Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara terluas yang mempunyai jumlah

penduduk yang cukup tinggi. Menurut CIA World Factbook Tahun 2016,
Indonesia memiliki jumlah penduduk mencapai 258 Juta jiwa. Dimana Laju
Pertumbuhan Penduduk (LPP) mencapai 0,89% persen atau tiap tahunnya
penduduk Indonesia bertambah sekitar 2-3 juta jiwa. Seiring bertambahnya
penduduk, kebutuhan akan tempat tinggah pun bertambah. Sehingga jumlah
permintaan perumahan dan permukiman pun meningkat.
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu dari kebutuhan
pokok setiap individu dan sebagai hak dasar setiap manusia. Setiap individu
berhak untuk memiliki tempat tinggal atau rumah yang layak di lingkungan
perumahan dan kawasan permukiman yang bersih dan sehat, yakni tidak
terganggu oleh polusi, aman, mempunyai aksesibilitas yang baik serta memilki
infrastruktur penunjang kegiatan sehari-hari yang lengkap (Dirjen Cipta Karya,
1999). Dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, kebutuhan akan
perumahan dan permukiman pun meningkat. Akibatnya kawasan perumahan dan
permukiman di daerah perkotaan berkembang pesat. Sama halnya dengan salah
satu kota yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur ini, yaitu Kota Balikpapan.
Dewasa ini, Kota Balikpapan menjadi salah satu kota di Indonesia yang
perkembangan kotanya begitu pesat, mulai dari pembangunan infrastrukturnya
hingga perumahan dan permukimannya. Tak heran bahwa Kota Balikpapan
dinobatkan sebagai Kota Paling Dicintai di Dunia oleh World Wildlife Fund
(WWF) pada tahun 2015 karena banyaknya pendatang yang tertarik untuk
mengunjungi dan bertempat tinggal di Kota Balikpapan. Sehingga muncul
permukiman dan perumahan baru dengan berbagai tipe di Kota Balikpapan yang
mempengaruhi bentuk dan perubahan pada kawasan perkotaan. Adapun dilihat
dari perkembangannya, perumahan dan permukiman di Kota Balikpapan
berkembang dari bagian selatan mengarah ke bagian utara.
1.2

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat pada penulisan critical review ini
adalah
1. Bagaimana proses perkembangan perumahan dan permukiman yang
terdapat di Kota Balikpapan?
2. Apa saja tipe-tipe perumahan dan permukiman yang terdapat di Kota
Balikpapan?
3. Bagaimana bentuk dan perubahan pada kawasan perumahan dan
permukiman di Kota Balikpapan?
1.3

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang terdapat pada penulisan critical review ini adalah
1. Menganalisa proses perkembangan perumahan dan permukiman yang
terdapat di Kota Balikpapan
2. Mengetahui tipe-tipe perumahan dan permukiman yang terdapat di Kota
Balikpapan
3. Menganalisa bentuk dan perubahan yang terjadi pada kawasan
perumahan dan permukiman di Kota Balikpapan

1.4

Sistematika Penulisan
Penulisan laporan critical review ini memiliki sistematika penulisan

sebagai berikut:
BAB I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, serta sistematika penulisan laporan critical review.
BAB II merupakan bab tinjauan pustaka yang berisi kajian teoritis mengenai
lingkup pembahasan perumahan dan permukiman yang terdiri dari proses
perkembangan perumahan dan permukiman di Indonesia, tipe-tipe perumahan
dan permukiman di Indonesia, serta bentuk dan perubahan kawasan perumahan
dan permukiman.
BAB III merupakan bab pembahasan yang berisi gambaran umum lokasi studi
dan analisa yang mencakup pembahasan dari rumusan masalah tentang
perumahan dan permukiman yang terdapat di Kota Balikpapan.
BAB IV merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan.

