Oleh
Aulia Azizaturridha, S.Ked
I4A012002
Pembimbing
dr. H. Zainuddin Arpandy, Sp.S
STATUS PENDERITA
I. DATA PRIBADI
Nama
: Tn. Y
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 47 tahun
Bangsa
: Indonesia
Suku
: Banjar
Agama
: ISLAM
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Status
: Menikah
Alamat
: Banjarmasin
MRS
: 20 Agustus 2016
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 24 Agustus 2016 pukul 14.30
WITA
Keluhan Utama
Kelemahan tungkai dan tidak merasa dari dada hingga tungkai.
Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama
Tidak bisa BAB, BAK tidak merasa.
Perjalanan Penyakit
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan kedua
tungkainya kanan dan kiri tidak bisa digerakkan sama sekali dan tidak bisa
merasakan apapun. Kelemahan pada kedua tungkai muncul secara perlahanlahan sejak 1 tahun yang lalu, dan secara berngasur-angsur semakin
memburuk, awalnya masih bisa berjalan dengan bantuan tongkat namun pada
4 hari terakhir kedua tungkai sudah tidak dapat digerakkan sama sekali.
Penurunan rasa awalnya juga hanya terasa sebagai sensasi kebas saja namun,
akhir-akhir ini bersamaan dengan kelumpuhan, dari dada hingga kedua
tungkai sudah tidak merasakan apapun lagi. Lokasi penurunan sensorik ini
mulai dari 6 cm di bawah niple payudara sampai ke ujung kaki. Selain itu,
pasien juga mengeluh tidak bisa BAB sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit dan tidak bisa merasakan lagi jika ingin BAK. Sebelum terjadi
kelumpuhan dan kehilangan rasa pada kedua tungkai dan badan, yaitu 4 hari
yang lalu pasien mengalami terjatuh dari kursi dengan posisi jatuh terduduk
dan terlentang, setelah ini kelemahan kaki pasien semakin memburuk dan
hilang rangsang rasa. Pasien juga memiliki riwayat jatuh dari motor pada
kecelakaan motor dan setelah itu pasien mengalami kelemahan pada kedua
tungkai namun masih bisa berjalan dengan tongkat, dan sempat berobat di RS
Ansari Shaleh sebelum dirujuk ke RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien juga
mengonsumsi jamu-jamuan terutama jamu sarigading selama kurang lebih 10
tahun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Kelemahan pada kedua tungkai (+) dengan riwayat jatuh dari motor
Intoksikasi
Tidak ditemukan riwayat keracunan obat, zat kimia, makanan dan minuman.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
Keadaan Psikososial
Pasien tinggal bersama dengan istri dan 3 orang anaknya. Rumah kayu,
ventilasi rumah baik. Air minum dan MCK berasal dari air ledeng. Jarak
dengan rumah tetangga baik. Hubungan dengan tetangga baik.
III.
Keadaan sakit
Tensi
Nadi
Respirasi
Suhu
Status gizi
2. Kepala/Leher :
-
Mata
Mulut
Leher
KGB (-)
3. Thoraks
- Pulmo
- Cor
4. Abdomen: hepar dan lien tidak teraba, perkusi hipertimpani, bising usus
normal
5. Ekstremitas :
Edema
Plegi
Akral hangat
D S
D S
+
+
+
+
Paresis
D S
+
IV.
Proses Berfikir
: Realistik
Kecerdasan
Penyerapan
: Baik
Kemauan
: Baik
Psikomotor
: Hipoaktif
V. NEUROLOGIS
A. Kesan Umum:
Kesadaran :
GCS
:
Pembicaraan :
Afasia
Compos Mentis
E4V5M6
Disartri
Monoton
Scanning
Motorik
: (-)
Sensorik
: (-)
Anomik
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
Kepala
Muka
B.
Besar
: Normal
Asimetri
: (-)
Sikap paksa
: (-)
Tortikolis
: (-)
Mask/topeng
: (-)
Miophatik
: (-)
Fullmooon
: (-)
Pemeriksaan Khusus
1.
