Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN

OLEH :
Kelompok 1
1.
2.
3.
4.
5.

Ni Made Ayu Rahayuni


Nyoman Wita Wihayati
Ni Kadek Ariyastuti
I Nyoman Sugiharta Dana
Ni Made Ayu Lisna Pratiwi

(P07120214001)
(P07120214006)
(P07120214007)
(P07120214008)
(P07120214009)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN DENPASAR
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun sebagai tugas untuk mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia (KDM)
Keberhasilan penulis dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari sempurna dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Denpasar, 27 Oktober 2014
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................1
KATA PENGANTAR ...................................................................................2
DAFTAR ISI .................................................................................................3
BAB I

PENDAHULUAN ...... 4

1.1 Latar Belakang .......................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah

................................................................................4

1.3Tujuan ......................................................................................................5
1.4Manfaat ..................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................6
2.1 Konsep Kebutuhan Rasa Aman
2.2 Konsep Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyeri)

. 6-11
11-58

BAB III PENUTUP.......................................................................................59


3.1. Kesimpulan.............................................................................................59
3.2. Saran.......................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................60

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perhatian perawat yang paling mendasar mulai dari sisi tempat tidur hingg
di rumah sampai komunitas adalah pencegahan keselakaan dan cedera serta
membantu individu yang mengalami cedera. Penyebab utama cedera yang
tidak disengaja dan kematian adalah kecelakaan kendaraan bermotor,jatuh,
tenggelam , kebekaran,luka bakar dan keracunan. Perawat harus waspada
terhadap faktor yang mendukung lingkungn aman bagi individu tertentu atau
bagi sekelompok orang di tatanan rumah dan komunitas. Rasa aman menjadi
salah satu fokus perhatian perawat karena rasa aman adalah salah satu
kebutuhan

dasar

yang

harus

dipenuhi

oleh

manusia

untuk

tetap

melangsungkan hidupnya. Rasa aman dan nyaman ini dipaparkan oleh


Maslow bahwa dalam kesehatan terletak hubungan antara kebutuhan dasar dan
kebutuhan tumbuh. Jelas bahwa manusia yang kebutuhan dasarnya seperti rasa
aman dan rasa dicintai tidak terpenuhi akan memiliki energi psikologis yang
kecil yang dapat dikerahkan
Ada banyak permasalahan yang berhubungan dengan kebutuhan
pemenuhan rasa aman, dimulai dari usia bayi, toddler, prasekolah, sekolah,
remaja, dewasa dan lansia. Kebutuhan rasa aman yaitu suatu keadaan bebas
dari segala fisik dan psikologis merupakan salah satu KDM yang harus
dipenuhi, serta dipengaruhi dengan factor lingkungan, Karena lingkungan
yang aman akan secara otomatis kebetuhan dasar manusia terpenuhi.
Seringkali terjadi hal kelainan terhadap klien yang berusia lanjut atau lansia
dikarenakan kurangnya perhatian terhadap klien. Untuk itu sebagai perawat
membri ASKEP (Asuhan Keperawatan) kepada klien yang mengalami
gangguan kebutuhan rasa aman haruslah

bener-bener diperhatikan agar

kebutuhan klien terpenuhi.


1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah konsep kebutuhan rasa aman pada asuhan keperawatan?
1.2.2 Bagaimanakah pengkajian pada kebutuhan rasa aman?
1.2.3 Bagaimanakah konsep kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri) pada asuhan
1.2.4

keperawatan?
Bagaimanakah pengkajian pada kebutuhan rasa (bebas nyeri)?

1.3 Tujuan
Menambah wawasan penulis mengenai asuhan keperawatan dalam hal
kebutuhan rasa aman dan nyaman
1.4 Manfaat
Menambah wawasan penulis mengenai asuhan keperawatan kebutuhan rasa
aman dan nyaman

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kebutuhan Rasa Aman
2.1.1 Pengertian
Keamanan adalah suatu keadaan bebas dari cidera fisik dan psikologis
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi.
Lingkungan pelayanan kesehatan dan komunitas yang aman merupakan hal
penting untuk kelangsungan hidup klien. Perawat harus mengkaji bahaya
yang mengancam keamanan dan lingkunagn selanjutnya melakukan
intervensi.
Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan dasar dan hierarkinya berada
di bawah kebutuhan untuk mengetahui dan memahami.
Pentingnya teori kebutuhan Maslow dalam kesehatan terletak pada
hubungan antara kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Jelas bahwa
manusia yang kebutuhan dasarnya seperti rasa aman dan rasa dicintai tidak
terpenuhi akan memiliki energi psikologis yang kecil yang dapat dikerahkan
untuk memelihara kesehatannya.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kemampuan individu untuk melindungi dirinya sendiri dari cedera
dipengaruhioleh beberapa faktor, seperti usia dan perkembangan, gaya hidup,
mobilitas dan status kesehatan, perubahan sensori-persepsi, kesadaran kognitif,
status psikososial, kemampuan komunikasi, kesadaran terhadap keamanan, dan
faktor lingkungan. Perawat harus mengkaji setiap faktor ini saat mereka
menyusun rencana asuhan keperawatan atau memberi penyuluhan kepada klien
mengenai cara melindungi dirinya sendiri.
1) Usia dan Perkembangan
Individu belajar melindungi diri mereka sendiri dari berbagai cedera melalui
pengetahuan dan pengkajian yang akurat terhadap lingkungan. Anak-anak yang
berjalan kaki ke sekolah belajar untuk berhenti sebelum menyebrang jalan dan
menunggu kendaraan yang akan melintas. Mereka juga belajar untuk tidak
menyentuh kompor yang panas. Bagi individu yang sangat muda, sangat penting
untuk belajar mengenai lngkungan di sekitar mereka. Anak-anak yang hanya dapat
belajar mengenai hal-hal dalam lingkungan yang mungkin berbahaya bagi mereka
lewat pengetahuan dan pengalaman. Individu lanjut usia mungkin mengalami

