vitamin A adalah 6.29 kali lebih tinggi. Resiko ini
meningkat menjadi 7 kali lipat apabila kehamilan yang terjadi adalah
kehamilan pertama. 2
1.2 Tujuaan
Tujuaan penelitian dalam jurnal ini adalah untuk mengetahui apakah vitamin
A menjadi satu dari factor yang berperan terhadap terjadinya mola hidatidosa,
dan dapatkah terapi vitamin A mengurangi resiko berkembangnya mola
menjadi PTG.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Vitamin A
Vitamin A atau retinol adalah salah satu vitamin larut lemak yang
bersifat mudah rusak oleh sinar ultraviolet dan oksidasi dan tahan terhadap
pemanasan. Ada 2 golongan vitamin A, yaitu preform vitamin A dan
provitamin A (karotenoid. Preform terdiri dari 3 bentuk aktif vitamin A yaitu
retinol pada gugus alcohol, retinal/ retinaldehid pada gugus aldehid dan asam
retinoat pada gugus asam. Vitamin A berasal dari precursor provitamin A yang
dikonsumsi hewan, saat dikonsumsi oleh manusia menjadi preform vitamin A.
Beberapa karotenoid yang mempunyai aktivitas vitamin A disebut provitamin
A yang akan diubah menjadi retinol dalam tubuh. 4
Preform vitamin A dan karotenoid akan dibebaskan dari protein
makanan dalam gaster. Dalam usus halus retinil aster akan dihidrolisis
menjadi retinol yang lebih efisien untuk diabsorbsi. Karotenoid akan diubah
menjadi retinaldehid menjadi retinol. Vitamin A sebagai bagian dari
kilomikron akan ditransport melalui jalur limfatik intestine melalui pembuluh
darah akan disimpan di hati. Bentuk retinol yang tidak di metabolism atau
ditranspor dari hati akan diesterifikasi kembali untuk kemudian disimpan
(stotage) di parenkim sel hati atau 80-95% disimpan sebagai cadangan
(reverse) pada sel stelat peri-sinusoidal. Vitamin A di deposit di hati (50-80%)
juga di jaringan adiposa, paru-paru, ginjal dalam bentuk retinil ester,
khususnya retinil palmitat. Cadangan vitamin A di hati terikat pada cellular
retinol binding protein (CRBP). Cadangan vitamin A dibutuhkan untuk
mencegah defisiensi terutama pada asupan vitamin A rendah. Kadar vitamin
plasma menggambarkan asupan sehari-hari dan cadangan vitamin A di hati. 4
Distribusi vitamin A dari hati ke jaringan perifer melalui proses
deesterifikasi retinil ester kemudian diangkut berikatan kompleks retinol
binding protein (RBP) transthyretin (TTR). RBP retinol akan ditangkap
oleh reseptor jaringan lain yang kemudian memperantarai transfer retinol dari
RBP ke CRBP. Sebagian retinol yang akan disimpan diubah menjadi retinal
4
.
4
2.
3. Riwayat Obstetri
Menurut WHO, riwayat obstetrik juga mempengaruhi kejadian MH. Hal
ini disebabkan pada wanita dengan riwayat MH sebelumnya berisiko
mengalami MH pada kehamilan selanjutnya. Begitu pula pada wanita
dengan riwayat
bukan
usia kehamilan yang lebih muda, sekitar usia 24 minggu. SBR ini
terbentuk bentukan berupa penonjolan yang disebut dengan ballooning,
dan merupakan ciri khas dari MHK. Ballooning dapat diraba pada
pemeriksaan dalam sebagai penonjolan SBR ke arah depan, dengan
konsistensi yang lunak. 5
Perdarahan pervaginam terjadi oleh karena tubuh berusaha
mengeluarkan hasil konsepsi pada kehamilan abnormal ini. Perbedaan
dengan abortus adalah pada besarnya uterus. Perbesaran uterus sesuai
dengan usia kehamilan atau lamanya amenore pada abortus. Perdarahan
yang timbul pada MHK dapat berupa bercak sedikit-sedikit, intermiten,
atau perdarahan massif sehingga dapat terjadi syok hipovolemik.