2.
: (-)
Kernig
: (-)/(-)
Laseque
: (-)/(-)
Bruzinski I
: (-)
Bruzinski II
: (-)/(-)
Saraf Otak
a. N. Olfaktorius
Kanan
Kiri
Hyposmia
(-)
(-)
Parosmia
(-)
(-)
Halusinasi
(-)
(-)
Kanan
Kiri
Visus
6/6
6/6
Lapang pandang
normal
normal
Funduskopi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
b. N. Optikus
Kanan
Kiri
tengah
tengah
Normal
Normal
Temporal
Normal
Normal
Atas
Normal
Normal
Bawah
Normal
Normal
Temporal bawah :
Normal
Normal
Eksopthalmus
Ptosis
Pupil
Bentuk
bulat
bulat
Lebar
3 mm
3 mm
Perbedaan lebar
isokor
isokor
(+)
(+)
(+)
Reaksi akomodasi
(+)
(+)
Reaksi konvergensi
(+)
(+)
d. N. Trigeminus
Kanan
Kiri
Normal
Normal
Cabang Motorik
Otot Maseter
Otot Temporal
Normal
Normal
Normal
Normal
Cabang Sensorik
I.
N. Oftalmicus
Normal
Normal
II.
N. Maxillaris
Normal
Normal
III.
N. Mandibularis
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
e. N. Facialis
Kanan
Waktu Diam
Kerutan dahi
sama tinggi
Tinggi alis
sama tinggi
Sudut mata
sama tinggi
Lipatan nasolabial
simetris
Waktu Gerak
Mengerutkan dahi
sama tinggi
Menutup mata
kuat
Bersiul
bisa
Memperlihatkan gigi
normal simetris
tidak dilakukan
Kiri
Hyperakusis
(-)
(-)
f. N. Vestibulocochlearis
Vestibuler
Vertigo
: (-)
Nystagmus
: (-)
Kiri : (-)
normal
normal
Tes Rinne
tdl
tdl
Tes Webber
tdl
tdl
Tes Swabach
tdl
tdl
: normal
Menelan
: normal
: normal
Kedudukan uvula
: normal
Detak jantung
: normal
Bising usus
: normal
Bagian Sensorik:
Pengecapan 1/3 belakang lidah
: tidak dilakukan
Kiri
Mengangkat bahu
normal
normal
Memalingkan kepala
normal
normal
i. N. Hypoglossus
3.
: di tengah
: di tengah
Atrofi
: tidak ada
: kuat/kuat
: -/-
Sistem Motorik
Kekuatan Otot
Tubuh :
Otot perut
: menurun
Otot pinggang
: menurun
: 5/5
M. Biceps
: 5/5
M. Triceps
: 5/5
: 5/5
: normal
: normal
: 5/5
: 5/5
Tungkai (Kanan/Kiri)
Fleksi artikulasio coxae
: 0/0
: 0/0
: 0/0
: 0/0
: 0/0
: 0/0
: 0/0
Besar Otot :
Atrofi
:-
Pseudohypertrofi
:-
: normal
Palpasi Otot :
Nyeri
:-
Kontraktur
:-
Konsistensi
: Normal
Tonus Otot :
Lengan
Tungkai
Kanan
Kiri
10
Kanan
Kiri
Hipotoni
Spastik
Rigid
Rebound
phenomen
Gerakan Involunter
Tremor :
Waktu Istirahat
: -/-
Waktu bergerak
: -/-
Chorea
: -/-
Athetose
: -/-
Balismus
: -/-
Torsion spasme
: -/-
Fasikulasi
: -/-
Myokimia
: -/-
Koordinasi :
Telunjuk kanan kiri
normal
Telunjuk-hidung
normal
4. Sistem Sensorik
Tungkai Kanan/kiri
Rasa Eksteroseptik
11
Rasa suhu
Rasa Proprioseptik
Rasa getar
: tidak dilakukan
Rasa tekan
: abnormal/abnormal
: abnormal/abnormal
: abnormal/abnormal
Rasa Enteroseptik
Refered pain
: tidak ada
5. Fungsi luhur
Apraxia
: Tidak ada
Alexia
: Tidak ada
Agraphia
: Tidak ada
Fingerognosis
: Tidak ada
Membedakan kanan-kiri
: Tidak ada
Acalculia
: Tidak ada
6. Refleks-refleks
Refleks kulit
Refleks kulit dinding perut : abnormal
Refleks cremaster : Tidak dapat dilakukan
Refleks gluteal
12
Refleks anal
: 2/2
Refleks Triceps
: 2/2
Refleks Patella
: 1/1
Refleks Achiles
: 1/1
Refleks Patologis :
Tungkai
Babinski
: -/-
Chaddock
: -/-
Oppenheim
: -/-
Rossolimo
: -/-
Gordon
: -/-
Schaffer
: -/-
Lengan
Hoffmann-Tromner : -/Reflek Primitif :
7.
Grasp
tidak dilakukan
Snout
tidak dilakukan
Sucking
tidak dilakukan
Palmomental
tidak dilakukan
: inkontinensi (+)
Columna Vertebralis
13
Kelainan Lokal
Skoliosis
: tidak ada
Khypose
: tidak ada
Khyposkloliosis
Gibbus
: tidak ada
: tidak ada
: tidak bisa
Ekstensi
: tidak bisa
Lateral deviation
: tidak bisa
Rotasi
: tidak bisa
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
10,4
8,8
3,34
31,1
178
18,0
12.0 - 15.60
4.65 - 10.3
4.00 5.30
37.00 47.00
150 356
12.1 - 14.0
g/dl
ribu/ul
juta/ul
vol %
ribu/ul
%
93,2
29,0
31,1
75.0 - 96.0
28.0 - 32.0
33.0 - 37.0
Fl
Pg
%
84,7
8,4
6.9
7.50
0.7
0.6
50.0 70.0
25.0 40.0
4.011.0
2.50 - 7.00
1.25 4.0
%
%
%
ribu/ul
ribu/ul
ribu/ul
14
KIMIA
GULA DARAH
Glukosa
Darah
Sewaktu (GDS)
SGOT
SGPT
Ginjal
Ureum
Creatinin
162
<200
mg/dl
29
12
0 46
0 45
U/l
U/I
83
1.1
10 50
0.6 - 1.2
mg/dl
mg/dl
15
16
17
18
19
20
RESUME
1. ANAMNESIS:
-
Kelemahan tungkai kanan dan kiri sejak 1 tahun yang lalu dan
2. PEMERIKSAAN
Interna
Kesadaran
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 72 kali /menit
Respirasi
: 23 kali/menit
Suhu
: 36,3oC
Kepala/Leher
: normal
Thorax
Abdomen
: Acites (+)
Ekstremitas
: paraplegia
Status psikiatri
Status Neurologis
21
Diagnosis Topis
Diagnosis Etiologis
PENATALAKSANAAN
-
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ranitidin
Inj. Metilprednisolon
Inj. Mecobalamin
2x50 mg
3x125 mg
1x1 amp
22
PEMBAHASAN
Pada kasus, pasien laki-laki usia 47 tahun mengalami kelemahan tungkai
dengan onset kronis dan kelumpuhan tungkai dengan onset akut, kehilangan
sensasi sensorik dari dada hingga tungkai, kehilangan kesadaran untuk BAB dan
BAK serta sulit BAB, tidak terdapat riwayat hipertensi dan tidak ada riwayat
stroke sebelumnya, terdapat riwayat jatuh dari motor satu tahun sebelumnya, dan
jatuh daru kursi 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan penunjang
CT-scan kepala normal, CT-scan torakolumbal didapatkan fraktur kompresi
multiple pada VT 4,6,8,10 VL 1-5 dan diffuse osteoporosis, serta pada foto bone
survey didapatkan diffuse osteoporotic pada seluruh tulang. Foto thorax
didapatkan lesi litik pada hampir semua os costae dan proksimal humerus. Foto
cervikal AP/L didapatkan lesi litik hampir seluruh corpus cervicalis. Berdasarkan
hasil anamnesis dan pemeriksaan penunjang tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pasien dalam kasus ini mengalami trauma medula spinalis dengan topis lesi
medula spinalis setinggi Vertebra Thorakal 4.
