Pendahuluan
Di Amerika Serikat, nyeri merupakan keluhan medis yang paling sering dikeluhkan
dan merupakan salah satu alasan utama pasien mencari perawatan medis.
Berdasarkan American Pain Society (APS), 50 juta warga Amerika lumpuh sebagian
atau total karena nyeri, dan 45% dari warga amerika membutuhkan perawatan
nyeri yang persisten seumur hidup mereka. Kira-kira 50-80% pasien dirumah sakit
mengalami nyeri disamping keluhan lain yang menyebabkan pasien masuk rumah
sakit. (1-2)
Nyeri merupakan pengalaman yang subyektif sehingga penilaian menjadi sangat
penting. Tidak ada alat ukur objektif yang dapat memberikan penilaian yang
memuaskan. Nyeri juga multidimensional termasuk persepsi nosiseptif dan
ekspresi. Untuk itu, multiaspek dari rasa nyeri juga harus dipertimbangkan,
termasuk sensorik, afektif dan dimensi kognitif. Tidak ada pendekatan tunggal yang
dapat digunakan untuk menilai nyeri pada semua pasien ataupun pada semua
situasi karena rasa nyeri dipengaruhi oleh berbagai multifaktor, termasuk
penggunaan alat ukur, waktu melakukan penilaian jumlah pasien serta klinisi itu
sendiri. (1,3)
Penilaian nyeri pertama dibuat pada tahun 1986 oleh World Health Organization
(WHO), yakni terdapat 3 tahap pemberian analgesik pada nyeri kanker yang
didasarkan pada intensitas nyeri. Saat ini penilaian nyeri yang awalnya dibuat oleh
American Pain Society (APS) telah banyak digunakan pada banyak rumah sakit di
seluruh negeri, dan digunakan sebagai salah satu tanda vital. Mantan presiden
APS, dr. James Campbell menyatakan : tanda vital merupakan hal yang sangat
penting. Jika nyeri dinilai sama seperti tanda-tanda vital lainnya, maka kita dapat
memberikan perawatan yang lebih baik.(1)
Pada bulan Februari tahun 1999, Veteran administrasi Rumah Sakit memasukkan
nyeri sebagai salah satu tanda vital dalam sistem penilaian rumah sakit mereka
secara nasional. Dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi penderitaan
pasien, penilaian nyeri akan dilakukan dengan berbagai macam cara secara
konsisten. Pada tahun 2001, The Joint Commision On Acreditation of Health care
Organization (JCAHO) melakukan evaluasi skor nyeri pada semua pasien. Tujuan
utama dari evaluasi ini adalah untuk membuat suatu penilaian yang sama dalam
penanganan nyeri. (1)
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga klinisi harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis
dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang
dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani
dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri
diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (contoh: tidak pantas
kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap
nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah
akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak
mengeluh jika ada nyeri.
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan
bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya
pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
informasi kualitatif yang terdiri dari sifat nyeri tajam atau tumpul tiba-tiba, lokasi
dan penyebaran nyeri, onset dan durasi nyeri, serta faktor yang memperburuk atau
faktor yang meringankan.(11)
S : Skala seviritas (skala kegawatan dapat dilihat dengan GCS untuk gangguan
kesadaran, skala nyeri / ukuran lain yang berkaitan dengan keluhan.
T : Timing (kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan/dirasakan?, seberapa
sering keluhan tersebut dirasakan / terjadi?, apakah terjadi secara mendadak atau
bertahap?, akut atau kronik?)
analgesik yang sesuai untuk penilaian nyeri secara klinis. Bukti mendukung validitas
dan kemampuan dari alat NRS dapat digunakan pada pasien dewasa dan tua.
