Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Psoriasis adalah penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan patogenesis


yang masih belum dapat dijelaskan secara pasti hingga kini. Psoriasis merupakan
penyakit universal yang dapat terjadi di seluruh belahan dunia, dan dapat
mengenai semua kelompok usia. Pada psoriasis terjadi perubahan yang kompleks
dalam diferensiasi epidermis, berbagai abnormalitas biokimia, imunologi dan
vaskuler, sehingga dapat menimbulkan kelainan pada kulit.1
Angka prevalensi psoriasis bervariasi pada setiap populasi.2 Data dari
beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2003-2006 menunjukkan insiden
psoriasis rata-rata mencapai 96 kasus atau 0,4% dari 22.070 kunjungan kasus
baru.3 Psoriasis merupakan penyakit kulit papuloskuamosa dengan gambaran
morfologi, distribusi, derajat keparahan dan durasi penyakit yang bervariasi. Lesi
psoriasis lebih terdistribusi secara simetris pada area kulit kepala, siku, lutut, dan
area lumbosakral.2,4
Saat ini psoriasis mulai dipertimbangkan bukan hanya penyakit inflamasi
pada kulit namun lebih sebagai penyakit sistemik dengan kemungkinan timbulnya
penyakit penyerta. Psoriasis sering dihubungkan dengan beberapa penyakit
sistemik seperti diabetes melitus, obesitas, hipertensi, sindrom metabolik,
penyakit kardiovaskuler, Chrons disease, kolitis ulseratif, penyakit paru,
gangguan psikiatri, dan keganasan. Belum diketahui dengan pasti apakah penyakit
sistemik tersebut mendahului atau mengikuti psoriasis. Namun akibat penyakit
sistemik penyerta tersebut dapat meningkatkan morbiditas bahkan mortalitas pada
penderita.5,6
Psoriasis secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup penderita dan hal ini
memberikan konsekuensi baik secara psikologis maupun sosial.7 Akibat penyakit
psoriasis yang diderita, sekitar 35% penderita psoriasis mengalami depresi dan
80% mengalami efek negatif lainnya seperti akibat gejala klinis yang dialaminya,
berusaha keras untuk memperbaiki penampilannya (terutama pada onset penyakit
kurang dari 30 tahun), adanya rasa marah, cemas, depresi, dan peningkatan

penggunaan alkohol.8,9 Penelitian terkini menemukan 40% pasien merasakan


frustasi dengan terapi psoriasis mereka terdahulu yang tidak efektif, dan 32 %
dilaporkan bahwa terapi tersebut tidak cukup agresif.2
Psoriasis dengan segala konsekuensinya dan terapi yang belum
memuaskan mendorong banyak penelitian tentang faktor yang berperan penting
dalam patogenesis psoriasis. Penelitian dan pengetahuan mengenai patogenesis
psoriasis berkembang hingga saat ini.10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Psoriasis ialah penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai


dengan adanya bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan
Kobner. 11
II.2 Epidemiologi

Psoriasis dijumpai di seluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda-beda


dipengaruhi oleh ras, geografis, dan lingkungan. Di Amerika Serikat terjadi
pada 2% dari populasi atau sekitar 150.000 kasus baru per tahun. Insiden
tertinggi di Denmark (2,9%) sedangkan rerata di Eropa Utara sekitar 2%.
Insiden psoriasis lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki dan
meningkat sesuai usia. Distribusi usia pasien psoriasis menunjukkan
peningkatan sesuai dengan kronisitas penyakit, namun terjadi penurunan
setelah usia 75 tahun seiring berkurangnya usia harapan hidup pada pasien
psoriasis akibat hubungan psoriasis dengan diabetes atau aterosklerosis.2

II.3 Etiologi

Penyebab penyakit psoriasis belum diketahui meskipun telah dilakukan


penelitian dasar dan klinis secara intensif. Diduga merupakan interaksi antara
faktor genetik, sistem imunitas, dan lingkungan. Sedangkan tiga komponen
patogenesis dari psoriasis adalah infiltrasi sel-sel radang pada dermis,
hiperplasia epidermis, dan diferensiasi keratinosit yang abnormal.12

II.3.1

Faktor Genetik
Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit
keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko
menderita psoriasis adalah sebesar 70% bila salah seorang menderita
psoriasis. Bila orangtua tidak menderita psoriasis maka risiko mendapat
psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah satu orang tua menderita

psoriasis maka risiko terkena psoriasis meningkat menjadi 34-39%.


Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe yaitu:12
a. Psoriasis tipe I dengan awitan dini dan bersifat familial.
b. Psoriasis tipe II dengan awitan lambat dan bersifat nonfamilial.

Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa


psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan
HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLAB27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkaitan dengan HLA-B27
(Nickoloff & Nestle, 2004). Pada analisa Human Leukocyte Antigen
(HLA)

yang

suseptibilitas

spesifik
terhadap

dalam

suatu

psoriasis

populasi,
berhubungan

didapatkan

bahwa

dengan

Major

Histocompatibility Complex (MHC) klas I dan II pada atau dekat dengan


kromosom 6 dan lainnya berada di kromosom 17. Lokus Psoriasis
Susceptibilitas 1 (PSORS1) dianggap lokus yang terpenting untuk
suseptibilitas psoriasis. Hal ini disebabkan PSORS1 berkaitan lebih dari
50% kasus psoriasis. Lokus suseptibilitas lainnya berada pada kromosom
17q25 (PSORS2), 4q43 (PSORS3), 1q (PSORS4), 3q21 (PSORS5), 19p13
(PSORS6) dan 1p (PSORS7). Pada onset awal yang merupakan psoriasis
tipe I diperoleh hubungan dengan HLA-Cw6, HLA-B57, dan HLA-DR7.
Sedangkan pada onset lanjutan yang merupakan tipe 2 didapatkan
gambaran HLA-Cw2 menonjol. Individu yang memiliki HLA-B17 dan
HLA-B13 memiliki kemungkinan untuk menderita psoriasis 5 kali lebih
banyak dari individu normal.12

II.3.2

Faktor Imunologik
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari
ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau
keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya.
Lesi psoriasis umumnya ditemukan limfosit T di dermis yang terutama
terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit limfositik dalam epidermis.
Sedangkan pada lesi baru pada umumnya lebih didominasis oleh sel

limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang


produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan dalam
imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis dimulai
dengan adanya pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen oleh sel
langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4
hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.13
Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun.
Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.
Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam kepustakaan
diantaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma (Fenomenan Kobner),
endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis
merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan yang erat
dengan salah satu jenis psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan hubungannya
dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kesembuhan psoriasis
gutata setelah dilakukan tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan oleh
Streptococcus. Faktor endokrin umumnya berpengaruh pada perjalanan penyakit.
Insiden psoriasis terutama pada masa pubertas dan menopause. Pada waktu
kehamilan umumnya membaik sedangkan pada masa postpartum umumnya
memburuk. Gangguan metabolisme seperti dialisis dan hipokalsemia dilaporkan
menjadi salah satu faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan
residif ialah beta adrenergik blocking agents, litium, anti malaria dan penghentian
mendadak steroid sistemik.2,13

II.3.3

Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan memegang peranan penting pada terjadinya
psoriasis. Beberapa faktor seperti trauma fisik, obat-obatan,stress
psikologis dan infeksidapat mencetuskan psoriasis pada individu yang
suseptibel secara genetik.14 Beberapa obat-obatan diketahui dapat
mencetuskan lesi psoriasis pada kulit yang awalnya secara klinis tidak
menunjukkan lesi psoriasis. Obat-obatan dapat mencetuskan psoriasis
berdasarkan bukti-bukti yang kuat yaitu litium, beta-blockers, anti malaria,
nonsteroidal anti-inflammatory, dan tetrasiklin. Obat-obatan lainnya yang
dicurigai dapat mencetuskan psoriasis seperti angiotensin-converting
enzyme inhibitors, calcium-channel blockers, potasium iodida.15
Penyebab dan patogenesis psoriasis vulgaris belum diketahui dengan
pasti, secara patologis terjadi proliferasi yang berlebihan pada keratinosit
dan peradangan kronis, sehingga penyakit ini bersifat kronik-residif.
Banyak teori tentang patogenesis yang berhubungan dengan psoriasis,