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang yang
menyebabkan penekanan pada medula spinalis sehingga menimbulkan myelopati
dan merupakan kedaruratan neurologi yang memerlukan tindakan yang cepat,
tepat dan cermat untuk mengurangi kecacatan.1
Trauma medula spinalis meliputi kerusakan medula spinalis karena trauma
langsung atau tak langsung yang mengakibatkan gangguan fungsi utamanya,
23
seperti fungsi motorik, sensorik, autonomik, dan refleks, baik komplet ataupun
inkomplet. Trauma medula spinalis merupakan penyebab kematian dan kecacatan
pada era modern, dengan 8000-10.000 kasus pertahun pada populasi penduduk
USA dan membawa dampak ekonomi yang tidak sedikit pada sistem kesehatan. 2
Pusat data nasional cedera medula spinalis (National Spinal Cord Injury Statistical
Center/ NSCISC 2004) memperkirakan setiap tahun di Amerika serikat ada
11.000 kasus cedera medula spinalis. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa
muda (usia 16-30 tahun), dan biasanya lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan wanita. Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50,4%),
jatuh (23,8%), dan cedera yang berhubungan dengan olahraga (9%). Sisanya
akibat kekerasan terutama luka tembak dan kecelakaan kerja.1,2,3
Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme sebagai
berikut:2
1. Kompresi oleh tulang, ligamen, herniasi diskus intervertebralis, dan
hematoma. Paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan
kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan
trauma hiperekstensi.
2. Regangan jaringan berlebihan, biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi
medula spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya
usia.
3. Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma mengganggu
aliran darah kapiler dan vena.
4. Gangguan sirkulasi atau sistem arteri spinalis anterior dan posterior akibat
kompresi tulang.
24
25
defisit motorik dan sensorik atau paralisis. Sesuai dengan American Board of
Physical Medicine and Rehabilitation Examination Outline for Spinal Cord
Injury Medicine, cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur, dislokasi
dan kontusio dari kolum vertebra.
b. Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan seperti
penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis,
atau kerusakan yang terjadi pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh
gaya fisik eksternal. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup
penyakit motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan
inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan
metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan.
Pada pasien dalam kasus ini, gejala klinis yang muncul adalah kelumpuhan
pada kedua tungkai kanan dan kiri, anestesia dari dada (dermatom T6-T7) hingga
ujung kaki, tidak bisa merasakan keinginan BAB dan BAK. Kelumpuhan kedua
tungkai tersebut terjadi karena lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras
kortikospinalis lateralis menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian
tubuh yang terletak di bawah lesi. Pada tingkat lesi terjadi kelumpuhan LMN dan
di bawah tingkat lesi terdapat kelumpuhan UMN. Kelumpuhan LMN di tingkat
lesi melanda kelompok otot yang merupakan sebagian kecil dari muskular toraks
atau abdomen. Pada gambaran CT-Scan torakolumbal didapatkan fraktur
kompresi pada VT 4, yang menyebabkan kelemahan dan gangguan sensorik serta
otonom pada organ di bawahnya. Akan tetapi mengingat peranan otot perut dan
26
dada tidak begitu menonjol pada kelumpuhan LMN ditingkat lesi sehingga sulit
dievaluasi, berbeda jika yang terganggu pada lesi LMN berupa anggota gerak.
Pada toraks tanda UMN tidak dapat diungkapkan dan refleks dinding otot perut
meningkat. Kelumpuhan yang tergambar pada uraian di atas adalah paraplegia.3
Anestesia setinggi T6-T7 hingga ujung tungkai juga terjadi karena trauma
yang mengenai beberapa segmen medula spinalis yang rusak sama sekali, lesi
yang seolah-olah memotong medula spinais ini dinamakan lesi transversal. Lesi
transversal berada di bawah intumesensia servikobrakialis, maka timbullah
paraplegia yang disertai anestesia di bawah tingkat lesi. Hal ini karena impuls
motorik tidak dapat disampaikan kepada motorneuron yang berada di bawah lesi,
lalu impuls sensorik dari permukaan badan di bawah dermatom T6-T7 tidak dapat
disampaikan kepada korteks sensorik primer di korteks serebri lobus parietal.3
Gangguan pada proses BAB dan BAK yang tidak merasakan lagi juga
karena terjadi kerusakan pada sistem saraf otonom akibat kerusakan medula
spinalis. Karena impuls asendens dan desendens lainnya juga tidak dapat
disampaikan kepada tempat tujuannya, maka perasaan ingin kencing dan berak
hilang serta daya untuk mengosongkan kandung kemih dan rektum hilang.3
Pada kasus ini jenis lesi yang terjadi adalah tipe lesi tranversa komplit,
yaitu yang mengenai gangguan traktus piramidalis, gangguan sensibilitas dan
gangguan saraf otonom. ASIA/ISCoS Exam Chart (ASIA Impairment Scale)
adalah grade A, yaitu complete lack of motor and sensory function below the level
of injury (including the anal area).1
27
Tipe
Komplit
Inkomplit
sampai S4-S5
Fungsi sensorik masih baik tapi motorik
Inkomplit
Inkomplit
otot-otot
Normal
Tabel 1.1
utama
masih
motorik
motorik
utama
memiliki
kekuatan >=3
Fungsi motorik dan sensorik normal
28
Gejala Klinis
Brown-Sequard
Trauma tembus,
Syndrome
Kompresi
Sindroma
Spinalis Cedera
Anterior
yang
menyebabkan
HNP pada T4-6
Sindroma
Spinalis Hematomielia,
Sentral Servikal
tekan) ipsilateral
1. Paresis LMN setinggi lesi, UMN
dibawah lesi
2. Dapat disertai disosiasi sensibilitas
3. Gangguan
eksteroseptif,
proprioseptif normal
4. Disfungsi spinkter
1. Paresis lengan > tungkai
2. Gangguan sensorik bervariasi di
Trauma spinal
ujung distal lengan
3. Disosiasi sensibilitas
4. Disfungsi miksi, defekasi, dan
Sindroma
Posterior
Sindroma
Medullaris
Spinalis Trauma,
arteri
infark
seksual
1. Paresis ringan
2. Gangguan eksteroseptif punggung,
spinalis
posterior
Konus Trauma
lower
sacral cord
disosiasi sensibilitas
3. Nyeri jarang, relative
ringan,
Kauda Cedera
akar
29
ejakulasi.