BAB II
DASAR TEORI
2.1

Permukiman
Menurut UU No.1 Tahun 2011 Pasal 1 Tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar


kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan definisi
dari permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih
dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum,
serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau
kawasan perdesaan.
Menurut Yunus (1987), permukiman merupakan objek kajian geografi
yang selalu berkaitan dengan ruang dimana manusia sebagai objek pokoknya
dipelajari melalui pendekatan geografi yang dapat diartikan sebagai bentukan
artifisial maupun natural dengan segala kelengkapanya yang digunakan oleh
manusia, baik individu maupun kelompok, untuk bertempat tinggal baik
sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupanya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian secara umum dari
permukiman adalah suatu tempat yang didiami oleh orang atau sekelompok
orang untuk menetap dalam jangka waktu lama. Batasan ini mengarah pada arti
permukiman sebagai kelompok satuan kediaman mencakup fasilitas-fasilitasnya
yang diperlukan untuk menunjang kehidupan penghuninya. Istilah permukiman
secara luas mempunyai arti perihal tempat tinggal atau segala sesuatu yang
berkaitan dengan tempat tinggal sedangkan pengertian secara sempit berarti
daerah tempat tinggal atau tempat tinggal.
2.2

Perumahan
Menurut UU No.1 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (2) Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman, perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari


permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah
yang layak huni.

2.3

Perkembangan Perumahan dan Permukiman


Perkembangan

permukiman

merupakan

pengaruh

akibat

dari

perkembangan kota. Hal tersebut terjadi akibat pertumbuhan penduduk, keadaan


ekonomi masyarakat,

serta bertambahnya

kegiatan

masyarakat.

Dibalik

pengaruh perkembangan tersebut, masih ada suatu dilema atau permasalahan


yang banyak dialami oleh banyak wilayah yang turut akibat adanya
perkembangan

permukiman

tersebut.

Permasalahan

permukiman

ini

menyebabkan adanya perluasan lingkungan wilayah permukimannya, dengan


dilakukannya berbagai pembangunan melalui pembukaan tanah-tanah baru baik
melalui cara tidak langsung oleh pihak swasta (kredit untuk real estates) maupun
secara langsung oleh pemerintah (penyediaan perumahan).
Berkembangnya suatu daerah yang dipadati dengan permukimanpermukiman penduduk merupakan suatu bentuk peningkatan kebutuhan lahan
permukimanan beserta sarana dan prasarananya. Khususnya di daerah
perkotaan, daerah pinggiran kota merupakan tempat tujuanya. Hal ini
berdasarkan pada kalkulasi keseimbangan, yaitu membandingkan harga relatif
permukiman, biaya transportasi ke tempat kerja dan tingkat penghasilan, selain
itu untuk memperluas usaha kegiatannya (Yunus, 1987).
Adapaun berikut beberapa faktor yang mempengaruhi proses perkembangan
perumahan dan permukiman antara lain :
a. Faktor alam
Pada umumnya permukiman akan berkembang apabila menempati
daerah yang relatif datar atau dengan ketinggian tertentu yang
memungkinkan kehidupan sehari- hari dapat berlangsung tanpa ada
daerah- daerah alam yang menghambat. Faktor alam yang berkaitan
dengan topografi merupakan faktor utama dalam alam yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan permukiman, selain itu faktor alam
lainya yang mempengaruhi perkembangan permukiman adalah sumber
daya alam yang dapat digunakan untuk menunjang kehidupan manusia
seperti tanah yang subur, sungai dan danau, dan lain-lain.
Dalam hal ini, menurut Bintarto (1989) dikemukakan bahwa kesuburan
tanah, tata air yang baik dan mineral yang cukup menjadi sasaran
penduduk untuk bertempat tinggal.
b. Faktor letak