seperti sebagai kelainan autoimun, trauma mekanik, infeksi


staphylococcus, stress psikologis, radiasi sinar ultraviolet, infeksi HIV,
peran obat, alkohol, perubahan hormonal dan profil lipid dalam darah.
Semua di atas dikatakan merupakan faktor pencetus dari psoriasis. Faktor
pencetus ini dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor lokal dan
sistemik.2
Faktor pencetus lokal terjadinya psoriasis antara lain trauma, paparan
sinar ultraviolet, dan lokasi atau posisi anatomis. Berbagai trauma baik
fisik, kimiawi, bedah, infeksi dan peradangan dapat memperberat atau
mencetuskan lesi psoriasis. Lesi psoriasis yang berbentuk plakat dan
terjadi pada tempat trauma disebut dengan Fenomena Koebner. Fenomena
Koebner adalah paparan sinar matahari juga mengakibatkan eksaserbasi
melalui reaksi Koebner. Beberapa penelitian menyatakan terjadinya
peningkatan keparahan penyakit seiring dengan meningkatnya paparan
sinar matahari.2,12,16
Sedangkan faktor pencetus sistemik antara lain: infeksi, obat,
konsumsi alkohol, stres, endokrin, dan infeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV). Infeksi bakteri, virus, atau jamur dapat mencetuskan
terjadinya psoriasis vulgaris. Bakteri dapat menghasilkan endotoksin yang
berfungsi sebagai superantigen yang dikemudian hari akan meningkatkan
aktivasi sel limfosit T, makrofag, sel Langerhans, dan keratinosis. Infeksi
tenggorokan yang disebabkan oleh spesies Streptococcus -hemoliticus
juga sering dikaitkan dengan eksaserbasi psoriasis. Beberapa obat yang
dapat mencetuskan perkembangan lesi psoriasis antara lain: NSAID,
lithium, ACE inhibitor, gemfribosil, dan -blocker.2,16
Mekanisme eksaserbasi psoriasis akibat obat-obatan lainnya belum diketahui.
Konsumsi alkohol juga dilaporkan dapat mencetuskan psoriasis walaupun
mekanismenya belum diketahui. Hubungan antara stres dan eksaserbasi psoriasis
belum terlalu jelas namun diduga karena mekanisme neuroimunologis. Psoriasis
dilaporkan akan bertambah buruk dengan timbulnya stres yaitu pada 30-40%
kasus. Pada saat periode premenstruasi, lesi psoriasis dikatakan sering kambuh.
Angka kejadian psoriasis meningkat pada waktu pubertas dan menopause dan
diduga peranan dari faktor endokrin. Psoriasis pada penderita HIV lebih berat
karena terjadi defisiensi sistem imun.17

II.2 Patogenesis Psoriasis

Patogenesis psoriasis diperantarai oleh sistem imunitas, baik sistem


imunitas alami maupun adaptif yang menginduksi sel-sel residen kulit seperti
keratinosit, fibroblast dam sel endotelial. Sel T yang telah teraktivasi diketahui
berperan penting dalam patogenesis psoriasis.18 Dengan adanya TGF-, dan
IL-6 maka sel T naif akan bertransformasi menjadi Th17. Sel yang telah
terakivasi ini akan memasuki sirkulasi dan mengalami ekstravasasi melalui
endotel menuju tempat inflamasi di kulit sehingga terjadi ketidakseimbangan
Th1-Th2-Th17.19 Peranan Th 17 dalam patogenesis psoriasis diteliti lebih
lanjut secara intensif dalam beberapa tahun terakhir.20
Antigen precenting cells (APC) seperti sel dendritik dan makrofag
menghasilkan interleukin 23. Sel dendritik pada lesi psoriasis, memiliki
peranan dalam mengawali respon imun spesifik dan induksi self tolerance,
namun peranan spesifik dari masing-masing subset masih belum jelas.
Interleukin 23 yang dihasikan oleh sel dendritik dan makrofag menyebabkan
aktivasi Th 17 untuk menghasilkan IL-17 dan IL-22. Sel Th 17 merupakan
afektor sel CD4+ yang berperanan baik dalam imunitas nonspesifik maupun
adaptif untuk melawan patogen. Interleukin 17 diperkirakan memegang
peranan penting dalam patogenesis psoriasis, dan dalam mempertahankan
inflamasi kronis pada psoriasis sebagaimana juga pada kondisi autoimun
lainnya. Interleukin 17A merupakan sitokin utama yang dihasilkan oleh sel
Th17.21
Interleukin 17 pada keratinosit menstimulasi produksi -defensin, peptida
antimikrobial, dan kemokin seperti IL-8, CCL20 dan CCL2. Peningkatan
kadar IL-17 menyebabkan peningkatan sitokin pro-inflamasi seperti S-100,
A7, -defensin dan lipokalin. Interleukin 17 juga memicu peningkatan peptida
antimikrobial lainnya seperti katelisidin.20
Peran keratinosit dalam patogenesis psoriasis adalah penghasil utama sitokin
proinflamasi, kemokin dan growth factor serta mediator inflamasi lainnya seperti
eikosanoid dan mediator imunitas alami antara lain katelisidin, defensin, dan
protein S100. Keratinosit pada psoriasis diaktifkan melalui suatu jalur alternatif
diferensiasi keratinosit. Jalur ini diaktivasi sebagai respon terhadap stimulasi
imunologi pada psoriasis, akan tetapi mekanisme bagaimana peristiwa ini terjadi
saat ini masih belum diketahui. Selanjutnya didapatkan peran faktor angiogenik

