Anda di halaman 1dari 22

DISUSUN OLEH :

Anggun Nia Mulyani (13334056)

Dosen : Dra. Refdanita., MSi, Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Mystenia Gravis
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun memperoleh banyak bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun penyusun guna meningkatkan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 05 Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

JUDUL.......................................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang..............................................................................................................................1

1.2

Tujuan..............................................................................................................................................2

1.3

Manfaat............................................................................................................................................2

BAB 2 KONSEP PENYAKIT


2.1

Definisi............................................................................................................................................3

2.2

Etiologi............................................................................................................................................3

2.3

Epidemologi...................................................................................................................................4

2.4

Patogenesis/Patofisiologi...........................................................................................................4

2.5

Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala).................................................................................5

2.6

Komplikasi.....................................................................................................................................7

2.7

Pencegahan Primer, Sekunder, Dan Tersier.........................................................................7

2.8

Penatalaksanaan............................................................................................................................8

2.9

Prognosis.........................................................................................................................................11

BAB 3 PATHWAY
3.1

Patofisiologi Gambaran Penyakit Secara Menyeluruh.....................................................12

BAB 4 PENUTUP
5.1

Kesimpulan....................................................................................................................................15

5.2

Saran.................................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................17
LAMPIRAN............................................................................................................................................18

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah.
Penyakit ini merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan
antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya
pemulihan. Pada masa lampau kematian akibat dari penyakit ini bisa
mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan tersedianya
unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat
penyakit ini bisa dikurangi.
Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600, dan
pada akhir tahun 1800 Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan otot
akibat paralisis burbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita
penyakit Miastenia gravis merasa lebih baik setelah minum obat efidrin
yang sebenarnya obat ini ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi. Dan
pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris bernama Mary Walker melihat
adanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia gravis dengan keracunan
kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu fisiotigmin untuk
mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan nyata dalam
penyembuhan penyakit ini.
Miastenia gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan
antara wanita dan pria yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkatan
usia yang kedua yang paling sering terserang penyakit ini adalah pria
dewasa yang lebih tua.
Kematian dari penyakit Miastenia gravis biasanya disebabkan oleh
insufisiensi pernafasan, tetapi dapat dilakukannya perbaikan dalam
perawatan intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi yang timbul dapat
ditangani dengan lebih baik. Penyembuhan dapat terjadi pada 10 % hingga
20 % pasien dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien
tertentu dan yang paling cocok dengan jalan penyembuhan seperti ini adalah

Page

golongan wanita muda, yaitu pada usia awitan. Usia awitan dari miastenia gravis
adalah 20-30 tahun untuk wanita dan 40-60 untuk pria.
5Berdasarkan uraian diatas, Miastenia gravis merupakan penyakit yang masih
belum diketahui penyebab pasti serta masih belum teratasi secara menyeluruh.
Untuk itulah saya mengangkat penyakit Miastenia gravis ini sebagai tugas
makalah saya.
1.2

Tujuan
1. Mengetahui definisi penyakit Miastenia gravis.
2. Mengetahui penyebab penyakit Miastenia gravis.
3. Mengetahui epidemologi penyakit Miastenia gravis.
4. Mengetahui patogenesis/patofisiologi penyakit Miastenia gravis.
5. Mengetahui tanda dan gejala penyakit Miastenia gravis.
6. Mengetahui komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh penyakit
Miastenia gravis.
7. Mengetahui pencegahan penyakit Miastenia gravis.
8. Mengetahui penatalaksanaan penyakit Miastenia gravis.
9. Mengetahui prognosis penyakit Miastenia gravis.
10. Mengetahui implikasi patofisiologi penyakit Miastenia gravis dalam
bidang keperawatan.
11. Mengetahui peranan keperawatan dalam penanganan penyakit
Miastenia gravis.

