Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kulit merupakan organ penting yang melindungi bagian dalam tubuh dari
gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau dingin, gangguan bakteri,
jamur, atau virus (Wolff et al., 2004). Kulit sangat rentan terkena infeksi ataupun
penyakit kulit yang salah satunya disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.
Bakteri Staphylococcus aureus bertanggung jawab atas 80% penyakit supuratif,
dengan permukaan kulit sebagai habitat alaminya (Ginanjar et al., 2010).
Penyebaran bakteri Staphylococcus aureus paling sering ditularkan dari tangan ke
tangan (WHO, 2013). Manifestasi bakteri ini pada manusia antara lain adalah
impetigo (Salasia, et al., 2005), serta penyakit kulit lain seperti infeksi folikel
rambut, dermatitis, dan kudis, sehingga perlu adanya suatu gel antiseptik tangan
sebagai inovasi yang solutif bagi masyarakat.
Antiseptik tangan (hand sanitizer) dalam bentuk sediaan gel sangat praktis
digunakan. Cara pemakaiannya yaitu dengan diteteskan pada telapak tangan,
kemudian diratakan pada permukaan tangan tanpa dibilas dengan air (Sari &
Isadiartuti, 2006). Penggunaan antiseptik tangan dapat mengendalikan infeksi dan
dapat mengurangi kontaminasi bakteri pada tangan (Kampf & Ostermeyer, 2004).
Konsentrasi Hambat Minimum tanaman uji bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) sebesar 0,20 g/ml terhadap Eschericia coli, Salmonella typhy dan
Staphylococcus aureus. Nilai kesetaraan 1 mg aktivitas ekstrak etanol bunga

Rosella (Hisbiscus sabdariffa L.) terhadap tetrasiklin hidroklorida sebesar


0,000044 mg E. coli, 0,000221 mg untuk S. typhy dan 0,000056 mg untuk
S.aureus. (Rostinawati., 2009)
Sediaan gel lebih banyak digunakan karena rasa dingin di kulit, mudah
mengering, dan mudah dicuci. Bahan pembentuk gel yang biasa digunakan adalah
Carbopol 940, Na-CMC dan HPMC. Gelling agent tersebut banyak digunakan
dalam produk kosmetik dan obat karena memiliki stabilitas dan kompaktibilitas
yang tinggi, toksisitas yang rendah, serta mampu meningkatkan waktu kontak
dengan kulit sehingga meningkatkan efektivitas penggunaan gel sebagai
antibakteri (Edwards & Johnsons, 1987).
Dari latar belakang di atas, diharapkan dapat dihasilkan sediaan gel antiseptik
tangan berbahan aktif tanaman yang menimbulkan rasa nyaman pada kulit,
mengurangi resiko terjadinya iritasi, praktis, dan memiliki aktivitas antibakteri.

I.2 Tujuan
a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sediaan Bahan Alam D III
Farmasi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya.
b. Dapat membuat sediaan gel antiseptik tangan dengan bahan alam bunga
rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) .
c. Menjadikan bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) lebih dikenal manfaat
lainnya sebagai antiseptik dan antibakteri dari bahan alam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Gel Hand Sanitizer


Hand sanitizer atau hand antiseptik adalah suplemen atau alternatif untuk
mencuci tangan selain menggunakan air dan sabun. Berbagai persiapan yang
tersedia, termasuk gel, busa, dan larutan cair. Bahan aktif dalam hand sanitizer
dapat berupa isopropanol , etanol , n-propanol , atau povidone-iodine.
Bahan aktif dalam alkohol biasanya termasuk agen penebal seperti asam
poliakrilat untuk