yang dihasilkan oleh keratinosit menyebabkan proliferasi vaskuler dermis yang


abnormal dan angiogenesis. Pada lesi psoriasis tipe plak didapatkan peningkatan
kadar vascular endothelial growth factor (VEGF).1

Gambar 2.4 Patogenesis Psoriasis22

II.3 Gejala Klinis

Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah
merah, papul dan berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas
tegas. Lokasi plak pada umumnya terdapat pada siku, lutut, skalp,
umbilikus, dan intergluteal. Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap,
distribusi hampir sama, namun papul dan plak berwarna keunguan dengan

sisik abu-abu. Pada telapak tangan dan telapak kaki, berbatas tegas dan
mengandung pustule steril dan menebal pada waktu yang bersamaan. 23

Kelainan kulit terdiri dari bercak-bercak eritema yang meninggi


(plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskripta dan merata, tetapi
pada masa penyembuhan seringkali eritema di tengah menghilang dan
hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih
seperti mika serta transparan. Besar kelainan bervariasi, bisa lentikular,
numular, plakat dan dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian
besar berbentuk lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anakanak, dewasa muda dan terjadi setelah infeksi oleh Streptococcus.11
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner
(isomorfik). Kedua fenomena yaitu tetesan lilin dan Auspitz dianggap
khas, sedangkan Kobner dianggap tidak khas, hanya kira-kira 47% dari
yang positif dan didapat pula pada penyakit lain., misalnya Liken Planus
dan Veruka plana juvenilis. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang
berubah warnanya menjadi putih pada goresan seperti lilin yang digores,
disebabkan oleh perubahan indeks bias. Cara menggoresnya bisa dengan
pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah
berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis.11
Cara mengerjakannya adalah dengan cara skuama yang berlapislapis itu dikerok dengan ujung gelas alas. Setelah skuama habis maka
pengerokan harus dilakukan dengan pelan-pelan karena jika terlalu dalam
tidak tampak perdarahan yang berupa bintik-bintik melainkan perdarahan
yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya trauma akibat
garukan dapat menyebabkan kelainan kulit yang sama dengan psoriasis
dan disebut dengan fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3
minggu.11
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yakni sebanyak
kira-kira 50% yang agak khas yaitu yang disebut dengan pitting nail atau

nail pit yang berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan yang tidak khas
yaitu kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat
lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis subungual) dan onikolisis.
Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat
pula menimbulkan kelainan pada sendi. Umumnya bersifat poliartikular,
tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal dan terbanyak terdapat
pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar kemudian terjadi ankilosis dan
lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan.11
Bentuk klinis psoriasis sendiri telah terbagi menjadi tujuh
kelompok yaitu psoriasis vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis inversa
(psoriasis

fleksural),

psoriasis

eksudativa,

sebopsoriasis

psoriasis

pustulosa, juga eritoderma psoriasis.