Penilaian nyeri terhadap pasien dengan gangguan kognitif ringan dan pada lansia
mungkin lebih baik menggunakan NRS yang mencakup angka yang lebih besar dan
kata isyarat. (1,11)
anda alami saat ini. Idealnya, baris sebaiknya ditandai pada nyeri saat istirahat
dan nyeri selama bergerak. Tidak adanya isyarat deskriptor dan garis spidol dengan
VAS diyakini bisa memberikan validitas ilmiah yang lebih besar, tetapi dapat
membingungkan pada pasien yang lebih muda dan lansia. Untuk meminimalkan
kebingungan, pasien sebaiknya dijelaskan sebelum operasi tentang arti dari poin
garis dan bagaimana cara untuk menandainya.(1,11,14)
Meskipun VAS mudah dijalankan dapat lebih memakan waktu karena lokasi yang
telah ditandai pensil perlu diukur, skala ini memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi
karena sedikit perubahan dalam intensitas nyeri dapat dideteksi. Bila dibandingkan
dengan VRS, skor sekitar 30 mm dari 100 mm, VAS berarti nyeri yang dialami
adalah nyeri sedang, dan skor dari 54 mm atau lebih berarti nyeri berat. Studi
penelitian yang dilakukan pada pasien dewasa yang mengalami nyeri akut di
departemen emergensi secara klinis penting menentukan perbedaan minimal dalam
tingkat nyeri berat untuk VAS. Mereka menunjukan bahwa penurunan pada
pengukuran VAS 30 mm secara klinis penting membedakan persepsi pasien
terhadap nyeri berat dengan kontrol nyeri yang adekuat. Studi menunjukan bahwa
akurasi dari VAS tergantung pada penggunaan dalam orientasi (Horisontal vs
Vertikal) konsistensi dengan membaca pola dari populasi di mana ia digunakan.
(1,15)
Orientasi vertikal telah dihubungkan dengan terjadinya kesalahan terhadap
penggunaannya pada pasien di Cina, sedangkan penutur bahasa inggris
menunjukan lebih rendahnya tingkat kesalahan bila digunakan dalam orientasi
horizontal. Studi mengatakan pasien yang lebih muda mendukung sensitifitas,
validitas, dan kemampuan dari VAS sebagai alat pengukur intensitas nyeri sedang
penggunaan pada lansia kurang dimengerti.(1,14)
Gambar 1. Caracara penilaian nyeri dimensi tunggal. (A) Skala analog visual (VAS).
(B) Skala numeric verbal. (C). Skala penilaian verbal. Dikutip dari : American Medical
Association. Module pain management pathophysiology of pain and pain
assessment. 2010. Available from: www.ama.com
digunakan untuk menilai nyeri pada pasien pediatrik. Beberapa versi dari FPS telah
digunakan dipraktek klinis. FPS dimaksudkan untuk mengukur bagaimana tingkat
nyeri pasien yang mereka rasakan. Setiap tampilan ekspresi wajah menunjukan
hubungan dengan nyeri yang dirasakan, termasuk alis turun kebawah, bibir
diketatkan/pipi dinaikkan, kerutan hidung/bibir dinaikkan, dan mata tertutup.
Tingkatan skala menurut Wong-Baker FACES merupakan alat pengukuran intensitas
nyeri yang diakui dan umumnya digunakan dalam pasien pediatrik. (1,14)
Versi paling terbaru dari FPS adalah Faces Pain Scale-Revised (FPS-R). FPS-R
menampilkan gambar enam wajah bergaris disajikan dalam orientasi horizontal.
Pasien diinstruksikan untuk menunjuk ke wajah yang paling mencerminkan
intensitas nyeri yang mereka rasakan. Ekspresi wajah diwakili oleh FPS-R tampak
kurang kekanak-kanakan dibandingkan dengan FPS lain. Tidak adanya air mata
menghindari bias budaya tentang ekspresi rasa nyeri. Tingkat tidak nyeri diwakili
oleh wajah netral bahkan wajah gembira yang ada pada ujung kiri skala. Ekspresi
wajah menunjukan lebih nyeri jika skala digeser ke kanan,dan wajah yang berada
pada ujung sebelah kanan adalah nyeri hebat. (1,14)
Meskipun FPS dirancang untuk digunakan terhadap pasien pediatrik, peneliitian
yang terbaru telah dievalusi untuk digunakan pada pasien dewasa khususnya pada
pasien dengan gangguan nonverbal, gangguan kognitif, beberapa diantaranya
pasien dengan gangguan kognitif yang berat, para penyedia layanan kesehatan
membutuhkan ekspresi wajah yang sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan
pasien. FPS juga berguna untuk penilaian pasien dengan hambatan bahasa. (1,16)
Gambar 2. Skala Wajah Whaley dan Wong. Dikutip dari: Ballantyne JC. Management
of acute postoperative pain. In: Longnecker DE, Brown DL, Newman MF, Zapol WM,
editors. Anesthesiology. New York: McGraw-Hill; 2008. p.1716-8.