hambatan pergerakan dan mengalami penurunan ketajaman sensori sehingga


berisiko terhadap cedera.
2) Gaya Hidup
Faktor gaya hidup yang membuat individu berisiko terhadap cedera adalah
lingkungan kerja yang tidak aman, tinggal di lingkungan rawan kejahatan,
kemudahan memiliki senjata dan amunisi, pendapatan yang kurang memadai
untuk membeli perlengkapan keselamatan atau memiliki perbaikan alat tertentu
dan

kemudahan

untuk mendapatkan

obat

terlarang,

yang

juga

dapat

terkontaminasi oleh zat aditif yang berbahaya. Perilaku berisiko merupakan salah
satu faktor dalam beberapa kecelakaan.
3) Mobilitas dan Status Kesehatan
Individu yang mengalami hambatan mobilitas akibat paralisis, kelemahan
otot, dan keseimbangan atau koordinasi yang buruk sangat rentan terhadap cedera.
Klien yang mengalami cedera korda spinal dan paralisis pada kedua kakinya,
mungkin tidak mampu bergerak kendati merasa tidak nyaman. Klien hemiplegi
atau klien yang terpasang gips pada tungkai sering kali memiliki keseimbangan
yang buruk dan mudah jatuh. Klien yang lemah akibat penyakit atau pembedahan
tidak selalu sadar penuh terhadap kondisi mereka.
4) Perubahan Sensori-Persepsi
Persepsi sensori yang akurat terhadap stimulus lingkungan sangat penting
terhadap keamanan. Individu yang mengalami gangguan persepsi peraba,
pendengar, perasa, pencium, dan penglihatan sangat rentan terhadap cedera.
Individu yang tidak melihat dengan baik akan terpeleset mainan atau tidak melihat
kabel listrik. Individu yang tuli mungkin tidak mendengar klakson di jalan, dan
individu yang mengalami gangguan indra pencium mungkin tidak mencium bau
masakan yang gosong atau aroma belerang dari kebocoran gas.
5) Kesadaran Kognitif
Kesadaran merupakan kemampuan untuk merasakan stimulus lingkungan
dan reaksi tubuh serta untuk berespons secara tepat lewat proses pikir dan
tindakan. Klien yang mengalami gangguan kesadaran meliputi individu yang
kurang tidur, individu tak sadar atau semi taksadar, individu yang disorientasi
(individu yang tidak tahu darimana mereka berada atau apa yang harus mereka

lakukan untuk menolong diri merea sendiri). Individu yang merasakan stimulus
yang tidak ada, dan individu yang mengalami hambatan penilalian akibat proses
penyakit atau pengobatan, seperti narkotik, hipnotik, obat penenang, dan sedative.
Klien yang sedikit bingung mungkin sementara lupa di mana mereka berada,
mempertanyakan di mana letak kamar mereka, salah mengenali barang milik
pribadi dan lain sebagainya.
6) Status Emosi
Status emosi yang ekstrem dapat mengganggu kemampuan untuk
merasakan bahaya yang terdapat dalam lingkungan. Situasi yang penuh tekanan
dapat menurunkan tingkat konsentrasi individu, menyebabkan kesalahan
penilaian, dan penurunan kesadaran terhadap stimulus eksternal. Individu yang
mengalami depresi dapat berpikir dan dan bereaksi terhadap stimulus lingkungan
lebih lambat daripada biasanya.
7) Kemampuan Komunikasi
Individu yang mengalami hambatan kemampuan untuk menenrima dan
menyampaikan informasi termasuk klien afasia, individu dengan hambatan
bahasa, dan mereka yang tidak dapat membaca juga berisiko terhadap cedera.
Sebagai contoh, individu yang tidak dapat menerjemahkan tanda dilarang
merokok-Oksigen sedang digunakan dapat menyebabkan ledakan dan kebakaran.
8) Kesadaran terhadap Keamanan
Informasi sangat penting terhadap keamanan. Klien yang berada di
lingkungan asing sering kali membutuhkan informasi keamanan yang spesifik.
Kurang pengetahuan mengenai peralatan asing, seperti tabung oksigen, slang
intravena, dan bantal panas, dapat menimbulkan bahaya. Klien yang sehat harus
mendapat pengetahuan mengenai keamanan air, keamanan dalam mobil,
pencegahan kebakaran, cara mencegah ingesti zat yang berbahaya, dan beberapa
tindakan pencegahan yang berhubungan dengan bahaya pada usia tertentu.
9) Faktor Lingkungan
Rumah yang aman adalah rumah yang memiliki lantai dan karpet yang
terpasang dengan baik, permukaan bath-tub atau shower yang tidak licin alarm
asap yang berfungsi dan dan terletak strategis, serta pengetahuan mengenai rute
penyelamatan diri apabila terjadi kebakaran. Keamanan area luar rumah, seperti

