PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Demam dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue. Di Indonesia, hingga sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe yaitu virus
dengue I,II III dan IV, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan (mild undifferentiated febrile
illness) , demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) , demam berdarah
dengue disertai syok (dengue shock syndrome = DSS). 4
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit endemik di
daerah tropis yang memiliki tingkat kematian tinggi terutama pada anak-anak.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. DBD sejak tahun 1968 hingga tahun
2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.4
Status gizi merupakan salah satu faktor risiko yang mempengaruhi tingkat
keparahan DBD. Hakim dan Kusnandar menyebutkan bahwa anak dengan status
gizi yang tidak normal, baik gizi kurang maupun gizi lebih, memiliki risiko 1,25
kali lebih besar untuk tertular infeksi virus dengue dibanding anak dengan status
gizi normal. Risiko SSD pada anak obese 4,9 kali lebih besar dibandingkan
dengan anak non-obese.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh.4
Batasan : salah satu varian klinis infeksi virus dengue, yang ditandai oleh
panas 2-7 hari dan pada saat turun panas disertai/ disusul dengan gangguan
hemostatik dan kebocoran plasma (plasma leakage).1
2.2 Etiologi
Demam dengue adalah penyakit infeksi virus dengue yang disebabkan
oleh virus dengue I,II III dan IV, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus.4
Virus-virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi, terutama Aedes aegypti, dan karenanya dianggap sebagai
arthropode borne virus atau arbovirus (virus yang ditularkan melalui artropoda)
yang sekarang dikenal sebagai flavivirus, family flaviridae, yang mempunyai 4
jenis serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi dengan salah
satu serotype akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
2.3 Epidemiologi
Epidemik demam berdarah telah terjadi secara berturut-turut selama tiga
abad terakhir di daerah tropis,daerah subtropis dan beriklim seluruh dunia. Selama
18, 19 dan awal abad ke-20, wabah penyakit demam berdarah yang dilaporkan
dan dicatat secara global, baik di daerah tropis serta beberapa daerah beriklim
tropis lainnya. Di sebagian besar negara Amerika Tengah dan Selatan, pencegahan
penyakit yang efektif bisa disebabkan oleh menghilangkan pokok vektor epidemi
nyamuk, Aedes aegypti, selama tahun 1950-an dan 1960-an. Di Asia,
bagaimanapun, pengendalian nyamuk yang efektif tidak pernah tercapai. Suatu
bentuk parah dari demam berdarah, kemungkinan besar mirip dengan DBD,
muncul di beberapa negara Asia setelah Perang Dunia II.3
Setiap 10 tahun, jumlah rata-rata tahunan kasus kasus DF / DHF
dilaporkan ke WHO terus tumbuh secara eksponensial. Dari tahun 2000 sampai
2008,jumlah rata-rata tahunan dari kasus itu 1.656.870, atau hampir 3,5 kali lipat
dari angka untuk 1990-1999, yang 479 848 kasus. Pada tahun 2008, rekor 69
negara dari wilayah WHO Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Amerika melaporkan
aktivitas demam berdarah.4
Dari 2,5 miliar orang di seluruh dunia yang tinggal di negara-negara
endemik demam berdarah dan beresiko tertular DF / DHF, 1,3 miliar hidup di 10
negara dari Asia Tenggara daerah yang merupakan daerah endemik DBD. Sampai
tahun 2003, hanya delapan negara di Kawasan melaporkan kasus DBD. Timor
Leste dilaporkan wabah pada tahun 2004 untuk pertama kalinya. Bhutan juga
melaporkan Wabah demam berdarah pertama pada tahun 2004. Demikian pula,
Nepal juga melaporkan kasus adat pertama dari demam berdarah pada bulan
November 2004.Kasus yang dilaporkan dengue dan kematian antara tahun 1985
dan 2009 di 10 negara dari Region Asia Tenggara. Jumlah kasus DBD telah
meningkat selama tiga sampai lima tahun, dengan berulang epidemi. Selain itu,
telah terjadi peningkatan proporsi kasus DBD dengan mereka keparahan, terutama
di Thailand, Indonesia dan Myanmar. Tren dalam kasus yang dilaporkan dan tarif
fatalitas kasus yang ditampilkan.4
Dari 100 orang anak yang diteliti di Delhi pada tahun 2015, semuanya
memiliki gejala yang umum terjadi adalah demam, vomiting, ruam-ruam, dan nyeri
perut. Dengan presentasi demam 100%, vomiting 79%, ruam-ruam 21%, dan nyeri perut
84%.7
Gambar 2.1 Negara dan area yang beresiko terkena infeksi dengue ditinjau
dari kepustakaan 4 (WHO, 2011)
2.4 Patofisiologi
Demam Dengue disebabkan oleh flavivirus. Dengan 4 serotype virus yang
berbeda. Transmisi virus melalui darah virus awalnya menginfeksi makrofag dan
sel dendritik. kemudian, ia bereplikasi dalam kelenjar getah bening regional.
Infeksi virus ini diikuti oleh masa inkubasi 4 sampai 10 hari, di mana virus
menyebar melalui darah dan jaringan limfatik, sehingga menyebabkan penyakit
sistemik.8
Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi
biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, anti- body dependent cellmediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari
antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik
yang dapat mencegah in- feksi virus, dan antibody non netralising serotype yang
mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan
dalam pathogenesis DBD dan DSS. 9,10
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang
masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondaryheterologus infection) dan
anti- body dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi
sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu
serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe
virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut
mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan
terjadi infeksi yang be- rat. Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk
pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue
serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung
membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi,
selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL- 6, tumor necrosis factoralpha (TNF-A) an platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi
peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan
kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan
tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya
sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. 9,10
infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk kadar antibodi menjadi meningkat
1,5.
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar
hari kelima panas, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan
menghilang setelah 6-9 hari.4
2.5 Diagnosis
Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan
infeksi dengue, yaitu
1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi
sebagai infeksi dengue ringan ; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam
berdarah (DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated organopathy.
Perembesan
plasma
sebagai
akibat
plasma
leakage
merupakan
tanda
Gambar 2.2 Spektrum klinis Infeksi Dengue ditinjau dari kepustakaan 4 (Karyanti,
2011).
penyebab
virus
lain.
Demam
disertai
kemerahan
berupa
makulopapular, timbul saat demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan
saluran cerna sering dijumpai.2
b. Demam dengue (DD)
1). Anamnesis
Demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot &
sendi/tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung,
facial flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri
tenggorok, dan depresi umum.2
2). Pemeriksaan fisik
1. Demam: 39-40C, berakhir 5-7 hari
2. Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan),
leher, dan dada
3. Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform
Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian
dorsal, lengan atas, dan tangan
4.
5. Manifestasi perdarahan
6. Uji bendung positif dan/atau petekie
10
b. Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.
c.
f.
Hematuria (jarang)
g.
Menorrhagia
11
h.
arcus costae
kanan dan
b. Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus
= RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
c.
Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma.
Tanda-tanda syok :
a. Anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis, nafas cepat,
nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi 20
mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary
refill time memanjang (>3 detik).
12
DBD/DSS
ditegakkan
laboratorium.4
Kriteria klinis:
13
berdasarkan
kriteria
klinis
dan
a.
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 2-7 hari
b.
c.
Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (20
mmHg), hipotensi,
tampak gelisah.
Kriteria laboratorium :
a.
Trombositopenia (100.000/mikroliter)
Dijumpai
tanda
perembesan
toraks/ultrasonografi
d. Hipoalbuminemia
14
plasma
Efusi
pleura
(foto
Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas,
mendukung diagnosis DSS. Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok
membedakan DSS dari syok sepsis.4,6
15
16
Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit
ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi
sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.
Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi
sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun apabila
IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi sekunder.
Tabel 2.2 Interprestasi Uji Serologi IgM dan IgG pada infeksi Dengue
17
1.1. Penatalaksanaan
rawat inap
18
Ada kedaruratan:
Syok
antipiretik
Kejang
Kesadaran turun
Muntah darah
Hematokrit stabil
Berak hitam
Tabel 2.3 Indikasi rawat inap dan pemulangan pasien (Karyanti, 2011)
1. Tanda kegawatan
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan
penyakit infeksi dengue, seperti berikiut :
a.
b.
19
e.
Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala
lain
b. Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok,
serta mudah dan cepat utk dilakukan
c. Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal
setiap 2-4 jam pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
d.
Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih
sering pada pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.
e.
Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada
pasien dengan syok berkepanjangan / cairan yg berlebihan.
Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
20
Tata laksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit (Karyanti, 2011).
Fase demam
21
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan
oral apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam
1.
Medikamentosa
a.
antasid,
anti
emetik)
untuk
mengurangi
beban
22
Gambar 2.3 Tatalaksana DBD dengan Syok ditinjau dari kepustakaan 3 (Karyanti,
2011).
23
Perdarahan hebat
a.
b.
c.
2.7 Komplikasi
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia
hebat, dan trauma.
Demam Berdarah Dengue
24
a.
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
b.
c.
Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan.
BAB III
PENUTUP
Demam berdarah dengue tetap menjadi salah satu masalah kesehatan di
Indonesia. Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris,
fase kritis dan fase pemulihan. Fase febris Biasanya mendadak demam tinggi 2-7
hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, myalgia,
atralgia dan sakit kepala. Fase kritis terjadi pada hari 3-7 sakit disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, myalgia, atralgia dan sakit kepala.
Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi faring dan konjungtiva,
25
anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan
seperti ptekie. Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengambilan cairan
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik
stabil dan diuresis membaik
Disamping modalitas diagnosis standar untuk menilai infeksi virus
dengue, antigen nonstructural protein 1 (NS1) Dengue, sedang dikembangkan
dan memberikan prospek yang baik untuk diagnosis yang lebih dini.
Terapi cairan pada DBD diberikan dengan tujuan substitusi kehilangan cairan
akibat kebocoran plasma. Dalam terapi cairan , hal terpenting yang perlu
diperhatikan adalah jenis cairan, jumlah serta kecepatan, dan pemantaunan baik
secara klinis mauppun laboratoris untuk menilai respon kecukupan cairan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Candra, Aryu, 2010, Candra Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi,
Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun
2010, hal 110 9
2. Darmowandowo, W., Basuki, P.S., Soegijanto, S.. 2008. Infeksi Virus
Dengue dalam Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan
Anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.
3. Karyanti, Mulya Rahma,
26
Dengue
Haemorrhagic
Cell
adhesion
Molecules
in
Patients
with
27
Dengue