Letak suatu daerah terhadap daerah lain dapat menimbulkan hubungan


yang

menunjang

perkembangan

permukiman

yang

berarti

juga

menyebabkan daerah tersebut menjadi berkembang. Letak permukiman


merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan permukiman.
Sebab lokasi yang sesuai akan berpengaruh terhadap perkembangan
permukiman dikemudian hari. Oleh karena itu dalam menentukan lokasi
permukiman hendaknya memperhatikan kondisi ekologi dari daerah yang
bersangkutan. Kondisi ekologi yang tepat akan berpengaruh terhadap
pola persebaran dan perkembangan permukiman.
c. Faktor transportasi dan lalu lintas
Jalur jalan pada suatu kota dan jalur penghubung kota dengan daerah
sekitar kota sangat berpengaruh dalam ikut meningkatkan arus urbanisasi
dan arus barang antar kota. Aksesibilitas kota menjadi semakin besar
sehingga

akan

membuka

terjadinya

perkembangan

permukiman

keberbagai arah. Daerah- daerah yang terletak pada fokus lalu lintas
darat, laut maupun udara akan mengalami perkembangan cepat. Satuansatuan

lingkungan

permukiman

satu

dengan

yang

lain

saling

dihubungkan oleh jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan


kawasan lain yang memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan
kerja.
d. Faktor pertumbuhan penduduk
Penduduk merupakan jumlah orang yang bertempat tinggal disuatu
wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil proses demografi yaitu
fertilisasi, mortalitas, dan migrasi (Rusli, 1985). Penduduk merupakan
faktor yang mempunyai peran sangat besar dalam pertumbuhan dan
perkembangan permukiman. Faktor penduduk dalam hal ini Yunus (1987)
mengemukakan

bahwa

sehubungan

dengan

kuantitas

penduduk

perkotaan, perlu disoroti dua hal yang sangat berpengaruh terhadap


e.

perkembangan.
Faktor Ekonomi
Apabila suatu daerah perekonomiannya berkembang baik, maka orang
akan tertarik untuk datang ke daerah tersebut untuk bekerja dan akhirnya
tinggal menetap disana serta mendirikan rumah baru sehingga timbulah
areal permukiman baru. Seperti tersedianya lapangan pekerjaan, pusat
pendidikan, pusat hiburan, tempat- tempat perbelanjaan juga dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman didaerah sekitarnya.

2.4

Pola Perkembangan Permukiman Perkotaan


Menurut Elisabeth (Ever, 1982) bahwa salah satu teori yang cukup

mendapatkan pengikut adalah Teori Ekologi Sosial Perkotaan, dikembangkan di


sekitar tahun 20-an dan terkenal dengan nama Mazhab Chicago. Para penganut
Mazhab Chikago ini akhirnya mengembangkan tiga model dasar tentang
perkembangan perkotaan. Burgees menyusun tesis atau Teori Lingkaran
Konsentris. Ia menyatakan bahwa wilayah-wilayah sosial dengan ciri-ciri sosial
dan ekonomi kota tersusun menyerupai bentuk lingkaran bertingkat yang
mengelilingi pusat. Dan variable-variabel untuk mengukur ciri secara sistematis
ini dengan struktur harga tanah; semakin dekat tanah dari pusat kota semakin
mahal harganya, semakin jauh dari pusat menjadi semakin murah. Oleh Hoyt
mengembangkan Model Sector dan beberapa yang lain mengembangkan
Teori Sel Inti. (Ever, 1986)
Model Sektor merupakan pola-pola pewilayahan permukiman dengan
karakteristik sosial khususnya status sosial. Variable jenis perkajaan dan
kepemilikan kasta dan serupanya yang menjadi alat ukur secara sistemik
membentuk permukiman berkelompok dan terpisah. Ada permukiman nelayan,
permukiman karyawan, perumahan-perumahan elite berkembang, disamping itu
terdapat

pula

permukiman-permukiman

kumuh.