kolam renang harus terjaga dan terpelihara. Pencahayaan yang adekuat, baik di
dalam maupun di luar, meminimalkan kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Di tempat kerja, mesin, sabuk keselamatan kerja dan katrol, serta zat kimia
dapat dapat menimbulkan bahaya. Kelemahan pekerja, polusi suara dan udara,
atau bekerja di ketinggian atau di bawah tanah juga dapat menyebabkan bahaya
okupasional. Lingkungan kerja perawat juga tidak aman. Personel layanan
kesehatan perlu mempertahankan kesadaran akan risiko yang mungkin terjadi.
Cahaya lampu jalan yang adekuat, air yang aman dan pengaturan
pembuangan sampah serta pengaturan sanitasi dalam pembelian dan pengolahan
makanan mempengaruhi komunitas yang sehat dan bebas dari bahaya. Komunitas
yang aman dan terlindungi harus berjuang untuk terbebas dari kebisingan,
kejahatan, kemacetan lalu intas, rumah yang bobrok, atau anak sungai atau
timbunan tanah yang tidak terlindungi. (Kozier, 2010)
2.1.3 Bahaya khusus terhadap keamanan pada setiap kelompok usia
1) Janin yang Sedang Berkembang
Terpajan dengan rokok ibu, konsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat pada
ibu, sinar X (trimester pertama), serta beberapa pestisida.
2) Bayi baru Lahir dan Bayi
Jatuh, sufokasi di tempat tidur, tercekik akibat susu yang teraspirasi atau
benda yang ditelan. Luka bakar akibat terkena air panas atau terkena tumpahan
cairan panas lain, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera di boks (tempat tidur
bayi atau tempat bermain anak-anak), syok listrik, keracunan.
3) Toddler
Trauma fisik akibat jatuh, menabrak benda atau terpootong oleh benda tajam,
kecelakaan kendaraan bermotor, luka bakar, keracunan, tenggelam dan syok
listrik.
4) Prasekolah
Cedera akibat kecelakaan lalu lintas, mainan di taman bermain, dan benda
lain: tercekik, sufokasi, dan sumbatan jalan napas atau saluran telinga oleh benda
asing, keracunan, tenggelam, kebakaran, dan luka bakar, bahaya dari individu lain
atau binatang.
5) Remaja

Kecelakaan kendaraan (bermotor, sepeda). Kecelakaan rekreasi, senjata api,


penyalahgunaan zat.
6) Lansia
Jatuh, luka bakar, dan kecelakaan pejalan kaki serta kecelakaan kendaraan
2.1.4

bermotor.
Pengkajian pada kebutuhan rasa aman
Pengkajian terhadap klien berisiko terhadap kecelakaan dan cedera meliputi
(a) menentukan indikator penting dalam riwayat keperawatan dan pemeriksaan
fisik, (b) menggunakan instrumen pengkajian risiko yang dikembangkan secara

khusus, dan mengevaluasi lingkungan rumah klien.


2.1.4.1 Riwayat Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik
Riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik dapat mengungkap data penting
mengenai praktik keamanan klien terhadap cedera. Data yang perlu dikaji meliputi
usia dan tingkat perkebangan; status kesehatan umum; status mobilitas; ada
tidaknya gangguan fisiologis atau defisit persepsi, seperti pencium, penglihat,
taktil, perasa, atau gangguan sensori lainnya; gangguan proses pikir atau
gangguan kognitif lain atau gangguan kecakapan emosi; penyalahgunaan zat;
semua indikasi penganiayaan atau pengabaian; serta riwayat kecelakaan dan
cedera. Riwayat mengenai keamanan juga harus meliputi kesadaran klien terhadap
bahaya, pengetahuan mengenai tindakan kewaspadaan keamanan di rumah dan di
tempat kerja, dan semua persepsi ancaman terhadap keamanan.
2.1.4.2 Instrumen Pengkajian Risiko
Intrumen pengkajian risiko juga tersedia untuk menentukan klien yang
berisiko terhadap beberapa cedera tertentu, seperti jatuh, atau untuk pengkajian
umum yang penting untuk menjaga klien tetap aman di rumah mereka dan di
tatanan layanan kesehatan. Pada umumnya, instrumen pengkajian ini dapat
mengarahkan perawat untuk mengkaji faktor yang memengaruhi keamanan yang
telah didiskusikan sebelumnya. Instrumen pengkajian tersebut merangkum data
khusus yang terdapat dalam riwayat keperawatan dan memeriksa fisik klien.
Faktor risiko klien dan bahaya lingkungan terhadap jatuh.
2.1.4.3 Pengkajian Bahaya dalam Rumah
Bahaya dalam rumah merupakan penyebab utama jatub, kebakaran,
keracunan, sufokasi, dan kecelakaan lain, misalnya akibat penggunaan peralatan
dan perlengkapan rumah tangga serta alat masak yang tidak tepat (Kozier, 2010).
10

2.2 Konsep Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyeri)


2.2.1 Pengertian
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) megungkapkan
kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu
kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan
telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi
masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang
mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan
sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam
diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna
kehidupan).
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman
eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan
unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah
memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan.
Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah
kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo / hipertermia. Hal ini
disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo / hipertermia merupakan kondisi
yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan
timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan,
bersifat sangat subyektif karena perasaan ini berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya pada orang tersebutlah yang
dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut
adalah pendapart beberapa ahli rnengenai pengertian nyeri:
1. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan
yang memengaruhi seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika
orang tersebut pernah mengalaminya.