Perdarahan dapat disertai dengan keluarnya gelembung mola, sehingga
mempermudah diagnosis. 5
Selain perbesaran uterus yang lebih menonjol, pada MHK ditemukan pula
dua hal lain yang berbeda dengan kehamilan normal, yaitu kadar hCG dan
kista lutein. Kadar hCG pada kehamilan normal kadarnya akan meningkat
hingga usia kehamilan 60-80 hari, kemudian akan turun pada usia
kehamilan lebih dari 85 hari, dengan kadar puncak hCG berkisar 600.000
mIU/ml. Sedangkan pada MHK tidak ada penurunan kadar hCG. Selama
ada pertumbuhan sel trofoblas dan selama gelembung mola belum
dikeluarkan dari uterus maka kadar hCG akan terus meningkat hingga
dapat mencapai kadar di atas 5.000.000 mIU/ml. Hormon hCG terdiri dari
dua subunit dan . Subunit mengadakan reaksi silang dengan
gonadotropin yang berasal dari hipofisis, yaitu LH, FSH, dan TSH. Oleh
karena itu dalam pengukuran selanjutnya yang digunakan adalah -hCG.
Kadar -hCG juga mengalami peningkatan, tetapi tidak setinggi pada
MHK. Hal ini kemungkinan karena pada MHP masih ditemukan vili
korialis yang normal. Kadar yang tidak terlalu tinggi ini tidak
menyebabkan rangsangan pada ovarium, sehingga pada MHP jarang
ditemukan kista lutein. Selain itu, MHP jarang sekali disertai dengan
komplikasi seperti preeklampsia, tirotoksikosis, atau emboli paru.
8
Gambaran Klinik
Janin
Uterus
Penyul
it
MHK
Proses
Gambaran
Sitogeni
PA
Tidak
Lebih besar
Sering
k
Andro-
ada
dari usia
terjadi
genetik
kehamilan
diploid
Vili
normal (-)
Hiperlasi
Transforma Progno
si
sis
Keganasan
Tinggi
Dubia
(15%-20
et
%)
bonam
Rendah
Bonam
trofoblas
MHP
Ada
Sama dengan
Jarang
Diandro
(+++)
Vili
usia
terjadi
-genetik
normal (+)
kehamilan/
triploid
lebih kecil
Kelainan lain yang menyertai MHK adalah adanya kista lutein,
sebagai akibat dari rangsangan berlebihan terhadap ovaruim oleh hCG
yang sangat tinggi. Kista yang timbul dapat unilateral maupun bilateral
dengan besar yang bervariasi. Umumnya kista ini akan mengecil kembali
setelah jaringan mola dievakuasi. Dengan demikian, kista tidak perlu
diangkat kecuali jika ditemukan komplikasi berupa torsio atau ruptur, bila
memberikan keluhan mekanis dapat dilakukan dekompresi atau aspirasi. 5
Seperti pada kehamilan normal, pada MHK juga dapat terjadi
komplikasi kehamilan. Bentuk komplikasi kehamilan yang dapat terjadi
pada MHK antara lain, preeklampsia, tirotoksikosis (hipertiroidism) dan
emboli paru. Preeklampsia pada MHK tidak berbeda dengan kehamilan
biasa, dengan derajat yang bervariasi, ringan, berat, bahkan eklampsia.
9
Hanya saja pada MHK kejadiannya dapat lebih dini. Jika preeklampsia
ditemukan pada usia kehamilan 24 minggu dapat dicurigai adanya MHK.