1.3

Manfaat
1. Bagi masyarakat; dapat mengetahui lebih mendalam tentang Miastenia
gravis serta penanganannya.
2. Bagi mahasiswa; dapat dijadikan sebagai media pembelajaran.
3. Bagi tenaga kesehatan; dapat mengetahui perkembangan dan
pencegahan dari Miastenia gravis.

Page

BAB 2
KONSEP PENYAKIT
2.1 Definisi
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh
suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang
dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat
beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic
transmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan
mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di
bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa
kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot
volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.(Dewabenny,
2008)
Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan
transmisi neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi
reseptor asetilkolin oleh autoantibodi. Sehingga dalam hal ini, miastenia
gravis merupakan penyakit autoimun yang spesifik organ. Antibodi reseptor
asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua pasien. Antibodi ini
merupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan.
(Chandrasoma dan Taylor, 2005)
2.2 Etiologi
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan
gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara
unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel
-partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika
rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh
dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi
dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini
membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya
kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.

Page

Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak


diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau
kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologiklah yang
berperanan. (Qittun, 2008)
2.3 Epidemologi
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat
terjadi pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada
usia 20-50 tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan
pria. Rasio perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis
adalah 3 : 1. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda,
yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada
usia 40 tahun. Pada bayi, sekitar 20% bayi yang dilahirkan oleh ibu
penderita Miastenia gravis akan memiliki miastenia tidak menetap/transient
(kadang permanen). (Dewabenny, 2008)
2.4 Patogenesis / Patofisiologi
Sebelum tahun 1973, kelainan transmisi neuromuskuler pada
Miastenia gravis dianggap karena kekurangan ACh. Dengan ditemukan
antibodi terhadap AChR (anti-AChR), baru diketahui, gangguan tersebut
adalah suatu proses imunologik yang menyebabkan jumlah AChR pada
membran postsinaptik berkurang. Anti-AChR ditemukan pada 80 - 90%
penderita. Adanya proses imunologik pada Miastenia gravis sudah diduga
oleh Simpson dan Nastuk pada tahun 1960. Selain itu, dalam serum
penderita Miastenia gravis juga dijumpai antibodi terhadap jaringan otot
serat lintang 30 - 40% dan antibodi antinuklear 25%.
Kadar anti-AChR pada Miastenia gravis bervariasi antara 2-1000
nMol/L, dan kadar ini berbeda secara individu. Anti-AChR ini akan
mempercepat penghancuran AChR, tetapi tidak menghambat pembentukan
AChR baru. Sebagai akibat proses imunologik, membran postsinaptik
mengalami perubahan sehingga jarak antara ujung saraf dan membran post

Page

sinaptik bertambah lebar dengan demikian kolinesterase mendapat kesempatan


lebih banyak untuk menghancurkan Ach . Gejala klinik Miastenia gravis akan
timbul bila 75% AChR tidak berfungsi, atau jumlahnya berkurang 1/3 dari normal.
(Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)
2.5 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)
Miastenia gravis diduga merupakan gangguan autoimun yang merusak
fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuscular.
Keadaan ini sering bermanisfestasi sebagai penyakit yang berkembang
progresif lambat. Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot
okular yang menimbulkan ptosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit
hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat
ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.

Miastenia gravis juga menyerang otot-otot, wajah, dan laring.


Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien
mencoba menelan (otot-otot palatum), menimbulkan suara yang abnormal
atau suara nasal, dan pasien tak mampu menutup mulut yang dinamakan
sebagai tanda rahang menggantung.
Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat
dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea
dan pasien tidak lagi mampu membersihkan lender dari trakea dan cabangcabangnya. Pada kasus yang lebih lanjut, gelang bahu dan panggul dapat
terserang hingga terjadi kelemahan pada semua otot-otot rangka.
Biasanya gejala Miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat
dan dengan memberikan obat antikolinesterase. Namun gejala-gejala
tersebut dapat menjadi lebih atau mengalami eksaserbasi oleh sebab (Silvia
A. Price, Lorain M. Wilson. 1995.);
1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan,
fluktuasi selama siklus haid atau gangguan fungsi tiroid,