IPT adalah diagram dari sebuah thermometer yang diakui dengan baik
mencerminkan tingkatan deskriptor intensitas nyeri termasuk tidak nyeri, sedikit
nyeri, nyeri sedang, nyeri berat, nyeri sangat berat, dan nyeri dibayangkan. Pasien
diminta untuk menandai disamping kata yang paling mewakili intensitas atau
beratnya nyeri yang mereka rasakan. Isyarat yang terkait dengan skala termasuk
fakta bahwa ketidaknyamanan yang berhubungan dengan peningkatan analog
dengan intensitas ketidaknyamanan yang berhubungan dengan peningkatan
temperatur yang ditampilkan pada thermometer. Alat ini adalah skala yang
digunakan secara deskriptif lisan pada pasien dewasa.(1,17)
Gambar 4. Termometer nyeri. Dikuti dari : The assessment of pain in older people.
Concise guidance to good practice a series of evidence-based guidelines for clinical
management. 2007. Available from: www.uptodate.com
Kuesioner nyeri McGill terdiri atas 20 kategori kata keterangan sifat yang dapat
mendeskripsikan kualitas nyeri. Pada setiap kategori, kata keterangan sifat diatur
berdasarkan intensitas nyeri yang dirasakan dan diatur berdasarkan nilai nyerinya,
dimana 1 menggambarkan rasa nyeri yang paling ringan, hingga 5 untuk
menggambarkan rasa nyeri yang paling berat. Pasien diminta untuk memilih salah
satu kata dari setiap kategori deskriptif yang mereka angap paling cocok untuk
mendeskripsikan rasa nyeri dan perasaan terkait nyeri dan sensasi yang mereka
rasakan saat ditanya. Nilai dari setiap kata yang ia pilih kemudian ditambahkan
untuk menambahkan total nilai nyeri dan perbedaan skor antara sensoris, afektif,
evaluatif.(1,3)
Keterbatasan utama MPQ adalah diperlukannya pemahaman pasien mengenai katakata yang digunakan pada tes. Sehingga, keterbatasan intelektual dan verbal
pasien akan mempengaruhi dan mungkin memberikan hasil tes yang tidak akurat.
MPQ juga terbatas penggunaannya hanya untuk pasien yang mengerti bahasa
Inggris. Klinisi sebaiknya mengevaluasi populasi pasien dan memilih satu atau dua
cara yang paling sesuai. Situasi tiap pasien yang berbeda-beda mempengaruhi cara
penilaian nyeri yang dipilih. Cara-cara penilaian yang digunakan ditujukan untuk
menilai karakter nyeri dan akibatnya pada pasien dan kualitas hidup; apapun cara
penilaian yang dipilih tidak dapat menggantikan pentingnya wawancara dan riwayat
pengobatan pasien. Dan yang paling penting, klinisi harus secara teratur menilai
nyeri, dan mendokumentasikan penilaian ini.(1,3)
Gambar-gambar nyeri
Gambar-gambar nyeri adalah penggunaan gambar tubuh manusia di mana pasien
diminta untuk menandai sesuai nyeri yang dialaminya. Gambar-gambar ini dapat
digunakan untuk menilai lokasi dan distribusi nyeri, tetapi tidak dapat membantu
menilai tingkat/intensitas nyeri. Gambar-gambar nyeri ini dapat dibandingkan dari
waktu ke waktu untuk menilai respon nyeri terhadap terapi. Nyeri pada daerah yang
kecil dan terlokalisaasi (misalnya kepala) tidak dapat dinilai dengan adekuat
menggunakan cara gambar ini.(14)
Gambar 6. Cara Gambar Nyeri. Area nyeri ditandai dengan symbol yang berbeda
beda: = untuk kebal/tidak dapat merasakan sensasi apapun, ooo untuk sensasi
seperti tertusuk jarum, xxx untuk sensasi seperti terbakar, //// seperti dipotong
potong, dan >>> untuk sensasi linu/ngilu. Dikutip dari : Breivik H, Borchgrevink PC,
Allen SM, Rosseland A, Romundstand L, Hals EK, et al. Assesment of pain. British
Journal of Anesthesia. 2008;101(1):17-24.
