Anda di halaman 1dari 6

Gangguan Pendengaran akibat Bising pada Pekerja Pabrik Mobil Bagian

Perakitan, Gambaran Klinis dan Penatalaksanaannya

Mawar Makmaker
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
mmakmaker@yahoo.com

Abstrak: Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) merupakan
penyakit yang disebabkan akibat kerja. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pajanan bising
dengan intensitas lebih dari 85 dB dan dalam jangka waktu yang lama, yang terjadi di
lingkungan kerja. Pendengaran yang berkurang disertai tinitus adalah gejala klinis yang
sering terjadi. Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada
frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik yang
patognomonik untuk jenis ketulian ini. Mekanisme yang mendasari gangguan pendengaran
akibat bising diduga berupa adanya stres mekanis dan metabolik pada organ sensori auditorik
bersamaan dengan kerusakan sel sensorik atau bahkan kerusakan total organ corti di dalam
koklea. Penanganan hearing loss harus dilakukan secara menyeluruh dimulai dari pencegahan
hingga tahap rehabilitatif. Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi monitoring paparan
bising, pengendalian industri, pengendalian administrasi, pemakaian alat pelindung
pendengaran, pemeriksaan audiometri secara berkala, penyimpanan catatan medis mengenai
pajanan dan informasi mengenai kondisi pendengaran, dan melakukan penyuluhan kepada
tenaga kerja.
Kata Kunci: NIHC, pekerja , penatalaksanaan
Abstract: Noise induced hearing loss is an ocupation diseases. It can cause by exposure to
noise with an intensity of more than 85 dB and in the long term at workplace. The clinical
symptoms is reduce hearing and tinittus. Pure tone audiometric examination found
sensorineural hearing loss at frequencies between 3000-6000 Hz and at a frequency of 4000
Hz often there are notches pathognomonic for this type of deafness. The pathology of NIHL is
because of mechanical and metabolic stress on simultaneously with the auditory sensory
organ sensory cell damage or even total destruction corti organ in the cochlea. Handling
hearing loss must be done thoroughly starting from prevention to rehabilitation. Management
performed includes noise exposure monitoring, industrial control, administrative control, the
use of hearing protectors, audiometric examination regularly, the storage of medical records
regarding exposure and information about the state hearing, and gave education to the
worker.
Key words: NIHC,worker, management.

Pendahuluan
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) merupakan
gangguan pendengaran dikarenakan pajanan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dan
dalam jangka waktu 5 tahun atau lebih, yang mengakibatkan kerusakan pada alat corti.
Gangguan pendengaran akibat bising yang terjadi bersifat tuli sensorineural koklea dan
umumnya terjadi pada kedua telinga. Pajanan bising biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja.1
World Health Organisation ( WHO ) pada tahun 2007 melaporkan bahwa prevalensi
ketulian di Indonesia mencapai 4,2%. Negara-negara di dunia telah menetapkan NIHL
merupakan penyakit kerja yang terbesar di derita. Sebesar 16% dari ketulian yang di derita
oleh orang dewasa dikarenakan kebisingan di tempat kerja.2
Gangguan pendengaran akibat bising ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih, hal
tersebut dikarenakan gangguan pendengaran akibat bising dapat dilakukan tindakan
pencegahan sehingga pekerja bisa tetap sehat dan produktif. Kerja sama antara pihak
perusahaan dan tenaga kerja sangat diperlukan dalam mencegah dan mengendalikan masalah
ini. Perlu diberikan penyuluhan-penyuluhan agar para pekerja bisa tahu langkah apa saja
yang mereka harus lakukan supaya tidak mengalami gangguan pendengaran akibat bising ini.
Tujuan penulis membuat tinjauan pustaka ini agar pembaca dapat mengerti tentang
hal- hal yang berkaitan dengan gangguan pendengaran akibat bising, proses terjadinya,
penatalaksanaan yang bisa dilakukan, dan pencegahannya.

Suara diproduksi melalui getaran suatu benda yang menyebabkan gelombang


terkompresi dan merenggang. Gelombang suara paling baik disalurkan melalui udara.
Gelombang suara memiliki berbagai ciri meliputi frekuensi, amplitudo, panjang gelombang
dan intensitas. Frekuensi adalah jumlah gelombang per satuan waktu, frekuensi dinyatakan
dalam siklus per detik (Hertz/Hz). Amplitudo adalah besarnya jarak gelombang dari titik
tengah ke puncak atau lembah. Panjang gelombang adalah jarak anatar dua puncak atau dua
lembah gelombang suara, panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi.
Intensitas adalah ukuran tingkat suara, intensitas berbanding lurus dengan kaudrat amplitudo
gelombang suara dalam lapangan. Hal itu berarti penambahan jarak sebesar dua kli lipat akan
mengurangi intensitas sebesar seperempat.3
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Jenis kebisingan
diklasifikasikan berdasarkan kontinuitas, intenitas dan spektrum frekuensi suara dibedakan
menjadi 4 yaitu ; Steady state and narrow band noise ialah kebisingan yang terus menerus
dengan spektrum suara yang sempit seperti suara mesin, kipas angin. Non steady state and
narrow band noise ialah kebisingan yang tidak terus menerus dengan spektrum suara yang
sempit seperti mesin gergaji, katup uap. Kebisingan intermiten adalah kebisingan yang terjadi
sewaktu-waktu dan terputus seperti suara pesawat terbang, kereta api. Kebisingan implusif
merupakan kebisingan dengan intensitas tinggi seperti ledakan bom.4