Page

2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian


atas, dan infeksi yang disertai diare dan demam,
3. Gangguan emosi atau stres. Kebanyakan pasien mengalami kelemahan
otot apabila mereka berada dalam keadaan tegang,
4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung
kuinin (suatu obat yang mempermudah terjadinya kelemahan otot) dan
obat-obat lainnya.
Pada pemeriksaan neurologik tidak ditemukan kelainan. Gejala
kelemahan otot dapat diprovokasi oleh aktivitas, stres, nervositas, demam
dan obat-obat tertentu seperti B-blocker, derivat kinine, aminoglikosida dan
lain-lain. Dulu diduga Miastenia gravis tidak timbul sebelum pubertas, akan
tetapi dengan uji prostigmin dapat dibuktikan pada anak umur 18 bulan - 10
tahun. Millichap dan Dodge membagi Miastenia gravis pada anak dalam 3
tipe (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986) :
1. Neonatal transient Miastenia gravis
Tipe ini terdapat pada 10-20% bayi baru lahir dari ibu-ibu
yang menderita Miastenia gravis. Beratnya gejala tidak berkaitan
dengan beratnya penyakit pada ibu . Segera atau beberapa jam
setelah lahir, bayi menjadi lemah, nabgis dan gerakan berkurang,
tidak dapat mengisap, sukar menelan, pernapasan melemah. Gejala
ini berlangsung tidak lebih dari 1 Bulan dan bayi berangsur-angsur
kembali normal karena masuknya anti-AChR dari ibu secara
transplasenter ke dalam tubuh bayi.
2. Neonatal persistent Miastenia gravis (congenital Miastenia gravis)
Gejala timbul pada waktu lahir, tetapi ibunya tidak sakit
Miastenia gravis. Gejala hampir sama dengan tipe neonatal
transient Miastenia gravis, bersifat ringan, berlangsung lama,
makin lama makin buruk . Relatif resisten terhadap pengobatan dan
remisi komplit jarang.

Page

3. Juvenile Miastenia gravis


Tipe ini timbul pada umur 2 tahun sampai remaja. Keluhan
dan gejala sama seperti pada orang dewasa dan gejala pertama
biasanya diplopia dan ptosis atau gejala THT seperti gangguan
mengunyah, menelan atau suara sengau.
2.6 Komplikasi
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang
terjadi bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah.
Kondisi ini dapat menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali
membutuhkan respirator untuk membantu pernapasan selama krisis
berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi
makanan, dan pneumonia.
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk
riwayat penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca
operasi, pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas
berlebih (terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress
emosional.
2.7 Pencegahan Primer, Sekunder, Dan Tersier
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan suatu bentuk pencegahan yang
dilakukan pada saat individu belum menderita sakit. Bentuk upaya yang
dilakukan yaitu dengan cara promosi kesehatan atau penyuluhan degan
cara memberikan pengetahuan bagaimana penanggulangan dari
penyakit Miastenia gravis yang dapat dilakukan dengan;
a. Memberi pengetahuan untuk tidak mengkonsumsi minum-minuman
beralkohol, khususnya apabila minuman keras tersebut dicampur
dengan air soda yang mengandung kuinin. Kuinin ini merupakan
suatu obat yang memudahkan terjadinya kelemahan otot.