11

2. Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu


perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa
menimbulkan ketegangan.
3. Artur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan
menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan
nyeri.
4. Scrumum mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf
dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis maupun
emosional.
Istilah dalam nyeri
1. Nosiseptor : Serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri
2. Non-nosiseptor : Serabut syaraf yang biasanya

tidak

mentransmisikan nyeri
3. System nosiseptif : System yang teribat dalam transmisi dan
persepsi terhadap nyeri
4. Ambang nyeri : Stimulus yang paling kecil yang akan
menimbulkan nyeri
5. Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yang individu
2.2.2

ingin untuk dapat ditahan


Sifat Nyeri
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2. Nyeri bersifat subyektif dan individual
3. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab
darah
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat
perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
5. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti
6.
7.
8.
9.

apa rasanya
Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
Nyeri mengawali ketidakmampuan
Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen
nyeri jadi tidak optimal

Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:


1. Nyeri bersifat individu

12

2.2.3

2. Nyeri tidak menyenangkan


3. Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi
4. Bersifat tidak berkesudahan
Faktor-Faktor Penyebab Nyeri
1. Stimulasi Mekanik
Disebut trauma mekanik adanya suatu penegangan akan
penekana jarinagan
2. Stimulus Kimiawi
Disebabkan oleh bahan kimia
3. Stimulus Thermal
Adanya kontak atau terjadinya suhu yang ekstrim panas yang
dipersepsikan sebagai nyeri 44C-46C
4. Stimulus Neurologik
Disebabkan karena kerusakan jaringan saraf
5. Stimulus Psikologik
Nyeri tanpa diketahui kelainan fisik yang bersifat
psikologis
6. Stimulus Elektrik
Disebabkan oleh aliran listrik

2.2.4

Fisiologi Nyeri
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subyektif nyeri
terhadap empat proses tersendiri: Transduksi, transmisi, modulasi, dan
persepsi.

Transduksi

nyeri

adalah

proses

rangsangan

yang

mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri.


Trasmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat
terinduksi melewati saraf perifer sampai termal di medula spinalis dan
jaringan neoron-neuron pemancar yang naik dan medula spinalis ke
otak. Medulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur
saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri
yang setinggi medula spinalis. Medulasi juga melibatkan faktor-faktor
kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas direseptor
nyeri aferen primer. Akhirnya, persepsi nyeri adalah pengalaman

13

subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas


transmisi nyeri oleh saraf.
2.2.4.1 Mual
Mual dapat dijelaskan sebagai perasaan yang sangat tidak enak
dibelakang tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan
muntah. Terdapat berbagai perubahan aktivitas saluran cerna
yangberkaitan

dengan

mual

seperti

meningkatnya

salivasi,

menurunnya tonus lambung dan peristaltik. Peningkatan tonus


duodenum dan jejenum menyebabkan terjadinya refluks isi dodenum
kedalam lambung. Namun demikian, tidak terdapat bukti yang
mengesankan bahwa inimenyebabkan mual. Tanda dan gejala mual
sering kali adalah pucat, meningkatnya salivasi, hendak muntah,
hendak pingsan, berkeringat, da takikardia.
2.2.5 Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan
subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). (ex: terkena
ujung pisau atau gunting
b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pembuluh Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama
daripada cutaneous. (ex: sprain sendi)
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan
2. Berdasarkan penyebab:
a. Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
b. Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah
diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak
disadari. (Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri
pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
3. Berdasarkan lama/durasinya
a. Nyeri akut. Nyeri akut biasanya terjadinya tiba- tiba dan umumnya
berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik

14

perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan


mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang
secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama
terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya
menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya
terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu
bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai
nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
b. Nyeri kronik. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten
yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini
berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan
sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik.
Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan
dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri
ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan
pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang
sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana
mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan
sendirinya.
4. Berdasarkan lokasi/letak
a. Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya
(ex: cardiac pain)
b. Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan
berasal dari jaringan penyebab
c. Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker
maligna)
d. Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex:
bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena
injuri medulla spinalis
Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua tipe yaitu nyeri adaptif dan
nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan
melindungi organisme dari cedera atau sebagai petanda adanya proses
penyembuhan dari cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses patologis
15

pada sistem saraf atau akibat dari abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi
ini merupakan suatu penyakit (pain as a disease).
Pada praktek klinis sehari-hari kita mengenal 4 jenis nyeri:
1. Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan
jaringan. Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus
karena perlangsungannya yang singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada
stimulus yang cukup kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan
adanya stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi fisiologis vital.
Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri. Contoh: nyeri pada
operasi, nyeri akibat tusukan jarum, dll.
2. Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik
dan pasien dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas
kesehatan. Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
3. Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf perifer
(seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia, radikulopati
lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera medula spinalis,
nyeri pasca stroke, dan nyeri pada sklerosis multipel).
4. Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya
abnormalitas perifer dan defisit neurologis. Nyeri disebabkan oleh respon
abnormal sistem saraf terutama hipersensitifitas aparatus sensorik. Beberapa
kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe ini yaitu fibromialgia, iritable
bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri dada non-kardiak, dan nyeri kepala
tipe tegang. Tidak diketahui mengapa pada nyeri fungsional susunan saraf
menunjukkan sensitivitas abnormal atau hiper-responsifitas (Woolf, 2004).
Nyeri nosiseptif dan nyeri inflamatorik termasuk ke dalam nyeri
adaptif, artinya proses yang terjadi merupakan upaya tubuh untuk

