Anda di halaman 1dari 1

16

ART & CULTURE

MedanBisnis
Minggu, 30 Agustus 2015

MAYAT
Oleh: Erby Er
Sudah tiga hari ini, mayat istriku
terbaring bersamaku di atas ranjang
berdarah. Tanpa bercinta, tanpa
bersendau gurau dan tanpa apapun
itu.
Ijinkan aku menulis kata mayat,
yang selalu membawa ketenangan
bagi diriku dengan rasa
ketidakadilan dalam arti mengarungi
cinta sejati. Ijinkan aku pula
memanggul mayat istriku yang bau
busuknya yang menyengat, tidak
akan pernah tercium bagi insan yang
mau berbagi cinta bersamanya.
Antara sebab dan akibat selalu
menjadi penjelasan terutama yang
akan aku beritahu kepada kalian.
Aku mencintai dia sebab cinta juga
mencintai aku. Aku menyayangi
dirinya akibat kasih sayang yang juga
menyayangi diriku. Semuanya sudah
aku berikan untuknya, semuanya
sudah aku kisahkan bersamanya,
semuanya sudah aku ungkapkan
sebelum dirinya menjadi sesosok
mayat. Sebelum dirinya menjadi
bangkai. Sebelum dirinya
meninggalkan aku untuk selamalamanya.
Tiada lagi kata-kata yang terucap
dengan rangkaian kata terindah
untuk sesosok mayat, tiada lagi
perjamuan makan malam yang
menghidangkan sajian makanan dan
minuman yang nikmat. Seperti yang
sudah terjadi sebelumnya, seperti
yang sudah aku tuliskan di atas
sebelumnya. Sekarang istriku sudah
menjadi mayat. Terbujur kaku, lusuh,
bengis, kelam, suram, mencekam
namun terkesan hidup. Terutama
sebuah kesan hidup yang begitu
berati untuk diriku, untuk suami
yang selalu merawat cintanya, untuk
suami yang selalu mengukir kata
cinta lewat sebuah bukti, untuk
suami yang akan selalu membawa ke
mana-mana mayat istrinya sampai
kapan pun.
Aku akan tetap menjadi aku.Tapi
kau! Akan selalu menjadi bagian dari
hidupku bukan dirimu. Karena aku
adalah suami yang mencintai wanita
layaknya mencintai seorang ibu.
``Mengerti mayat?``
Biasanya setiap hari aku dan
istriku selalu ke pasar, di situ kami
akan membeli madu dan roti, juga
bila ada uang lebih kami tidak lupa
membeli makanan untuk anjing
peliharaan kami. Wahai istriku! Kini
dirimu sudah menjadi mayat yang
hanya gemar mendatangkan
sekelompok lalat bahkan belatung.
Meskipun dirimu kini sudah terbujur
kaku dan terbungkus kain, aku akan
tetap selalu pergi ke pasar, hanya
sekedar ingin memudar dalam
ketidakaturan yang mengatur
pandanganku yang mulai kabur. Di
mana pasar itu akan selalu
menghadirkan para-para pedagang
yang berdagang dengan tertib dan
ramah tamah. Saat pergi ke pasar,
aku selalu membawa serta dan
memanggul mayat istriku yang aku
bungkus dengan kain sutra berwarna
hitam, kelam, legam, dan suram. Di
mana aku menyandingkan kasih
sayangku dengan mayat istriku.
Untuk mayat istriku tercinta!
Masihkah dirimu ingat! Saat kita
duduk berdua di sebuah teras
bangunan tua yang bergaya arsitektur
kuno itu, kita selalu menghadirkan
sejuta kata cinta yang kita ukir di hati

kita masing-masing. Bangunan tua


itu cat dindingnya sudah tekelupas
namun cintaku kepadamu tidak akan
pernah terkelupas sampai kapan pun.
Bangunan bergaya kuno yang di
desain para ahli terbaik di jagad raya
ini, akan selalu terkikis di makan
waktu. Tetapi itu semua tidak akan
berlaku untuk cinta kita berdua.
Istriku tersayang. Istriku tercinta.
Sudah berapa banyak aku mengumandangkan sebuah rangkaian cinta
kepadamu? Aku harap kau berpikir
100x dan berkata tidak. Karena aku
tahu betul bahwasanya aku adalah
pria yang terbaik dari semua pria
yang terbaik di muka bumi ini.
Saat senja membenci malam dan
tenggelam di balik kegelapan. Aku
menyandarkan mayat istriku di
dinding kamar sembari membelai
pergelangan tangannya dan wajahnya
seraya berkata. ``Aku mencintaimu.`` Setelah itu aku mengecup
keningnya dan aku lihat sebuah
cairan berwarna kuning yang
bergelombang seperti ombak di
lautan samudra, mengalir melewati
telinganya. Mayat istriku yang tidak
akan pernah aku kubur itu mulai
membusuk dan berlendir. Namun
kecantikan hatinya tidak akan pernah
bisa menerima kenyataan semua itu.