gel

alkohol, humektan seperti gliserin, propilena

glikol ,

dan minyak esensial tanaman. Alkohol yang terdapat pada hand sanitizer lebih
efektif dalam membunuh kuman dibandingkan dengan sabun yang perlu dibilas
lebih dahulu.
Pada perkembangannya, hand sanitizer saat ini telah menggabungkan
alkohol dengan produk alami dan minyak essensial. Produk ini mengandung 60%
alkohol yang digunakan untuk membunuh kuman secara efektif dan aman, tetapi
menggunakan bahan-bahan tambahan untuk melembabkan kulit.
Hand sanitizer yang beredar di pasaran ada beberapa jenis, cair busa serta
paduan gel. Tingkat alcohol bervariasi antara 60% dan 85%. Tingkat yang paling
umum digunakan adalah 62%. Hand sanitizer dapat membunuh sebagian besar
bakteri, jamur dan beberapa virus. Pembersih tangan yang mengandung
setidaknya 70% alkohol, membunuh 99,9% bakteri di tangan 30 detik setelah
aplikasi dan 99,99% sampai 99,999% ( makalah penelitian sering menggunakan
n-log berarti pengurangan n pada skala (basis 10) logaritma grafik jumlah
bakteri, sehingga 5-log berarti pengurangan dengan factor dari 10 5 atau

99,999%) dalam satu menit (M. Rotter (1999). "Mencuci tangan dan disinfeksi
tangan". Rumah Sakit epidemiologi dan pengendalian infeksi ).

II.2 Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap
pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kima. Dimana kulit
berfungsii sebagai sistem epitel pada tubuh untuk menjaga kelurnya substansisubstansi penting dalam tubuh. Meskipun kulit relatif permeabel terhadap
senyawa kimia namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa
senyawa kimia namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa
senyawa

obat/bahan

yang

berbahaya

yang

dapat menimbulkan

efek terapetik / efek toksik baik yang bersifat setempat/sistemik. (Aiache.1993.


Dari suatu penelitian diketahui bahwa pergerakan air melalui lapisan kulit yang
tebal tergantung pada pertahanan stratum corneum yang berfungsi sebagai
ratelimiting barier pada kulit (Swarbick dan Boylan. 1995). Secara mikroskopis
kulit tersusun dari berbagai lapisan yang berbeda beda dari luardalam epidermis,
lapisan dermis, subkutan (Aiache.1993)

a. Absorbsi Perkutan

Absorbsi perkutan adalah masuknya molekul obat dari kulit ke dalam


jaringan dibawah kulit kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah dengan
mekanisme
difusi pasif. Istilah perkutan menunjukan bahwa penembusan terjadi pada l
apisanepidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang
berbeda-beda
(Aiache, 1993). Penentuan molekul dari bagian luar ke bagian dalam kulit
secara nyata dapat terjadi baik melalui penetrasi transpidermal dan
transpen degeal (Swarbick dan Boylan. 1995). Untuk memasuki sistem
sistemik, tahapan pada absorpsi perkutan dapat melalui penetrasi pada
permukaan Stratumcorneum di bawah gradien konsentrasi, difusi melalui
stratum corneum, epidermisdan dermis, kemudian masuknya molekul ke
dalam mikrosirkulasi (Aiache.1993) (Ansel. 2008). Tahapan ini dapat
digambarkan pada gambar 2.

b. Penetrasi Transepidermal
Sebagian obat berpenetrasi melintasi stratum korneum melalui
ruang intraseluler dan ekstraseluler. Pada kulit normal, jalur penetrasi
umumnya melalui transepidermal dibandingkan transapendegeal. Pada
prinsipnyamasuknya penetran ke dalam stratum korneum adalah
adanya koefisien partisidari penetran obat obatan yang bersifat
hidrofilik

akan

berpartisi

melalui

jalurtransseluler

sedangkan

obat obat yang bersifat lipofilik akan masuk kedalamstratum


korneum melalui intraseluler (Swarbick dan Boylan. 1995).
c. Penetrasi Transapendegeal
Penetrasi melalui rute transapendegeal adalah penetrasi melalui
kelenjar folikelyang ada pada kulit. Dimana penetrasi transapendegeal
akan membawasenyawa obat melalui kelenjar keringat dan kelenjar
rambut yang berhubungandengan kelenjar sabapeus. Pada rute ini,
dapat menghasilkan difusi yang cepatdan segera setelah penggunaan
obat karena dapat menghilangkan waktu yangdiperlukan obat untuk
melewati stratum korneum (Swarbrick et al, 1995).