16

melindungi atau memperbaiki diri dari kerusakan. Nyeri neuropatik dan


nyeri fungsional merupakan nyeri maladaptif, artinya proses patologis
terjadi pada saraf itu sendiri sehingga impuls nyeri timbul meski tanpa
adanya kerusakan jaringan lain. Nyeri ini biasanya kronis atau rekuren, dan
hingga saat ini pendekatan terapi farmakologis belum memberikan hasil
yang memuaskan (Rowbotham, 2000; Woolf, 2004).
2.2.6

Stimulus Nyeri
Seseorang dapat Menoleransi menahan nyeri (pain tolerance), atau

dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain


threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di antaranya:
1. Motorik disebabkan karena
a. Gangguan dalam jaringan tubuh
b. Tumor, spasme otot
c. Sumbatan dalam saluran tubuh
d. Trauma dalam jaringan tubuh
2. Thermal (suhu)
Panas dingin yang ekstrim
3. Kimia
Spasme otot dan iskemia jaringan
2.2.7

Pengkajian pada kebutuhan rasa nyaman


Pengkajian pada maslaha nyeriyang dapat dilakukan adalah
adanya riwayat nyeri; keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas
nyeri, kualitas dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan
dengan cara PQRST:
a. P (Pemacu), yaitu faktor yang memengaruhi gawat atau ringannya
nyeri,
b. Q (Quality) dari nyeri, yaitu seperti apakah rasanya tajam, tumpul,
atau tersayat
c. R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri
d. S (severity), yaitu keparahan atau intensitas nyeri
e. T (time), yaitu lama/waktu serangan atau nyeri (A.Aziz Alimul H.,
2009)
Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang bersifat

subyektif dan hanya yang menerimanya yang dapat menjelaskannya.


Tanda-tanda yang menunjukan seseorang mengalami sensasi nyeri:
1) Posisi yang memperlihatkan pasien

17

Pasien tampak takut bergerak, dan berusaha merusak posisi yang


memberikan rasa nyaman
2) Ekspresi umum
a. Tampak meringis, merintih
b. Cemas, wajah pucat
c. Ketakutan bila nyeri timbul mendadak
d. Keluar keringat dingin
e. Kedua rahang dikatupkan erat-erat dan kedua tangan
tampak dalam posisi menggenggam
f. Pasien tampak mengeliat karena kesakitan
3)

2.2.8

Pasien dengan nyeri perlu diperhatikan saat pengkajian adalah

a. Lokasi nyeri
b. Waktu timbulnya nyeri
c. Reaksi fisik/psikologis pasien terhadap nyeri
d. Karakteristik nyeri
e. Faktor pencetus timbulnya nyeri
f. Cara-cara yang pernah dilakukan untuk mengatasi nyeri
Pengkajian pada kebutuhan rasa nyaman
NANDA mencantumkan label diagnosis berikut untuk klien
yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan.

1) Nyeri Akut
2) Nyeri Kronik
Saat menulis pernyataan diagnostik, perawat harus menyebutkan
lokasi (mis., nyeri pergelangan kaki kanan, atau sakit kepala frontal
kiri). Faktor terkait, jika diketahui, juga harus menjadi bagian dari
pernyataan diagnosis dan dapat mencakup faktor fisiologis dan
psikologis. Misalnya selain agens penyebab cedera, faktor terkait
dapat

mencakup

defisiensi

pengetahuan

mengenai

teknik

penatalaksanaan nyeri atau taut akan toleransi obat atau ketagihan


obat.
Contoh aplikasi klinis dari diagnosa ini yang menggunakan
rancangan

NANDA,

NOC,

dan

NIC

ditunjukkan

dalam

mengidentifikasi diagnosis, hasil, dan intervensi keperawatan.


Karena keberadaan nyeri dapat memengaruhi begitu banyak sisi
fungsi seseorang, nyeri mungkin menjadi etiologi dari diagnosis
keperawatan lain. Contoh diagnosis keperawatan tersebut adalah
sebagai berikut:

18

1) Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas yang berhubungan


dengan batuk lemah sebagai akibat sekunder dari nyeri insisi
abdomen pascaoperasi.
2) Keputusasaan yang berhubungan dengan perasaan nyeri yang
berkelanjutan.
3) Ansietas yang berhubungan dengan pengalaman buruk kontrol
nyeri di masa lalu dan antisipasi rasa nyeri yang mungkin
terjadi.
4) Ketidakefektifan Koping yang berhubungan dengan nyeri
punggung

kontinu

berkepanjangan,

ketidakefektifan

penatalaksanaan nyeri, dan ketidakadekuatan sistem pendukung.


5) Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan yang berhubungan
dengan nyeri kronik dan keletihan.
6) Defisit Perawatan Diri yang berhubungandengan kurang
pajanan terhadap sumber informasi
7) Hambatan Mobilitas Fisik yang berhubungan dengan nyeri
artritis di lutut dan sendi pergelangan kaki.
8) Gangguan Pola Tidur yang berhubungandengan peningkatan
2.2.9

persepsi nyeri di malam hari.