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul akibat sirkulasi faktor anti
angiogenik yang berlebihan. Penanganan preeklampsia pada MHK tidak
berbeda dengan preeklampsia pada kehamilan normal, selain evakuasi
jaringan mola. 5
Perubahan pada kelenjar tiroid ditemukan sebagai komplikasi pada
MHK. Perubahan tersebut dapat berupa anatomis maupun fungsional.
Kelainan dapat berupa hipertiroidisme biokimia saja, dengan kadar
hormon tiroksin (T3) dan triiodotironin (T4), sedangkan TSH menurun,
atau
disertai
dengan
gejala
klinis
tirotoksikosis.
Pada
MHK,
12
BAB III
METODE DAN HASIL
3.1 Metode
Dalam rangka menunjukan manfaat vitamin A dalam mengurangi insiden
Penyakit Trofoblast Ganas (PTG), perlu dilakukan serangkaian penelitian. rangkaian
penelitian ini perlu dipublikasikan, setelah beberapa penelitian sebelumnya belum
dipublikasikan.
Penelitian terhadap ekspresi reseptor retinol dalam sel trofoblas. Keberadaan
dari reseptor retinol dalam sel trofoblas sangatlah penting karena retinol dapat
memasukan sel trofoblas oleh mekanisme aktif dengan bantuan reseptor, sedangkan
mekanisme difusi sulit untuk ditunjukan. Mekanisme aktif dapat dibuktikan dengan
adanya reseptor retinol di sel trofoblas oleh pemerikssaan imunohistokimia. Dengan
tidak adanya reseptor retinol, peran vitamin A di sel trofoblas menjadi kecil.
Keberadaan reseptor retinol di sel trofoblas harus di buktikan, karena belum ada yang
membuktikan pada penelitian sebelumnya.
Terdapat 2 jenis subjek yang diteliti:
1.
Pemeriksaan imunohistokimia
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur dan mengidentifikasi karakteristik
dari sel, seperti proses proliferasi sel, dan apoptosis sel secara tidak langsung,
yaitu dengan menggunakan antibody sekunder yang berikatan dengan antibody
primer yang berhubungan langsung dengan antigen. Penelitian ini menggunakan
antibody sekunder dari Retinol Binding Protein (RBP), dan sudah dinilai di Lab
Patologi Anatomi FKUI. Variabel dievaluasi dari hasil keberadaan RBP,
kekuatan, dan posisi dari reseptor RBP dalam sel trofoblas.7,8
Penelitian terhadap sinyal apoptosis dengan asam retinoat di sel trofoblas. Sinyal
apoptosis lebih dapat dikenali lewat aktivitas obat yang digunakan sebagai
chemoprevention. Apoptosis dianggap lebih baik karena akan terjadi jika
menangkap tempat saat siklus sel berlangsung. Keberadaan reseptor retinol di sel
13
trofoblas menunjukan bahwa retinol bisa masuk kedalam sel. Penelitian pada
berbagai sel menunjukan bahwa aktivitas dari retinoat dapat menyebabkan
apoptosis. Aktivitas dari retinoat didalam sel trofoblas belum dilaporkan oleh
penelitian sebelumnya. Sampel penelitian ini adalah sel trofoblas, keberadaan
dari sel trofoblas didalam kultur sel telah dibuktikan dengan pemeriksaan kultur
media hCG. Sel yang telah dikultur diberikan
3.2 Hasil
Ekspresi dari reseptor retinol di sel trofoblas
Kami
menunjukkan
pemeriksaan
dari
reseptor
dengan
pemeriksaan
16
Karakteristik
Control (n=35)
Therapy (n=32)
Median
Median
Mean
(25-75 pct)
(95% IK)
25
26
28,31
Mean
27,03
Usia
0,488
(21;30)
(24,42;29,64)
(23;33)
(25,63;31)
1.23
2,06
(0;2)
(0,62;1,84)
(0;3,5)
(1,18;2,95)
8,63
8,5
8,00
(6;12)
(7,40;9,86)
(6;10,5)
(6,71;9,29)
Pendidikan
9,40
9,31
suami
(6;12)
(8,20;10,60)
(6;12)
(7,88;10,75)
Usia
12
11,06
12,5
11,38
Kehamilan
(0;16)
(8,48;13,63)
(4,5;16)
(8,73;14,02)
16
14,86
16
16
(12;19)
(12,95;16,76)
(12;20)
(14,36;17,64)
Paritas
Pendidikan
Sounding
P value
0,113
0,475
0,924
0,863
0,363
18
Hal ini dirancang untuk memahami hubungan dari insiden PTG dan waktu dari test
survival berdasarkan test Kaplan-Meier selesai dilakukan. Tabel analisa survival
dirancang untuk mengidentifikasi waktu terjadinya PTG, angka atau presentase
pasien yang berkembang menjadi PTG yang terkait dengan satuan waktu pada
kelompok kontrol dan kelompok terapi.