1. Psoriasis Vulgaris

Bentuk ini adalah yang lazim terdapat karena itu disebut psoriasis
vulgaris. Dinamakan juga tipe plak karena lesi-lesinya pada umumnya
berbentuk plak. Tempat predileksinya yaitu pada scalp, perbatasan scalp
dengan wajah, ekstremitas terutama bagian ekstensor yaitu lutut, siku dan
daerah lumbosakral.

Gambar 4. Psoriasis vulgaris11

2. Psoriasis Gutata

Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya


mendadak dan diseminata, umumya setelah infeksi Streptococcus di
saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili terutama pada
anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi yang
lain baik bacterial maupun viral.
10

Gambar 5. Psoriasis Gutata11

3. Psoriasis Inversa ( Psoriasis Fleksural)

Psoriasis ini mempunyai tempat predileksi di daerah fleksor sesuai dengan


namanya.

Gambar 6. Psoriasis Inversa11

4. Psoriasis Eksudativa

Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan pada psoriasis itu


dalam bentuk kering, tetapi pada jenis ini kelaianannya bersifat eksudatif
seperti pada dermatitis akut.

5. Sebopsoriasis

11

Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara


psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi
agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim,
juga terdapat pada tempat seboroik.

Gambar 7. Psoriasis

Seboroik11

6. Psoriasis Pustulosa

Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap


sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis.
Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa yaitu:
a. Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)

Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif,


mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan
kulit berupa kelompok-kelompok pustule kecil steril dan dalam, di
atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.

12

Gambar 8. Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)11


b. Psoriasis Pustulosa Generalisata Akut (Von Zumbusch)

Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch) dapat


ditimbulkan oleh berbagai faktor provokatif, misalnya obat yang
tersering karena penghentian kortikosteroid sistemik. Obat lain
contohnya, penisilin dan derivatnya, serta antibiotik betalaktam
yang lain, hidroklorokuin, kalium iodide, morfin, sulfapiridin,
sulfonamide, kodein, fenilbutason, dan salisilat. Faktor lain selain
obat ialah hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stres emosional,
serta infeksi bakterial dan virus. Penyakit ini dapat timbul pada
penderita yang sedang atau telah mendapat psoriasis. Dapat pula
muncul pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis.
Gejala awalnya ialah kulit nyeri, hiperalgesia disertia gejala umum
berupa demam,malese, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah
ada makin eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak
edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal. Dalam
beberapa jam timbul banyak pustul miliar pada plak-plak tersebut.
Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake of pus
berukuran beberapa cm.1 Pustul besar spongioform terjadi akibat
migrasi neutrofil ke atas stratum malphigi, di mana neutrofil ini
beragregasi di antara keratinosit yang menipis dan berdegenerasi. 3
Kelainan-kelainan semacam itu akan terus menerus dan dapat
menjadi eritroderma. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
leukositosis, kultur pus dari pustul steril.

13

Gambar 9. Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch)11

7. Eritroderma psoriatic

Psoriasis eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topical


yang terlalu kuat atau karena penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya
lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema
dan skuama tebal universal. Adakalanya lesi psoriasis masih tampak
samar-samar yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi. 2,6

Gambar 10. Psoriasis eritroderma11

II.4 Histopatologi

Psoriasis memberikan gambaran histopatologik yang khas yakni


parakeratosis dan akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok
leukosit yang disebut abses Munro. Selain itu terdapat pula papilomatosis dan
vasodilatasi di subepidermis.11
Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga
pematangan keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan stratum korneum
tampak menebal. Di dalam sel-sel tanduk ini masih ditemukan inti sel
(parakeratosis). Di dalam stratum korneum dapat ditemukan kantong-kantong
kecil yang berisikan sel radang polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro

14

abses Munro. Pada puncak papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah
kecil yang disertai oleh sebukan sel radang limfosit dan monosit.11