Perencanaan
Pembuatan tujuan untuk klien akan bervariasi sesuai dengan
diagnosis dan batasan karakteristiknya. Intervensi keperawatan
spesifik dapat diseleksi untuk memenuhi kebutuhan individual klien.
Contoh aplikasi klinis hasil NOC dan intervensi NIC ditujukan dalam
Mengidentifikasi Diagnosis, Hasil, dan Intervensi Keperawatan.
Merencanakan Kemandirian Lingkungan
Saat membuat perencanaan, perawat perlu memilih upaya
pereda nyeri yang tepat untuk klien, berdasarkan data pengkajian dan
masukan dari klien atau orang pendukung. Intervensi keperawatan
dapat terdiri dari berbagai intervensi farmakologi dan nonfarmakologi.
Membuat perencanaan yang menggabungkan berbagai strategi
biasanya adalah yang paling efektif. Baik di perawatan akut atau di
perawatan di rumah, penting bagi setiap orang yang terlibat dalam
penatalaksanaan nyeri untuk memahami perencanaan perwatan.
Perencanaan harus didokumentasikan dalam catatan klien; pada

19

perawatan di rumah, salinan perencanaan harus diberikan kepada


klien, orang pendukung, dan pemberi perawatan. Keterlibatan klien
dan orang pendukung sangat penting dalam penatalaksanaan nyeri.
Apabila pola dan tingkat nyeri klien dapat diantisipasi atau
sudah diketahui, pemberian analgesik secara teratur atau terjadwal
dapat memberikan kadar serum yang mantap. Pada nyeri akut, ini
memungkinkan untuk dilakukan dalam 24 jam sampai 48 jam pertama
setelah pembedahan saat klien cenderung mengalami nyeri sehingga
memerlukan analgesik oploid. Frekuensi pemberian dapat disesuaikan
untuk mencegah kekambuhan nyeri. Apabila nyeri menetap dan
berkelanjutan, analgesik harus diberikan selama 24 jam (aroud the
clock, ATC), dengan tetap menyediakan tambahan dosis sesuai
kebutuhan (prn) (Herr, 2002). Intervensi nonfarmakologi juga harus
dijadawalkan secara teratur. Keuntungan tambahan menjadwalkan
intervensi adalah klien tidak lama mengalami nyeri dan klien tidak
cemas atau takut nyerinya akan berulang.
Perencanaan Perawatan di Rumah
Dalam persiapan pulang, perawat perlu menentukan kebutuhan
klien dan keluarga, kekuatan dan sumber-sumbernya. Pengkajian
Perawatan di Rumah penyerta menggambarkan pengkajian data
spesifik yang dibutuhkan saat membuat perencanaan pulang. Dengan
menggunakan data pengkajian, perawat menyesuaikan rencana
penyuluhan untuk klien dan keluarganya.
2.2.10 IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASI
Penatalaksanaan nyeri adalah peredaran nyeri atau pengurangan nyeri
sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima klien. Penatalaksanaan
nyeri tersebut meliputi dua tipe dasar intervensi keperawatan : farmakologi dan
nonfarmakologi. Penatalaksanaan keperawatan nyeri terdiri atas tindakan
keperawatan mandiri dan kolobarasi. Secara umum, tindakan noninvasif dapat
dilakukan sebagai sebuah fungsi keperawatan mandiri, sementara pemberian obat
analgesik memerlukan instruksi dokter. Namun, keputusan untuk memberikan

20

obat yang memerlukan resep sering kali dibuat oleh perawat, yang kerap
memerlukan penilaian terkait dengan dosis dan waktu pemberian obat. Secara
umum, kombinasi strategi adalah tindakan terbaik untuk klien yang mengalami
nyeri. Namun terkadang strategi perlu dicoba daan diganti sampai klien
mendapatkan pereda nyeri yang efektif.
Hambatan Penatalaksanaan Nyeri, kesalahan konsep dan bias dapat
memengaruhi penatalaksanaan nyeri. Kesalahan konsep dan bias dapat berupa
sikap perawat atau klien serta defisit pengetahuan. Klien berespons terhadap
pengalaman nyeri berdasarkan budaya mereka, pengalaman pribadi, dan makna
nyeri bagi diri mereka. Bagi banyak orang, nyeri diperkirakan dan diterima
sebagai sebuah aspek normal penyakit. Klien dan keluarga mungkin kurang
memiliki pengetahuan mengenai efek simpang nyeri dan mendapatkan informasi
yang salah mengenai penggunaan analgesik. Klien mungkin tidak melaporkan
rasa nyeri karena mereka mengira tidak ada yang dapat dilakukan, mereka
berpikir bahwa nyeri tidak cukup berat, atau mereka merasa bahwa nyeri dapat
mengalihkan atau merugikan pemberi perawatan kesehatan.
Kesalahan Konsep
Pembenaran
1. Klien mengalami nyeri hebat hanya jika
1. Bahkan setelah pembedahan minor,
mereka menjalani pembedahan mayor.
2. Perawat atau profesional perawat
kesehatan lain adalah orang yang
brwenang atas nyeri klien
3. Pemberian analgesik secara teratur
untuk