Keanggunannya yang membuat


para Raja-Raja terpikat dan ingin
mempersunting dirinya. Berbagai
tawaran permata, kain-kain halus
yang ditenun oleh penenun dari
Negeri yang terbaik. Hingga kastil
kerajaan yang bertahtakan emas pun
tidak akan pernah bisa membuat
jalan pikirannya berlari dari cintanya
kepadaku. Ohhhh Camelia, begitulah
aku memanggil namamu yang cantik
secantik bunga Camelia. Kesetiaanmu yang membuat para Dewa
tertinggi sekalipun terpesona
berdecak kagum dan membanggakan
dirimu dalam kesetiaan yang jarang
dimiliki wanita mana pun di muka
bumi ini.
Para leluhur yang telah mati 1000
tahun lalu pun, tidak akan pernah
bisa beristirahat dengan tenang bila
semasa hidupnya belum berjumpa
dan mencium tubuh wangi-mu yang
harum mewanginya seharum bunga
Lotus. Wahai mayat istriku yang
tersayang. Maukah engkau menemaniku bernyanyi lagu-lagu yang
terbaik di zaman Baroque? Seperti
biasanya yang pernah kita lakukan
bersama-sama di bawah pohon yang
tak berdaun itu? Baiklah istriku,
keyakinan cinta itu yang membuatku
menjawab sendiri.

Aku panggul mayat istriku di


bahuku. Aku menelusuri lembah
hitam yang diapit oleh pegunungan
The Dark yang konon dahulu kalanya
di mana dijadikan tempat hukuman
pemenggalan kepala bagi para
manusia yang mengkhianati Dewa
Ardes. Dewa yang mereka sembah
dan yang dipuja-puja. Ajaran
tertinggi yang selalu mereka tabahkan dalam kesehariannya memanjatkan sebuah doa. Namun hanya
pemenggalan kepala yang terjadi bagi
siapa saja yang telah mengkhianati
Dewa yang mereka sanjung itu.
Sabar istriku. Tidak lama lagi kita
akan sampai dan mengumandangkan
sebuah lagu yang indah di bawah
pohon yang tak berdaun itu. Meski
tanpa iringan Harpa dan Biola
sekalipun, akan tetap terdengar
syahdu dalam sebuah ikatan cinta
sejati yang kita tanam di pot yang
melambangkan arti cinta sejati.
Perhatikan awan yang menggumpal
dan melirihkan dunianya dengan
penuh kesedihan itu istriku. Di balik
gumpalan itu terlihat sesosok wanita
yang lemah gemulai sedang
berbaring di atas awan dan sulit
bernapas saat melihat diriku
memanggul mayat-mu.
Wanita itu memakai gaun berwar-

na putih menyerupai para Putri yang


berada di Negeri dongeng. Wanita itu
bermahkotakan kepala angsa yang
berwarna keemasan dan
menyilaukan pandanganku yang
mulai kabur dan seperti ingin buta
karena terbakar oleh kecemburuan
wanita yang melihat kesetiaanku
kepadamu wahai istriku.
Kita sudah sampai istriku, kita
akan kembali bernyanyi bersamasama seperti masa-masa lalu yang
menghadirkan para dayang-dayang
dari Negeri cinta di Selatan. Burungburung yang berwarna hijau bercampur kemilau yang menyilaukan mata
kita akan mengiringi kebahagian
kita, melantunkan sebuah nada yang
berirama kasih sayangku kepadamu
wahai istriku. Aku berjanji tidak akan
pernah meninggalkanmu meski
dirimu membusuk bahkan berlendir
seperti para mayat-mayat di luar
sana. Aku akan merawatmu sayang,
aku akan selalu mencintaimu sampai
tulang belulang itu bermunculan.
Cinta ini tidak akan pernah habis
dimakan waktu. Aku akan tetap ada
sampai kapan pun. Aku bersumpah
tidak akan melanggar janji hatiku.
Aku bersumpah tidak akan menjadi
penopang bunga selain bungamu.
Aku bersumpah akan melakukan