1. Gangguan motorik sedang sampai
Equina
saraf
berat, asimetris
2. Gangguan sensibilitas, asimetris,
lumbosakral
tidak ada disosiasi sensibilitas
3. Nyeri sangat hebat, asimetris
4. Gangguan reflex bervariasi
5. Gangguan spinkter timbul lambat,
ringan, jarang terdapat disfungsi
seksual
Pasien pada kasus ini diberikan tatalaksana sebagai berikut:
-
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ranitidin
Inj. Metilprednisolon
Inj. Mecobalamin
2x50 mg
3x125 mg
1x1 amp
Pemberian cairan dengan ringer laktat pada kasus ini sedikit tidak sesuai
dengan kondisi pasien pada saat perawatan. Pada saat perawatan, pada
pemeriksaan kimia darah, ditemukan sedikit peningkatan ureum dan kreatinin
yang salah satu penyebabnya adalah fungsi ginjal yang menurun. Pemberian
cairan ringer laktat yang mengandung beberapa jenis elektrolit terutama kalium
tidak dianjurkan pada pasien dengan fungsi ginjal yang tidak baik, karena dapat
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit. Terapi cairan rumatan yang
dapat menjadi pilihan pada pasien dengan fungsi ginjal yang menurun adalah
NaCl 0,9%.4
Metilprednisolon 3x125 mg diberikan untuk menstabilkan membran,
menghambat oksidasi lipid, mensupresi edema vasogenik dengan memperbaiki
sawar darah medulla spinalis, menghambat pelepasan endorfin dari hipofisis, dan
menghambat respon radang. Metilprednisolon menjadi pilihan dibanding steroid
lain karena kadar antioksidannya, dapat menembus membran sel saraf lebih cepat,
30
diberikan
sesegera
mungkin
setelah
trauma
karena
distribusi
setelah
pemberian
pertama.
Jika
pasien
mendapatkan
bolus
metilprednisolon antara 3-8 jam setelah cedera, maka seharusnya pasien tersebut
menerima infus metilprednisolon selama 48 jam sedangkan jika pemberian
metilprednisolon dalam tiga jam setelah cedera, maka pemberian infus
prednisolon diberikan selama 24 jam.1,6 Penelitian menunjukkan akan terjadi
pemulihan motorik dan sensorik dalam 6 minggu, 6 bulan dan 1 tahun pada pasien
yang menerima metilprednisolon. Akan tetapi, penggunaan kortikosteroid belum
jelas kesepakatannya, hal ini karena timbulnya efek samping berupa pneumonia.
Steroid dosis spinal juga kontra indikasi untuk pasien dengan luka tembak atau
cedera radiks dorsalis (kauda ekuina), atau hamil, kurang dari 14 tahun, atau
31
dalam pengobatan steroid jangka panjang, serta hipotermi (salah satu gejala yang
timbul pada cedera medula spinalis).6
Penatalaksaan pada trauma medula spinalis sebagai berikut:1
1. Umum
a. Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis, segera
pasang collar neck, jangan gerakkan kepala atau leher.
b. Jika ada fraktur kolumna vertebralis torakalis, angkut pasien dalam
keadaan tertelungkup, lakukan fiksasi torakal (pakai korset).
c. Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal.
d. Kerusakan medula spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh darah
menurun karena paralisis fungsi sistem saraf ortosimpatik, akibatnya
tekanan darah turun beri infus bila mungkin plasma atau darah. Sebaiknya
jangan berikan cairan isotonik seperti NaCl 0,9% atau glukosa 5%.
e. Jika ada gangguan miksi, pasang kondom kateter atau dauer kateter dan
jika ada gangguan defekasi berikan laksan atau klisma.
2. Medikamentosa
a. Berikan metilprednisolon
b. Bila terjadi spastisitas otot, berikan:
- Diazepam 3 x 5-10 mg/hari
- Bakloven 3-5 mg atau 3x20 mg perhari
c. Bila ada rasa nyeri dapat diberikan:
- Analgetika
- Antidepresan: Amitriptilin 3x10 mg/hari
- Antikonvulsa: gabapentin 3x300 mg/ hari
3. Operasi, jika:
a. Ada fraktur, atau pecahan tulang menekan medula spinalis
b. Gambaran neurologis progresif memburuk
c. Fraktur, dislokasi yang labil
d. Terjadi herniasi diskus intervertebralis yang menekan medula spinalis
Pasien dengan cedera medulla spinalis komplit hanya mempunyai harapan
untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72
jam, maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi
sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan
32
kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medulla spinalis
dapat sembuh dan mandiri.7
33
DAFTAR PUSTAKA
dan
tatalaksana
medikamentosa.
Continuing
Medical
34