nyeri

akan

kecanduan
4. Jumlah kerusakan

menyebabkan

menyertai

adalah

satu-satunya

secara

orang

yang

berwenang terhadap keberadaan dan


sifat nyeri terrsebut
3. Klien tidak mungkin
kecanduan

jaringan

langsung berhubungan dengan jumlah


nyeri
5. Tanda-tanda

klien dapat mengalami nyeri hebat


2. Seseorang yang mengalami nyeri

terhadap

mengalami

analgesikyang

disediakan untuk mengatasi nyeri


4. Nyeri merupakan pengalaman subjektif
dan intensitas serta durasi nyeri sangat

fisiologi
rasa

digunakan
keberadaannya

nyeri

untuk

atau

prilaku
dapat

bervariasi pada setiap individu


5. Bahkan dengan nyeri berat, periode

memastikan

adaptasi fisiologi dan perilaku dapat

dan

terjadi

21

Tabel. Kesalahan Konsep yang umum mengenai nyeri


Hambatan lain dalam efektivitas penatalaksanaan nyeri adalah rasa takut
menjadi ketagihan, terutama jika diresepkan penggunaan opiod jangka panjang.
Rasa takut ini sering kali diyakini oleh perawat dan klien. Penting bagi semua
individu mengetahui perbedan antara toleransi, ketergantungan dan ketagihan.
Faktor kunci dalam penatalaksanaan nyeri :
1. Mengakui dan Menerima Rasa Nyeri Klien. Dasar dari semua strategi
pengurang rasa nyeri adalah perawat menunjukkan kepada klien bahwa
mereka percaya klien mengalami nyeri. Pertimbangan kempat cara
menyampaikan kepercayaan ini :
1. Mengakui secara verbal mengenai keberadaan nyeri. Saya
mengerti bahwa tungkai Anda sangat sakit. Bagaimana
perasaan Anda mengenai rasa sakit tersebut?
2. Dengarkan dengan penuh perhatian semuaa perkataan klien
mengenai nyerinya
3. Sampaikan bahwa Anda mengkaji rasa nyeri klien untuk lebih
memahaminya, bukan untuk menentukan apakah nyeri nyata
atau tidak, misalnya Bagaimana rasa sakit yang Andaa
rasakan sekarang? atau Katakan kepada saya bagaimana rasa
sakit saat ini dibandingkan rasa sakit satu jam yang lalu.
4. Berikan kebutuhan klien secara tepat
2. Membantu Orang Pendukung, orang pendukung seringkali memerlukan
bantuan untuk berespons secara positif kepada klien yang mengalami
nyeri. Perawat dapat membantu mereka dengan memberikan informasi
akurat mengenai nyeri dan memberi kesempatan kepada mereka untuk
mendiskusikan reaksi emosional mereka, yang dapat meliputi rasa marah,
takut, frustasi dan perasaan tidak adekuat. Membuat daftar bantuan yang
dapat diberikan orang pendukung dalam meredakan nyeri klien seperti
memijat punggung klien, dapat menghilangkan perasaan tidak berdaya
mereka dan dapay menumbuhkan sikap lebih positif terhadap pengalaman
nyeri klien. Orang pendukung juga perlu mendapatkan pengakuan verbal
dari perawat mengenai perhatian dan berpartisipasi mereka dalam
perawatan klien.

22

3. Mengurangi

Kesalahan

Konsep

mengenai

Nyeri,

Mengurangi

kesalahan konsep klien mengenai rasa nyeri dan penatalaksanaan sering


kali akan mencegah penguatan nyeri. Perawat harus menjelaskan kepada
klien bahwa nyeri merupakan pengalaman yang sangat bersifat individual
dan bahwa hanya klien yang benar-benar mengalami nyeri tersebut,
walaupun orang lain dapat memahami dan bersikap empati. Kesalahan
konsep juga dapat diatasi jika perawat dan klien mendiskusikan alasan
mengapa nyeri meningkatt atau menurun pada waktu-waktu tertentu.
Misalnya, seorang klien yang mengalami peningkatan rasa nyeri di malan
hari dapatkeliru berpikir bahwa ini merupakn akibat dari makan malam
dan bukan karena keletihan.
4. Mengurangi Rasa Takut dan Ansietas, penting untuk membantu
meredakan komponen emosional, yaitu ansietas atau rasa takut yang
berhubungan dengan nyeri. Saat klien tidak memiliki keesempatan untuk
berbicara mengenai rasa sakit dan rasa takut yang menyertai mereka,
persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri dapat meningkat. Klien dapat
menjadi marah atau mengeluhkan asuhan perawat ketika masalah
sebenarnya adalah keyakinan bahwa nyeri tidak sedang diatasi. Apabila
perawat jujur dan tulus serta memberikan kebutuhan klien secara tepat,
klien akan jauh lebih mungkin mengetahui bahwa perawat mempercayai
bahwa klien sedang

kesakitan

Dengan memberikan informasi akurat, perawat juga dapat


mengurangi rasa takut klien, seperti rasa takut ketagihan atau rasa takut
bahwa nyeri akan terus ada. Memberikan privasi saat klien mengalami
rasa nyeri juga akan membantu banyak klien.
5. Mencegah Nyeri, sebuah pendekatan preventif terhadap penetalaksanaan
nyeri mencakup pemberian tindakan untuk mengatasi sebelum terjadi
nyeri atau sebelum nyeri menjadi semakin berat. Analgesik praemptif
adalah pemberian analgesik sebelum prosedur invasif atau prosedur bedah
dengan tujuan untuk mengatasi rasa nyeri sebelum nyeri terjadi. Misalnya,
memberikan anestesi lokal atau memberikan opioid secara parenteral
kepada klien sebelum operasi dapat mengurangi nyeri
Perawat

dapat

juga

menggunakan

pendekatan

pascaoperasi.