II.2 Tanaman Bunga Rosella

Gambar 3. Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa)


Taksonomi bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa) diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Malvaceales

Famili

: Malvaceae

Genus

: Hibiscus

Spesies

: Hibiscus sabdariffa L.

Varietas

: Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa L.

Rosella mempunyai nama ilmiah Hibiscus sadbariffa Linn, merupakan


anggota family Malvaceae. Rosella dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis
dan subtropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah yang terbentang dari
India hingga Malaysia. Namun, sekarang tanaman ini telah tersebar luas di daerah
tropis dan subtropis di seluruh dunia. Karena itu, tak heran jika tanaman ini
mempunyai nama umum yang berbeda-beda di berbagai Negara (Maryani dan
Kristiana, 2005).
Tanaman rosella berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi 3-5 m.
Ketika masih muda, batang dan daunnya berwarna hijau. Ketika beranjak dewasa
dan masih berbunga, batangnya berwarna cokelat kemerahan. Batang berbentuk
silindris dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Pada batang melekat
daun-daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan

pertulangan menjari dan tepi meringgit. Ujung daun ada yang runcing atau
bercangap. Tulang daunnya berwarna merah. Panjang daun dapat mencapai 6-15
cm dan lebar 5-8 cm. Akar yang menopang batangnya berupa akar tunggang
(Widyanto dan Nelistya, 2008).
Ukuran rosella agak berbeda untuk setiap daerah. Sebagai contoh rosella dari
Cirebon atau Surabaya umumnya berukuran agak lebih kecil dibandingkan rosella
dari Bogor, Sukabumi, atau Cipanas yang umumnya berukuran besar. Dalam hal
warna pun demikian. Ada yang merah muda, merah tua, merah kecoklatan, dan
merah kehitaman. Bahkan, di Surabaya (Jawa Timur) ada rosella yang kelopaknya
berwarna kuning dan berukuran kecil (Widyanto dan Nelistya, 2008).
Berbagai kandungan yang terdapat dalam tanaman rosella membuatnya
populer sebagai tanaman obat tradisional. Kandungan vitamin dalam bunga
rosella cukup lengkap, yaitu vitamin A,C,D,B1, dan B2. bahkan, kandungan
vitamin C-nya (asam askorbat) diketahui 3 kali lebih banyak dari anggur hitam, 9
kali dari jeruk sitrus, 10 kali dari buah belimbing, dan 2,5 kali dari jambu biji.
Vitamin C merupakan salah satu antioksidan penting. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa kandungan antioksidan pada teh rosella sebanyak 1,7
mmol/prolox. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada jumlah pada kumis kucing
(Widyanto dan Nelistya, 2008).
Kelopak kering bisa dimanfaatkan untuk membuat teh, jeli, selai, es krim,
serbat, mentega, pai, saus, taart, dan makanan pencuci mulut lainnya. Pada
pembuatan jeli rosella tidak perlu ditambahkan pektin untuk memperbaiki tekstur
karena kelopak sudah mengandung pektin 3,19 %. Bunga rosella juga dapat

dijadikan bahan baku selai, warnanya yang merah menyala, menghasilkan selai
yang menyehatkan dan berwarna cantik (Sutomo, 2009).
II.4 Senyawa Kimia Kelopak Bunga Rosella
Khasiat bunga rosella tidak terlepas dari komposisi kimia dalam kelopak
bunga rosella. Komposisi kimia dalam kelopak bunga rosella adalah campuran
asam sitrat dan asam malat 13 %, antioksidan (gossipetin dan hibiscin) 2 %,
vitamin C 14 mg/100 g ,beta-karoten 285 g/100 gram, serat 2,5 %. Hibiscin
merupakan pigmen utama dalam kelopak (Winarti, 2006).
Secara umum, komposisi kimia dari kelopak bunga rosella dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut.
Komposisi Kimia