Page 7

b. Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan


dan menjaga kondisi untuk tidak stres. Karena kebanyakan pasienpasien Miastenia gravis ini terjadi pada saat mereka dalam kondisi
yang lelah dan tegang.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini ditujukan pada individu yang sudah mulai sakit
dan menunjukkan adanya tanda dan gejala. Pada tahap ini yang dapat
dilakukan adalah dengan cara pengobatan antara lain dengan
mempengaruhi proses imunologik pada tubuh individu, yang bisa
dilaksanakan dengan; Timektomi, Kortikosteroid, Imunosupresif yang
biasanya menggunakan Azathioprine.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier (rehabilitasi), pada bentuk pencegahan ini
mengusahakan agar penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan
bagi individu serta tidak terjadi komplikasi pada individu. Yang dapat
dilakukan dengan;
a. Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan.
Karena hal ini dapat memperburuk kelemahan otot yang diderita
oleh individu.
b. Istirahat yang cukup
c. Pada Miastenia gravis dengan ptosis, yaitu dapat diberikan
kacamata khusus yang dilengkapi dengan pengait kelopak mata.
d. Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum obat-obat
antikolinesterase secara berlebihan.
2.8 Penatalaksanaan
Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan
yang ditetapkan oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan
tidur selam 10 jam agar dapat bangun dalam keadaan segar, dan perlu
menyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka juga harus menghindari

Page 8

factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya. (Silvia A.
Price, Lorain M. Wilson. 1995.)
Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti,
tetapi Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati.
Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi
merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase
biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien
dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang
rutin.
Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan dengan
pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya
mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis.
Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan
kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebih lambat tetapi
memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.
(Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu
1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:
a. Istirahat
Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akan
bertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah
ambang rangsang dapat berkontraksi.
b. Memblokir pemecahan Ach
Dengan

anti

kolinesterase,

seperti

prostigmin,

piridostigmin,

edroponium atau ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita,


biasanya dimulai dosis kecil sampai dicapai dosis optimal. Pada bayi
dapat dimulai dengan dosis 10 mg piridostigmin per os dan pada anak
besar 30 mg , kelebihan dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik.

Page 9

2. Mempengaruhi proses imunologik


a. Timektomi
Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya
perbaikan signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat
yang harus dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhan
yang permanen dari pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpa
timoma yang telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi,
setelah 3 tahun 25% penderita akan mengalami remisi klinik dan
40-50% mengalami perbaikan.
b. Kortikosteroid
Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah
efek samping. Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahan
sampai dicapai dosis yang diinginkan. Kerja kortikosteroid untuk
mencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik atau
bekerja langsung pada transmisi neromuskuler.
c. Imunosupresif
Yaitu

dengan

menggunakan

Azathioprine,

Cyclosporine,

Cyclophosphamide (CPM). Namun biasanya digunakan azathioprin


(imuran) dengan dosis 2 mg/kg BB. Azathioprine merupakan obat
yang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan
secara

umum

memiliki

efek

samping

yang

lebih

sedikit

dibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya. Perbaikan lambat


sesudah 3-12bulan. Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid lebih
efektif yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.
d. Plasma exchange
Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapat
diturunkan sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.
3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot
Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan:
a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah
problem psikis.

10

Page

b. Alat bantuan non medikamentosa


Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khusus
yang dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leher
yang kena, diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untuk
menghindari

panas

matahari,

mandi

sauna,

makanan

yang

merangsang, menekan emosi dan jangan minum obat-obatan yang


mengganggu transmisi neuromuskuler seperti B-blocker, derivat
kinine,

phenintoin,

benzodiazepin,

antibiotika

seperti

aminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin.


2.9 Prognosis
Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari
pada orang dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang
dapat diserang, terutama otot-otot tubuh bagian atas, 10% Miastenia gravis
tetap terbatas pada otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasan
yang dapat fatal, 10%,cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot.
Progresi penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian
berangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun dan 20% antaranya mengalami
remisi. Remisi spontan pada awal penyakit terjadi pada 10% Miastenia
gravis. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)

11

Page

BAB 3
PATHWAY
3.1 Patofisiologi Gambaran Penyakit Secara Menyeluruh
Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla
spinalis dan batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Sarafsaraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial
menuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak sekali dan
mampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf
motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik.
Meskipun setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapi
setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik.
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf
motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan
neuromuscular. Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia
antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur presinaps,
elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200.
Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps yang
berisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesis
dan disimpan dalam akson terminal (bouton). Membran plasma akson
terminal disebut membran presinaps. Unsur postsinaps terdiri dari membran
postsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran postsinaps
dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan alur
atau palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.
Bagian ini mempunyai banyak lipatan (celah-celah subneural) yang sangat
menambah luas permukaan. Membran postsinaps memiliki reseptor-reseptor
asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial lempeng akhir yang
selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada membran
postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin
yaitu asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara
membran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat
gelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.