Characteristic
Control
Therapy
(N=35)
(N=32)
P value
<20 weeks
23
65,71
23
71,88
>20 weeks
12
34.29
28.13
Fundus height
Retinol deposit in
0.587
0.759
the liver
No sample
8.57
3,13
Sufficient
20
21,88
Insufficient
25
71,43
24
75
End result
0.029
Regression
24
68,57
26
81,25
MTD
10
28,57
6,25
Loss to follow up
6,25
Pregnancy
2,86
6,25
Efek Samping
19
Nilai SGOT dan SGPT sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol tidak
berbeda dari orang-orang yang di kelompok terapi. Tidak ada perbedaan yang
signifikan ditemukan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol. Tidak
ada perbedaan yang signifikan yang berarti ditemukan dalam perubahan nilai SGPT
sebelum dan sesudah intervensi. Namun, perbedaan ditemukan dalam perubahan dari
nilai SGOT sebelum dan sesudah intervensi di kelompok terapi (p = 0,0092).
20
BAB III
PEMBAHASAN
indirek. Ekspresi dari RBP reseptor pada sinsitiotrofoblas lebih kuat dibandingkan
pada sitotrofoblas. Ekspresi RBP ditemukan pada membran sel dan sitoplasma sel
trofoblas. Pemberian asam retinoid dalam sel trofoblas menunjukan bahwa asam
retinoid dapat memasuki sel trofoblas. Masuknya asam retinoid ke dalam sel trofoblas
bisa ditunjukkan oleh adanya penghentian siklus sel dan aktivitas apoptosis.
Setelah Asam retinoid masuk kedalam sel trofoblas dengan bantuaan reseptor,
maka asam retionoid akan memasuki nukleus dan mengkontrol proliferasi,
meningkatkan diferensiasi sel, dan meningkatakan apoptosis. Asam retinoid
mengendalikan proliferasi sel dengan menghambat siklus sel. Siklus sel dihambat
melalui p53, p21 p27, dan melalui efek menghambat aktivitas cyclin yang
menyebabkan proliferasi sel terhambat.
Siklus sel terdiri atas dua fase aktif, yaitu fase M (mitosis) dan S (sintesis) dan
prepatory phase yaitu G1 (Gap 1) dan G2 (Gap 2). Fase S adalah fase replikasi DNA
yang umumnya terjadi selama 8 jam. Fase M (mitosis) adalah fase replikasi
kromosom yang terpisah menjadi dua inti anak sel dan fase M umumnya berlangsung
selama 1 jam. Fase Gap adalah fase sintesis komponen sel. Sel pada fase G1 dapat
memanjang dengan aktivitas metabolisme, tetapi tidak ada aktivitas proliferasi.
Aktivitas siklus sel dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Kedua faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya aktivitas kanker.
Aktivitas siklus sel dimungkinkan karena adanya faktor yang merangsang
siklus sel, enzim intrinsik yang berperan adalah cyclin-dependent kinase (CDKs).