Jumlah

Kalori (kal)
44
Air (g)
86,2
Protein (g)
1,6
Lemak (g)
0,1
Karbohidrat (g)
11,1
Serat (g)
2,5
Abu (g)
1,0
Kalsium (mg)
160
Fosfor (mg)
60
Besi (mg)
3,8
Betakaroten (g)
285
Vitamin C (mg)
214,68*
Thiamin (mg)
0,04
Reboflavin (mg)
0,6
Niasin (mg)
0,5
Sumber : Maryani dan Kristiana (2005).
*Mardiah, dkk., (2009)
Tabel 1. Komposisi Kimia Kelopak Bunga Rosella per 100 g Bahan

II.5 Manfaat Bunga Rosela

Di Indonesia, belum banyak masyarakat yang memanfaatkan tanaman rosella.


Sementara di negara lain, rosella sudah banyak dimanfaatkan sejak lama.
Sebenarnya seluruh bagian tanaman, mulai buah, kelopak bunga, mahkota bunga,
dan daunnya dapat dimakan. Tanaman ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
salad, minuman, sari buah, asinan, selai, pudding, dan sup.
Kelopak

rosella

mengandung

antioksidan

yang

dapat

menghambat

terakumulasinya radikal bebas penyebab pengakit kronis, seperti kerusakan ginjal,


diabetes, jantung koroner, dan kanker (darah). Antioksidan juga dapat mencegah
penuaan dini. Dalam hal ini, salah satu zat aktif yang berperan adalah antosianin.
Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang memberikan warna merah
pada bunga rosella dan berperan mencegah kerusakan sel akibat paparan sinar
Ultra Violet berlebih. Salah satu khasiatnya adalah dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker, bahkan mematikan sel kanker tersebut (Widyanto dan
Nelistya, 2008).
Kadar antioksidan yang terkandung dalam kelopak kering Rosella jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan tanaman kumis kucing. Zat aktif yang paling
berperan dalam kelopak bunga Rosella meliputi gossypetin, antosianin, dan
glucosidehibiscin. Antosianin merupakan pigmen alami yang memberi warna
merah pada seduhan kelopak bunga Rosella, dan bersifat antioksidan. Kadar
antioksidan yang tinggi pada kelopak Rosella dapat menghambat radikal bebas.
Beberapa penyakit kronis yang ditemui saat ini banyak yang disebabkan oleh
radikal bebas yang berlebihan. Di antaranya kerusakan ginjal, diabetes, jantung
koroner, hingga kanker (Nurfaridah, 2005).

Masyarakat tradisional di berbagai negara telah memanfaatkan tanaman


rosella untuk mengatasi berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Pemanfaatan
tanaman rosella ini berkaitan dengan fungsinya sebagai antiseptik, demulcent
(menetralisir asam lambung), digestif (melancarkan pencernaan diuretik,
onthemintic (anticacing), refrigerant (efek pendinginan), serta mengobati kanker,
batuk, sakit maag, kembung perut, dan mencegah penyakit hati (Mardiah, dkk.,
2009).
Tanaman Herbal Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) yang mulanya berasal
dari Afrika dan Timur Tengah, memiliki khasiat utama sebagai antioksidan
pencegah pengapuran tulang, penuaan dini, memperlambat menopause dan
mengurangi dampak negatif nikotin. Herbal Rosella banyak mengandung
Kalsium, Vitamin C, D, B-1, B-2, Magnesium, omega-3, beta karotin dan 18 asam
amino essensial untuk tubuh diantaranya lysine dan arginin. Tiap 100 gram
kelopak rosella segar mengandung 260-280 miligram vitamin C, vitamin B1 dan
B2. Kandungan vitamin C yang ada, 3 kali lipat anggur hitam, 9 kali lipat dari
jeruk sitrus, 10 kali lipat lebih besar dari buah belimbing (Wikipedi4, 2008).
Kelopak bunga misalnya, bisa dimakan sebagai salad. Juga bisa diolah
sebagai penyedap kue. Selain itu sering dipakai dalam pembuatan jeli,minuman,
salad, sari buah, sirup, selai, sup, saus, asinan, puding. Juga bisa untuk memberi
warna merah dan rasa pada teh hijau, serta dapat dipanggang dan dipakai sebagai
pengganti kopi instan (Budihardjo, 2009).