II.5 Diagnosis Banding

Jika gambaran klinisnya khas, tidak sulit untuk menegakkan diagnosis


psoriasis. Jika tidak khas maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain
yang tergolong dalam dermatosis eritroskuamosa. Dalam mendiagnosis
psoriasis perlu diperhatikan menganai ciri khas psoriasis yaitu skuama kasar,
transparan serta berlapis-lapis disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz dan
Kobner. Pada stadium penyembuhan dapat ditemukan eritema yang hanya
terdapat di pinggir sehingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaanya adalah
terdapat keluhan yang sangat gatal pada dermatofitosis dan pada pemeriksaan
sediaan langsung ditemukan adanya jamur.
Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis
psoriaformis. Perbedaanya adalah pada sifilis terdapat riwayat hubungan
seksual dengan tersangka yang juga menderita sifilis, pembesaran KGB
menyeluruh dan tes serologik untuk sifilis positif. Dermatitis seboroik berbeda
dengan psoriasis karena skuamanya berminyak dan kekuning-kuningan dan
tempat predileksinya pada daerah seboroik.11
Psoriasis gutata akut didiagnosis banding dengan erupsi obat
makulopapular, sifilis sekunder dan pityriasis rosea. Plak dengan sisik kecil
didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik, likenplanus kronis simpleks,
tinea korporis, dan mikosis fungoides. Psoriasis dengan plak luas didiagnosis
banding dengan tinea korporis dan mikosis fungoides. Psoriasis pada daerah
skalp didiagnosis banding dengan tinea kapitis dan dermatitis seboroik.
Psoriasis inverse didiagnosis banding dengan tinea, kandidiasis, intertrigo,
penyakit Paget ekstramamme. Psoriasis pada kuku didiagnosis banding
dengan onikomikosis.24
II.6 Pengobatan

15

Secara garis besar, pengobatan pada psoriasis terdiri dari


pengobatan secara sistemik, pengobatan secara topical, terapi penyinaran
dengan PUVA dan pengobatan dengan cara Goeckerman.
1. Pengobatan Sistemik
a. Kortikosteroid

Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis dengan dosis


ekuivalen prednisone 30mg per hari. Setelah membaik dosis
diturunkan perlahan-lahan lalu diberikan dosis pemeliharaan.
Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan
kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. 2
b. Obat Sitostatik
Obat sitistatik yang biasa digunakan adalah metotrexate.
Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim dihidrofolat
reduktase, sehingga menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat
ini menunjukkan hambatan replikasi dan fungsi sel T dan mungkin
juga sel B karena adanya efek hambatan sintesis. 7
Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa,
psoriasis arthritis dengan lesi kulit dan eritroderma karena psoriasis
yang sukar terkontrol dengan obat standar. Kontraindikasinya ialah
bila terdapat kelainan hepar, ginjal, system hematopoetik,
kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya TBC, Ulkus peptikum,
colitis ulserosa dan psikosis). Pada awalnya metotrexate diberikan
dengan dosis inisial 5 mg per orang dengan psoriasis untuk melihat
apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik.
Jika tidak terjadi efek yang tidak diinginkan maka MTX
diberikan dengan dosis 3 x 2.5mg dengan interval 12 jam selama 1
minggu dengan dosis total 7.5mg. Jika tidak ada perbaikan maka
dosis dinaikkan 2,5 - 5 mg per minggu dan biasanya dengan dosis
3 x 5 mg akan tampak ada perbaikan. Cara lain adalah dengan
pemberian MTX i.m dosis tunggal sebesr 7,5 25 mg. Tetapi
dengan cara ini lebih banyak menimbulkan reaksi sensitivitas dan
reaksi toksik. Jika penyakit telah terkontrol maka dosis perlahan
diturunkan dan diganti ke pengobatan secara topical.
Setiap 2 minggu dilakukan pemeriksaan hematologic, urin
lengkap, fungsi ginjal dan fungsi hati. Bila jumlah leukosit <
3500/uL maka pemberian MTX dihentikan. Bila fungsi hepar baik

16

maka dilakukan biopsy hepar setiap kali dosis mencapai dosis total
1,5 gram, tetapi bila fungsi hepar abnormal maka dilakukan biopsy
hepar bila dosis total mencapai 1 gram.
Efek samping dari penggunaan MTX adalah nyeri kepala,
alopecia, saluran cerna, sumsul tulang, hepar dan lien. Pada saluran
cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulcerosa dan diare.
Pada reaksi yang hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan
perforasi intestinal. Depresi sumsum tulang menyebabkan
timbulnya leucopenia, trombositopenia dan kadang-kadang
anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis dan sirosis.
c. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson.
Pada beberapa pasien Parkinson yang juga menderita psoriasis dan
diterapi dengan levodopa menunjukkan perbaikan. Berdasarkan
penelitian, Levodopa menyembuhkan sekitar 40% pasien dengan
psoriasis. Dosisnya adalah 2 x 250 mg 3 x 250 mg. Efek samping
levodopa adalah mual, muntah, anoreksia, hipotensi, gangguan
psikis dan gangguan pada jantung.
d. Diaminodifenilsulfon
Diaminodifenilsulfon (DDS) digunakan pada pengobatan
psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari.
Efek sampingnya adalah anemia hemolitik, methemoglobinuria
dan agranulositosis.
e. Etretinat & Asitretin

Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A


digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obatobat lain mengingat efek sampingnya. Etretinat efektif untuk
psoriasis pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis
eritroderma. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel
epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. Dosisnya
bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika
belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1
mg/kgbb/hari. Efek sampingnya berupa kulit menipis dan kering,
selaput lendir pada mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan
rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan persendian, peninggian
lipid darah, gangguan fungsi hepar, hiperostosis, dan teratogenik.
17

Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat


dihentikan. Asitretin (neotigason) merupakan metabolit aktif
etretinat yang utama. Efek sampingnya dan manfaatnya serupa
dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2
hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari. 2
f. Siklosporin
Siklosporin berikatan dengan siklofilin selanjutnya
menghambat kalsineurin. Kalsineurin adalah enzim fosfatase
dependent kalsium dan memegang peranan kunci dalam
defosforilasi protein regulator di sitosol, yaitu NFATc (Nuclear
Factor of Activated T Cell). Setelah mengalami defosforilasi,
NFATc ini mengalami translokasi ke dalam nukleus untuk
mengaktifkan gen yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokin,
terutama IL-2. Siklosporin juga mengurangi produksi IL-2 dengan
cara meningkatkan ekspresi TGF- yang merupakan penghambat
kuat aktivasi limfosit T oleh IL-2. Meningkatnya ekspresi TGF-
diduga memegang peranan penting pada efek imunosupresan
siklosporin. 7
Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 1-4 mg/kgbb/hari.
Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk
psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi
kekambuhan.
g. Terapi biologic
Obat biologic merupakan obat yang baru dengan efeknya
memblok langkah molecular spesifik yang penting pada
pathogenesis psoriasis. Contoh obatnya adalah alefaseb,
efalizumab dan TNF--antagonist.
2. Pengobatan Topikal
a. Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang
efeknya adalah anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi
menjadi 3, yakni yang berasal dari:
Fosil, misalnya iktiol.
Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk
psoriasis, yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan

18

kayu. Ter dari batubara lebih efektif daripada ter berasal dari kayu,
sebaliknya kemungkinan memberikan iritasi juga besar. Pada
psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal
dari batubara, karena ter tersebut lebih efektif daripada ter yang
berasal dari kayu dan pada psoriasis yang menahun kemungkinan
timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter
dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu bara dikuatirkan akan
terjadi iritasi dan menjadi eritroderma.
Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi penderita
karena berbau kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman.
Sedangkan likuor karbonis detergens tidak demikian. Konsentrasi
yang biasa digunakan 2 5%, dimulai dengan konsentrasi rendah,
jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih
efektif, maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara
menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3 5 %. Sebagai
vehikulum harus digunakan salap karena salap mempunyai daya
penetrasi terbaik.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan
vehikulum bergantung pada lokasinya. Pada skalp, muka dan
daerah lipatan digunakan krim, di tempat lain digunakan salap.
Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi
sedang, bila digunakan potensi kuat pada muka dapat memberik
efek samping di antaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan
berupa strie atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas
digunakan salap dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung
pada lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan
frekuensinya dikurangi.
c. Ditranol (Atralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah
mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya
0,2-0,8 persen dalam pasta, salep, atau krim. Lama pemakaian
hanya jam sehari sekali untuk mencegah iritasi.
Penyembuhan dalam 3 minggu.
d. Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa
salep atau krim 50 mg/g. Perbaikan setelah satu minggu.