yang seharusnya aku lakukan kepada


cinta. Aku bersumpah akan tetap
berjalan sendiri meski jalan itu cukup
berpapasan dengan wanita lain. Aku
akan tetap berkerumun di keramaian
tanpa melirik kecantikan para wanita
lain yang melingkar di hatiku. Aku
bersumpah akan menjadi suami yang
setia dengan mayatmu.
Bagiku cinta hanyalah sebuah
keangkuhan dan kesombongan bagi
manusia yang serakah dan membangga-banggakan tanpa melakukan
sesuatu untuk yang disayang. Tapi itu
tidak terjadi bagiku wahai istriku.
Aku akan tetap membunuh waktu
dengan halus dan membunuh para
Iblis yang membisikkan kata-kata
untuk berlari dari cintamu. Sampaikanlah kata cintaku kepadanya.
Sampaikanlah rinduku kepadanya.
Aku adalah suaminya yang bertekuk
lutut di hadapanmu seraya memujamu. Wahai Tuhan yang maha esa.
Begitu angkuhnya-kah diriku yang
terlalu meninggikan cinta dalam
ketidakpuasanku terhadap takdir
yang merebutnya dariku. Aku
mencintai dirinya melebihi kasih
sayang yang mereka perlihatkan
kepada yang tersayang. Aku akan
menciptakan cinta yang abadi yang
selalu mereka bilang bahwa cinta itu
untuk di kenang. Nyatanya! Tidak
sama sekali.

Galeri PUISI
Muhammad A
sqalani Enes
te
Asqalani
Eneste
Jalan P
erempuan
Perempuan
di altar sebuah ruang ia
mengadu
di latar sebuah raung ia
mengibu
lalu lengang menganal mahkota
hanyuti lubang kekalkan nyawa
kepada kelahiran Isa namanya
kepada pengasingan Maryam nasibnya
kepada pengembara Masehi sejarahnya
ini setapak jalan berawal wanita
telapak berujung alamat surga:
anak yang berpijak di kakiNya
Pekanbaru, Villa 20
13
2013

Sebutlah N
aman
ya Adwi
Naman
amanya
sebutlah namanya Adwi
dunia tak lebih akbar dari biji sawi.
seorang pejalan kaki harus sampai pada
duri,
sebelum sampai kepada diri.
berenang-renang ke tepian
dian nurani seluas keyakinan.
#
seandainya kau dengar suara,
itulah kecupan Tuhan bagi seluruh bunga.
bibir-bibir doa mekar,
seorang perempuan menyanggul belukar.
ular terbakar,
dalam cerita-cerita
dalam penderitaan seluruh agama.
#
perempuan berdiri setinggi mata hati,
disambutnya pagutan Tuhan paling murni,
berseri-seri, bersemi-semi.
surga, cukup sampai di sini!
di F
ebr
yan 20
15
Febr
ebryan
2015

panah asmara.

Yar
y
ary
begitukah sabda dalam kitab-kitab
barahmu?
meledak seamis nafsu, meruyak sengeri
hantu,
melukaiku lagi dan lagi.
di bawah pohon merah.
di bawah lindungan lindu cinta.
pita percakapan kita sehitam harap.
cacing-cacing hening kita pelihara.
kita ciptakan kitab prahara, hingga aku
percaya;
kitab-kitab barahmu fiktif belaka.
tokohnya hanya aku dan kau;
kau si protagonis yang manis,
aku si antagonis yang manis.
lalu kenapa cinta kita pahitkan seperti kopi
tua?
20
15
2015