Semua

itu

membentuk

permukiman-permukiman secara komunal yang terpisah-pisah. Sedangkan


Model Inti menjadikan perbedaan etnik sebagai variable ukuran. Permukiman
cenderung terbentuk berdasarkan etnik komunal. Terdapat permukiman menurut
etnik tertentu, di mana permukiman tersebut memiliki seperangkat karakteristik
sosial budaya, antara lain sosial, ekonomi, politik, adat istiadat dan agama
masing-masing.
Sedangkan Shevky dan Bell pada akhir tahun 50-an dan awal 60-an
mempropagandakan dengan nama Analisis Wilayah Sosial (Ever, 1986).
Analisis Shevky dan Beel serta pengikut-pengikutnya mengenai analisa wilayah
sosial pada kota-kota Amerika membatasi lebih lanjut permasalahan ekologi
sosial, tetapi memperluas basis data dengan memanfaatkan bahan-bahan
sensus yang lebih luas (E.Shevky dan Wendell Bel; 1974). Mereka menganggap,
bahwa struktur wilayah kota dapat dijelaskan dengan tiga variabel pokok, yang
masing-masing terdiri atas ciri-ciri yang berlainan. Ketiga variable ini adalah
status sosial, segregari etnis dan budaya kota, di mana yang terakhir ini

merupakan perpaduan ciri-ciri demografi, yang merupakan ukuran dari struktur


keluarga dan rumah tangga. Wilayah sosial kota dapat digambarkan dan
dipilahkan dengan memadukan ketiga varibel pokok ini.
2.5

Lokasi Pertumbuhan Perumahan dan Permukiman


Dalam buku Perumahan dan Permukiman di Indonesia, (Budihardjo ed,

2009:109), mengisyaratkan bahwa penentuan lokasi Perumahan yang baik perlu


memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Ditinjau dari segi teknis pelaksanaannya:
a. Mudah mengerjakannya dalam arti tidak banyak pekerjaan cut & fill;
b. Bukan daerah banjir, bukan daerah gempa, bukan daerah angin ribut,
bukan daerah rayap;
c. Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti; Tanahnya baik sehingga
konstruksi bangunan yang ada dapat direncanakan dengan sistem
semurah mungkin;
d. Mudah mendapatkan sumber air bersih, listrik, pembuangan air
limbah/kotor/hujan (drainage) dan lainlain;
e. Mudah mendapatkan bahan-bahan bangunan;
2. Ditinjau dari segi tata guna tanah:
a. Tanah secara ekonomis telah sukar dikembangkan secara produktif,
misal: (a) bukan daerah persawahan, (b) bukan daerah-daerah kebunkebun

yang baik,

(c)

Bukan

daerah usaha seperti,

perkantoran, hotel, pabrik/industri;


b. Tidak merusak lingkungan yang

ada,

bahkan

pertokoan,

kalau

dapat

memperbaikinya;
c. Sejauh mungkin dipertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir air
tanah, penampung air hujan dan penahan air laut;
3. Dilihat dari segi kesehatan dan kemudahan:
a. Lokasi sebaiknya jauh dari lokasi pabrik-pabrik yang dapat mendatangkan
polusi misalnya debu pabrik, buangan sampah-sampah dan limbah
pabrik; Lokasinya sebaiknya tidak terlalu terganggu oleh kebisingan;
b. Lokasinya sebaiknya dipilih yang udaranya masih sehat; Lokasinya
sebaiknya dipilih yang mudah untuk mendapatkan air minum, listrik,
sekolah, pasar, puskesmas dan lain-lain;
c. Lokasi sebaiknya mudah dicapai dari tempat kerja penghuninya;
4. Ditinjau dari segi politis dan ekonomis:
a. Menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat
sekelilingnya;
b. Dapat merupakan suatu contoh bagi masyarakat sekelilingnya untuk
membangun rumah dan lingkungan yang sehat, layak dan indah

walaupun bahan-bahan bangunannya terdiri dari bahan bahan produksi


lokal;
c. Mudah dalam pemasarannya karena lokasinya disukai oleh calon pembeli
dan dapat mendatangkan keuntungan yang wajar bagi Developernya.
Dengan 4 (empat) kriteria di atas dapat diartikan bahwa pemilihan lokasi
perumahan yang baik dapat mencakup beberapa hal tersebut agar tercipta
nuansa kesesuaian dan kenyamanan baik terhadap penghuni maupun terhadap
lingkungan perumahan, hal ini pula dapat membentuk suatu pola kawasan yang
tertata dan teratur.
2.6

