Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik perlindungan jalan
nafas. Pemantauan ditujukan atas fungsi nafas dan sirkulasi. Pulse oxymeter dianjurkan
sebagai alat monitoring.
Penilaian dan Persiapan Praanestesia
Anamnesis
Riwayat apakah pasien pernah mendapat anesthesia sebelumnya sangatlah penting
untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi,
mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat dirancang
anesthesia berikutnya dengan lebih baik.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, lidah relative besar sangat penting
untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan
kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Kebugaran untuk anesthesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien
dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan tidak perlu harus dihindari.
Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi lambung dan
kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama pada pasien yang menjalani
anesthesia. Untuk meminimalkan resiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk
operasi elektif dengan anesthesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama
periode tertentu sebelum induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan pada bayi 3-4
jam. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air
putih dalam jumlah terbatas diperbolehkan 1 jam sebelum induksi anestesia.
Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
buruk.
Ketamin juga sering menyebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan
mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.
Mekanisme kerja
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat ini bekerja dengan blok terhadap
reseptor opiat dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan
interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek
analgesik.
Efek farmakologis
Efek pada susunan saraf pusat. Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30
detik pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata
berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai
gerakan yang tidak disadari, seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang.
Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering
mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien
mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah
intrakranial.
Efek pada mata. Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka
spontan, terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus
koroidalis.
Efek pada sistem kardiovaskular. Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat
simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan
tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Efek pada sistem respirasi. Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap
sistem respirasi, dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya,
sehingga merupakan obat pilihan pada pasien ashma.
Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses
pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin bersifat larut air sehingga
dapat diberikan secara IV atau IM dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara IV atau 5 10
mg/KgBB IM , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk
mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian
secara intermitten diulang setiap 10 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai
operasi selesai.
Farmakokinetik
Absorbsi. Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular.
Distribusi. Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke
seluruh organ. Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara IV dengan dosis
induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara IM maka efek
baru akan muncul setelah 15 menit.
Metabolisme. Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi
beberapa metabolit yang masih aktif.
Ekskresi. Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa takikardi, agitasi dan perasaan lelah,
halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek
mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial.
Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.
Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks, maka penggunaannya
terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita penyakit sistemik
penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya
pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat,
misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Selain itu juga bagi pasien
yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat obat simpatomimetik,
seperti ; hipertensi tirotoksikosis, diabetes militus , dan penyakit jantung koroner.
Recofol (Propofol 10 mg/ml)
Propofol ( 2,6 diisopropylphenol ) merupakan derivat fenol yang banyak digunakan
sebagai anastesia intravena. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977
sebagai obat induksi. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia
umum, pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Propofol
mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat
oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada
pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).
Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui, tapi diperkirakan efek
primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).
Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,
eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh
propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh
lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi
cepat menyebabkan sedasi ( rata- rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif
singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni
tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot
Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat. Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis
yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis
induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat.
Pada sistem kardiovaskular. Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah
dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi, pengaruh
terhadap frekuensi jantung juga sangat minim.
Sistem pernafasan. Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam
beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian
diprivan.
Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infuse.
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV (titrate to effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau pada pasien dengan gangguan hemodinamik atau apabila
digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%.
f)
Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang
steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah
kontaminasi dari bakteri.
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75% pasien. Nyeri ini
bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat
dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1
sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, dan
diberikan secara IV melalui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali
ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi
lemak sehingga pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme
lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.
Tramus (Atracurium besylate 10 mg/ml)
Farmakodinamik
Atracurium merupakan neuromuscular blocking agent yang sangat selektif dan
kompetitif (non-depolarising) dengan lama kerja sedang. Non-depolarising agent bekerja
antagonis terhadap neurotransmitter asetilkolin melalui ikatan reseptor site pada motor-endplate. Atracurium dapat digunakan pada berbagai tindakan bedah dan untuk memfasilitasi
ventilasi terkendali. Atracurium tidak mempunyai efek langsung terhadap tekanan intraocular,
dan karena itu dapat digunakan pada bedah opthalmik.
Farmakokinetik
Waktu paruh eliminasi kira-kira 20 menit. Atracurium diinaktivasi melalui eliminasi
Hoffman, suatu proses non enzimatik yang terjadi pada pH dan suhu fisiologis, dan melalui
hidrolisis ester yang dikatalisis oleh esterase non-spesifik.
Eliminasi atracurium tidak tergantung pada fungsi ginjal atau hati. Produk urai yang
utama adalah laudanosine dan alcohol monoquartenary yang tidak memiliki aktivitas blokade
neuromuscular. Alcohol monoquartenary tersebut secara spontan terdegradasi oleh proses
eliminasi Hofmann dan diekskresi melalui ginjal. Laudanosine diekskresi melalui ginjal dan
dimetabolisme di hati. Waktu paruh laudanosine berkisar 3-6 jam pada pasien dengan fungsi
ginjal dan hati normal, dan sekitar 15 jam pada pasien gagal ginjal, sedangkan pada pasien
gagal ginjal dan hati sekitar 40 jam. Terminasi kerja blokade neuromuscular atracurium tidak
tergantung pada metabolisme ataupun ekskresi hati atau ginjal. Oleh karena itu, lama
kerjanya tidak dipengaruhi oleh gangguan fungsi ginjal, hati, ataupun peredaran darah.