Terdapat peningkatan kebisingan yang bermakna di tempat kerja dengan adanya


industrialisasi. Gangguan pendengaran, terutama kehilangan pendengaran karena bising
( noise induced hearing loss ), telah menjadi masalah umum di sejumlah besar tempat kerja. 3
Pajanan terhadap bising biasanya beragam intensitasnya selama masa kerja dan untuk
memperkirakan tingkat kebisingan setara yang dapat memberikan jumlah total energi bunyi
yang sama dengan kebisingan yang naik turun, dirancang satuan Leq.5
Tabel 1. Batas pajanan bising yang diperkenankan sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja
tahun 1999.5
Intensitas bising (dB)
85
88
91
94
97
100
103

Waktu pajanan per hari dalam jam


8
4
2
1
0.5
0.25
0.125

Penegakan diagnosis gangguan pendengaran akibat bising berdasarkan anamnesis,


riwayat pekerjaan sekarang dan dahulu, pemeriksaan fisik yang telah menyingkirkan
penyebab tuli lain, otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti
audiometri. Hasil audiologi, tes penala didapatkan Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga
yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Pemeriksaan audiometri nada
murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi
4000 Hz sering terdapat takik yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.1,3
Gangguan pendengaran akibat kerja adalah hilangnya sebagian atau seluruh
pendengaran seseorang yang bersifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang
disebabkan oleh bising terus menerus dilingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan industri,
semakin tinggi intensitas kebisingan dan semakin lama waktu pemaparan kebisingan yang
dialami oleh para pekerja, semakin berat gangguan pendengaran yang ditimbulkan pada para
pekerja tersebut.6
Pendengaran yang kurang disertai tinitus atau tidak merupakan gejala dari gangguan
pendengaran akibat bising. Pada keadaan cukup berat akan sulit mengerti percakapan dengan
kekerasan biasa dan pada keadaan yang lebih berat percakapan keras pun akan sulit untuk
didengar. Secara klinis pajanan bising dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan
ambang dengar sementara (temporary threshold shift), dan peningkatan ambang dengar
menetap ( permanent threshold shift ).1
Secara umum gambaran ketulian pada telinga akibat bising adalah bersifat
sensorineural, hampir selalu bilateral, jarang menyebabkan ketulian derajat sangat berat.
Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang

signifikan. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekuensi 3000, 4000, dan 6000
Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekuensi 4 000 Hz. Paparan bising yang
konstan, pada ketulian frekuensi 3000, 4000, dan 6000 Hz akan mencapai tingkat maksimal
dalam 10-15 tahun.6
Mekanisme yang mendasari NIHL diduga berupa adanya stres mekanis dan metabolik
pada organ sensori auditorik bersamaan dengan kerusakan sel sensorik atau bahkan kerusakan
total organ corti di dalam koklea. Kehilangan sel sensorik pada daerah yang sesuai dengan
frekuensi yang terlibat adalah penyebab gangguan pendengaran akibat bising yang paling
penting. Kepekaan terhadap stres pada sel rambut luar ini berada pada kisaran 0-50 dB,
sedangkan untuk sel rambut di atas 50 dB. Biasanya dengan terjadinya tinitus, ada kerusakan
bermakna pada sel rambut luar. Frekuensi yang sangat tinggi lebih dari 8 kHz mempengaruhi
dasar koklea.3
Penanganan hearing loss harus dilakukan secara menyeluruh dimulai dari pencegahan
hingga tahap rehabilitatif. Bagi pekerja yang belum atau sudah terpajan dengan kebisingan
diberikan perlindungan menurut tata cara medis. Pertama yang dapat dilakukan adalah
monitoring paparan bising dengan cara identifikasi sumber bising, yang bertujuan untuk
menilai keadaan maksimum, rata-rata, minimum, fluktuasi jenis intermiten dan steadiness
bising. Untuk pengukuran bising dipakai alat Sound Level Meter. Kemudian juga perlu
dicatat jangka waktu terkena bising. Makin tinggi intensitas bising, jangka waktu terpajan
yang diizinkan menjadi semakin pendek seperti yang dietetapkan dalam keputusan menteri
tenaga kerja RI no KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat
kerja. Survei bising ini untuk dapat membuat pedoman pengendalian industri dan
administrasi. Survei ini juga akan memberikan batasan daerah ayng memerlukan
perlindungan terhadap kebisingan dan menegtahui pegawai mana yang harus dimasukkan ke
dalam program audiometri. 3,5,7
Pada pekerja yang sudah mengalami gangguan pendengaran akibat bising dapat
dicoba pemasangan alat bantu dengar. Jika dengan alat bantu dengar masih susah untuk
berkomunikasi maka diperlukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. 1
Pengendalian bising melalui pengandalian industri adalah tindakan pengendalian
paling penting dalam program perlindungan pendengaran. Tindakan lain hanya dilaksanakan
jika pengendalian industri tidak mungkin dilakukan. Pengendalian industri merupakan
tindakan yang mengendalikan sumber pajanan kebisingan secara langsung. Tindakantindakan yang bisa dilakukan diantaranya penggantian alat menggunakan alat dengan tingkat
kebisingan yang lebih kecil, pemindahan sumber bising yang jauh dari operator, pemakaian
peredam bunyi. Prinsipnya, pengendalian bising dapat melibatkan pergantian alat,
pemindahan alat, isolasi getaran, peredaman permukaan, perubahan desain sumber,
penghalang, penutup.3,5,7
Pengendalian administrasi merupakan langkah penatalaksanaan selanjutnya bila
pengendalian industri tidak mungkin untuk dilakukan. Pengendalian administrasi dilakukan
untuk mengurangi pajanan pegawai secara perorang. Cara yang bisa dilakukan yaitu