Pertimbangan Khusus
Pasien Pediatrik
Sistem neurologi belum berkembang sempurna ketika bayi dilahirkan. Sebagian
besar perkembangan otak, mielinisasi sistem saraf pusat dan perifer, terjadi selama
tahun pertama kehidupan. Beberapa refleks primitif sudah ada pada saat dilahirkan,
termasuk reflex menarik diri ketika mendapat stimuli nyeri. Bayi baru lahir
seringkali memerlukan stimulus yang kuat untuk menghasilkan respon dan
kemudian dia akan merespon dengan cara menangis dan menggerakkan seluruh
tubuh. Kemampuan melokalisasi tempat stimulus dan untuk menghasilkan respon
spesifik motorik anak-anak berkembang seiring dengan tingkat mielinisasi.(3,18)
Penilaian Subyektif
Klinisi harus mampu melakukan wawancara untuk memeriksa dan menilai nyeri
yang dialami pasien anak-anak yang berusia mulai dari 3-4 tahun. Usaha khusus
harus dilakukan untuk menciptakan suasana yang tidak menakutkan pasien anakanak ketika melakukan wawancara. Walaupun teknik laporan sendiri (self report)
dapat dilakukan pada pasien anak-anak, komunikasi verbal mengenai nyeri mereka
dibatasi oleh kemampuan vokabuler/perbendaharaan kata; anak-anak mungkin
hanya dapat menggunakan istilah sakit atau mengaduh dan menjerit saja untuk
menyatakan rasa nyeri. Orang tua atau yang merawat seringkali dapat memberikan
informasi tambahan. Tanda-tanda perilaku atau fisiologis nyeri bermanfaat baik
untuk pasien anak-anak maupun dewasa. Teknik VAS paling baik digunakan untuk
pasien anak-anak usia lebih dari 7 tahun; tapi sebenarnya teknik ini juga banyak
digunakan untuk anak-anak usia 5 tahun. Laporan sendiri berdasarkan cara
penomoran obyek, intensitas warna yang makin meningkat, atau seri foto-foto lebih
sesuai untuk anak-anak usia antara 4-7 tahun. Pada anak usia kurang dari 3 tahun,
klinisi sebaiknya menggunakan pengamatan tanda-tanda perilaku atau fisiologis
nyeri.(19)
Penilaian Obyektif
Penilaian nyeri obyektif pada anak-anak bervariasi tergantung pada usia dan tingkat
perkembangan anak-anak. Penilaian nyeri pada bayi baru lahir dan balita yang
belum bisa berbicara lebih mengandalkan pengamatan perilaku (misalnya ekspresi
wajah). Menangis berguna untuk menetukan urgensi respon, tetapi tidak
bermanfaat untuk mengetahui kuantitas nyeri. Balita yang mengalami nyeri
mungkin akan menarik diri, menunjukkan perubahan pola makan dan tidur, dan
sulit diajak berteman. (10,14)
Penilaian fisiologis seperti parameter kardiovaskuler (misalnya nadi, ritme dan
output jantung) memberikan umpan balik segera pada bayi baru lahir dan balita,
tetapi tidak dapat digunakan untuk bayi prematur. Anak-anak prasekolah mungkin
Pasien Geriatrik
Hilangnya neuron yang kontinyu pada otak dan korda spinalis terjadi sebagai bagian
dari proses menua yang normal. Hal ini mengakibatkan perubahan pada orang
dewasa yang berusia > 65 tahun yang seringkali diinterpretasikan sebagai hal yang
abnormal pada individu yang lebih muda. Kecepatan konduksi saraf menurun antara
5-10% sebagai akibat dari proses menua. Hal ini kemudian akan menurunkan waktu
respon dan memperlambat transmisi impuls, sehingga menurunkan persepsi
sensori sentuh dan nyeri.(20)
Pasien usia lanjut memiliki banyak masalah kesehatan dan memiliki banyak
ketidaknyamanan kronik sehingga membuat nyerinya lebih sulit didiagnosa dan
ditangani. Sebuah literatur manajemen nyeri oleh Gibson dan Helme menemukan
bahwa terdapat perbedaan terkait usia yang mendasari neurokimiawi,
neuroanatomi, dan neurofisiologi dari mekanisme nyeri. Pasien geriatrik merasakan
sensitivitas terhadap nyeri yang meningkat dan persepsi yang makin tumpul.(20,21)
Alasan mengapa orang lanjut usia tidak melaporkan nyeri antara lain: (21,22)
Kepercayaan bahwa nyeri adalah sesuatu yang mereka harus alami sepanjang
kehidupan.