II.6 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan,


membersihkan, menahan pembentukan ataupun memadukan efek spesies oksigen
reaktif. Dalam melindungi tubuh dari serangan radikal bebas, substansi
antioksidan berfungsi untuk menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi
kekurangan elektron dari radikal bebas sehingga menghambat terjadinya reaksi
berantai (Lautan, 1997).
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan cara mengurangi
konsentrasi oksigen, mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif,
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil, mengikat katalis ion logam, mendekomposisi produkproduk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal, dan memutus rantai hidroperoksida,
antioksidan merupakan senyawa yang mendonasikan satu atau lebih elektron
kepada senyawa oksidan, kemudian mengubah senyawa oksidan menjadi senyawa
yang lebih stabil. Antioksidan dapat mengeliminasi senyawa radikal bebas di
dalam tubuh sehingga tidak menginduksi suatu penyakit.
Antioksidan

alami

yang

terkandung

dalam

tumbuhan

umumnya

merupakan senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa flavonoid, turunan
asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam polifungsional. Golongan
flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, flavanon,
isoflavon, katekin dan kalkon (Markham, 2002).

II.7 Monografi Ekspisien


1.

Carbopol 940

Pemerian

: Putih, lembut, higroskopis, bau khas.

Titik Lebur

: Meliputi 260oC, 30 menit.

Fungsi

: Emulgator dan Suspending Agent

(Handbook of Pharmaceutical Excipient, Hal 111).


2.

Trietanolamin (TEA)

Pemerian

: Berwarna sampai kuning pucat, cairan kental.

Kelarutan

: Bercampur dengan aseton, dalam benzene 1 : 24, larut dalam

kloroform, bercampur dengan etanol.


Konsentrasi

: 2-4%

Kegunaan

: Zat pengemulsi

OTT

: akan bereaksi dengan asam mineral menjadi bentuk garam kristal

dan ester dengan adanya asam lemak tinggi.


Stabilitas

: TEA dapat berubah menjadi warna coklat dengan paparan udara

dan cahaya.
(Handbook of Excipients 6th edition hal. 663)

3.

Gliserin

Pemerian

: Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya

boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopis, netral terhadap
lakmus.
Kelarutan

: Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam

kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak, dan dalam minyak menguap.
Titik Beku

: -1,60 C.

Khasiat

: Pelarut.

Konsentrasi

: <50%.

OTT

: Gliserin bisa meledak jika bercampur dengan oksidator kuat

seperti kromium trioksida, potasium klorat atau potasium permanganat. Adanya


kontaminan besi bisa menggelapkan warna dari campuran yang terdiri dari fenol,
salisilat dan tanin. Gliserin membentuk kompleks asam borat, asam gliseroborat
yang merupakan asam yang lebih kuat dari asam borat.
Stabilitas

: Gliserin bersifat higroskopis. Dapat terurai dengan pemanasan

yang bisa menghasilkan akrolein yang beracun. Campuran gliserin dengan air,
etanol 95 % dan propilena glikol secara kimiawi stabil. Gliserin bisa mengkristal
jika disimpan pada suhu rendah yang perlu dihangatkan sampai suhu 20 0 C untuk
mencairkannya.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat.

(FI IV hal 413, Handbook of Pharmaceutical Excipient edisi 6 hal 283).