Jenis Permukiman
Berdasarkan sifatnya pemukiman dapat dibedakan beberapa jenis antara

lain:
a. Pemukiman Perkampungan Tradisional
Perkampungan seperti ini biasa nya penduduk atau masyarakatnya masih
memegang teguh tradisi lama. Kepercayaan, kabudayaan dan kebiasaan
nenek moyangnya secara turun temurun dianutnya secara kuat. Tidak mau
menerima perubahan perubahan dari luar walaupun dalam keadaan zaman
telah berkembang dengan pesat.
Kebiasaan-kebiasaan hidup secara tradisional yang sulit untuk diubah inilah
yang akan membawa dampak terhadap kesehatn seperti kebiasaan minum
air tanpa dimasak terlebih dahulu, buang sampah dan air limbah di
sembarang tempat sehingga terdapat genangan kotor yang mengakibatkan
mudah berjangkitnya penyakit menular.
b. Perkampungan Darurat
Jenis perkampungan ini biasanya bersifat sementara (darurat) dan timbulnya
perkampungan ini karena adanya bencana alam. Untuk menyelamatkan
penduduk dari bahaya banjir maka dibuatkan perkampungan darurat pada
daerahh/lokasi yang bebas dari banjir. Mereka yang rumahnya terkena banjir
untuk sementara ditempatkan diperkampungan ini untuk mendapatkan
pertolongan bantuan dan makanan pakaian dan obat-obatan. Begitu pula
ada bencana lainnya seperti adanya gunung berapi yang meletus, banjir,
longsor dan lain sebagainya.
Daerah pemukiman ini bersifat darurat tidak terencana dan biasanya kurang
fasilitas sanitasi lingkungan, seperti pembuangan air limbah dan samapah
yang tidak pada tempatnya sehingga kemungkinan penjalaran penyakit yang
menginfeksi masyarakat yang bermukim akan mudah terjadi.
c. Perkampungan Kumuh (Slum Area)

Jenis pemukiman ini biasanya timbul akibat adanya urbanisasi yaitu


perpindahan penduduk dari kampung (pedesaan) ke kota. Yang pada
umumnya berniat ingin mencari kehidupan yang lebih baik, penghasilan lebih
baik dan lain sebagainya. Mereka bekerja di toko-toko, di restoran-restoran,
sebagai pelayan, cleaning servis, dan lain sebagainya.
Sulitnya mencari kerja di kota akibat sangat banyak pencari kerja, sedang
tempat bekerja terbatas, maka banyak diantara mereka manjadi orang
gelandangan sehingga dikota yang pada umumnya sulit mendapatkan
tempat tinggal yang layak dan pantas hal ini karena tidak terjangkau oleh
penghasilan (upah kerja) yang mereka dapatkan setiap hari, akhirnya
meraka membuat gubuk-gubuk sementara (gubuk liar), yang tidak sesuai
dengan standar kesehatan yang ditentukan, biasanya perkampungan atau
permukiman ini terletak ditepian sungai. Perkampungan kumuh sangat
mencolok karena tempatnya yang kotor, bangunan yang tidak teratur, seta
masyarakatnya yang terlihat tidak perduli lingkungan.
d. Pemukiman Transmigrasi
Jenis pemukiman semacam ini di rencanakan oleh pemerintah yaitu suatu
daerah pemukiman yang digunakan untuk tempat penampungan penduduk
yang dipindahkan (ditransmigrasikan) dari suatu daerah yang padat
penduduknya ke daerah yang jarang atau kurang penduduknya tapi luas
daerahnya (untuk tanah garapan bertani bercocok tanam dan lain lain).
Disamping itu jenis pemukiman ini merupakan tempat pemukiman bagi
orang-orang (penduduk) yang di transmigrasikan akibat di tempat aslinya
sering dilanda banjir atau seirng mendapat gangguan dari kegiatan gunung
berapi. Ditempat ini meraka telah disediakan rumah, dan tanah garapan
untuk bertani (bercocok tanam) oleh pemerintah dan diharapkan mereka
nasibnya atau penghidupannya akan lebih baik jika dibandingkan dengan
kehidupan di daerah aslinya.
e. Perkampungan Untuk Kelompok-Kelompok Khusus
Perkampungan seperti ini dibasanya dibangun oleh pemerintah dan
masyarakat diperuntukkan bagi orang-orang atau kelompok-kelompok orang
yang sedang menjalankan tugas tertentu yang telah dirancanakan .
Penghuninya atau orang orang yang menempatinya biasanya bertempat
tinggal untuk sementara, selama yang bersangkutan masih bisa menjalan
kan tugas. setelah cukup selesai maka mereka akan kembali ke
tempat/daerah asal masing masing.
Contohnya adalah perkampungan atlet (peserta olah raga pekan olahraga
nasional), perkampungan orang -orang yang naik haji, perkampungan

