Anda di halaman 1dari 12

2.3.

Konsep Dasar Anemia


2.3.1. Pengertian Anemia
Anemia definisi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
kurangnya mineral FE sebagai bahan yang diperlukan untuk
pematangan eritrosit (Arif Mansjoer, Kapita Selekta, Jilid 2 edisi 3,
Jakarta 1999).
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti
kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya
nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang
mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah
(Doenges,1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan
sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah
normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel
darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods
cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
2.3.2. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi
yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12
dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi
seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan
obat, dan sebagainya.
2.3.3. Kriteria Anemia
Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan
batas hemoglobin atau hematokrit yang dianggap sudah terjadi
anemia.

Batas

tersebut

sangat

dipengaruhi

oleh

usia,jenis

kelamin,dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut.


Batasan yang umum dipengaruhi adalah kriteria WHO pada
tahun 1968.Dinyatakan sebagai anemia bila tedapat nilai dengan
criteria sebagai berikut:
No
1
2
3
4
5

Jenis kelamin/ usia


laki-laki
perempuan dewasa tidak hamil
Perempuan
Anak usia 6-14 tahun
Anak usia 6 bulan-6 tahun

Kadar hemoglobin
Hb <13gr/dl
Hb <12gr/dl
Hb <11gr/dl
Hb <12gr/dl
Hb <11gr/dl

Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit,atau praktik


klinik pada umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai
berikut.
1. Hb <10gr/dl
2. Hematokrit <30%
3. Eritrosit <2,8juta
Pasien dalam kasus menderita anemia akibat defisiensi besi,
padahal tingkat kebutuhan besi (Fe) meningkat dalam masa
pertumbuhan. Akibat kurangnya asupan zat gizi berupa besi yang
penting dalam proses hemopoiesis ini menimbulkan konsekuensi
berbagai gejala klinis yang dialami oleh pasien tersebut. Dalam
laporan ini, penulis membahas perbandingan berbagai jenis anemia,
namun lebih fokus difokuskan kepada anemia defisiensi besi.
2.3.4. Klasifikasi Anemia
1. Anemia mikrositik hipokrom
a. Anemia defisiensi besi.
Untuk membuat sel darah merah diperlukan zat besi (Fe).
Kebutuhan Fe sekitar 20 mg/hari, dan hanya kira-kira 2
mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4
mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB
pada wanita. Anemia ini umumnya disebabkan oleh
perdarahan kronik. Di Indonesia banyak disebabkan oleh
infestasi cacing tambang (ankilostomiasis), inipun tidak
akan menyebabkan anemia bila tidak disertai malnutrisi.
b. Anemia penyakit kronik.
Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia
with reticuloendothelial siderosis. Penyakit ini banyak
dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti
infeksi ginjal, paru (abses, empiema, dll).
2. Anemia makrositik
a. Defisiensi vitamin B12.
b. Defisiensi asam folat.
3. Anemia karena perdarahan.
a. Perdarahan akut

Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup


banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi
beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan kronik.
Pengeluaran darah biasanya sedikit sedikit sehingga tidak
diketahui pasien. Penyebab yang sering antara lain ulkus
peptikum, menometroragi, perdarahan saluran cerna, dan
epistaksis.
4. Anemia hemolitik.
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah
( normal 120 hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia
ini disebabkan karena kelainan membran, kelainan glikolisis,
kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme,
dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.
5. Anemia aplastik.
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk
membentuk sel-sel darah. Penyebabnya bisa kongenital,
idiopatik, kemoterapi, radioterapi, toksin, dll.
(Arif Masjoer, Kapita Selekta, Jilid I edisi 2, Jakarta, 1999).
2.3.5. Manifestasi Klinis
a. Tanda-tanda umum anemia:
1. pucat,
2. takicardi,
3. bising sistolik anorganik,
4. bising karotis,
5. pembesaran jantung.
b. Manifestasi khusus pada anemia:
1. Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral,
infeksi bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.
2. Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl),
telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia,
takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat,
kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak
tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat,
sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada
mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar kuku.

Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang


fungsional.
c. Anemia aplastik : ikterus, hepatosplenomegali.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI,
1985).
2.3.6. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum
atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel
fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati
dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan
memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin
plasma (konsentrasi normal 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan
berdifusi

dalam

glomerulus

ginjal

dan

(hemoglobinuria).
Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kedalam

urin

kerja jantung meningkat

payah jantung
2.3.7. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar Hb.
Kadar Hb <10g/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit ratarata < 32% (normal: 32-37%), leukosit dan trombosit
normal, serum iron merendah, iron binding capacity
meningkat.
2.