4. Natrium Metabisulfit
Pemerian

: Hablur putih atau serbuk hablur putih kekuningan, berbau

belerang dioksida
Kelarutan

: Mudah larut dalam air dan dalam gliserin, sukar larut dalam

etanol
Kegunaan

: Antioksidan

Konsentrasi

: 0,01-1 % (Excipient ed. 2nd, hal. 451)

pH

: 3,5 5

(FI IV, hal. 596; Martindale 2005 hal.1193; Excipient hal. 451)
5.

Na- CMC

Pemerian

: Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopis.

Kelarutan

: Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloida, tidak

larut dalam etanol, eter, dan pelarut organik lain.


Stabilitas

: Larutan stabil pada pH 2-10, pengendapan terjadi pada pH

dibawah 2. Viskositas larutan berkurang dengan cepat jika pH diatas 10.


Menunjukan viskositas dan stabilitas maksimum pada pH 7-9. Bisa disterilisasi
dalam kondisi kering pada suhu 160 selama 1 jam, tapi terjadi pengurangan
viskositas.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.


OTT

: Inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan larutan

garam besi dan beberapa logam seperti aluminium, merkuri dan zink juga dengan
gom xanthan; pengendapan terjadi pada pH dibawah 2 dan pada saat pencampuran
dengan etanol 95%.; Membentuk kompleks dengan gelatin dan pektin.
Kegunaan

: Suspending agent, bahan penolong tablet, peningkat viskositas.

Konsentrasi

: 3-6%

(Handbook Of Pharmaceutical Exipent edisi VI halaman 120; Farmakope


Indonesia Edisi IV halaman 175; Remington edisi 21 halaman 1073).
6.

Methyl Paraben

Pemerian

: Hablur kecil, tidak berwarna / serbuk hablur, putih, tidak

berbau/bau khas lemah, memiliki rasa terbakar, mudah larut dalam etanol dan eter.
Khasiat

: sebagai Pengawet

(Farmakope Indonesia edisi IV hal, 551).


7.

Propil Paraben

Warna
: tidak berwarna
Rasa
: tidak berasa
Bau
: tidak berbau
Pemeriaan
: serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna
Kelarutan
: sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam
etanol dan eter, sukar larut dalam air mendidih.
Titik lebur : antara 950 dan 980
Bobot jenis : 180,21 g/mol

pH larutan : 4-8
Stabilitas
: Kelarutan dalam air pada pH 3-6 bisa disterilkan
dengan autoclaving tanpa mengalami penguraian, pada pH 3-6 kelarutan dalam air
stabil (penguraian kecil dari 10%)
Inkompatibilitas : dengan senyawa magnesium trisiklat, magesium
silikat.
Kegunaan
: sebagai pengawet
(Farmakope Indonesia IV hal 527 , Handbook of Pharmaceutical Excipients hal
526)
8.

Aquadest

Pemerian

: Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.


Stabilitas

: Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil dalam bentuk Fisik

(es , air , dan uap). Air harus disimpan dalam wadah yang sesuai. Pada saat
penyimpanan dan penggunaannya harus terlindungi dari kontaminasi partikel pertikel ion dan bahan organik yang dapat menaikan konduktivitas dan jumlah
karbon organik. Serta harus terlindungi dari partikel - partikel lain dan
mikroorganisme yang dapat tumbuh dan merusak fungsi air.
OTT

: Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan eksipient lainya

yang mudah terhidrolisis.


(Farmakope Indonesia III halaman 96)

II.8 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Pelarut organik
yang paling sering digunakan dalam mengekstraksi zat aktif dari sel tanaman
adalah metanol, etanol, kloroform, hexan, aseton,benzen dan etil asetat.
Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat
dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan
pelarutnya.
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi
dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin.
1. Ekstraksi Cara Dingin
a) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar).
b) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna

(exhaustiveextraction)

yang

umunya

dilakukan

pada

temperature ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan,


maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak), terus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5
kali bahan.
2. Ekstraksi Cara Panas
a) Soxhlet

Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru yang


umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
b) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna.

c) Infus
Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperature
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
d) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30oC) dan
temperatur sampai titik didih air.
e) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari
temperatur ruangan kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM, 2000).