Kepada HF
wajah bisumu, wajah yang sukar kukenang
seperti wajah bayang-bayang. cinta itu,
cinta yang kutakar dengan tengkar. rasa itu,
yang kutangkal dengan tinggal. rahasia itu,
kini menjadi luka-luka baru.
padahal telah kaunisbatkan, ajaran
kepergian
yang paling dalam; dalam kitab suciku,
kitab sunyi yang penuh
bercak darahmu.
kebencian atas pengkhianat ayah dan ibu.
begitu pantaskah aku memujamu,
seperti bayang-bayang hantu itu?
tapi kau Adoni, Pan, atau Cupid
yang stupid mengabadikan

di F
ebr
yan 20
15
Febr
ebryan
2015

Ranum Sederhana
pohon yang pernah kau panjat dalam kepala
seperti rimbun doa, kini tumbang.
batangnya
kian lapuk. kian menyatu dengan tanah.
sementara buahnya yang merah marun.
mulai menggelinding, mencaricari waktu
yang belum juga terjenguk dalam kenangan
ketika Adam dan Hawa melepas jabat
tangan.
buruburu menggenggam buah kesukaan
Iblis
Pekanbaru, 20
13
2013

Bintang I
bintang, kenapa kamu takut pada sinarmu
sendiri,
aku hanya penanti malam yang berharap
hidup
di bawah remang-remang cahyamu. jika
turun hujan
dan kamu bercumbu bersama awan,
aku membayangkan seribu bayi kunangkunang
adalah rindu yang kautitipkan pada
pancaran,
bahwa aku harus lebih gigih lagi menunggu.
mungkin setabah rahim batu, yang
melahirkan lumut
yang tampak pekat bila malam, kau sedang
memendam
sinar dan pejam.
Najm NN 20
15
2015

Bintang II
apa yang harus kukatakan padamu,
malam-malamku membutuhkanmu,
ketika kaujatuhkan cahaya tubuhmu

ke rahasia tergelapku. aku tak membenci


bulan,
tapi aku hanya menginginkan
keberadaanmu.
bertaburan, membuat lubang jantungku
berdeburan.
seperti laut, semena-mena berkilau, ketika
kering
bathinku minta kebasahan.
andai aku tak memiliki siang, aku akan
selalu bersamamu,
memanah lengkung sinarmu, lalu aku
tertidur
lelah & orgasme parah.
Najm NN 20
15
2015

L epas Bulkashi
aku teringat Disporia yang suka nusuk
nalarku,
ia tahu cara lukai bathinku; jadi perempuan
pusar di taman tiruan.
kadang aku terpekur, hingga tertidur
bak mabuk anggur. mimpi-mimpi aneh
hambur,
menghibur rasa salahku
gembur.
pada ibu, pada ayah, kakak-kakakku,
serta doa yang kadang kedinginan takut
kucelaki.
dalam kaca, aku copot jantung bayangan.
mataku jelma tatapan hina, membiar iblis
semena-mena
menarik testikel puncak hasratku.
aku musti temani daun-daun merah yang
meriah,
warnanya tiduri birahi hara-hara. di sana
kubayangkan
daun nama lindur, lepas tangkai dan dunia
bebas memusar

bangkai.bangkai, dalam gilingan-gilingan


mesin penyesalan
Najm NN 20
15
2015

Meng
eluarkan Diri
engeluarkan
kita kadung mencopot jantung sendiri
mengusungnya dalam bingung menali
menjadikan diri semakin tak terkenali
lalu berkalikali kita menikam nurani
dengan gerigi maha runyam doa keji
kabut pun melarut ngeri langit nun melarat
nyeri
banjir tenggelamkan seisi hati
kesedihan bagi yang kehilangan
kesudahan bagian tak berbadan

Simpang Tiga, P
ekanbaru 20
13
Pekanbaru
2013
Ca
ta
tan
Cata
tatan
Muhammad Asqalani Eneste. Kelahiran
Paringgonan, 25 Mei 1988. Alumnus Pend.
Bahasa Inggris - Universitas Islam Riau
(UIR). Menulis sejak 2006. Pernah menjadi
Redaktur Sastra Majalah Frasa.Puisipuisinya dimuat di: Pikiran Rakyat, Suara
Merdeka, Suara NTB, Minggu Pagi, Fajar
Makassar, Riau Pos, Batam Pos, Pos Bali,
Sastra Sumbar, Medan Bisnis, Waspada,
Metro Riau, Haluan Riau, Koran Riau, Koran
Madura, Inilah Koran, Dinamika News,
Ruang Rekonstruksi, Majalah Sabili,
Majalah Frasa, Majalah Noormuslima
(Hongkong), Majalah Sagang, Koran Cyber,
KOMPAS.com, Kuflet.com, Detak UNSYIAH,
AKLaMASI, Bahana Mahasiswa, dll. Penulis
adalah mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia

Anda mungkin juga menyukai