Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
Abstrak
Pulau Sulawesi yang berada di daerah sangat dekat dengan garis khatulistiwa dan kondisi
geografis pulau yang dikelilingi laut memiliki petir dengan frekuensi tinggi dan karakteristik
tipikal. Selain faktor geografis tersebut, Sulawesi Selatan menggunakan jaringan transmisi
tegangan tinggi 150 kV dalam transmisi daya jarak menengah. Keberadaannya yang
terekspos di atas tanah serta dengan kerapatan sambaran petir yang sangat tinggi di
Sulawesi Selatan, jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Gardu Induk (GI)
150 kV mengalami banyak gangguan petir. Perbaikan sistem proteksi petir melibatkan studi
karakteristik petir tropis. Parameter sambaran petir tropis tersebut dapat digunakan untuk
mengevaluasi lightning performance saluran udara eksisting dan kemudian menentukan
perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan baik dengan metoda konvensional maupun
metoda khusus. Perbaikan dengan metoda konvensional meliputi perbaikan sistem
pentanahan, kawat tanah, sudut lindung, penambahan isolator, dan lightning arrester.
Perbaikan dengan metoda khusus dilakukan sistem konvensional yang digunakan sudah
maksimal tetapi masih diperlukan proteksi yang lebih baik. Perbaikan dengan metoda
khusus ini merupakan sistem proteksi tambahan berupa extended mast terminal (EMT).
Pemasangan EMT diprioritaskan pada daerah dengan kerapatan sambaran tinggi dan pada
beberapa menara menuju gardu induk.
Kata Kunci: karakteristik petir tropis, lightning performance, perbaikan
PENDAHULUAN
Petir merupakan fenomena alam yang tidak dapat ditiadakan. Dalam masyarakat modern petir menjadi
permasalahan yang sangat penting karena petir memiliki kemampuan untuk mengganggu dan bahkan merusak
infrastruktur publik seperti sistem tenaga listrik (pembangkitan, transmisi dan distribusi), sistem
telekomunikasi, dan peralatan elektronik.
Indonesia, khususnya pulau Sulawesi berada dekat dengan garis khatulistiwa (equatorial belt) yang mendapat
sinar matahari sepanjang tahun. Selain itu, Sulawesi Selatan juga dikelilingi oleh laut dan terletak pada daerah
yang sangat kuat dipengaruhi oleh serta angin lokal, yakni angin darat dan angin laut, dan Samudra Indonesia.
Keberadaan sinar matahari, uap air, dan pergerakan angin tersebut menimbulkan pembentukan awan petir pada
hampir seluruh daerah di Sulawesi selatan yang di dalamnya terdapat jaringan transmisi 150 kV.
LANDASAN TEORI
Sebab-sebab Terjadinya Petir
Petir merupakan gejala alam yang bisa dianalogikan dengan sebuah kapasitor raksasa, di mana lempeng
pertama adalah awan (bisa lempeng negatif atau lempeng positif) dan lempeng kedua adalah bumi (dianggap
netral). Seperti yang sudah diketahui kapasitor adalah sebuah komponen pasif pada rangkaian listrik yang bisa
menyimpan energi sesaat.
Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi. Proses terjadinya pemisahan muatan pada
awan karena dia bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi dengan
awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan
muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar,
ISBN : 978-979-127255-0-6
Geologi
Mesin
Perkapalan
Gassing
Sipil
maka akan terjadi pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai
kesetimbangan. Pada proses pembuangan muatan ini, media yang dilalui elektron adalah udara. Pada saat
elektron mampu menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi ledakan suara. Petir lebih sering terjadi
pada musim hujan, karena pada saat terseut udara mengandung kadar air yang lebih tinggi sehingga daya
isolasinya turun dan arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan bermuatan negatif dan awan bermuatan
positif, maka petir juga bisa terjadi antar awan yang berbeda muatan.
Selama ini belum pernah ada ilmuan yang pernah menekuni langsung bagaimana proses terjadinya petir.
Namun, para ilmuan menduga bahwa lompatan bunga api listrik yang ada pada petir terjadi karena ada
beberapa tahapan yang dilalui. Beberapa tahapan yang menyebabkan terjadinya petir adalah:
Tahap pemampatan muatan yang terjadi di awan (mengumpulnya uap air di dalam awan).
Terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan bumi.
Ketinggian antara permukaan atas dan permukaan bawah pada awan dapat mencapai jarak sekitar 8 km
dengan temperatur bagian bawah sekitar 60 oF dan temperatur bagian atas sekitar - 60 oF. Akibatnya, di
dalam awan tersebut akan terjadi kristal-kristal es.