II.9 Evaluasi Sediaan Gel

Evaluasi sediaan gel menurut wasitaatmadja (1997) yaitu:


a. Uji Organoleptik
Pengamatan dilihat secara langsung tekstur, warna dan aroma dari gel yang
dibuat. Gel biasanya gernih dengan konsentrasi setengah padat.

b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara sampel gel dioleskan pada
sekeping kaca atau bahan yang transparan lain yang cocok, sediaan harus
menunjukkan susunan yang homogeny dan tidak terlihat adanya butiran kasar.
c. Uji pH
Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan gel untuk menjamin
sediaan gel tidak mengiritasi pada kulit. pH sediaan gel diukur dengan
menggunakan pH meter. pH sediaan yang memenuhi kriteria pH
kulit yaitu dalam interval 4,5-6,5.
d. Uji Iritasi
Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji temple terbuka, dilakukan
dengan mengoleskan sediaan pada lengan bawah bagian dalamyang dibuat pada
lokasi lekatan pada luas tertentu, dibiarkan terbuka dan diamati apa yang terjadi.
Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak
pada kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental

III.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan September Oktober 2016 di
Laboratorium Farmasetika Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya.

III. 3 Formulasi Sediaan Hand Sanitizer Bunga Rosella


Komposisi Formula 1
Bahan
Formula
Ekstrak Bunga Rosella
5 gram
Carbopol 940
1,8 mL
TEA
q.s
Gliserin
1 mL
Natrium metabisulfit
0,2 gram
Aquadest
ad 30 gram
Tabel 2. Komposisi Formula 1

Komposisi Formula 2
Bahan

Formula

Ekstrak Bunga Rosella

6 gram

Na-CMC

2 gram

Methyl Paraben

0.18 gram

Propil Paraben

0,02 gram

Gliserin

5 gram

Aquadest

ad 30 gram
Tabel 3. Komposisi Formula 2

III. 4 Alat dan Bahan Penelitian


Alat

Bahan

1.
2.

Rotary evaporator
pH meter

3.

Timbangan analitik

4.

Kaca arloji

5.

Penangas air

6.

Batang pengaduk

7.

Kompor listrik,

8.

Labu erlenmeyer

9.

Penyumbat kapas

10.

Termometer

11.

Jangka sorong

12.

Pembakar Bunsen

13.

Tabung reaksi

1. Ekstrak Bunga Rosella


2. Carbopol 940
3. TEA
4. Gliserin
5. Korigen odoris (strawberry)
6. Natrium metabisulfit
7. Aquadest
8. Na-CMC
9. Propil Paraben
10. Methyl Paraben

III. 5 Prosedur kerja


Ekstraksi bahan (Bunga Rosella)
Bunga rosella kering dihaluskan sampai menjadi serbuk kemudian
dimaserasi 3 x 24 jam dengan etanol 95 %, selanjutnya dilakukan pemekatan

dengan evaporator sampai diperoleh ekstrak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa


L.). Ekstrak disaring dengan kertas saring sampai didapat ekstrak yang kental.
Pembuatan Sediaan Gel
1. Carbopol dikembangkan dalam air panas, kemudian diaduk.
2. Ekstrak bunga rosella dicampur dengan bahan lain sampai tercampur rata,
kemudian dimasukkan ke dalam carbopol.
3. Kedalam campuran tersebut, ditambahkan air sampai volume yang
dikehendaki, kemudian tambahkan TEA tetes demi tetes sambil diaduk
perlahan sampai terbentuk gel yang jernih.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

2009.

Penelitian

Herbal Rosella Merah.

http://www.red-

tea.net/researchpenelitian/ . Diakses pada tanggal 27 Agustus 2016.