Uji plasma pasien dengan kadar pseudocholinesterase rendah menunjukkan bahwa
inaktivasi atracurium tidak terpengaruh. Variasi pH darah dan suhu tubuh pasien selama
masih dalam kisaran fisiologis tidak akan mengubah lama kerja atracurium secara bermakna.
Konsentrasi metabolit didapatkan lebih tinggi pada pasien ICU dengan fungsi ginjal dan atau
hati yang abnormal. Metabolit ini tidak berperan pada blokade neuromuscular.
Indikasi
Sebagai adjuvant terhadap anestesi umum agar intubasi trakea dapat dilakukan dan
untuk relaksasi otot rangka selama proses pembedahan atau ventilasi terkendali, serta untuk
memfasilitasi ventilasi mekanik pada pasien Intensive Care Unit (ICU).
Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.
Skin flushing, hioptensi atau bronkospasme ringan dan sementara, yang berhubungan
dengan pelepasan histamine.
Sangat jarang terjadi : reaksi anafilaktik berat dilaporkan terjadi pada pasien yang
mendapatkan atracurium bersamaan dengan beberapa obat lain. Pasien ini biasanya memiliki
satu atau lebih kondisi medis yang memudahkan terjadinya kejang (contohnya trauma cranial,
edema serebri, uremia).
Rumatan Anestesia
Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan dengan cara intravena (anestesia
intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan
anestesia biasanya mengacu pada trias anestesia yaitu tidur ringan (hypnosis) sekedar tidak
sadar, analgesia cukup, dan diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri
dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Pada pasien ini digunakan rumatan inhalasi menggunakan campuran N2O dan O2
ditambah dengan isofluran 2-4 vol%.
N2O
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tiak berbau, tidak berasa,
dan lebih berat daripada udara. Gas ini tidak mudah terbakar. Tetapi bila dikombinasi dengan
zat anestetik yang mudah terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya campuran
eter dan N2O.
Nitrogen monoksida sukar larut dalam darah, dan merupakan anestetik yang kurang
kuat sehingga lebih sering digunakan dalam rumatan. Gas ini memiliki efek analgesic yang
baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti 15 mg morfin. Kadar optimum
untuk mendapatkan efek analgesic maksimum 35%. N2O diekskresi dalam bentuk utuh
melalui paru-paru dan sebagian kecil melalui kulit.
Isofluran
Isofluran adalah eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi isofluran
mirip enfluran, tetapi secara farmakologis sangat berbeda. Isofluran berbau tajam, kadar obat
yang tinggi dalam udara inspirasi membuat pasien menahan nafas dan terbatuk.
Isofluran merelaksasi otot rangka dengan lebih baik dan meningkatkan efek pelumpuh
otot depolarisasi maupun nondepolarisasi labih dari yang ditimbulkan oleh enfluran. Tekanan
darah turun cepat dengan makin dalamnya anestesi, namun beda dengan enfluran curah
jantung dipertahankan oleh isofluran. Hipotensi lebih disebabkan oleh vasodilatasi di otot.
Pembuluh koroner juga berdilatasi dan aliran koroner dipertahankan walaupun konsumsi O 2
berkurang. Dengan kerjanya yang demikian isofluran dipandang lebih aman untuk pasien
penyakit jantung daripada halotan atau enfluran. Akan tetapi, isofluran dapat menyebabkan
iskemia miokardium melalui fenomena coronary steal yaitu: pengalihan aliran darah dari
daerah yang perfusinya buruk ke daerah yang perfusinya baik. Kecenderungan timbulnya
aritmia pun sangat kecil, sebab isofluran tidak menyebabkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin.
Ventilasi mungkin perlu dikendalikan untuk mendapatkan efek normokapnia sebab
isofluran dapat menyebabkan depresi nafas dan menekan respon ventilasi terhadap hipoksia.
Isofluran dapat memicu refleks saluran nafas yang menyebabkan hipersekresi, batuk, dan
spasme laring, yang lebih kuat daripada enfluran. Ditambah dengan terganggunya fungsi silia
di jalan nafas, anestesia yang lama dapat menyebabkan menumpuknya mucus di saluran
nafas. Hal ini dapat dikurangi dengan medikasi pra-anestetik yang memadai.
Isofluran yang mengalami biotransformasi jauh lebih sedikit. Asam trifluoroasetat dan
ion fluor yang terbentuk jauh dibawah batas yang merusak sel. Belum pernah dilaporkan
gangguang fungsi ginjal dan hati sesudah penggunaan isofluran.
DAFTAR PUSTAKA
American academy of otolaryngology head and neck dissection. Lesspain and quicker recovery
with
coblation
assisted
tonsillectomy,
diakses
dari
Medicine
Information,
2003,
Atropine
Sulfat
Injection,
diakses
dari
Keith,
2009,
Tracheal
Intubation,
Medication,
diakses
dari