Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Darah merupakan cairan dalam tubuh yang memiliki fungsi untuk

mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh, serta memiliki
banyak kegunaan lainnya untuk menunjang kehidupan. Manusia memiliki volume
darah

sekitar 7%-10% dari berat badan normal (kurang lebih 5 liter). Keadaan

jumlah darah pada tiap-tiap orang tidak sama, tergantung pada usia, pekerjaan, serta
keadaan jantung atau pembuluh darah (Handayani, 2008). Darah terdiri dari sel-sel
darah seperti sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan pelat darah
(trombosit), yang tersuspensi dalam plasma. Plasma terdiri dari air dengan terlarut
dalam zat-zat elekrolit dan beberapa protein, yakni globulin (alfa, beta, gamma),
albumin dan faktor pembekuan darah (Rahardja, 2007).
Leukosit adalah salah satu komponen dari sel-sel darah yang berfungsi
melindungi tubuh dari masuknya benda asing ke dalam tubuh, termasuk bakteri dan
virus. Dalam kondisi normal jumlah leukosit dalam sirkulasi antara 4.000 sampai
10.000 per millimeter kubik darah. Bila tubuh kita terserang benda asing, baik oleh
virus maupun bakteri penyebab infeksi ataupun kerusakan jaringan akan
mengakibatkan peningkatan atau penurunan jumlah leukosit (Slonane, 2004).
.Kelainan darah merupakan kondisi yang mempengaruhi salah satu atau
beberapa bagian dari darah dan mencegah darah untuk bisa bekerja secara normal.
Kelainan darah bisa bersifat akut maupun kronis dan kebanyakan dari kondisi ini
merupakan penyakit turunan. Kelainan dan penyakit tersebut antara lain: anemia,
hemophilia, leukemia, leukopenia, hipertensi, dan thalasemia (Liswanti, 2014).
Di Indonesia, thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak
ditemukan dibandingkan dengan penyakit . Angka pembawa sifat thalassemia
sebanyak 3-5% bahkan di beberapa daerah mencapai 10%, sedangkan angka

pembawa sifat HbE berkisar antara 1,5-3,6%. Berdasarkan hasil penelitian di atas dan
dengan memperhitungkan angka kelahiran dan jumlah penduduk di Indonesia,
diperkirakan jumlah pasien thalassemia baru lahir setiap tahun di Indonesia cukup
tinggi, yakni sekitar 2.500 anak. Di Indonesia banyak dijumpai thalassemia karena
adanya migrasi penduduk dan percampuran penduduk dari cina selatan dengan fenotif
mongoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini tersebar di Kalimantan, Sulawesi,
Jawa, Nias, Flores, Sumba dan Sumatera ( Ayu, 2015).
Thalasemia merupakan kelainan genetik akibat mutasi gen yang bersifat
autosomal resesif yang disebabkan kekurangan sintesis rantai globin pembentuk
hemoglobin darah dengan gejala mirip anemia. Penyandang thalasemia memiliki
hemoglobin dalam sel darah merah yang tidak dapat mengikat oksigen dengan baik.
Dengan kondisi yang demikian maka penyandang thalasemia sering merasa lemas
karena kekurangan oksigen terlarut dalam darah. Thalasemia diklasifikasikan
berdasarkan kelainan molekul sekunder protein globlin atau proteib globin.
Thalasemia memiliki kelainan pada protein globin, sedangkan thalasemia , pada
protein globin. Pemeriksaan terhadap pembawa thalasemia sangat efektif untuk
menekan jumlah populasi penyandang thalasemia, melalui pemeriksaan laboratorium
(handayani, 2014)
Pemeriksaan laboratorium merupakan yang dilakukan untuk kepentingan
klinik. Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah untuk mengkonfirmasi suatu keadaan
klinis atau membantu diagnosis. Pemeriksaan laboratorium memberi kesan adanya
kelainan tertentu. Selain itu, pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan
penunjang dapat menunjukan adanya kelainan, sehingga diagnosis dapat ditegakan
(Aziz, 2008).
Pemeriksaan hematologi merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan pada
hampir semua pasien yang datang ke rumah sakit. Pemeriksaan hematologi dilakukan
pada sampel darah vena yang telah dicampur dengan antikoagulan EDTA (ethylene
diamine tetraacetic acid) guna mencegah terjadinya pembekuan darah (Mengko,
2013). Salah satu pemeriksaan hematologi rutin yaitu hitung jumlah leukosit untuk

membantu diagnosis. Hitung jumlah leukosit dapat di lakukan dua cara yaitu cara
manual dengan pengamatan mikroskopik dan cara automatik dengan menggunakan
alat hematology analyzer (Indiasari Devi, 2009).
Hematology Analyzer merupakan perangkat yang digunakan untuk
melakukan pengukuran komponen-komponen yang ada dalam darah termasuk hitung
jumlah leukosit. Alat ini merupakan instrument utama yang digunakan di
laboratorium klinik. Alat ini digunakan di laboratorium pratama (setingkat
puskesmas) hingga laboratorium utama atau laboratorium rujukan (Mengko, 2013).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian
melihtat gambaran pemeriksaan jumlah dan bentuk leukosit pada penderita
thalasemia.

1.2

Identifikasi Masalah
Pada thalasemia dibutuhkan transfusi seumur hidupnya, untuk menunjang

keakuratan pemeriksaan leukosit. Untuk melihat jumlah dan bentuk sel leukosit pada
penderita thalasemia.
1.3

Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran pemeriksaan jumlah dan bentuk leukosit pada penyakit

thalasemia ?
1.4

Tujuan Penelitian
1.4.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui jumlah leukosit pada penyakit thalasemia.

1.4.2

Tujuan Khusus
Untuk mengetahui jumlah dan bentuk leukosit pada penyakit

thalasemia.

1.5

Manfaat Penelitian
1.5.1 Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

khususnya mengenai thalasemia.


1.5.2 Praktis
Sebagai informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian
tentang thalasemia.

Anda mungkin juga menyukai