Karena di dalam awan terdapat angin ke segala arah, maka kristal-kristal es tersebut akan saling
bertumbukan dan bergesekan sehingga terpisahkan antara muatan positif dan muatan negatif.
Bagian atas awan bemuatan negatif, bagiantengah bermuatan positif dan di bagian bawah berbaur antara
muatan positif dan negatif. Pemisahan muatan inilah yang menjadi sebab utama terjadinya sambaran petir.
Besar medan listrik minimal yang memungkinkan dapat menimbulkan petir adalah sekitar 1.000.000 volt per
meter. Akibat kondisi tertentu, bumi yang cenderung menjadi peredam listrik statis, bisa ikut berinteraksi. Hal
ini dimungkinkan jika pada suatu luasan tertentu terjadi pengkonsentrasian listrik bermuatan positif di bawah
bangunan atau pohon. Apabila beda muatan antara dasar awan dengan ujung bangunan /pohon sudah mencapai
batas tertentu, maka akan terjadi perpindahan listrik. Dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai petir
menyambar bangunan/pohon. Muatan yang begitu besar akan segera menyebar ke seluruh bagian
bangunan/pohon, kemudian menjalar ke tanah dan ternetralisasi pada kedalaman yang mengandung air tanah.
Konsep elektrogeometri atau metode bola gelinding menghubungkan jarak sambar petir dengan arus
puncaknya. Konsep ini mengatakan bahwa sebuah bola imajiner dengan ujung leader pada pusat bola
menggelinding ke sebuah struktur. Semua titik kontak yang mengenai permukaan bola kemudian akan disambar
petir.
Metode ini didasarkan pada hipotesis berikut:
a) Jika sebuah leader petir bergerak mendekati objek di permukaan bumi dan radius bola mengenai objek
maka petir akan menyambar ke objek yang terdekat.
b) Jarak sambar didefinisikan dari amplituda arus pada sambaran pertama. Armstrong dan Whitehead
menurunkan koefisien rumus jarak sambar sebagai radius bola berdasarkan rumus Wagner dari eksperimen
Paus dan Watanabe sebagai berikut:
rs = 6,71 I 0,85 (m)
I = arus puncak sambaran pertama [kA]
c)
(1)
Perhitungan sudut lindung dengan batang franklin konvensional didefinisikan dari rumus empirik Hasse
ISBN : 978-979-127255-0-6
PROSIDING 201 2
Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
(2)
(3)
(4)
Dimana:
ns = kerapatan sabaran petir ke tanah [sambaran/km2- tahun]
Ikl= jumlah hari guruh (Isokreaunic Level) [sambaran/km2-tahun]
Untuk wilayah Indonesia sendiri dalam menentukan kerapatan sambaran petir yang terjadi, dihitung sebagai
berikut:
ns =0.15Ikl
(5)
Tabel 1. Relasi Empiris antara Kerapatan Sambaran Petir dan Hari Guruh Tahunan (Sumber:Hutahuruk,1991:136)
ISBN : 978-979-127255-0-6
Geologi
Mesin
Perkapalan
Gassing
Sipil
(6)
Impedansi surja kawat fasa dapat ditentukan dari persamaan berikut ini [Hileman]:
Z = 0 . 1
(7)
Dengan :
Z0 =
(8)
(9)
ISBN : 978-979-127255-0-6
PROSIDING 201 2
Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
dI
V = I . R + Ldt
Gambar 3. Penampang Menara Transmisi untuk Menghitung Impedansi Surja Menara (hutahuruk, 1991:144)
VM = I .R +Ldt
(11)
[kA/s]
[H]
[]
(12)
[m]
ISBN : 978-979-127255-0-6
Geologi
Mesin
Perkapalan
Gassing
Sipil
[m]
[m]
[m]
PEMBAHASAN
Pulau Sulawesi yang berada di daerah sangat dekat dengan garis khatulistiwa dan kondisi geografis pulau yang
dikelilingi laut memiliki petir dengan frekuensi tinggi dan karakteristik tipikal. Selain faktor geografis tersebut,
Sulawesi Selatan menggunakan jaringan transmisi tegangan tinggi 150 kV dalam transmisi daya jarak
menengah.
Keberadaannya yang tersebar di atas tanah serta dengan kerapatan sambaran petir yang sangat tinggi di
Sulawesi Selatan, jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Gardu Induk (GI) 150 kV mengalami
banyak gangguan petir.