Penilaian Subyektif
Metode wawancara dengan pasien lanjut usia dilakukan sesuai dengan ada tidaknya
kelainan/gangguan mental dan fisik pada pasien. Perubahan fungsi pendengaran,
penglihatan, psikomotorik (misalnya kemampuan jari menulis/memegang,
keterampilan motorik halus lain), bahasa verbal, dan keterampilan kognitif
(misalnya memori) sebagai bagian normal dari proses menua atau akibat suatu
penyakit akan mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengidentifikasi dan
mengkomunikasikan nyeri yang dialami. (1,22)
Menanyakan kepada pasien agar dapat menjelaskan atau membaca alat yang
digunakan untuk menilai nyeri dapat memberikan petunjuk mengenai kemampuan
sensorik pasien. Cara sederhana lain (misalnya kuesioner status mental mini) dapat
bermanfaat untuk mengidentifikasi proses kelainan/gangguan mental. Pasien lanjut
usia dengan gangguan kognitif dan/atau verbal adalah pasien yang paling sulit
dinilai. Untuk kasus demikian, pengamatan perilaku oleh klinisi atau orang yang
merawat pasien menjadi cara utama untuk menilai nyeri yang dialami pasien.
(10,17)
Penggunaan cara dimensi-tunggal seperti VAS mungkin lebih disukai pada pasien
lanjut usia, karena cara-cara ini cepat dan tidak melelahkan. Namun, pada pasien
dengan nyeri akut, tingkat pendidikan yang lebih rendah, gangguan kognitif, atau
gangguan koordinasi motorik, VAS mungkin menjadi sulit. Selain itu, presentasi
horizontal normal VAS tidak terlalu sesuai karena kemapuan berpikir abstrak pasien
yang telah menurun. Pada kasus demikian, presentasi VAS secara vertikal, yang
sering disebut sebagai thermometer nyeri akan lebih efektif. Dengan cara
presentasi ini,0 adalah bagian thermometer bawah, dan angka-angka yang makin
meningkat sampai 10 pada bagian paling atas thermometer.(10,17)
Cara multidimensi seperti MPQ termasuk terlalu kompleks dan banyak menyita
waktu bagi pasien lanjut usia. Perbendaharaan katanya mungkin terlalu sulit bagi
pasien lanjut usia untuk dapat dimengerti, dan jumlah kata yang cukup bervariasi
pada MPQ mungkin dianggap terlalu banyak oleh pasien. Kompetensi pasien juga
harus diketahui terlebih dahulu sebelum menilai nyeri dengan cara ini. Selain itu,
pasien lanjut usia mungkin sulit untuk berkonsentrasi dalam jangka waktu lama
untuk menyelesaikan MPQ. Oleh karena itu, digunakan satu-halaman MPQ, salah
satu alternatif. Catatan harian nyeri mungkin lebih bermanfaat, namun, beberapa
pasien lanjut usia mungkin kesulitan untuk mengisi catatan harian ini karena
gangguan keterampilan motorik halusnya atau gangguan kognitif. Gambar nyeri
merupakan metode yang efektif untuk mengetahui lokasi nyeri pada pasien lanjut
usia yang tidak dapat menyatakannya secara verbal. Gambar-gambar ini juga
bermanfaat bagi pasien yang mengalami nyeri pada beberapa lokasi tubuh. Skala
wajah yang dikembangkan untuk penilaian nyeri pada anak-anak juga bermanfaat
bagi pasien lanjut usia yang mengalami gangguan kesulitan bahasa atau kapasitas
mental.(17,22)
Penilaian Obyektif
Seperti pada anak-anak, pengamatan perilaku pada pasien lanjut usia merupakan
komponen penting pada proses penilaian nyeri. Pasrah menerima kenyataan bahwa
nyeri memang harus dialami, ketakutan / kekhawatiran bahwa melaporkan rasa
nyeri yang sedang dialami akan menghilangkan otonomi pribadi, dan kekhawatiran
bahwa nyeri merupakan tanda dari suatu penyakit serius atau bahkan menjelang
kematian, semua hal tersebut akan menyebabkan pasien lanjut usia tidak mau
melaporkan nyeri.3,10
Tanda-tanda nyeri fisik yang dapat diamati oleh klinisi atau anggota keluarga, atau
perubahan kebiasaan normal pasien merupakan hal penting ketika menilai pasien
yang mengalami kebingungan atau tidak memiliki kemampuan verbal. Pasien yang
mengalami penyakit otak kronik (misalnya Alzheimer, Hidrosefalus, Ensefalopati)
benar-benar tergantung sepenuhnya pada pengamatan profesional kesehatan,
anggota keluarga, dan petugas pelayan kesehatan untuk mengenali adanya nyeri.
Contoh perilaku dasar ketika pasien mengalami nyeri:10,14,17
Diam, menarik diri, pada pasien yang biasanya mengeluh dan banyak
bergerak.
Agitasi atau perilaku bersifat menyerang, pada individu yang biasanya mudah
berteman dan terbuka.