pekerja
f.

(pekerja

proyek

besar,

proyek

pembangunan

bendungan,

perkampungan perkemahan pramuka dan lain lain.


Perkampungan Baru (Real Estate)
Permukiman semacam ini drencanakan pemerintah dan bekerja sama
dengan pihak swasta. Pembangunan tempat pemukiman ini biasanya
dilokasi yang sesuai untuk suatu pemukiman (kawasan pemukiman).
ditempat ini biasanya keadaan kesehatan lingkunan cukup baik, ada listrik,
tersedianya sumber air bersih , baik berupa sumur pompa tangan (sumur
bor) atau pun air PAM/PDAM, sisetem pembuangan kotoran dan iari
kotornya direncanakan secara baik, begitu pula cara pembuangan
samphnya di koordinir dan diatur secara baik.
Selain itu ditempat ini biasanya dilengakapi dengan gedung-gedung sekolah
(SD, SMP, dll) yang dibangun dekat dengan tempat tempat pelayanan
masyarakat seperti poskesdes/puskesmas, pos keamanan kantor pos, pasar
dan lain lain. Jenis pemukiman seperti ini biasanya dibangung dan
diperuntukkan bagi penduduk masyarakat yang berpenghasilan menengah
ketas. rumah rumah tersebut dapat dibeli dengan cara di cicil bulanan atau
bahkan ada pula yang dibangun khusus untuk disewakan. contoh
pemukiman speriti ini adalah perumahan IKPR-BTN yang pada saat
sekarang sudah banyak dibangun sampai ke daerah-daerah.
Untuk di daerah daerah yang sulit untuk mendapatkan tanah yang luas
untuk perumahan, tetapi kebutuhan akan perumahan cukup banyak, maka
pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta membangun rumah tipe
susun atau rumah susun (rumah bertingkat) seperti terdapat di kota
metropolitan DKI Jakarta. Rumah rumah seperti ini ada yang dapat dibeli
secara cicilan atau disewa secara bulanan.

2.7.

Perubahan Pemanfaatan Lahan Perumahan


Proses perubahan pemanfaatan lahan perumahan menurut Lee (dalam

Yunus, 1999) dipengaruhi oleh enam faktor penting yaitu


a. Karakteristik Fiskal dari Lahan.
Merupakan kondisi ekonomi yang memperhitungkan nilai lahan dan
produktifitas lahan semakin tinggi produktifitas lahan maka akan semakin
tinggi nilai lahan, kalau di perkotaan produktifitas lahan dipengaruhi oleh
lokasi lahan atau jarak lahan dengan pusat kota terutama di daerah
komersial, berimbas kepada pemilik lahan yang akan semakin sulit untuk