Berdasarkan pengamatan, memperlihatkan daftar rele jarak (distancerelay Protection) sistem 150 kV
Sulawesi Selatan. Di mana lokasi pemasangan relenya dibagi atas 2 sektor yaitu sektor Utara dan Sektor
selatan. Kedua sektor tersebut meliputi beberapa gardu induk yaitu:
A. Sektor Utara meliputi:
1. GarduInduk Bakaru
2. GarduInduk Polmas
3. GarduInduk Parepare
4. GarduInduk Suppa
5. GarduInduk Sidrap
6. GarduInduk Soppeng
7. GarduInduk Bone
8. GarduInduk Sengkang
Dalam kajian ini, akan diambil data arus puncak dan probabilitas kejadian petir tropis, yang diambil dari
karakteristik petir di Gunung Tangkuban Perahu. Berikut ini merupakan rangkuman karateristik petir di Gunung
Tangkuban Perahu:
Tabel 3. Mt. Tangkuban Perahu Lightning Characteristics[8]
Berikut menunjukkan hubungan sebaran kejadian petir terhadap waktu (bulan). Dari hubungan ini dapat
diperoleh informasi siklus kejadian petir bulanan, pada bulan-bulan apa saja siklus petir maksimum dan
minimum. Data petir bulanan pada tahun 2009 sampai dengan 2011 terlihat pada gambar di bawah ini:
ISBN : 978-979-127255-0-6
PROSIDING 201 2
Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
60000000
50000000
40000000
30000000
20000000
10000000
0
+IC
-IC
+CG
-CG
Gambar 6. Diagram Kerapatan Sambaran Petir pada Daerah Sungguminasa, Makassar dan Sekitarnya pada
Tahun 2009-2011 oleh BMKG
Terlihat pada kurva di atas menjelaskan bahwa puncak dari kerapatan sambaran petir sejak 3 (tiga) tahun
terakhir adalah pada bulan Oktober dimana terjadi sambaran sebanyak 50000000 sambaran yang jenisnya -IC
(negative intercloud) yaitu sambaran yang hanya terjadi di permukaan awan, kemudian 10% dari 10000000
atau 1000000 sambaran yang jenisnya +CG (positive cloud to ground) dimana disini terjadi sambaran langsung
ke bumi. Inilah yang mengindikasikan terjadinya gangguan pada SUTT yang ada di Sulawesi Selatan yang
merupakan daerah pantauan langsung dari pusat BMKG stasiun Geofisika Gowa Sulawesi Selatan.
Data Transmisi
Tabel 4. Data Saluran Udara Tegangan Tinggi 150kV Sistem Sulawesi Selatan
GarduInduk
Jarak
Dari
Ke
No.
Tegangan
(km)
Jenis Penghantar
1
Bakaru
Pinrang
150kV
58,50
ACSR 2X240 mm2
2
Bakaru
Parepare
150kV
89,90
ACSR 2X240 mm2
3
Bakaru
Polmas
150kV
50,60
4
Polmas
Parepare
150kV
91,30
ACSR 2X240 mm2
5
Parepare
Suppa
150kV
7,50
ACSR 2X240 mm2
6
Pinrang
Parepare
150kV
26,40
ACSR 2X240 mm2
7
Parepare
Barru
150kV
44,80
8
Parepare
Pangkep
150kV
89,20
ACSR 2X240 mm2
9
Parepare
Sidrap
150kV
18,49
ACSR 2X240 mm2
10
Sidrap
Soppeng
150kV
52,90
11
Soppeng
Bone
150kV
43,27
ACSR 2X240 mm2
12
Sengkang
Soppeng
150kV
35,34
ACSR 2X240 mm2
13
Barru
Pangkep
150kV
44,40
ACSR 2X240 mm2
14
Pangkep
Tello
150kV
44,25
15
Pangkep
Bosowa
150kV
30,42
ACSR 2X240 mm2
16
Bosowa
Tello
150kV
23,67
ACSRZEBRA2x400mm2
17
Tello
Tellolama
150kV
6,20
18
Bone
Sinjai
150kV
110,0
ACSR 2X240 mm2
19
Sinjai
B.Kumba
150kV
68,00
ACSR 2X240 mm2
20
B.Kumba
Bantaeng
150kV
32,00
ACSR 2X240 mm2
21
Bantaeng
Jeneponto
150kV
31,00
22
Jeneponto
Takalar
150kV
52,00
ACSR 2X240 mm2
23
Takalar
Tello
150kV
Sumber:
AP2BPT.PLN(Persero)Unit
Bisnis
SulSelRa 37,30
ACSR 2X240 mm2
24
Takalar
S.Minasa
150kV
26,50
25 5.S.Minasa
Tello Udara Tegangan
150kV
10,90
2X240 Selatan
mm2
Tabel
Konstantan Saluran
Tinggi (SUTT) 150ACSR
kV Sulawesi
ACSR 2X240 mm2
Resistansi(R) Reaktansi(X)
(Ohm/Km)
(Ohm/Km)
Penghantar
ACSR 2X240 mm2
2
0,11830
0,4239
ACSR 240mm
ACSR 2X240 mm2
0,06691
0,40263
ACSR 400mm2
0,03970
0,2720
ACSR 2X240 mm2
Sumber:PT.
