Anda di halaman 1dari 6

DEFINISI

Uji toksisitas subkronis adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan
dengan dosis berulang pada hewan ujitertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji
ini ditujukan untuk mengungkapkan spectrum efek toksik senyawa ujiserta untuk
memperlihatkan apakah spectrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis
(Donatus, 2001)Pengamatan dan pemerikasaan yang dilakukan dari uji ketoksikan
subkronis meliputi :1.
Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak tujuh hari sekali.2.
Masukan makanan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan yang
diukur paling tidak tujuh harisekali.3.
Gejala kronis umum yang diamati setiap hari.4.
Pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali pada awal dan akhir uji
coba.5.
Pemeriksaan kimia darah paling tidak dua kali pada awal dan akhir uji coba.6.
Analisis urin paling tidak sekali.7.
Pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba.(Loomis, 1978)Hasil uji
ketoksikan subkronis akan memberikan informasi yang bermanfaat tentang efek
utama senyawa uji danorgan sasaran yang dipengaruhinya. Selain itu juga dapat
diperoleh info tentang perkembangan efek toksik yanglambat berkaitan dengan
takaran yang tidak teramati pada uji ketoksikan akut. Kekerabatan antar kadar
senyawapada darah dan jaringan terhadap perkembangan luka toksik dan
keterbalikan efek toksik. (Donatus, 2001)Tujuan utama dari uji ini adalah untuk
mengungkapkan dosis tertinggi yang diberikan tanpa memberikan efekmerugikan
serta untuk mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap badan dalam
pemberian berulang (Eatau danKlaassen, 2001)Pengamatan gejala toksis :1.
Pengamatan fisik, perilaku, saluran cerna, kulit dan bulu.2.
Berat badan hewan uji.3.
Asupan makan atau minuman untuk masing-masing hewan uji atau
kelompokhewan uji.1.
Pemeriksaan fungsi organ secara biokimia melalui analisis urin (bobot jenis,
protein total, volume urin,glukosa, bilirubin) dilakukan pada awal dan akhir uji.2.
Pengamatan gejala klinis diperiksa melalui pengamatan fisik dalam jangka waktu
setelah pemejanan tiaphari selama 30 hari.Sasaran uji ini adalah hispatologi
organ (organ-organ yang terkena efek toksik), gejala-gejala toksik, wujud
efektoksik (kekacauan biokimia, fungsional, dan struktural) serta sifat efek toksik.
Selain itu juga batas keamanantoksikologi terutama KETT.Tata cara
pelaksanaannya adalah:1.
Pemilihan hewan uji, dapat digunakan roden (tikus) dan nirroden (anjing),
sebaiknya dipilih hewan ujiyang peka dan memiliki pola metabolisme terhadap
senyawa uji yang semirip mungkin dengan manusia.Disarankan paling tidak satu
jenis hewan uji dewasa, sehat, baik jantan maupun betina. Jumlah yangdigunakan
paling tidak 10 ekor untuk masing-masing jenis kelamin dalam setiap kelompok
takaran dosisyang diberikan.
2.