Block, S. 2001. Disinfection, Sterilization and Preservation. 4th. Edition.
Williams and Wilkins. P.
Dryer, D. L., et al., 1998, Testing a New Alcohol Free Had Sanitizer to
Combat Infection, AORN Journal, Vol. 68, No. 4, p. 239 251.
Gennaro, A.R. 1995. Remington: The Science and Practice of Pharmacy,
Vol. II. Mack Publishing Company, Pennsylvanis. P. 1263 1270.
Jones,R. D., 2000, Moisturizing Alcohol Hand Gels for Surgical Hand
Preparation, AORN Journal, Vol.71, p. 584-599.
Lund, Walter, 1994, The Pharmaceutical Codex, 12th Ed., Principle and
Practice of Pharmaceutics, The Pharmaceutical Press, London.
Maryani. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosella. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Rostinawati, Tina. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Bunga
Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) Terhadap Escherichia coli,
Salmonella typhi dan Staphylococcus aureus Dengan Metode Difusi
Agar . Penelitian mandiri. Jatinangor : Universitas Padjadjaran.
Sari, Retno dan Dewi Isadiartuti. 2006. Studi efektivitas sediaan gel
antiseptik tangan ekstrak daun sirih (Piper betle Linn.). Majalah
Farmasi Indonesia, vol. 17(4)
Sastroamidjojo, S., 1967. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat : Jakarta.

Snyder, P.O., 1999, Safe Hands Hand Wash Program for Retail Food
Operation:

Technical

Review,

www.hi-

tm.com/Documents/Handwash-FL99.html.
Syahrurachman, A, dkk., 1994. Buku Ajar mikrobiologi Kedokteran. ed
revisi. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta. hlm. 103, 177.
Ullych,

R.

2009.

Khasiat

Bunga

Rosella

Merah.

http://sukatanibanguntani.blogspot.com/2009/11/khasiat-bunga-rosellayang-luar-biasa.html. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2016.


Wattimena,

JR.,dkk. 1981. Farmakodinami dan Terapi Antibiotik.

Yogyakarta : UGM Press


Wijayakusuma, Hembing. 2008. Ramuan Herbal Penurun Kolesterol.
Cetakan 1. Jakarta : Pustaka Bunda.
Wijayanti, Puspita. 2010. Budidaya Tanaman Obat Rosella Merah
(Hibiscus sabdariffa L.) Dan Pemanfaatan Senyawa Metabolis
Sekundernya Di PT. Temu Kencono, Semarang. Tugas Akhir.
Surakarta : Universitas Sebelas Maret Surakarta.\
Lampiran
1. Rincian Harga Bahan-Bahan Pembuatan Gel
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Nama Bahan
Rosella kering
Gliserin
Na Metabisulfit
Carbopol 940
Trietanolamin (TEA)
Etanol 96%
Na-CMC
Metil Paraben

Harga
Rp 300.000 /kg
Rp 65.000 /liter
Rp 27.000 /kg
Rp 350.000 /kg
Rp 378.000 /kg
Rp 65.000 /liter
Rp 77.000/ kg
Rp 320.000 /kg

9.
10.

Propil Paraben
Aquadest

Rp 275.000 /kg
Rp 75.000 /20 liter
Jumlah Rp 1.932.000

2. Estimasi Harga Produk


Formula 1

Ekstrak bunga rosella (5 gram)

x 300.000 = 1500

Carbopol 940 (1,8 mL)

x 350.000 = 630

TEA (q.s) misal 1 mL

x 378.000 = 378

Gliserin (1 mL)

x 65.000 = 65

Etanol 96%

x 65.000 = 1950

Aquadest (ad 30 mL) misal 10 mL :

Total Estimasi Biaya

= 37,5

Rp. 2615,5 / 30 mL

Formula 2

Ekstrak bunga rosella (6 gram)

x 300.000 = 1800

Na-CMC (2 gram)

x 77.000 = 154

Metil Paraben (0,18 gram)

x 330.000 = 57,6

Gliserin (5 gram)

x 65.000 = 325

Propil Paraben (0,02 gram)

x 275.000 = 5,5

Aquadest (30 mL 13,2 mL)

Total Estimasi Biaya

Rp 2405,1

= 63

Anda mungkin juga menyukai