19

Efektivitas salep ini sedikit lebih baik daripada salap betametason


17-valerat. Efek sampingnya pada 4 20% berupa iritasi, yakni
rasa terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan
skuamasi. Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat
dihentikan.
e. Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya
menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi
keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang
yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dan krim
dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan
steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat
penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi
berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30 % kasus, juga
bersifat fotosensitif.
f. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada
batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya
digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari,
fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya
penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek
antipsoriasis.
3. PUVA
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi
efek yang sinergik. Mula-mula 10 20 mg psoralen diberikan per os, 2
jam kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan,
di antaranya 4 x seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah
pengobatan 3 4 minggu, setelah itu dilakukan terapi pemeliharaan
seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren. PUVA juga
dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa.
Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaian yang lama
kemungkinan akan terjadi kanker kulit.
4. Pengobatan Cara Goeckerman

Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan


kombinasi ter berasal dari batubara dan sinar ultraviolet. Kemudian
terdapat banyak modifikasi mengenai ter dan sinar tersebut. Yang pertama

20

digunakan ialah crude coal ter yang bersifat fotosensitif. Lama pengobatan
4 6 minggu, penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Ternyata bahwa
UVB lebih efektif daripada UVA. 11
II.7 Prognosis

Psoriasis tidak menyebabkan kematian tetapi menggangu kosmetik


karena perjalanan penyakitnya bersifat kronis dan residif.

11

Psoriasis

gutata akut timbul cepat. Terkadang tipe ini menghilang secara spontan
dalam beberapa minggu tanpa terapi. Seringkali, psoriasis tipe ini
berkembang menjadi psoriasis plak kronis. Penyakit ini bersifat stabil, dan
dapat remisi setelah beberapa bulan atau tahun, dan dapat saja rekurens
sewaktu-waktu seumur hidup. Pada psoriasis tipe pustular, dapat bertahan
beberapa tahun dan ditandai dengan remisi dan eksaserbasi yang tidak
dapat dijelaskan. Psoriasis vulgaris juga dapat berkembang menjadi
psoriasis tipe ini. Pasien dengan psoriasis pustulosa generalisata sering
dibawa ke dalam ruang gawat darurat dan harus dianggap sebagai
bakteremia sebelum terbukti kultur darah menunjukkan negatif. Relaps
dan remisi dapat terjadi dalam periode bertahun-tahun.24

BAB III
KESIMPULAN

21

Psoriasis adalah penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai


dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan, disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz dan
Kobner. Kasus psoriasis makin sering ditemukan. Meskipun penyakit ini tidak
menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik terutama karena
perjalanan penyakit ini bersifat menahun dan residif. Etiologi psoriasis adalah
autoimun yang dipengaruhi oleh berbagai pathogenesis yang diantaranya adalah
factor genetic, factor imunolgis dan factor-faktor lain seperti infeksi, metabolic,
endokrin dll. Gejala klinis psoriasis pada umumnya tidak mempengaruhi keadaan
umum pasien, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma. Sebagian pasien
mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan scalp dengan
wajah, ektremitas terutama bagian ekstensor di bagian siku dan lutut serta daerah
lumbo sacral. Kelainan kulit terdiri dari bercak-bercak eritema yang meninggi
(plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskripta dan merata, tetapi pada
masa penyembuhan seringkali eritema di tengah menghilang dan hanya terdapat
di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta
transparan. Besar kelainan bervariasi, bisa lentikular, nummular, plakat dan dapat
berkonfluensi.
Terdapat 7 bentuk klinis dari psoriasis yaitu psoriasis vulgaris, psoriasis
gutata, psoriasis inversa, psoriasis seboroik, psoriasis eksudativa, psoriasis
pustulosa

dan

eritroderma

psoriatic.

Psoriasis

memberikan

gambaran

histopatologik yang khas yakni parakeratosis dan akantosis. Pada stratum


spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut abses Munro. Selain itu
terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis. Secara garis besar,
pengobatan pada psoriasis terdiri dari pengobatan secara sistemik dengan
kortikosteroid, obat sitostatika, Levodopa, DDS, Etretinat, Siklosporin dan dengan
terapi biologic. Pengobatan secara topical dengan mengunakan kortikosteroid
topical, preparat ter, ditranol, fototerapi, calcipotriol, tazaroten dan emolien.
Disamping itu juga dapat dilakukan pengobatan dengan terapi penyinaran dengan
PUVA dan pengobatan dengan cara Goeckman.

22

Anda mungkin juga menyukai