12

Page

Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membran akson


terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan
dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung
dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini
menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium maupun kalium pada
membran postsinaps. Influks ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tibatiba menyababkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng
akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam
membrane otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan
sepanjang

sarkolema.

Potensial

ini

memicu

serangkaian

reaksi

yang

mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati hubungan


neuromuskular

terjadi,

asetilkolin

akan

dihancurkan

oleh

enzim

asetilkolinesterase. Pada orang normal jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah


lebih dari cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada Miastenia gravis,
konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang
mungkin dikarenakan cedera autoimun.
Pada klien dengan Miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya
tampak normal. Jika ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak digunakan.
Secara mikroskopis beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot
dan organ-organ lain, tetapi pada otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang
konsisten.

13

Page

Gambaran patofisiologi Miastenia gravis dapat dilihat dari skema yang ada
dibawah ini :
Gangguan Autoimun yang
merusak reseptor asetilkolin

Jumlah reseptor asetilkolin


berkurang pada membrane
Kerusakan pada transisi impuls saraf menuju sel-sel otot
karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal
membrane postsinaps pada sambungan neuromuskular

Penurunan hubungan neuromuscular


Kelemahan otot-otot

Otot otot
okular

Otot wajah, laring,


faring

Otot volunter

Otot pernapasan

Gangguan
otot levator
palpebra

Regurgitasi
makanan ke hidung
pada saat menelan
Suara abnormal
ketidakmampuan
menutup rahang

Kelemahan
otot-otot
rangka

Ketidakmamp
uan batuk
Efektif
Kelemahan
otot-otot
Pernafasan

Ptosis &
Diplopia

2. Hambatan
mobilitas fisik

4. Gangguan
citra diri
3. Kerusakan
komunikasi
verbal

Krisis miestania

1. Ketidakefektifan
Pola

kematian

Page 14

BAB 4
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh
suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang
dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat
beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic
transmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan
mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di
bawah kesadaran seseorang (volunter).
Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio
perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1.
Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar
20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40
tahun. Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari
pada orang dewasa
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3
prinsip,

yaitu;

(1)

Mempengaruhi

transmisi

neuromuskuler,

(2)

Mempengaruhi proses imunologik, (3) Penyesuaian penderita terhadap


kelemahan otot.
5.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai
pedoman bagi. Selain itu pembaca diharapkan dapat mengaplikasikan
tindakan pencegahan dan penanggulangan untuk menghindari penyakit
Miastenia gravis ini. Mungkin dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini.

15

Page

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan:


Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, hal: 293-297
Chandrasoma, Parakrama, Clive R.Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi.
Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 869-871
Dewabenny. 2008. Miastenia Gravis. http://dewabenny.com/ 2008/ 07/12/
miastenia-gravis. (3 September 2009)
Endang Thamrin dan P. Nara. 1986. Cermin Dunia Kedokteran. No. 41, 1986.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, hal: 40-42
Mubarak, Husnul. 2008. Miastenia gravis. http://cetrione.blogspot.com/
2008/06/miastenia-gravis.html. (3 September 2009)
Silvia A. Price, Lorain M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. Edisi 4. Buku 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
hal: 998 1003
Qittun. 2008. Asuhan keperawatan dengan Miastenia Gravis.
http://qittun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-denganmiastenia.html. (3 September 2009)

16

Page

LAMPIRAN

17

Page

18

Page

Anda mungkin juga menyukai