membayar fiskal lahan sehingga mereka berusahauntuk meningkatkan


penghasilan dengan mengefisiensikan pemanfaatan lahan.
b. Banyak Sedikitnya Utilitas Umum
Semakin dekat dengan pusat kota maka lahan perumahan akan mempunyai
utilitas yang lengkap dan memadai, ini juga berpengaruh dengan nilai lahan
karena pada dasarnya pusat kota atau lahan perumahan membutuhkan
utilitas yang lebih lengkap sehingga memerlukan pembiayaan yang lebih
besar dari lokasi lainnya yang tidak di pusat kota atau di sebut dengan
central city-suburban fiscal disparities problem (Cox dalam Yunus, 1999).
Departemen

Permukiman

dan

Prasarana

Wilayah

(Depkimpraswil)

mendefenisikan utilitas atau prasarana dan sarana merupakan bangunan


dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang
hidup bersama-sama dalam suatu ruang yang berbatas agar manusia dapat
bermukim dengan nyaman dan dapat bergerak dengan mudah dalam segala
waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan sehat dan dapat berinteraksi
satu dengan lainnya dalam mempertahankan kehidupannya.

c. Derajat Aksesibilitas Lahan.


Semakin tinggi derajat aksesibilitas semakin tinggi keuntungan, derajat
aksesibility yang di maksudkan untuk menarik Costumer (Yunus, 1999).
Pada bagian yang dekat pusat kota maka akan menimbulkan biaya
transportasi yang murah, sehingga pengaruh ring road dan radial road
sangat dominan dalam perubahan fungsi lahan perumahan demikian juga
perpotongan jalan antar keduanya akan tumbuh pusat-pusat perdagangan
dan jasa komersial baru (Berry dalam Yunus 1999).
d. Karakteristik Personel Pemilik Lahan.
Perubahan Pemanfaatan lahan perumahan bukan hanya berasal dari luar
perumahan tetapi juga bersumber dari dalam masyarakat itu sendiri seperti
pertambahan penduduk dan juga merubahnya struktur masyarakat seperti
mata pencaharian dari bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil menjadi tidak
bekerja alias pensiun dan lain-lain. (Koentjaraningrat. 1965). Tingkat
pendidikan, mata pencaharian, penghasilan, etnis/suku dan agama sangat
berkaitan erat dengan pemanfaatan lahan yang akan dilakukan oleh pemilik
lahan.

Menurut Mac Iver dalam yunus (1999) Perubahan-perubahan sosial terjadi


apabila ada perubahan-perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium)
hubungan social (social relationship). Perubahan-perubahan social tersebut
bersifat periodik dan non periodik yang terjadi karena perubahan terhadapa
kesimbangan unsur geografis, biologis, ekonomis (penghasilan,pengeluaran
dan mata pencaharian), sosial (status lahan, lama tinggal, jumlah anggota
keluarga, umur) dan kebudayaan (agama, adat istiadat dll).
e. Peraturan Mengenai Pemanfaatan Lahan.
Merupakan suatu upaya secara kontinyu dan konsisten dalam mengarahkan
pemanfaatan, penggunaan, dan pengembangan tanah secarah terarah,
efisien dan efktif sesuai dengan rencana tata ruang yang telah di tetapkan
f.

(Jayadinata, 1999).
Inisiatif para pembangun.
Berbicara tentang pemanfaatan lahan tidak lepas land value (nilai lahan),
rents (sewa) dan costs (biaya) (Richard M. Hurd dalam Yunus, 1999),
nampak bahwa penggunaan lahan yang mampu menawar lebih tinggilah
yang mendapatkan tempat yang diinginkan dan itu dapat di lakukan oleh
para pembangun (Investor). Semakin dekat suatu lahan dengan perkotaan
maka semakin tinggilah nilai lahan dalam arti faktor ekonomilah sangat
dominan dalam perubahan pemanfaatan lahan.
Yunus, Hadi Sabari. 1999. Struktur Tata Ruang Kota. Jakarta :
Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai