Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial.
Dikatakan makhluk eksploratif, karena manusia memiliki
kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik
maupun psikis. Manusia disebut sebagai makhluk potensial,
karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan
bawaan yang dapat dikembangkan.
Selanjutnya

manusia

juga

disebut

makhluk

yang

memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan


berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan
dari luar dirinya. Bantuan dimaksud antara lain dalam bentuk
bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya. Bimbingan
dan

pengarahan

yang

diberikan

dalam

membantu

perkembangan tersebut pada hakikatnya diharapkan sejalan


dengan kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan
sebagai potensi bawaannya. Karena itu bimbingan yang tidak
searah

dengan

potensi

yang

dimiliki

akan

berdampak

negative bagi perkembangan manusia.


Perkembangan yang negative tersebut akan terlihat
dalam berbagai sikap dan tingkah laku yang menyimpang.
Bentuk dan tingkah laku menyimpang ini terihat dalam
kaitannya dengan kegagalannya manusia untuk memenuhi
kebutuhan, baik bersifat fisik maupun psikis. Sehubungan
dengan hal itu, maka dalam mempelajari perkembangan jiwa
keagamaan

perlu

dilihat

terlebih

dahulu kebutuhan-

kebutuhan manusia secara menyeluruh. Sebab pemenuhan


kebutuhan yang kurang seimbang antara kebutuhan jasmani

dan rohani akan menyebabkan timbulnya ketimpangan dalam


perkembangan.
Para

ahli

psikologi

perkembangan

membagi-bagi

perkembangan manusia berdasarkan usia menjadi beberapa


tahapan atau periode perkembangan. Secara garis besarnya
periode perkembangan itu dibagi menjadi: masa prenatal,
masa bayi, masa kanak-kanak, masa pra pubertas,

masa

pubertas, masa dewasa, masa usia lanjut, yang pada setiap


tahap perkembangannya memiliki ciri-ciri tersendiri termasuk
perkembangan jiwa keagamaan.
Sehubungan dengan kebutuhan manusia dari periode
perkembangan

tersebut,

maka

dalam

kaitanna

dengan

perkembangan jiwa keagamaan akan dilihat bagaimana


pengaruh timbal balik antara keduanya. Dengan demikian,
perkembangan jiwa keagamaan akan dilihat dari tingkat usia.
Dalam makalah ini penulis akan membahas perkembangan
psikologi agama pada masa lansia (usia lanjut), dalam
makalah ini kami selaku pemakalah menyadari masih banyak
terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan saran
dan kritik dari para pembaca sebagai masukan dalam
penulisan selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah makna dari usia lanjut ?
2. Bagaimanakah Perkembangan Agama Pada masa Usia
Lanjut?
3. Apa sajakah cirri-ciri keagamaan pada usia lanjut?
4. Bagaimanah perlakuan terhadap manusia usia

lanjut

menurut Islam?
5. Bagaimanakah cara bersikap kepada manusia usia lanjut?

6. Apa saja kriteria orang yang matang beragama?


7. Bagaimanakah keadaan kematangan keagamaan pada
masa usia lanjut?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
2.
3.
4.
5.

Pengertian dari usia lanjut


Perkembangan Agama Pada masa Usia Lanjut
Ciri-ciri keagamaan pada usia lanjut
Perlakuan terhadap manusia usia lanjut menurut Islam
Cara bersikap kepada manusia usia lanjut.

6. Kriteria orang yang matang beragama


7. Keadaan kematangan keagamaan pada masa usia lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Jiwa Beragama Pada Usia Lanjut
1. Pengertian Usia Lanjut
Periode selama usia lanjut, ketika kemunduran fisik dan
mental terjadi secara perlahan dan bertahap dan dikenal
sebagai senescence yaitu masa proses menjadi tua. Usia
tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang,
yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh
dari pada periode terdahulu (Hidayati, 2007)
Didalam gerontology (ilmu yang mempelajari lanjut
usia) lanjut usia dibagi menjadi dua golongan, yaitu young
old(65-74) dan old-old (diatas 75 tahun). Dari kesehatan
mereka dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok well
old (mereka yang sehat dan tidak sakit apa-apa) dan sick
old (mereka yang menderita penyakit dan memerlukan
pertolongan medis dan psikiatris). Kebutuhan akan kesehatan

bagi kelompok sick old ini semakin besar, sehingga didunia


kedokteran

berkembang

spesialisasi

yang

dinamakan

geriatry baik dari aspek medis (fisik) maupun kejiwaan


(psikiatris) (Hidayati, 2007).
Erik Erikson menyatakan bahwa manusia lanjut usia
(manula) berada pada tahapan terakhir dari tahapan siklus.
Menurut Ericson lanjut usia digambarkan sebagai konflik
antara integritas (yaitu rasa puas) yang tercermin selama
hidup yang tidak berarti. Lanjut usia sebenarnya merupakan
masa dimana seseorang merasakan kepuasan dari hasil yang
diperolehnya, dan menikmati hidup bersama anak dan cucu,
merasa bahagia karena telah memberi sesuatu bagi generasi
berikutnya.

Bagi

para

lanjut

usia

hendaknya

mampu

mengatasi cidera narcissism(kecintaan pada diri sendiri),


terlebih-lebih manakala mereka kehilangan dukungan atau
perhatian dari orang-orang disekitarnya. Apabila pada manula
tidak

mampu

memelihara

dan

mempertahankan

harga

dirinya maka akan timbul rasa tegang, cemas, takut, kecewa,


sedih, marah, putus asa dan sebagainya. Terjadi konflik pada
manula yaitu dengan pelepasan kedudukan dan otoritasnya,
serta

penilaian

terhadap

kemampuan,

keberhasilan,

kepuasan yang diperoleh sebelumnya.Hal ini berlaku bagi


laki-laki dan perempuan
2. Perkembangan Agama Pada Usia Lanjut
Proses

perkembangan

manusia

setelah

dilahirkan

secara fisiologis semakin lama menjadi lebih tua. Dengan


bertambahnya

usia,

maka

jaringan-jaringan

dan

sel-sel

menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan


mati. Usia lanjut ini biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada

usia lanjut ini biasanya akan menghadapi berbagai persoalan.


Persoalan awal dapat digambarkan sebagai berikut: Pada usia
lanjut terjadi penurunan kemampuan fisik, aktivitas menurun,
sering mengalami gangguan kesehatan, mereka cenderung
kehilangan semangat (Sururin, 2004).
Kehidupan keagamaan pada usia lanjut menurut hasil
penelitian psikologi agama ternyata meningkat. Dari sebuah
penelitian dengan sample 1.200 orang berusia antara 60-100
tahun

menunjukkan

menerima

bahwa

pendapat

ada

kecenderungan

keagamaan

yang

untuk

semakin

meningkat. Sementara pengakuan terhadap realitas tentang


kehidupan akhirat baru muncul sampai 100% setelah usia 90
tahun.
Ada beberapa pandangan yang menyatakan hal-hal yang
menentukan sikap keagamaan pada manusia di usia lanjut,
diantaranya sebagai berikut:
a. Seringkali kecenderungan meningkatnya kegairahan dalam
bidang keagamaan ini dihubungkan dengan penurunan
kegairahan seksual. Menurut pendapat ini manusia usia
lanjut mengalami frustasi dalam bidang seksual sejalan
dengan penurunan kemampuan fisik. Frustasi semacam ini
dinilai sebagai satu-satunya factor yang membentuk sikap
keagamaan. Pendapat ini disanggah oleh Thouless, yang
beranggapan bahwa pendapat tersebut terlalu dilebihlebihkan
b. Menurut William James, usia keagamaan yang luar biasa
tampaknya justru terdapat pada usia lanjut, ketika gejolak
kehidupan seksual sudah berakhir. Pendapat tersebut
diatas sejalan dengan realitas yang ada dalam kehidupan
manusia usia lanjut yang semakin tekun beribadah. Mereka

sudah mulai mempersiapkan diri untuk bekal hidup di


akhirat kelak.
c. Dalam
penelitian

lain

menyatakan

bahwa

yang

menentukan sikap keagamaan di usia lanjut diantaranya


adalah depersonalisasi. Penelitian ini diantaranya dilakukan
oleh M. Argyle dan Elle A. Cohen (Sururin, 2004).
3. Ciri-ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut
Secara garis besar ciri-ciri keberagamaan diusia lanjut
adalah:
a. Kehidupan

keagamaan

pada

usia

mencapai tingkat kemantapan.


b. Meningkatnya
kecenderungan

lanjut

untuk

sudah

menerima

pendapat keagamaan.
c. Mulai muncul pengakuan terhadap realistis tentang
kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh.
d. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada
kebutuhan saling cinta antar sesama manusia, serta
sifat-sifat luhur.
e. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat
sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.
f. Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada
peningkatan
kepercayaan

pembentukan
terhadap

sikap

adanya

keagamaan
kehidupan

dan
abadi

(akhirat) (Sururin, 2004).


4. Perlakuan terhadap Usia Lanjut Menurut Islam
Menurut Lita L Atkison, sebagian besar orang-orang
yang berusia lanjut (usia 70-79th) menyatakan tidak
merasa

dalam

keterasingan dan masih

menunjukkan

aktifitas yang positif. Tetapi perasaan itu muncul setelah


mereka memperoleh bimbingan semacam terapi psikologi.
Kajian psikologi berhasil mengungkapkan bahwa di usia

melewati

setengah

baya,

arah

perhatian

mereka

mengalami perubahan yang mendasar. Bila sebelumnya


perhatian diarahkan pada kenikmatan materi dan duniawi,
maka pada peralihan ke usia ini, perhatian mereka tertuju
kepada upaya menemukan ketenangan bathin. Sejalan
dengan
berkaitan

perubahan
dengan

itu

maka

kehidupan

masalah-masalah
akhirat

mulai

yang

menarik

perhatian mereka.
Perubahan orientasi ini diantaranya disebabakan oleh
psikologis. Disatu pihak kemampuan fisik pada usia lanjut
sedang mengalami penurunan. Sebaliknya dipiahak lain
memiliki

khasanah pengalaman yang kaya.

Kejayaan

mereka dimasa lalu yang pernah diperoleh sedang tidak


lagi memperoleh perhatian karena secara fisik mereka
dinilai sudah lemah. Kesenjangan ini menimbulkan gejolak
dan kegelisahan-kegelisahan bathin.
Apabila gejolak-gejolak tidak dapat dibendung lagi
maka muncul gangguan kejiwaan, seperti stress, putus asa,
ataupun pengasingan diri dari pergaulan sebagai wujud
rasa rendah diri. Dalam kasus-kasus seperti ini umumnya
dapat difungsikan dan diperankan sebagai penyelamat.
Sebab melalui ajaran pengalaman agama, manusia usia
lanjut merasa memperoleh tempat bergantung. Fenomena
adanya para pejabat pensiunan seperti ini sudah jamak
terlihat diakhir-akhir ini. Sebagai dalam memberi perlakuan
yang baik pada kedua orang tua Allah menyatakan dalam
surat (QS 17-23) yang artinya: jika seorang diantara
keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam
pemiliharaanmu,

maka

jangan

sekali-sekali

kamu

mengatakan pada keduanya perkataan ah dan jangan

kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka


perkataan yang mulia (Jalaluddin, 2010).
5. Cara Bersikap Pada Manusia Usia Lanjut
Dalam lingkungan peradaban Barat, upaya untuk
memberi perlakuan manusiawi kepada para manusia usia
lanjut dilakukan dengan menempatkan mereka dipanti
jompo. Di panti ini para manusia usia lanjut itu mendapat
perawatan

yang

intensif.

Sebaliknya,

di

lingkungan

keluarga, umumnya karena kesibukan, tak jarang anakanak serta sanak keluarga tak berkesempatan untuk
memberikan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan
para manusia usia lanjut tersebut.
Tradisi

keluarga

Barat

umumnya

menilai

penempatan orang tua mereka ke panti jompo merupakan


cerminan dari kasih saying anak kepada orang tua.
Sebaliknya, membiarkan orang tua yang berusia lanjut
tetap berada di lingkungan keluarga cenderung dianggap
sebagai

menelantarkannya.

Lain

halnya

dengan

konsep yang dianjurkan oleh islam. Perlakuan terhadap


manusia usia lanjut dianjurkan seteliti dan seteladan
mungkin. Perlakuan terhadap orang tua yang berusia
lanjut, dibebankan pada keluarga mereka, bukan kepada
badan atau panti asuhan, termasuk panti jompo. Perlakuan
terhadap orang tua menurut tuntunan islam berawal dari
rumah

tangga.

Allah

menyebutkan pemeliharaan

secara khusus orang tua yang sudah lanjut usia dengan


memerintahkan kepada anak-anak mereka dengan kasih
sayang.

Adapun dalil-dalil Al-Quran dan Hadits berkenaan


dengan perlakuan kepada orang tua diantaranya sebagai
berikut:
1. Sebagai pedoman dalam memberi perlakuan yang baik
kepada orang tua Allah mengatakan dalam Qs Al-Isra
yang artinya:Jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
megatakan kepada keduanya perkataan ah dan
jangan kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.
2. Selanjutnya Al-Quran melukiskan perlakuan terhadap
kedua orang tua:
Dan rendahkan dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua
telah mengasihi dan mendidikku waktu kecil (QS.
17:24).
3. Selain

itu,

kita

juga

dapat

melihat

bagaimana

seharusnya perilaku anak kepada orang tua, dalam


pernyataan Aisyah r.a. yakni dalam dialog rasulullah
Saw.

Kepada

Siapakah

seorang
yang

laki-laki.

Rasul

bertanya:

bersamamu? Orang

itu

menjawab: ayahku. Beliau berkata: jangan berjalan


di depannya dan jangan duduk sebelum dia, jangan
memanggilnya dengan namanya dan jangan berbuat
sesuatu

yang

menyebabkan

orang

memakinya. (Thoha Abdullah Al-Afifi: 1987:51)


4. Perlakuan kepada kedua orang tua dengan

lain
baik

dikaitkan sebagai kewajiban agama. Menurut Ibnu


Abbas, Rasulullah pernah mengatakan:

Barang siapa membuat ridha kedua orang tuanya di


waktu pagi dan sore, maka ia pun mendapat dua pintu
syurga yang terbuka, dan jika membuat ridha salahsatu diantaranya maka akan terbuka satu pintu syurga.
Barangsiapa di waktu sore dan pagi membuat marah
kedua orang tuanya, maka ia mendapat dua pintu
neraka yang terbuka. Jika membuat marah salah-satu
diantaranya,

maka

terbuka

untuknya

satu

pintu

neraka. (Thoha Abdullah Al-Afifi, 1987:53) (dalam


Jalaluddin, 2010).
Bahkan

ketika

mendengar

seorang

tua

mengadukan kekikiran anaknya hingga sampai hati


mengadukan

bahwa

ayahnya

mengambil

harta

miliknya, maka rasul pun bersabda: engkau dan


hartamu adalah milik ayahmu. (Thoha Abdullah Al-Afifi,
1987, 54-55).
Dari penjelasan di atas tergambar bagaimana
perlakuan terhadap manusia usia lanjut menurut Islam.
Manusia usia lanjut dipandang tak ubahnya seorang
bayi yang memerlukan pemeliharaan dan perawatan
serta perhatian khusus dengan penuh kasih sayang.
Perlakuan yang demikian itu tidak dapat diwakilkan
kepada siapa pun, melainkan menjadi tanggung jawab
anak-anak mereka. Perlakuan yang baik dan penuh
kesabaran serta

kasih

sayang

dinilai

sebagai

kebaktian. Sebaliknya, perlakuan yang tercela dinilai


sebagai

kedurhakaan.

Penjelasan

ini

menunjukkan

bahwa perlakuan terhadap manusia usia lanjut menurut


islam merupakan kewajiban agama, maka perbuatan

10

menempatkan orang tua dipanti jompo merupakan


tindakan tercela yang dilakukan oleh seorang anak.
B. Kriteria Orang Yang Matang Beragama
Kriteria yang diberikan oleh Al-Qur'an bagi mereka yang
dikategorikan orang yang matang beragama Islam cukup
bervariasi. Seperti pada sepuluh ayat pertama pada Surah AlMu'minun dan bagian akhir dari Surah Al-Furqan :
1. Mereka yang khusyu' shalatnya
2. Menjauhkan diri dari (perbuatan-perbuatan) tiada berguna
3. Menunaikan zakat
4. Menjaga kemaluannya kecuali kepada isteri-isteri yang sah
5. Jauh dari perbuatan melampaui batas (zina, homoseksual,
dan lain -lain)
6. Memelihara amanat dan janji yang dipikulnya
7. Memelihara shalatnya (QS. Al-Mu'minun : 1 - 10)
8. Suka bertaubat, tidak memberi persaksian palsu dan jauh
dari perbuatan sia-sia, memperhatikan Al-Qur'an, bersabar,
dan mengharap keturunan yang bertaqwa (QS. Al-Furqan :
63 - 67)
Kriteria dari As-sunnah : Rasulullah SAW memberikan
batas minimal bagi seorang yang disebut muslim yaitu
disebut muslim itu apabila muslim-muslim lain merasa aman
dari lidah dan tangannya (HR. Muslim). Sementara ciri-ciri lain
disebutkan cukup banyak bagi orang yang meningkatkan
kualitas keimanannya. Sehingga tidak jarang Nabi SAW
menganjurkan
"Barangsiapa
hendaknya

dia

dengan
beriman

cara
kepada

mencintai

peringatan,
Allah

saudaranya

dan

seperti

Rasul-Nya

sebagaimana

dia

mencintai dirinya sendiri" (HR. Bukhari). "Tidak beriman


seseorang

sampai

tetangganya

merasa

aman

dari

gangguannya " (HR. Bukhari dan Muslim). "Tidak beriman


seseorang kepada Allah sehingga dia lebih mencintai Allah
dan Rasul-Nya dari pada kecintaan lainnya..." (HR. Muslim).

11

Dengan demikian petunjuk-petunjuk itu mengarahkan


kepada seseorang yang beragama Islam agar dia menjaga
lidah dan tangannya sehingga tidak mengganggu orang lain,
demikian

juga

dia

menghormati

tetangganya,

saudara

sesama muslim dan sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.


Ringkas kata, dia berpedoman kepada petunjuk Al-Qur'an dan
mengikuti contoh praktek Rasulullah SAW, sehingga dia betulbetul menjaga hubungan "hablum minallah " (hubungan
vertikal) dan "hablum minannaas" (hubungan horizontal).
Peringatan shahabat Ali r.a. bahwa klimaks orang ciri
keagamaannya

matang

adalah

apabila

orang

tersebut

bertaqwa kepada Allah SWT. Dan inti taqwa itu ada empat,
menurut Ali r.a. :

Mengamalkan isi Al-Qur'an

Mempunyai rasa takut kepada Allah sehingga

berbuat sesuai dengan perintah Nya


Merasa puas dengan pemberian atau karunia Allah
SWT meskipun terasa sedikit.

Sedangkan

Ibnul

Qoyyim,

ulama

abad

ke

7,

menyebutkan 9 kriteria bagi orang yang matang beragama


Islamnya, yaitu :

Dia terbina keimanannya yaitu selalu menjaga


fluktualitas keimanannya agar Selalu bertambah

kualitasnya
Dia terbina ruhiyahnya yaitu menanamkan pada
dirinya

kebesaran dan keagungan Allah serta

segala yang dijanjikan di akherat kelak, sehingga

dia menyibukkan diri untuk meraihnya.


Dia terbina pemikirannya sehingga

akalnya

diarahkan untuk memikirkan ayat-ayat Allah AlKauniyah (cipataan-Nya) dan Al-Qur'aniyah (firmanNya).

12

Dia

terbina

perasaannya

sehingga

segala

ungkapan perasaan ditujukan kepada allah, senang


atau benci, marah atau rela, semuanya karena

Allah.
Dia terbina akhlaknya dimana kepribadiannya di
bangun diatas pondasi akhlak mulia sehingga kalau
berbicara dia jujur, bermuka manis, menyantuni
yang tidak mampu, tidak menyakiti orang lain dan

berbagai akhlak mulia.


Dia terbina kemasyarakatannya karena menyadari
sebagai makhluk sosial, dia harus memperhatikan
lingkungannya

sehingga

mensejahterakan

berperan

masyarakat

intelektualitasnya,

dia

ekonominya,

royongannya, dan lain-lain.


Dia
terbina
keamuannya

aktif
baik

kegotang-

sehingga

tidak

mengumbar kemauannya ke arah yang distruktif


tetapi justru diarahkan sesuai dengan kehendak
Allah.

Kemauan

yang

mendorongnya

selalu

beramal shaleh.
Dia terbina kesehatan badannya karena itu dia
memberikan hak-hak badan untuk ketaatan kepada
Allah karena Rasulullah SAW bersabda : "Orang
mukmin yang kuat itu lebih baik dan dicintai Allah

daripada mukmin yang lemah " (HR. Ahmad)


Dia terbina nafsu seksualnya yaitu diarahkan
kepada perkawinan yang dihalalkan Allah SWT
sehingga

dapat

menghasilkan

keturunan

yang

shaleh dan bermanfaat bagi agama dan negara.


Demikian secara ringkas kami paparkan kriteria ideal
untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana kematangan

13

beragama Islam seseorang. Sengaja kami batasi agama


Islam karena pembahasan ciri-ciri beragama secara umum
terlalu luas. Dan perlu kita ingat dalam kondisi masyarakat
yang komplek dengan problematika kehidupannya, maka
sungguh orang yang beragamalah yang akan terhindar dari
penyakit stress.
C. Kematangan Beragama Pada Usia Lanjut
Kematangan

atau

kedewasaan

seseorang

dalam

beragama biasanya ditunjukakan dengan kesadaran dan


keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan
beragama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam
hidupnya (Anshari, 1999). Seseorang yang matang dalam
beragama bukan hanya memegang teguh paham keagamaan
yang dianutnya dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari
dengan penuh tanggung jawab, melainkan kadang-kadang
dibarengi dengan pengetahuan keagamaan yang cukup
mendalam. Jika kematangan beragama telah ada pada diri
seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaannya
senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa
tanggung jawab,bukan atas dasar peniruan dan sekedar ikutikutan saja.
Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat
beberapa hambatan. Karena tingkat kematangan beragama
juga

merupakan suatu perkembangan individu, hal itu

memerlukan

waktu,

sebab

perkembangan

kepada

kematangan beragam tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada


dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya
hambatan (Sururin, 2004):
1. Faktor diri sendiri

14

Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua:


kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas ini merupakan
ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat
perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan dan
kurang berkemampuan. Bagi mereka yang mampu menerima
dengan

rasionya,

akan

menghayati

dan

kemudian

mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut dengan baik,


penuh keyakinan dan argumentative, walaupun apa yang
harus dilakukan itu berbeda dengan tradisi yang ada dalam
kehidupan masyarakat mereka.
Sedangkan

faktor

pengalaman,

semakin

luas

pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka


akan

semakin

aktivitas

mantap

keaagamaan.

dan

stabil

Namun,

dalam
bagi

mengerjakan

mereka

yang

mempunyai pengalamanan sedikit dan sempit, ia akan


mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu
dihadapkan

pada

hambatan-hambatan

untuk

dapat

mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.


2. Faktor luar
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa
kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan
kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap
tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah ada.
Faktor-faktor

tersebut

antara

lain

tradisi

agama

atau

pendidikan yang diterima. Kultur masyarakat yang dikuasai


tradisi tertentu dan berjalan secara turun temurun dari satu
generasi ke generasi berikutnya, kadang-kadang terasa oleh
sebagian orang sebagai suatu belenggu yang tidak pernah
selesai. Seringkali tradisi tersebut tidak diketahui dari mana

15

asal-usul dan sebab musababnya, mulai kapan ada dan


bagaimana ceritanya.
Memang untuk tradisi-tradisi tertentu mungkin perlu
dikembangkan dan dilestarikan. Namun pada bagian lain,
terdapat

tradisi-tradisi

tertentu

yang

perlu penjelasan,

sehingga tidak menimbulkan anggapan kontradiktif pada


sementara orang, antara ajaran agama di satu pihak dengan
kenyataan yang berlainan di pihak lain. Seseorang yang
semenjak kecil telah dicekam oleh tradisi yang kurang
dimengerti

oleh

orang

itu

sendiri,

maka

hal

itu

akan

mempengaruhi terhadap perkembangan rasa keagamaannya


pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, pendidikan
yang diterima seseorang dari keluarga yang menghasilkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam kehidupan beragama
seseorang,

biasanya

akan

sulit

sekali

untuk

diadakan

perubahan ke arah yang lebih sempurna. Namun, jika


pendidikan yang diterima seseorang dari jenjang lembaga
berikutnya tidak terlalu banyak mengarahkan kearah yang
lebih baik dan sempurna, hal itu akan menjadi hambatan pada
masa berikutnya.
Berkaitan

dengan

sikap

keberagamaan,

William

Starbuck, sebagaimana dipaparkan kembali oleh William


james, mengemukakan dua buah faktor yang mempengaruhi
sikap keagamaan seseorang, yaitu :
1. Faktor intern, terdiri dari :
a. Temperamen
Tingkah laku yang didasarkan pada temperamen
tertentu
beragama

memegang

peranan

seseorang.

penting

Seseorang

yang

dalam

sikap

melankolis,

misalnya, akan berbeda dengan orang yang berkepribadian


dysplastis

dalam

sikap

dan

16

pandangannya

terhadap

agama. Hal demikian juga akan mempengaruhi seseorang


dalam kematangan beragama.
b. Gangguan Jiwa
Orang yang menderita gangguan jiwa menunjukkan
kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.Tindak-tanduk
keagamaan dan pengalaman keagamaan seseorang yang
ditampilkan tergantung pada gangguan jiwa yang mereka
rasakan.
c. Konflik dan Keraguan
Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap
seseoarng terhadap agama, seperti taat, fanatic, agnotis,
maupun ateis.
d. Jauh dari Tuhan
Orang yang hidupnya jauh dari Tuhan akan merasa
dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup, terutama
saat menghadapi musibah.

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah yang dijabarkan sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa usia lanjut adalah usia dimana
seseorang akan mengalami kemunduran fisik dan mental
yang terjadi secara perlahan dan bertahap dan dikenal
sebagai senescence yaitu masa proses menjadi tua.
Adapun secara umum mengatakan bahwa usia lanjut ini
dimulai pada usia 65 tahun. Dalam perkembangan usia lanjut
ini

akan terjadi

menyebabkan
gangguan

penurunan

aktivitas

kesehatan

kemampuan

menurun,

hingga mereka

sering
akan

fisik

yang

mengalami
cenderung

kehilangan semangat.
Adapun

ciri-ciri

keagamaan

pada

usia

lanjut

diantaranya, Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah


mencapai tingkat kemantapan, Meningkatnya kecenderungan
untuk

menerima

pendapat

keagamaan,

Mulai

muncul

pengakuan terhadap realistis tentang kehidupan akhirat

18

secara lebih sungguh-sungguh, Sikap keagamaan cenderung


mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama
manusia, serta sifat-sifat luhur, Timbul rasa takut kepada
kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia
lanjutnya, Perasaan takut kepada kematian ini berdampak
pada

peningkatan

pembentukan

sikap

keagamaan

dan

kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat).


Kematangan

atau

kedewasaan

seseorang

dalam

beragama biasanya ditunjukakan dengan kesadaran dan


keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan
beragama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam
hidupnya

sehingga

ia

akan

menjalankan

segala

yang

diperintahkan dalam agamanya dan menjauhi apa-apa yang


dilarang oleh agamanya. Pada dasarnya terdapat dua faktor
yang menyebabkan adanya hambatan dalam menuju rasa
keagamaan usia lanjut yakni factor intern (dalam diri), dan
ekstern (dari lingkungan).
Di dalam Islam Perlakuan terhadap manusia usia lanjut
dianjurkan seteliti

dan

seteladan

mungkin.

Perlakuan

terhadap orang tua yang berusia lanjut, dibebankan pada


keluarga mereka, bukan kepada badan atau panti asuhan,
termasuk panti jompo. Sehingga merawat orang tua dalam
usia lanjut merupakan kewajiban bagi anak-anak maupun
sanak keluarganya, yakni dengan cara-cara yang diajarkan di
dalam alQuran dan Sunnah Rasul.
B. Saran
Semua ide dan gagasan baik yang ada dalam makalah
ini adalah milikNya, dan semua khilaf yang mungkin ada
dalam makalah ini adalah milik kami sendiri, dan kepada

19

pembaca kami mohon kritik dan sarannya yang konstruktif,


sekiranya ada dalam makalah ini banyak salah dan janggal
yang harus diperbaiki dikesempatan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Heni, Narendrany Hidayati. 2007. Psikologi Agama. Jakarta: UIN
Jakarta Press
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada

20

Hafi Anshari. 1991. Dasar-dasar Ilmu Jiwa Agama, Usaha


Nasional, Surabaya,
Jalaluddin. 2010. PsikologI Agama. Jakarta: Rajawali Pers.
http://bismillah-abie,blogspot.co/2010/07/perkembangan-agamapada-orang-dewasa.html.diunduh 10-05-2011, 19.00 WIB

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala
rahmat

dan

hidayah_NYA

sehingga

21

makalah

ini

dapat

terselesaikan. Shalawat serta salam kita limpahkan kepada


junjungan Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW yang kita tunggutunggu syafaatnya nanti di hari akhir. Penulis ucapkan terima
kasih kepada dosen pengampu matakuliah Pendidikan Agama
Islam yang telah memberikan banyak ilmu dan pengarahan.
Akhir kata dari penulis mohon maaf apabila ada banyak
kesalahan pada penulisan kata-kata serta kalimat. Oleh karena
itu, penulis meminta kritik dan saran untuk lebih membangun
dan menambah ilmu bagi penulis. Selanjutnya saya berharap
dari makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.

Pubian,
2016

Penulis

i
22

September

DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................

Kata Pengantar ...................................................................

ii

Daftar Isi .............................................................................

iii

BAB I Pendahuluan ................................................

A. Latar Belakang...........................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................
C. Tujuan ........................................................................

1
2
2

BAB II Pembahasan ...............................................

A. Perkembangan Jiwa Beragama Pada Usia Lanjut........


1. Pengertian Usia Lanjut..........................................
2. Perkembangan Agama Pada Usia Lanjut...............
3. Ciri-ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut....................
4. Perlakuan Terhadap Usia Lanjut Menurut Islam.....
5. Cara Bersikap Pada Manusia Usia Lanjut..............
B. Kriteria Orang Yang Matang Beragama......................
C. Kematangan Beragama Pada Usia Lanjut...................

3
3
4
5
5
6
9
11

BAB III Penutup ....................................................

15

A. Kesimpulan ................................................................
B. Saran .........................................................................

15
16

Daftar Pustaka

ii

23

ii

Anda mungkin juga menyukai