Setiap siklin disintesis terutama pada akhir fase siklus sel. Siklin E disintesis pada
akhir fase G1 dana wal fase S. Siklin A disintesis pada fase S dan G2, sedangkan
sintesis B disintesis di fase G2 dan M. Regulasi siklus sel dipengaruhi oleh faktor
inhibitor antara lain CDKs-activating kinase (CKIs). CKIs mempunyai aktivitas
menghambat CDKs. Beberapa gen yang bekerja sebagai CKIs, yang bekerja
menghambat multiple CDKs, antara lain p21 dan p27 sedangkan yang bekerja
menghambat CDKs secara spesifik antara lain p16, p15, p18 dan p19. P53 merupakan
22
faktor tanskripsi yang mempunyai efek utama yaitu mengeblok siklus sel sehingga
DNA yang rusak dapat direparasi. Fungsi lain dari p53 adalah mereparasi kerusakan
DNA dan menstimulasi ekspresi gen yang dapat menghambat angiogenesis.
vitamin A sebagai
24
dengan pasien yang mendapat terapi vitamin A. Selain itu, pemberian vitamin A tidak
menimbulkan efek samping yang berbeda ketika vitamin A tidak diberikan. Namun,
pemberian vitamin A menyebabkan peningkatan kadar SGOT pada pasien mola
hidatidosa.
Berdasarkan uji klinis acak dengan metode double blind menunjukan bahwa
tingkat kejadian keganasan pasca mola hidatidosa yang mendapatkan terapi vitamin
A lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan vitmain A.
26
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Tujuan dari penelitiaan ini adalah untuk membuktikan bahwa vitamin A
sebagai kemoprevensi keganasan pasca mola hidatidosa. Mola hidatidosa memiliki
dua aktivitas utama, yaitu proliferasi dan apoptosis. Peningkatan proliferasi sel dan
penurunan apoptosis merupakan risiko terjadinya proliferasi lanjutan oleh sel
trofoblas yang secara klinis dikenal sebagai Penyakit Trofoblas Ganas. Vitamin A
memiliki dua aktivitas utama, yaitu mengendalikan dan menghentikan proliferasi sel
dan menginduksi apoptosis . Kedua peran aktivitas vitamin A ini merupakan alasan
untuk pemberian terapi
hidatidosa.
Hasil penelitian dalam jurnal ini menunjukkan ada reseptor retinoid dalam sel
trofoblas. Hasil laboratorium dalam penelitiaan ini menunjukkan bahwa sel trofoblas
dari mola hidatidosa memiliki aktivitas apoptosis sebesar 60.64% dan asam retinoid
meningkatkan aktivitas apoptosis dari sel trofoblas. Percobaan klinis menunjukkan
bahwa tingkat insiden keganasan pasca mola hidatidosa pada pasien yang
mendapatkan vitamin A adalah 6,25%, dan kelompok kontrol adalah 28,57%.
5.2 Saran
Penelitian lebih lanjut harus dilakukan dengan menggunakan dosis vitamin A,
hubungan vitamin A dengan gangguan ovulasi, hubungan vitamin A dengan kelainan
ovum, hubungan vitamin A dengan mola invasif, dan hubungan vitamin A dengan
koriokarsinoma.
DAFTAR PUSTAKA
27
Available
on
http://staff.ui.ac.id/internal/131949782/material/S2VITAMINA.pdf
5. Martadhisubrata 2005
6. Berkowitz dan Goldstein 2009.
7. Ramos-Vara, JA. 2005. Technical Aspects of Immunohistochemistry. Vet Pathol
42 (4); 405-426. Doi: 10. 1354/vp. 42-4-405. PMID 16006601
8. Rantam. Fedik A. 2003. Metode Imunologi Airlangga University Press. Surabaya.
145-155
9. http://Chemocare.com/chemotherapy/drug-info/atra.aspx
28