Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN
A. .Latar belakang...............................................................................................................3
B. Rumusan masalah..........................................................................................................3
C. Tujuan penulisan............................................................................................................3
BAB II
PENJELASAN
1

A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Pengertian tingkah laku sakit.........................................................................................4


Peranan sosial dalam tingkah laku sakit.........................................................................5
Tahap-tahap pengalaman sakit.......................................................................................6
Pengaruh budaya terhadap tingkah laku sakit................................................................8
Pandangan sehat-sakit menurut dunia barat...................................................................8
Hak dan kewajiban orang sakit......................................................................................8
Elemen pokok perilaku sakit....................................................................................... 10

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................11
B. Saran.............................................................................................................................11
C. Daftar Pustaka .............................................................................................................12

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangatlah dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti kelas sosial, perbedaan suku bangsa dan budaya, maka ancaman kesehatan yang sama
tergantung dari variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda dari kalangan
pasien.
Tingkah laku sakit adalah cara-cara dimana gejala ditanggapi, di evaluasi dan diperankan oleh
seseorang yang mengalami sakit.
Budaya stress dan penyakit dapat dialami individu atau kelompok dalam masyarakat, saat
kebudayaan memberikan tekanan-tekanan secara langsung atau tidak langsung. Seperti sebuah
kebudayaan yang melalui aturan serta sangsi yang membuat para penganutnya terikat kedalam dan
tidak memungkinkan penganutnya untuk bertindak diluar form baku yang telah ditetapkan. Oleh
karena itu, kita patut dan wajib mempelajari dan memahaminya didalam kehidupan sehari-hari, tentu
akan lebih mudah dan dimengerti.

B. RUMUSAN MASALAH

1. .Jelaskan tentang tingkah laku sakit?


2. Jelaskan peran sosial dalam tingkah laku sakit?
3. Jelaskan tahap tahap pengalaman sakit?
4. Jelaskan pengaruh budaya terhadap tingkah laku sakit?
5. Jelaskan pandangan sehat sakit menurut dunia barat?
6. Jelaskan hak dan kewajiban orang sakit?
7. Jelaskan elemen pokok perilaku?
C. TUJUAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengetahui tentang tingkah laku sakit


Mengetahui peran sosial dalam tingkah laku sakit
Mengetahui tahap tahap pengalaman sakit
Mengetahui pengaruh budaya terhadap tingkah laku sakit
Mengetahui pandangan sehat sakit menurut dunia barat
Mengetahui hak dan kewajiban orang sakit
Mengetahui elemen pokok perilaku
BAB II
PENJELASAN

A. Pengertian tingkah laku sakit


Dalam mempelajari tingkah laku sakit, penting bagi kita untuk mengingat
pesan Von Mering, bahwa studi yang mengenai makhluk manusia yang sakit
berperan bahwa setiap individu hidup dengan gejala-gejala maupun konsekuensi
penyakit, dalam aspek-aspek fisik, mental, aspek budaya dan aspek sosialnya. Untuk
meringankan penyakitnya, si sakit terlibat dalam rangkaian proses pemecahan
masalah yang bersifat internal maupun eksternal baik yang spesifik maupun yang non
spesifik (Von Mering 1970:1972-273).
Ciri-ciri orang yang bertingkah laku sakit:
1.
2.
3.
4.

Merasa kurang enak badan.


Fungsi tubuh yang kurang baik.
Kurangnya nafsu makan.
Suhu tubuh tidak normal,dll.
Tingkah laku sakit dapat terjadi tanpa peranan sakit dan peranan pasien.

Seseorang dewasa yang baru bangun tidur dengan leher sakit menjalankan peranan
sakit, maka ia harus memutuskan apakah ia akan minum obat dan mengharapkan
kesembuhan atau memanggil dokter. Namun demikian, ini bukanlah tingkah laku
sakit hanya apabila penyakit itu telah didefinisikan secara cukup serius sehingga
menyebabkan seseorang tersebut tidak dapat melakukan sebagian atau seluruh
3

peranan normalnya yang berarti mengurangi dan memberikan tuntutan atas tingkah
laku peranan orang-orang disekelilingnya, maka barulah dikatakan bahwa seseorang
itu melakukan peranan sakit.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti kelas sosial, suku bangsa, dan budaya yang berlaku disuatu
tempat.

B. Peranan sosial dalam tingkah laku


Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante
dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan
manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well
being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan
ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang
paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan
masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh
faktor -faktor seperti kelas social,perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman
kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variablevariabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi
impersonal dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal
yang disebabkan oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia.
Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola piker pembangunan kesehatan
yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai
masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral,
4

dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan


perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan
penduduk yang sakit.

C. Tahap-tahap pengalaman sakit


1.

Tahap pengalaman gejala-gejala (keputusan bahwa ada yang tidak beres)

Langkah pertama dalam drama pengobatan muncul tatkala perasaan kurang


sehat, rasa sakit, perubahan penampilan atau rasa lemah membuat seseorang merasa
bahwa ada yang tidak beres dengan keadaan fisiologisnya. gejala-gejala tersebut,
kata Suchman, akan dikenali dan didefinisikan bukan dengan kategori-kategori
diagnostic medis, melainkan dalam rangka gangguannya terhadap fungsi sosialnya
yang normal (Suchman 1965:115). Setelah diketahui gejala-gejala itu harus
diinterpretasikan, dan maknanya dicari. Pengenalan maupun interpretasinya
menimbulkan respons-respons emosional berupa rasa takut dan khawatir, karena
orang mengetahui bahwa gejala yang ringan saja mungkin merupakan awal dari
sesuatu yang lebih gawat.
2.
Asumsi dari keadaan peranan sakit (keputusan bahwa seseorang sakit dan
membutuhkan perawatan professional)
Apabila si penderita menginterpretasikan gejala-gejala tahap pertama sebagai
gejala yang menunjukan penyakit, ia memasuki tahap ke dua dimana ia akan minta
nasihat dan perawatan. Perawatan pada mulanya terbatas pada pengobatan dirumah
dan pengobatan oleh diri sendiri dan nasihat dimintakan dari system rujukan awam
(yakni melalui pembicaraan tentang gejala-gejala dengan kerabat dan teman-teman )
Dalam tahapan ini yang sangat penting adalah pengesahan sementara dari temanteman dan kerabat terhadap kenyataan tentang penyakit, yang untuk sementara
membebaskan si sakit dari kewajiban-kewajibannya terhadap orang lain. Para
antropologi cenderung untuk melihat tahap kedua pada penduduk yang mereka
pelajari sebagai suatu tahap dimana di tekankan penamaan penyakit.
3.
Tahap kontak perawatan medis (keputusan untuk mencari perawatan medis
professional)
Pada tahap ini, orang yang menduga bahwa dirinya sakit sudah berada dalam
jalur menjadi pasien. Ia mencari dua hal: penegasan dari yang berwenang terhadap
pengesahan sementara dari peranan sakitnya, yang telah diberikan sebelumnya oleh
konsultan-konsultan awamnya dan, apabila konfirmasi yang demikian itu akan
diberikan, maka ia mengharapkan diagnosis medical dan usulan pengobatan yang
dapat menyembuhkannya. Apabila dokter menolak pernyataannya tentang peranan
sakitnya, dengan menekankan bahwa tidak ada yang tak beres, maka orang itu
mungkin akan merasa tentram untuk melanjutkan aktivitasnya sehari-hari. Namun tak
5

jarang pula ia pindah ke dokter lain dan melanjutkan proses tawar menawarnya,
sampai ia menemukan seorang dokter yang mau menerima pernyataannya bahwa ia
sakit (misalnya Ballint 1957)
4.
Tahap peranan ketergantungan pasien (keputusan untuk mengalihkan
pengawasan kepadda dokter dan menerima serta mengikuti pengobatan yang
ditetapkan)
Dalam ketiga tahap pertama, sifat-sifat dari penyakit hanya mempunyai sedikit
pengaruh terhadap apa yang harus dilakukan. Namun dalam tahap ke empath hal itu
menjadi masalah yang amat penting. Seorang pasien yang secara wajar dapat
diharapkan bisa sembuh akan ditangani dan bereaksi dengan cara-cara yang berbeda
daripada pasien yang menderita suatu penyakit kronis, dimana kemungkinan untuk
sembuh tidak memungkinkan. Pasien dalam kategori pertama sering memandang
peranan mereka secara ambivalen: ia lega bahwa kondisinya telah diketahui oleh
dokter, dan bahwa tahap pengobatan tertentu akan menghasilkan kesembuhan, tetapi
ia mempunyai perasaan enggan untuk menerima hubungan ketergantungan, yang
membuat mereka kehilangan hak-hak atas pengambilan keputusan.
5.
Kesembuhan atau keadaan rehabilitasi (keputusan untuk mengakhiri peranan
pasien)
Sehubungan dengan alasan-alasan yang dikemukakan, penerapan tahap kelima
bagi penyakit-penyakit kronis sangat terbatas. Rehabilitasi mungkin dapat membantu
para korban kecelakaan dan kelumpuhan untuk dapat menyesuaikan diri secara lebih
baik dengan kehidupan daripada bila tidak melakukan sesuatu, dan pada ukuran
tertentu, peranan pasien dapat ditinggalkan. Namun hal itu adalah relatif; para
penderita kondisi-kondisi kronis mengetahui bahwa peranan pasien senantiasa
menunggunya setiap saat. Bagi pasien-pasien lain, tahap kelima adalah realistik;
dalam berbagai masyarakat kita lihat adanya upacara-upacara dan tindakan-tindakan
simbolis yang mengesahkan bahwa seorang bekas pasien sudah atau akan
melanjutkan perana normalnya. Di Amerika Serikat terutama didasarkan atas katakata dokter yang merawat untuk bisa menyatakan Dokter saya mengatakan bahwa
saya sekarang bisa melakukan apa saja yang saya inginkan adalah cara yang umum
bagi seorang pasien untuk menegaskan pada kawan-kawannya bahwa semuanya baik.
Di tzintzuntzan, Meksiko seorang yang baru sembuh dari sakit menyatakan
kesembuhannya dengan kata-kata saya telah mandi mandi adalah tindakan yang
dianggap sangat berbahaya bagi orang sakit; mandi langsung menjadi pantangan
ketika gejala-gejala sakit ulai muncul dan baru diizinkan lagi setelah tanda-tanda sakit
menghilang. Mengatakan kepada umum saya telah mandi merupakan cara yang
paling tegas untuk menyatakan kesembuhan.

D. Pengaruh budaya terhadap tingkah laku sakit


Perbedaan budaya dalam tingkah laku sakit barangkali lebih menonkjol daripada
perbedaan ekonomi. Dalam suatu studi yang dilakukan pada sebuah rumah sakit veteran
di New York City, Zbrowski menemukan bahwa orang Yahudi dan Italia lebih emosional
dalam respon mereka terhadap sakit daripada orang Eropa Utara (Zbrowski 1952:21-22).
Walaupun sejumlah dokter merasakan bahwa warga dari kelompok-kelompok tersebut
seharusnya memiliki ambang sakit yang lebih rendah dibandingkan dengan warga dari
kelompok lain; perbedaannya tak diragukan lagi, bersifat budaya. Karena kebudayaan
Yahudi dan Italia membolehkan pengungkapan bebas perasaan dan emosi melalui katakata, bunyi dan isyarat-isyarat, maka baik orang Yahudi maupun orang Italia merasa
bebas untuk berbicara mengenai rasa sakit mereka, mengeluh dan menunjukan
penderitaan mereka dengan mengaduh, menangis dan sebagainya. Mereka tidak merasa
malu dengan ekspresi tersebut. Mereka dengan sukarela mengaku bahwa bila kesakitan,
mereka memang sangat banyak rdmengeluh, minta tolong dan mengharapkan simpati
serta bantuan dari warga kelompoknya dalam lingkungan sosialnya yang langsung (Ibid,
262)

E. Pandangan sehat-sakit menurut dunia barat


Secara umum barat selalu menjadi symbol dari sudut pandang materi maupun
pendekatan empiris. Tidak dipungkiri pada awal peradaban dimulai, semua kejadian
dikaitkan dengan fenomena spiritual dan dikaitan dengan dewa-dewa. Ini pun terjadi
dimasa yunani kuno. Yunanai kuno ini tempat lahirnya kedokteran barat yang dikenal saat
ini. Mereka mempercayai adanya dewi yang merawat dan menyembuhkan penyakit. Dewi
hiygea dan panakeia merupakan putri dewa kesehatan. Suatu saat menyebut diri mereka
Asclepedi yang membantu menyembuhkan orang-orang sakit. Asclepiad merupakan cikal
bakal dari dokter-dokter masa kini yang membentuk serikat kerja medis yang mendorong
lahirnya bentuk ilmu kedokteran yang didasarkan atas pengetahuan empiris. Asclepiad
adalah seseorang sangat terkenal dan dianggap sebagai peletak dasar ilmu kedokteran
modern hipoclates. Hipoclates sebagai bapak kedokteran banyak membuat

F. Hak dan kewajiban orang sakit


1. Hak orang sakit
Hak orang sakit yang pertama dan yang utama adalah bebas dari segala tanggung
jawab sosial yang normal. Artinya orang yang sedang sakit mempunyai hak untuk tidak
melakukan pekerjaan sehari-hari yang biasa dia lakukan. Hal ini boleh dituntut, namun
7

tidaklah selalu mutlak, tergantung tingkat keparahan atau tingkat persepsi dari penyakit
tersebut. Apabila tingkat keparahan sakitnya rendah maka orang tersebut mungkin saja
tidak perlu menuntut haknya. Dan seandainya menuntut haknya harus tidak secara penuh.
Maksudnya, ia tetap berada dalam posisinya tetapi perananya dikurangi, dalam arti
volumne dan frekuensi kerjanya dikurangi.
Tetapi bila tingkat keparahannya tinggi maka hak tersebut harus dituntutnya,
misalnya menderita penyakit menular seperti flu babi, flu burung, chikungunya dan
sebagainya. Hak tersebut haruslah dituntut karena bila tidak akan dapat menimbulkan
konsekuensi ganda, yaitu disamping produktivitas kerja menurun atau bahkan dapat
menambah beratnya penyakit, penyakit yang dideritanyapun berpotensi menular kepada
kepada rekan kerja bahkan keluarganya. Kepada siapa hak tersebut dapat dituntut.
Pertama sebagai anggota keluarga tuntutan hak tersebut tentu saja kepada anggota
keluarga lainnya. Selanjutnya anggota keluarga yang lain menruskan tuntutan kepada
masyrakat dimana saja si penderita mendapatkan posisi dan peranan
Tuntutan kedua adalah kepada organisai ketja (Tempat kerja). Tuntutan ketiga
adalah kepada organisasi organisai masyarakat dimana penderita menduduki posisi dan
peranan tertentu
Hak yang kedua adalah hak untuk menuntut bantuan atau perawatan kepada orang
lain. Didalam masyarakat yang sedang sakit berada dalam posis I yang lemah, lebih-lebih
bila sakitnya berada dalam derajat keparahan yang tinggi. Di pihak lain. orang sakit
dituntut kewajibannya untuk sembuh dan juga ditutntut untuk segera kembali berperan
dalam sistem sosial..Dari situlah dia berhak dibantu dan dirawat agar cepat memperoleh
kesembuhan. Anggota keluarga dan anggota masyarakat berkewajiban untuk membantu
dan merawatnya. Oleh karena tugas penyembuhan dan perawatan memerlukan suatu
keahlian tertentu, maka tugas ini didelegasikan kepada lembaga-lembaga masyarakat atau
individu tertentu seperti dokter, perawat, bidan dan petugas kesehatan lainnya.
Pemerintah dalam hal ini juga sebagai penyelenggara pelayanan sosial berkewajiban
untuk memberikan hak-hak pemyembuhan dan perawatan kepada anggotanya yang
sedang sakit

2. Kewajiban orang sakit


Pertama, orang yang sedang sakit mempunyai kewajiban untuk sembuh dari
penyakitnya.
Memperoleh kesembuhan bukanlah hak penderita, tetapi kewajiban penderita.
Mengapa? Karena manusia diberi kesempurnaan dan kesehatan oleh Tuhan. Secara
alamiah manusia itu sehat. Adapun menjadi atau jatuh sakit sebenarnya merupakan
kesalahan manusia sendiri. Oleh karena itu bila ia jatuh sakit maka ia berkewajiban untuk
mengembalikan posisinya ke dalam keadaan sehat.

Seperti telah diuraikan di atas bahwa orang sakit itu lemah sehingga di dalam
melakukan kewajibannya untuk sembuh memerlukan bantuan orang lain. Dalam hal ini si
sakit dapat menjalankan kewajibannya mencari penyembuhan sendiri, atau minta bantuan
orang lain.
Apabila prinsip ini diterapkan di dalam masyarakat maka kewajiban tersebut ada
pada masyarakat. Para petugas kesehatan dalam usahanya ikut melibatkan masyarakat di
dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebenarnya hanya sekedar membantu masyarakat
tersebut dalam rangka manjalankan kewajibannya untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka.
Seperti telah kita sepakati bersama bahwa masyarakat, dalam pendekatan
pelayanan kesehatan masyarakat sebagai obyek sekaligus sebagai subyek, dan juga
konsumer sekaligus sebagai provider, maka dalam konteks peranan sakit orang yang sakit
juga sebagai anggota masyarakat dapat menuntut haknya sekaligus menjalankan
kewajiban orang sakit. Jelasnya, memperoleh kesembuhan adalah hak dan kewajiban
orang sakit.
Kewajiban orang sakit yang kedua adalah mencari pengakuan, nasihat-nasihat dan
kerja sama dengan prra ahli (dalam hal ini adalah petugas kesehatan) yang ada di dalam
masyarakat.
Kewajiban orang sakit untuk mencari pengakuan ini penting agar anggota
masyarakat yang lain dapat menggantikan posisinya dan melakukan peranan-peranannya
selama ia dalam keadaan sakit. Pengakuan ini misalnya dapat diwujudkan dengan
pemberian cuti sakit atau izin tidak masuk kerja, baik secara formal maupun informal.
Sedangkan pentingnya mencari nasihat dan kerja sama oleh orang sakit kepada anggota
masyarakat lain adalah dalam rangka kewajibannya yang pertama, yakni agar
memperoleh kesembuhan yang secepat mungkin.

G. Elemen pokok perilaku sakit


4 elemen yang merupakan komponen dasar dalam perilaku sakit :
1.

Content (isi)

2.

Squence (urut-urutannya)

3.

Spacing (jarak)

4.

Variability (variabilitas) perilaku sakit

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sehat adalah suatu kondisi di mana segala sesuatu berjalan normal dan bekerja sesuai
fungsinya dan sebagaimana mestinya baik kondisi fisik, mental, sosial,dan spiritual. Sakit
adalah penilaian seseorang terhadap penyakit tersebut dalam arti pengalaman dia
langsung. Konsep sehat-sakit sangat keterkaitan/ relevansi bagi studi kesehatan, karena
banyak masyarakat masih memiliki persepsi yang salah tentang sehat-sakit, maka ini
adalah tugas kita sebagai calon tenaga kesehatan agar dapat menjelaskan konsep sehatsakit yang benar kepada masyarakat, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman lagi tentang
konsep sehat-sakit. Perilaku sehat dan perilaku sakit manusia juga sangat penting kita
lakukan supaya kita dapat tetap hidup sehat dan ketika sakit dapat menyikapinya dengan
baik. Seseorang yang berpenyakit belum tentu akan mengakibatkan berubahnya peranan
orang tersebut dalam masyarakat. Sedangkan orang yang sakit akan menyebabkan
perubahan peranannya di dalam masyarakat maupun di dalam lingkungan keluarganya
dan memasuki posisi baru.

B. Saran
Sebaiknya kita sebagai manusia yang diciptakan Tuhan pada dasarnya diberikan
kesehatan dan kesempuranaan dibanding makhluk ciptaanNya yang lain supaya dapat
menjaga kesehatan kita. Selain itu, kita juga harus lebih mengetahui cara-cara dimana
bgejala ditanggapi, dievaluasi dan diperankan oleh seseorang yang mengalami sakit
dan kita sebagai pasien nantinya harus mengetahui hak dan kewajiban jika sakit.

10

DAFTAR PUSAKA

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (1999, 2000). Kode Etik Keperawatan, lambing dan
Panji PPNI dan Ikrar Perawat Indonesia, Jakarta: PPNI
Foster, George M. 2008. Antropologi kesehatan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UIPress
Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Iqbal, Wahit. 2009. Sosiologi untuk Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

11

Anda mungkin juga menyukai