Pengelompokan, minimal ada empat kelompok uji yaitu 3 kelompok dosis dan 1
kelompok kontrol negatif.Hal ini disebabkan karena untuk regresi minimal
digunakan 3 data sehingga dapat dianalisis hubungandosis dengan efek.3.
Takaran dosis, bergerak dari dosis yang sama sekali tida menimbulkan efek toksis
sampai dengan dosisyang betul-betul menimbulkan efek toksik yang nyata.
Minimal digunakan 3 peringkat dosis degan syaratdosis yang tetinggi sebisa
mungkin tidak mematikan hewan uji tetapi memberi wujud efek toksik yangjelas
(nyata). Sedangkan dosis terendah yang digunakan setingkat dengan ED
50
-nya.4.
Pengamatan, berupa wujud efek toksik atau spektrumnya, semua jenis perubahan
harus diamati.Analisis dan evaluasi hasil:- data berat badan , asupan makanan
dan minuman serta gejala-gelajala klinis digunakan untukmengevaluasi status
kesehatan dan perkembangan patologi hewan uji akibat sediaan uji- hematologi
darah dan urin digunakan untuk mengevaluasi perubahan fungsional sistem organ
sebagaiperwujudan efek toksik
y
KA
SUS
Efek subkronik 2,3,7,8- tetrachlorodibenzo-p-dioxin dan reversibilitas pada tikus
jantan galur Sprague-Dawley.
y
M
ETODE
Tikus jantan galur Sprague-Dawley (berat 200-225 g) dibagi menjadi 7 kelompok
( 1 kelompok untuk kontrol, 6kelompok untuk variasi dosis). Tikus dikandangkan
secara individual dalam kandang stainless steel tertutup dandiberi makan serta
minum secukupnya. Suhu ruang yang dipakai 25
0
C dan kelembaban yang tidak dikontrol.Setelah waktu adaptasi satu minggu,
semua hewan uji diberi dosis oral sekali setiap satu minggu selama 10
minggudengan dosis TCDD atau hanya diberi pelarut saja. Berat badan diukur
setiap minggu dan jumlah kematian dicatat.TCDD dilarutkan dalam minyak jagung
: aseton (95:5) dan dipejankan sebanyak 4 ml/kg. Setiap dosis diberiperlakuan
dengan diinkubasi pada 0 ; 0,2 ; 2,3 ; 11.5 ; 35 ; 70 atau 115 g/kg per minggu
secara berturut-turut.Satu setengah bagian dari tikus pada tiap kelompok
dikorbankan pada minggu ke-10 (satu minggu setelahpemberian dosis terkahir).
Sedangkan tikus yang lainnya dikorbankan pada minggu ke-16. Liver
kemudiandipindahkan dan disimpan dalam suhu -80
()
C untuk analisis biokimia selanjutnya. Darah kemudian dikumpulkan danserumnya
disimpan dengan dibekukan untuk determinasi triptofan dan TT4. Semua hewan
dipuasakan selama 24jam sebelum dikorbankan.
Fraksinasi Subselular
Liver yang dibekukan lalu dihomogenkan dengan Teflon-pestled Potter- Elvehjem
homogenizer dalam tiga volumesukrosa 0,25 M atau dalam 10 volume buffer
potassium phosphate (20 mM, pH 7,0) dalam suhu 0-4
()
C. Semuacampuran disentrifugasi selama 30 menit sebanyak 10.000 putaran (L565 ultracentrifuge). Pellet dibuang dansupernatannya disentrifugasi selama 1 jam
pada 100.000 putaran. Hasil dari supernatan dianggapa sebagia fraksisitosol dan
diukur aktivitas PEPCK-nya, sedangkan pellet yang disuspensikan kembali
digunakan untuk determinasidari aktivitas EROD. Konsentrasi protein dalam
homogenate dideterminasikan menggunakan metode biuret setelahdisolubilisasi
dengan 5, 3 % asam kholat dan ultrasonikasi selama 10 menit. Protein di sitosol