Indeks eritrosit

3.

jumlah leukosit dan trombosit

4.

hitung retikulosit

5.

sediaan apus darah

6.

pameriksaan sumsum tulang

7.

Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe

anemia :
a. Anemia defisiensi asam folat

: makro/megalositosis

b. Anemia hemolitik

retikulosit
meninggi, bilirubin
indirek dan

total

naik, urobilinuria.
c. Anemia aplastik

trombositopeni,

granulositopeni,
pansitopenia,

sel

patologik darah tepi


ditemukan
anemia

pada
aplastik

karena keganasan.
(Petit, 1997)
2.3.8. Komplikasi
a.

Cardiomegaly

b.

Congestive heart failure

c.

Gastritis

d.

Paralysis

e.

Paranoia

f.

Hallucination and delusion

g.

Infeksi genoturia

2.3.9. Pengobatan Anemia


Pengobatan anemia tergantung pada penyebabnya:
1. Anemia kekurangan zat besi. Bentuk anemia ini diobati
dengan suplemen zat besi, yang mungkin Anda harus minum
selama beberapa bulan atau lebih. Jika penyebab kekurangan
zat besi kehilangan darah - selain dari haid - sumber
perdarahan harus diketahui dan dihentikan. Hal ini mungkin
melibatkan operasi.
2. Anemia kekurangan vitamin. Anemia pernisiosa diobati
dengan suntikan - yang seringkali suntikan seumur hidup vitamin B-12. Anemia karena kekurangan asam folat diobati
dengan suplemen asam folat.
3. Anemia penyakit kronis. Tidak ada pengobatan khusus untuk
anemia jenis ini. Suplemen zat besi dan vitamin umumnya
tidak membantu jenis anemia ini . Namun, jika gejala menjadi
parah, transfusi darah atau suntikan eritropoietin sintetis,
hormon yang biasanya dihasilkan oleh ginjal, dapat membantu
merangsang produksi sel darah merah dan mengurangi
kelelahan.
4. Aplastic anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat
mencakup transfusi darah untuk meningkatkan kadar sel darah
merah. Anda mungkin memerlukan transplantasi sumsum
tulang jika sumsum tulang Anda berpenyakit dan tidak dapat
membuat sel-sel darah sehat. Anda mungkin perlu obat
penekan kekebalan tubuh untuk mengurangi sistem kekebalan
tubuh Anda dan memberikan kesempatan sumsum tulang
ditransplantasikan berespon untuk mulai berfungsi lagi.
5. Anemia terkait dengan penyakit sumsum tulang. Pengobatan
berbagai penyakit dapat berkisar dari obat yang sederhana
hingga kemoterapi untuk transplantasi sumsum tulang.

6. Anemias hemolitik. Mengelola anemia hemolitik termasuk


menghindari obat-obatan tertentu, mengobati infeksi terkait
dan

menggunakan

obat-obatan

yang

menekan

sistem

kekebalan Anda, yang dapat menyerang sel-sel darah merah.


Pengobatan singkat dengan steroid, obat penekan kekebalan
atau gamma globulin dapat membantu menekan sistem
kekebalan tubuh menyerang sel-sel darah merah.
7. Sickle cell anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat
mencakup pemberian oksigen, obat menghilangkan rasa sakit,
baik oral dan cairan infus untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah komplikasi. Dokter juga biasanya menggunakan
transfusi darah, suplemen asam folat dan antibiotik. Sebuah
obat kanker yang disebut hidroksiurea (Droxia, Hydrea) juga
digunakan untuk mengobati anemia sel sabit pada orang
dewasa.

ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA Ny. S USIA


48 TAHUN P2002 AB100 POST TOTAL ABDOMINAL HISTERECTOMY
(TAH) DAN BILLATERAL SALPHINGO OOPHORECTOMY (BSO)
ATAS INDIKASI MIOMA UTERI H-1 DENGAN ANEMIA
DI RUANG 10 RSUD Dr. SYAIFUL ANWAR MALANG

OLEH :
DEWI NUR AYDA
140903014

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG

PROGRAM DIII-KEBIDANAN
2016

Ekstremitas

: tangan kiri terpasang infus, dan


tidak ada odema baik ditangan
maupun kaki.

1.

Pemeriksaan Penunjang
a. USG
b. Hasil laboratorium lengkap.
2.2.1. IDENTIFIKASI DIAGNOSA/MASALAH POTENSIAL
1. Infeksi.
2. Anemia berat.
2.2.4. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA
1. Perawatan luka bekas operasi.
2. Transfusi darah.
2.2.5. INTERVENSI
Diagnosa
: Ny... umur ... tahun dengan post TAH+BSO atas
Tujuan

indikasi mioma uteri H-1 dengan anemia.


: Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 1x24 jam
diharapkan pasien tidak mengalami infeksi luka
operasi TAH dan BSO dan Hb dalam batas normal.

Kriteria Hasil :
1. Keadaan Umum
2. Kesadaran
3. TTV
a. Tekanan darah
b. RR
c. Suhu
d. Nadi

: Baik.
: Composmentis.
: 100-120/60-80 mmHg.
: 16-24 x/menit.
: 36,5 37,5 0C
: 60-100 x/menit.

Intervensi
1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu.
R/ ibu mengerti dan memahami kondisinya saat ini.
2. Observasi vital sign.
R/ untuk memantau keadaan ibu.
3. Bantu ibu melakukan mobilisasi dini.
R/ untuk membantu ibu agar lekas memulihkan keadaanya.
4. Lakukan transfusi darah sampai Hb 10 gr/dl.
R/ untuk meningkatkan kadar Hb.
5. Anjurkan pasien untuk tirah baring selama dilakukan transfusi.
R/ mengoptimalkan proses transfusi.
6. Lakukan observasi selama proses transfusi.

R/ observasi adanya reaksi transfusi.


7. Berikan larutan NaCl 0,9 % 500 cc 20 tpm setelah transfusi.
R/ untuk merehidrasi.
8. Penatalaksanaan pemberian terapi sesuai advis dokter
a. Ceftriaxone 2x1 gr IV.
b. Cefadroxil 3x500 gr PO.
c. Asam mefenamat 3x500 gr PO.
d. Rob 1x1 tab PO.
9. Pemberian makanan pasca bedah II TKTP seperti bubur sumsum
dan susu.
Rasional : pemberian makanan pasca bedah II TKTP untuk
pengganti makanan pasca bedah I.
2.2.6. IMPLEMENTASI
Untuk melaksanakan perumusan perencanaan yang telah dibuat
mengacu pada diagnosa, masalah dan kebutuhan yang sesuai dengan
kondisi klien saat diberikan asuhan.
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu.
2. Melakukan observasi vital sign.
3. Membantu ibu melakukan mobilisasi pasca operasi.
4. Melakukan transfusi darah sampai Hb 10 gr/dl.
5. Menganjurkan pasien tirah baring selama proses transfusi darah.
6. Melakukan observasi selama proses transfusi.
7. Memberikan larutan NaCl 0,9 % 500 cc 20 tpm setelah transfusi.
8. Memberikan terapi sesuai advis dokter
a. Ceftriaxone 2x1 gr IV.
b. Cefadroxil 3x500 gr PO.
c. Asam mefenamat 3x500 gr PO.
d. Rob 1x1 tab PO.
9. Memberikan makanan pasca bedah II TKTP seperti bubur sumsum
dan susu.
2.2.7. EVALUASI
Dalam hal ini, evaluasi didapatkan dari hasil intervensi dan
implementasi yang kemudian didokumentasikan dalam menggunakan
format SOAP, yaitu :
S

: Hasil subjektif dari ibu setelah dilakukan tindakan.

: Hasil dari tindakan yang telah dilakukan yang berupa data


objektif.

: Diagnose pasien dengan mioma uteri.

: Penatalaksanaan yang berupa mengingatkan untuk minum obat


oral.

DAFTAR PUSTAKA
Callahan MD MPP, Tamara L. 2005. Benign Disorders of the Upper Genital
Tract in Blueprints Obstetrics & Gynecology. Boston:Blackwell
Publishing.
Chelmow,
D.
2005.
Gynecology
Miomectomy.
//www.emedicine.com/med/topic331 9.html.

http:

Crum MD, Christopher P & Kenneth R. Lee MD. 2003. Tumors of the
Myometrium in Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology.
Boston : Elsevier Saunders.
Rayburn WF. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: H. TMA Chalik.
Jakata. Widya Medika.
Manuaba IBG. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi.
Edisi 2. Jakarta : EGC.

Moore JG. 2001. Essensial obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta :


Hipokrates.
Parker WH. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine
Myomas. Volume 87. Department of Obstetrics and gynecology
UCLA School of Medicine. California : American Society for
Reproductive Medicine.
Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau
Miomektomi. Farmacia. Vol III NO. 12. Juli 2004. Jakarta.
Joedosapoetro MS. 2003. Ilmu Kandungan. Wiknjosastro H, Saifudin AB,
Rachimhadi T. Editor. Edisi Ke-2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis:Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta :EGC
Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Arif Mansjoer. dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media Aes Cv
Lapius FKUI.

Anda mungkin juga menyukai