PLN2 AP2B Unit Bisnis SulSelRa
ACSR430mm
ACSR 2X240 mm2
ACSRZEBRA2x430mm2
Group Teknik Elektro
ISBN : 978-979-127255-0-6
ACSRZEBRA2x430mm2
TE4 - 7
ACSRZEBRA2x430mm2
Geologi
Mesin
Perkapalan
Gassing
Sipil
ANALISIS
Perhitungan jari-jari jarak sambar dengan metode bola gelinding.
(13)
ISBN : 978-979-127255-0-6
PROSIDING 201 2
Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
.
2
(0,5422) . (18)
2
= 4879.8 kV [8]
Tegangan lebih yang timbul sebesar 4879.8 kV jauh melebihi CFO / V BIL sebesar = 750 kV, perlu diingat
bahwa arus 18 kA merupakan probabilitas 50% hal ini menunjukkan bahwa tidak saja arus sebesar 18 kA atau
lebih yang akan menyebabkan flashover melainkan hampir setiap sambaran langsung ke kawat fasa akan
menimbulkan flashover.
Tegangan lebih akibat sambaran langsung ke menara (tower).
VL = I x RE+L+ VM (3.2)[8]
VL = 6 x 1 + 40 x 20 + 115 = 921 kV
Dari hasil perhitungan di atas diketahui bahwa BIL pada rate tegangan 150 kV pada tabel adalah 500 kV,
sedangkan tegangan lebih akibat sambaran langsung ke menara, sebesar = 921 kV.
Sambaran pada Kawat Tanah
Jumlah Sambaran Petir pada Transmisi Hantaran Udara, dari data yang telah di rangkum maka, dapat diketahui
kerapatan petir dengan persamaan berikut :
Untuk, ht = 35.5m
Jika kawat tanah disambar petir maka arus tersebut sebagian akan dialirkan ke menara. Tegangan yang terjadi
pada menara adalah:
= . +
[kV]
[kV]
Untuk saluran udara 150 kV eksisting, bila terjadi sambaran langsung ke kawat tanah:
I=40 kA(50%)
0.0161xR
L=0.4666 e
Dengan tinggi menarah = 35.5 m, sag kawat tanah s =4,576 m, dan sag kawat fasa = 5,4m maka tinggi rata-rata
kawat tanah dan fasa sebagai berikut :
hg=h 0.667s =35.50.667x4.576= 32.45 m
hR= h 0.667s= 30.73 0.667x5.4= 27.13 m
hS =h 0.667s =26.03 0.667x5.4 =22.43 m
hT= h 0.667s =21.33 0.667x5.4 =17.73 m
jadi, dapat diketahui;
ISBN : 978-979-127255-0-6
Geologi
Mesin
Perkapalan
Gassing
Sipil
Gambar 10. Grafik IKL terhadap Tinggi Menara SUTT 150 kV.
Terlihat pada grafik di atas adalah perbandingan IKL terhadap ketinggian menara yang bervariasi, pada
dasarnya kita ketahui bahwa ketinggian pada suatu menara akan berdampak pada gangguan yang diakibatkan
oleh sambaran petir pada tiap tahunnya. Kita sadar bahwa gangguan yang terjadi disebabkan oleh sambaran
petir tidak dapat untuk ditiadakan tetapi dapat dikurangi gangguan tersebut, dengan menggunakan peralatan
pelindung tambahan. Terkait hal ini maka dipandang perlu adanya pembenahan terhadap sistem propteksi
petir pada SUTT 150 kV sistem Sulawesi-Selatan.