diukur denganmenggunakan metode Bradford menggunakan bovine serum


albumin standar. Pengukuran secara Spektrofotometridengan menggunakan
Shimadzu UV16OU.
A
ktivitas PEPC
K
Aktivitas liver PEPCK dideterminasi dengan menggunakan deoxyguanosine 5diphosphate sebagai substratnukleotida. Supernatant sebanyak 50 L aliquot
digunakan untuk menentukan kandungan protein. Oksaloasetatyang terbentuk
selama reaksi enzimatik dideterminasi dengan reaksi reduksi malat
dehidrogenase dengan adanya
N
ADH. Perubahan pada absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 340nm. Blanko tidak berisi baik bikarbonat maupun
karbon dioksida. Reaksi akan berlangsung selama 5 menit pada23
0
C.
A
ktivitas TdO
Aktivitas TdO diukur berdasarkan Metzler et al. (Metzler et al., 1982). Sampel hati
yang telah dibekukandihomogenasi dalam 10 volume buffer Kalium fosfat
icecold
(20 mM, pH 7,0) Frozen liver yang berisi 2.5 mMtriptofan dan 1.36 mg
methemoglobin per 10 ml. Reaksi dilangsungkan pada suhu 37
0
C selama 40 dan 80 menit dandiakhiri dengan penambahan asam
perklorat/etanol/air (1: 1: 1). Sampel standar berisi 200L L-kynurenine 0,15mM
dan diujikan parallel selama 80 menit. Pembentukan derivate dye-azo diukur pada
560 nm. Aktivitas enzimdikalkulasi berdasarkan absorbansi antara dua jangka
waktu.
Triptofan
Serum triptofan dideterminasi dengan menggunakan HPLC. Serum disiapkan dari
vial berisi darah dan diproteinasidengan penambahan 5% asam trikloroasetat.
Setelah pengenceran dengan 0,01 M buffer asetat pH 4,3, lipiddiekstraksi dengan
menggunakan kloroform dan supernatant diencerkan 140x dengan menggunakan
fase gerakbuffer asetat 0,01 M pH 4,3 dengan 30% methanol. 20 L dari larutan
ini diinjeksikan kedalam kolom fase terbalikZorbax C8 dari Shimadzu SCL 6-A
HPLC yang dilengkapi dengan a RF-535 fluorometrik detector. Kecepatan
aliransebesar 1.2 ml/mm at 30C. larutan triptofan sebanyak 50 ml digunakan
sebagai standar.
TT4
Serum TT4 diukur dengan menggunakan radioimmunoassay.
A
ktivitas EROD
Aktivitas EROD di liver dideterminasi secara fluorometri berdasarkan Dutton dan
Parkinson (Dutton and Parkinson,1989). Konsentrasi protein mikrosom diukur 700
L. Ethoxyresorufin ditambahkan pada sampel sebagai substrat.Reaksi dimulai
dengan penambahan 50 L system
N
ADPH regenerasi dan diinkubasi pada 37C selama 1 jam.Reaksi diakhiri dengan
penambahan aseton icecold, blanko dipreparasi dengan penambahan aseton
pada sistemregenerasi
N
ADPH. Sampel standar diinkubasi tanpa penambahan ethoxyresorutin yang
dipreparasi denganpenambahan 5 dan 20 L secara berturut-turut dari larutan
resorufin 500 PM dalam etilen glikol. Setelah itudisentrifugasi selama 2500 rpm
selama 5 menit, fluoresensi supernatan diukur pada panjang gelombang 535
nm(eksitasi) dan 585 nm (emisi) dengan florometer Shimadxu RF-594.

A
nalisis statistic
Data kelompok control dibandingkan dengan kelompok perlakuan TCDD dengan
two-tailed Students t-test dengansignifikasi
P<
0.05.
A
nalisis data
PemejananTCDD dosis tinggi pada tikus selama 10 minggu menghasilkan gejala
dan kematian yang diharapkan.Terjadi penghambatan peningkatan berat badan
yang tergantung pada empat kelompok dosis tertinggi namun tidakberefek pada
2 kelompok dosis terendah. Aktivitas TdO di hepar menurun pada 2 kelompok
dosis tertinggi denganpeningkatan jumlah serum triptofan. Respon dosis untuk
aktivitas TdO dan level serum triptofan berbandingterbalik. Aktivitas PEPCK
hepatic yang tergantung dosis juga berkurang. Lebih lanjut penurunan respon
dosis TdOdan aktivitas PEPCK dan peningkatan konsentrasi serum triptofan
sangat mirip dengan dosis-respon daripenghambatan subkronik terhadap
peningkatan berat badan. Aktivitas EROD diinduksi bahkan pada dosis
terendahTCDD dan induksi mencapai maksimum sebelum adanya tanda toksisitas
subkronik terjadi. Serum TT4 juga terjadipengurangan dosis tergantung, tapi slope
dan ED yang ditunjukkan pada dosis respon berbeda dengan keduainduksi dari
aktivitas EROD dan toksisitas subkronik berkaitan dengan efek
biokimianya.Setelah
r
ecove
ry
pe
r
iod
selama 6 minggu , baik PPECK dan aktivitas TdO sama dengan level serum
triptofankembali pada nilai kontrol meskipun demikian aktivitas EROD dan setum
TT4 ditunjukkan dengan induksi dosistergantung dan pengurangan secara
berturut-turut meskipun keduanya di geser ke kanan sesuai dengantoksikokinetik.
y
Discussion
Studi toksisitas subkronik ini memberikan tambahan dukungan pada hipotesis
bahwa toksisitas subkronik (multipledose) TCDD dalam berbagai cara, identik
dengan toksisitas akut (dosis tunggal) ketika dosis dikoreksi
untukfarmakokinetik.Dinyatakan secara berbeda, minus dosis kumulatif dari
bagian dosis sudah dihilangkan (= dosis yang tersisa harusdisingkirkan = beban
tubuh) sehingga menentukan toksisitas (Tabel 1). dan terkait biokimia efek TCDD
seperti yangdisarankan oleh Rozman et al. (1993). Sebagai contoh,
penghambatan kenaikan berat badan tidak terjadi sampaitotal dosis sekitar 5-10
g/kg tercapai (Gambar l), dimana pada dosis tunggal TCDD menyebabkan efek
berat badanyang signifikan (Seefeld et al., 1984; Stahl et al., 1992). Demikian
pula, dalam mengurangi aktivitas PEPCK(Gambar 3) dan TdO (Gambar 2) sama
seperti dalam meningkatkan kadar serum triptofan menjadi nyata pada dosisyang
hampir identik (Weber et al., 1991a, b, c, 1992a; Rozman et al., 1991). Induksi
aktivitas EROD didasarkanpada percobaan dosis tunggal (Roth et al., 1988) atau
mendekati dosis total sekitar 5-10 g/kg TCDD setelah 10minggu (Gambar 4).
Setelah masa pemulihan 6 minggu (t =20 hari ), di mana 75% TCDD di dalam
tubuh setelah10 minggu TCDD telah tereliminasi. Induksi aktivitas EROD bersifat
reversible parsial yang dinyatakan denganpergeseran kurva dosis-respons ke
kanan (Gambar 4).Kadar serum IT4 berkurang secara keseluruhan kecuali pada
dosis TCDD yang terendah (Gambar 5). Dosis yangdipilih untuk menimbulkan
sebuah respon dosis, dalam hal ini efek dari TCDD tidak ideal. Hal tersebut
jelasmenunjukkan bahwa tiga dosis tertinggi menyebabkan penurunan secara