melakukan rotasi antara pekerja yang ada di daerah bising tinggi dengan pekerja yang di
daerah bising rendah selang waktu tertentu, tapi hal ini biaanya sulit untuk dilakukan.3,5,7
Alat pelindung pendengaran digunakan untuk melengkapi tindakan pengendalian
industri dan administrasi.Alat pendengaran yang dipakai adalah ear plug, ear muff, dan helm
yang harus disediakan bagi semua pekerja yang terpajan tingkat bising di atas 85 dB.3,5,7
Program tes audiometri juga bisa dilakukan tapi bukan sebagai pengendali bising,
namun program audiometri termasuk data dasar, audiometri berkala, dan pada akhir
pekerjaan sebagai pegawai sangat berguna dalam program perlindungan pendengaran.
Diagnosis gangguan pendengran akibat bising ditegakkkan bila memegang tejadi pajanan
bising dan penyebab lain dapat disingkirkan, umumnya dimasukkan ke dalam daftar
penyakit akibat kerja yang diberi kompensasi.3,5,7
Penyimpanan catatan medis mengenai pajanan dan informasi mengenai kondisi
pendengaran penting dalam monitoring dan keperluan medikolegal. Pelatihan pemakian alat
perlindungan pendengaran yang tepat dan pendidikan kepada pekerja mengenai kelainan
pendengaran yang dapat timbul akibat pajanan terhadap bising penting untuk membantu
keberhasilan program perlindungan pendengaran.3,5,7

Penutup
Gangguan pendengaran akibat bising yang terjadi di lingkungan kerja, bukan
merupakan sesuatu yang baru. Tindakan pencegahan yang selama ini sudah diketahui pun
pada kenyataannya sulit untuk di aplikasikan pada kegiatan industri karena berbagai masalah
yang ada di lapangan. Diperlukan kerja sama yang baik anatara pemilik perusahaan dan
pekerja serta semua yang telibat untuk keberhasilan program perlindungan pendengaran.

Daftar Pustaka
1. Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced
Hearing Loss ) dalam Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorokan, kepala
dan leher. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2014.h.42-5.
2. Permaningtyas LD, Darmawan AB, Krisnansari D. Hubungan lama masa kerja
dengan kejadian noise induced hearing loss pada pekerja home industry knalpot di
kelurahan purbalingga. Mandala of Health.2011; 5(3). Diunduh dari
http://fk.unsoed.ac.id/
3. Rampal KG, Noorhassim I. Gangguan pendengaran dalam buku ajar praktik
kedokteran kerja. Jakarta : EGC; 2010.h.237-59.
4. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan komunitas. Jakarta : EGC; 2009.h.204-5.
5. Harrington JM, Gill FS. Buku saku kesehatan kerja. Edisi 3. Jakarta: EGC;
2005.h.172-9.
6. Rambe AYM. Gangguan pendengaran akibat bising. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3468/1/tht-andrina1.pdf

7. Salawati L. Noise induced hearing loss. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala.2013;13(1).


Diunduh dari http://jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/2744/2592

Anda mungkin juga menyukai