Analisis Sistem Proteksi Petir Pada SUTT 150 kV Sistem Sulawesi Selatan
Adapun beberapa metode yang harus diperhatikan dalam melakukan perbaikan desain proteksi petir yaitu:
1. Sudut perlindungan terhadap sambaran petir
2. Menurunkan angka induktansi (L).
3. Memperbanyak grounding rod. dan
4. Menggunakan tambahan peralatan proteksi petir.
Sesuai dengan standarisasi level proteksi petir dari IEC dengan nomor: 60235-1 pada tabel di bawah ini:
Tabel 6. Level Proteksi Petir IEC 60235-1
ISBN : 978-979-127255-0-6
PROSIDING 201 2
Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
Gambar 13. Menara SUTT 150 kV dengan Menggunakan Rolling Sphere Methode.
ISBN : 978-979-127255-0-6
Geologi
Mesin
Perkapalan
Gassing
Sipil
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat di simpulkan bahwa:
1. IKL disulawesi selatan dengan ketinggian rata-rata menara 35.5 m adalah 0.17984685 [sambaran/ km2tahun].
2. Kerapatan sambaran petir sejak 3 (tiga) tahun terakhir adalah pada bulan Oktober dimana terjadi sambaran
sebanyak 50000000 sambaran yang jenisnya -IC (negative intercloud) yaitu sambaran yang hanya terjadi
di permukaan awan, kemudian 10% dari 10000000 atau 1000000 sambaran yang jenisnya +CG (positive
cloud to ground) dimana disini terjadi sambaran langsung ke bumi. Inilah yang mengindikasikan terjadinya
gangguan pada SUTT yang ada di Sulawesi Selatan.
3. Dari hasil analisis diperoleh, bahwa ketinggian menara saluran udara tegangan tinggi berpengaruh terhadap
gangguan yang terjadi akibat sambaran petir.
4. Dari hasil analisis diperoleh, bahwa metode desain eksisting (Cone protection method) sangat baik
digunakan untuk perlindungan sambaran petir sedangan metode perbaikan desain (Rolling sphere method)
lebih baik lagi karena lebih andal dalam melindungi sambaran petir pada saluran transmisi 150 kV
5. Gangguan akibat sambaran petir tidak dapat untuk ditiadakan melainkan dapat dikurangi gangguan akibat
sambaran petir dengan menggunkan peralatan pelindung tambahan.
SARAN
Diharapkan agar adanya evaluasi pada sistem proteksi pada sistem Sulawesi selatan. Mengingat cuaca di
Sulawesi sendiri tidak menentu.
Dengan memberikan peralatan pelindung tambahan terhadap menara transmisi yang dianggap rawan
terkena sambaran petir, seperti finial air.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Arismunandar, A dan Kuwahaara, S.,(1993). Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jakarta : Pradnya
Paramita, Jilid II.
Hutahuruk, T. S.,1982. Transmisi Daya Listrik ,Bandung : ITB.
SPLN 13: 1978, Perencanaan Saluran Udara 20,66,dan 150 kv.
Hergiawan, I. S.,2008, skripsi Evaluasi sistem proteksi petir (lightning performance) Pada SUTT dan GI
150 kv Batam,Bandung :ITB.
IEC. 60235-1, Level Proteksi Petir.
IEC 62305, Minimal Material Grounding.
Zoro, Reynaldo. 1987. Proteksi Sistem Tenaga I : Proteksi Terhadap Tegangan Lebih pada Sistem Tenaga
Listrik. Bandung: Penerbit ITB.
Hileman, A.R. 1999. Insulation Coordination for Power Sistems. New York: Marcel Dekker, Inc.
Eriksson, A.J. 1987. The Incidence Of Lightning Strikes To Power Lines. IEEE Trans. Pow. Del., 2, pp
859-870.
Zoro, Reynaldo. 1999. Karakteristik Petir Tropis Kasus di Gunung Tangkuban Perahu. Bandung:
Doctoral Dissertation of ITB
Anderson, J.G. 1982. Chapter 12 :Lightning Performance of Transmission Line, ndTransmission Line
Reference Book, 345 kV and Above, 2 ed. Palo Alto, California: Electric Power Research Institute
Razevig, D.V. 1979. High Voltage Engineering. Delhi: Kahnna Publisher
Whitehead, E.R. 1977. Chapter 22 : Protection of Transmission Lines, Lightning Volume 2 Lightning
Protection. London: Academic Press
IEEE Guide for Improving the Lightning Performance of Transmission Lines. IEEE Standard 1243-1997.
June 1997
Barros, M.T.Correia de, et al. Methodologies for Evaluating Lightning Performance of Transmission Lines.
Universidade Tecnica de Lisboa
LAPI ITB. 2002. Studi Pengaman Petir di PT Caltex Pacific Indonesia - Final Report. Bandung.
ISBN : 978-979-127255-0-6