maksimal tingkat serum IT4. Oleh karenaitu, dosis-respons untuk efek ini harus
dianggap antara 0,1 dan 10 g / kg dari total dosis TCDD. Faktanya,kekurangan
dari reversibilitas efek total setelah 6 minggu pemulihan (Gambar 6)
menunjukkan bahwa EDso untukdosis-respons ini lebih dekat dengan dosis
kumulatif 1 g/Kg. dimana efek ini sedikit reversible daripada induksiaktivitas
EROD activity. Aktivitas PEPCK and TdO cenderung menunjukkan ke arah
reversibilitas setelah pemulihan6 minggu, walaupun reversibilitas total tidak
terjadi pada dosis kumulatif tertinggi yaitu sebesar 115 g/kg TCDD.Hal ini sesuai
dengan pertimbangan pharmacokinetic yang mengasumsikan bahwa konstanta
waktu paruh, untukpengobatan/cara penyembuhan ini sesuai pada dosis tunggal
12 g/kg dari TCDD, dimana pada dosis terendah padakurva dosis-respon dapat
menghambat aktivitas enzim (Weber et al., 199la,b,c, 1992a,b).Sesuai dengan
reversibilitas dari penurunan aktivitas TDO setelah pemberian dosis TCDD yang
subkronik, kadarserum tryptophan kembali mendekati nilai normal ketika akhir
masa pemulihan 6 minggu.
y
K
ESI
M
PUL
A
N
Percobaan ini mendukung pernyataan dari Rozman et al. (1993) bahwa toksisitas
subchronik dari TCDD mengikutiaturan Habers (Haber, 1924) and Druckreys
(Druckrey and Kiipfmiiller, 1948) untuk kasus khusus dalamtoksikologi ketika dosis
x waktu = konstanta toksisitas yang mendukung pertimbangan farmakokinetik
yang tepatdalam perhitungan.
D
A
FT
A
R PUST
AKA
Donatus, I.A., 2001,
T
oksikologi Dasa
r
, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi,
UGM,YogyakartaLoomis, T.A., 1978,
T
oksikologi Dasa
r
, diterjemahkan oleh Imono Argo Donatos, Edisi III, IKIP Semarang
Press,SemarangEatau, D.L., and Klaassen, C.D., 2001,
Pr
inciple of
T
oxicolog
y,
In Klaassen C.D. (Ed),
Casa
r
ett and Doulls
T
oxicolog
y
:

Th
e Basic Science of
P
oison
,
6
th
Ed., Mc. Graw Hill,
N
ew Yorks

Anda mungkin juga menyukai