Deskripsi akurat mengenai lokasi nyeri pada pasien yang biasanya berbicara
tidak jelas.
Pasien lanjut usia mungkin juga mengalami manifestasi nyeri yang tidak biasa
akibat sindrom nyeri. Pasien infark miokard pada golongan usia ini sering tidak
merasa nyeri. Penyakit ulkus peptik, apendisitis, dan pneumonia mungkin
menunjukkan perubahan perilaku, sementara pasien hanya mengeluh
ketidaknyamanan yang ringan. Kegawatdaruratan perut mungkin muncul pada nyeri
dada. Perubahan perilaku dan fisiologis pada pasien lanjut usia dapat diukur
menggunakan cara-cara penilaian nyeri. Cara-cara yang biasa digunakan untuk
pasien anak-anak yang belum mampu berkomunikasi verbal juga dapat digunakan
untuk pasien lanjut usia dengan gangguan fungsi indera tertentu. (20)
Observasi Perilaku
Klinisi sering harus mengandalkan pengamatan perilaku yang berkaitan dengan
nyeri Keterangan mengenai perilaku nyeri juga dapat diperoleh dari anggota
keluarga atau orang yang merawat pasien. Pengukuran obyektif perilaku nyeri
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya pengaruh klinisi terhadap perilaku
pasien, lingkungan tempat dilakukannnya pengamatan perilaku tersebut (misalnya
apotek, klinik, rumah), sumber dana yang tersedia bagi pasien, peran orangtua,
pasangan atau orang-orang penting lainnya. Walaupun perilaku ini diidentifikasi
sebagai pengukuran obyektif nyeri, perilaku ini tidak secara langsung mengukur
stimulus nyeri atau penderitaan fisiologis yang dialami pasien.(1,14)
Perilaku nyeri antara lain:(3,10,23)
-
Menggunakan obat
REFERENSI
McWillians LA, Goodwin RD, Cox BJ. Depression and anxiety associated with three
pain conditions: results from a nationally representative sample. International
association for study of ain. 2004. Available from: www.elseiver.com
Schatman ME. Ethical issues in chronic pain management. In: Nieves WL, Panchal S,
Schmidt WK, Stantein M, editors. Pain management. New York: Informa Healthcare;
2007. p.2-3.
Breivik H, Borchgrevink PC, Allen SM, Rosseland A, Romundstand L, Hals EK, et al.
Assesment of pain. British Journal of Anesthesia. 2008;101(1):17-24.
Austalian and New Zealand College of Anesthetists and Faculty of Pain Medicine.
Acute pain management: scientific evidence. 2nd ed. ANZCA Merbourne. 2010.
Available from: www.anzca.com
Ballantyne JC. Management of acute postoperative pain. In: Longnecker DE, Brown
DL, Newman MF, Zapol WM, editors. Anesthesiology. New York: McGraw-Hill; 2008.
p.1716-8.
The assessment of pain in older people. Concise guidance to good practice a series
of evidence-based guidelines for clinical management. 2007. Available from:
www.uptodate.com
Snidvongs S, Nagaratman M, Stephens R. Assesment and treatment of pain in
children. British Journal of Hospital Medicine. Vol69. London. 2008. p.634-6.
Baeyer CL. Measurement and assessment of pediatric pain in primary case. In:
Walco GA, Goldschneider KR, editors. Pain in children a practical guide for primary
care. Totowa: Humana Press; 2008. p.21-5.
Cavalieri TA. Pain management in the elderly. JAOA. Vol102. 2002. p.481-5.
Ramamurthy S. Evaluation of the geriatric pain patient. In: Ramamurthy S,
Alanmanou E, Rogers JN, editors. Decision making in pain management. 2nd ed.
Philadelphia: Elsevier mosby; 2006. p.10-23.
Berger JM. Pain management. In: Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH,
editors. Geriatric anesthesiology. 2nd ed. New York: Springer Science; 2008. p.30810.
Heer K, Coyne PJ, McCaffery M, Manworren R, Merkel S. Pain assessment in the
patient unable to self-report. American Society for Pain Management Nursing. 2011.
Available from: http://aspmn.org
Rose L, Haslam L, Dale C. Survey of assessment and management of pain for
critically ill adults. Intensive Crit Care Nurs. 2011;27:121-8.
Hurley RW, Wu CL. Acute post operative pain. In: Miller RD, Eriksson LI, Fleisher LA,
Wiener JP, Young WL, editors. Millers anesthesia. 7th ed. Philadelphia: Elsevier
Churchill Livingstone; 2008. p.321-333