praemptif

dengan
23

menyediakan analgesik 24 jam (around the clock, ATC), dan bukan


analgesik sesuai kebutuhan
6. Penatalaksanaan
Nyeri

Farmakologi,

penatalaksanaan

nyeri

farmakologi mencakup penggunaan opiod ( narkotik), obat-obatan antiinflamasi nonopiod/nonsteroid (NSAIDS) dan analgesik penyerta, atau
koanalgesik.
Analgesik Opiod (narkotik) terdiri dari turunan opium, seperti morfin
dan kodein. McCaffery dan Pasero (1999) menyatakan bahwa istilah opiod
kini lebih digunakan daripada narkotik, yang telah menjadi istilah mutlak.
Narkotik terutama digunakan dalam konteks hukum yang mengacu ke
berbagai zat yang berpotensi disalahgunakan.
Opioid meredakan nyeri dan memberi rasa euforia lebih besar dengan
mengikat reseptor opiat dan mengaktivasin endogen (yaitu, muncul dari
penyebab di dalam tubuh) penekan nyeri dalam SSP. Terdapat beberapa
reseptor opiat, termasuk reseptor mu, delta dan karppa. Reseptor mu paling
sering berhubungan dengan pereda nyeri. Perubahan alam perasaan dan sikap
serta perasaan sejahtera membuat individu lebih nyaman meskipun nyeri tetap
dirasakan.
Terdapat tiga tipe opiod primer :
1. Agonis penuh. Obat opioid murni ini berikatan kuat dengan tempat
reseptor mu, yang menghasilkan hambatan nyeri maksimal, sebuah
pengaruh agonis. Analgesik agonis penuh terdiri atas morfin,
kodein,

meperidin

(Demerol),

proproksifen

(Darvon)

dan

hidromorfin (Dilaudid). Tidak ada tingkat maksimal analgesia


obat-obatan ini, dosisinya dapat ditingkatkan dengab ajeg untuk
meredakan nyeri. Tidak terdapat batasan dosis harian yang
maksimal.
2. Campuran agonis antagonis, Obat analgesik agonis-antagonis
dapat bekerja seperti opioid dan meredakan nyeri (pengaruh
agonis) saat diberikan kepada klien yang tidak menggunakan opiod
murni. Namun, obat ini dapat menghalangi atau menonaktifkan
analgesik opioid lain saat diberikan pada klien yang telah
mendapat opioid murni (pengaruhh antagonis). Obat-obatan ini

24

mencakup dezosin (Dalgan), pentazosin hidroklorida (Talwin),


butorfanol tartrat (Stadol) dan nulbufin hidroklorida (Nubain).
Obat ini menyekat tempat reseptor mu dan mengaktifkan tempat
reseptor kappa. JIka klien tengah mendapatkan agonis mu,
misalnya morfin, untuk nyeri, maka pemberian campuran agonisantagonis akan menghentikan efek morfin dan menningkatkan
nyeri. Obat-obatan ini juga mempunyai kadar dosis maksimal.
Tidak dianjurkan pemakaiannya untuk klien sakit terminal.
3. Agonis sebagian, hal ini memiliki efek maksimal yang
berlawanandengan agonis penuh. Obat ini seperti buprenofrin
(Buprenex) menyekat reseptor mu atau netral di reseptor mu tetapi
berikatan pada tempat reseptor kappa
Saat memberikan analgesik, perawat harus meninjau kembali efek
samping. Semua opioid menyebabkan rasa ngantuk saat pertama kali diberikan,
tetapi dengan pemberian teratur, efek samping ini cenderung berkurang. Opioid
juga dapat menyebabkan mual, muntah, konstipasi dan depresi pernapasan.
Opioid harus digunakan secara hati-hati pada klien yang mengalami masalah
penapasan.
Apabila klien mengalami depresi pernapasan yang bermakna (mis. Turun
dari 18 sampai 12 kali per menit) atau mengalami sedasi berlebihan itu
menandakan dosis yang diberikan berlebihan. Perawat perlu mengkaji tingkat
kesadaran dan frekuensi pernapasan klien untuk data dasar sebelum memberikan
narkotik. Kadar sedasi yang meningkat dapat menjadi tanda peringatan pertama
munculnya depresi pernapasan ( Pasero & McCaffery,2002). Sering kali klien
akan menunjukkan peningkatan sedasi sebelum mereka menunjukkan penurunan
frekuensi dan kedalam pernapasan. Perawat harus mengkaji tingkat sedasi klien
pada saat yang sama dengan pemeriksaan status pernapasan. Pengenalan dini
mengenai

peningkatan

tingkat

sedasi

atau

depresi

pernapasan

akan

memungkinkan perawat untuk mengimplementasikan tindakan yang sesuai


dengan lebih cepat dan tepat (mis. Mendapatkan instruksi untuk menurunkan
dosis opioid). Lansia terutama sensitif terhadap kandungan analgesik opioiddan
sering kali memerlukan lebih sedikit obat dibandingkan klien yang lebih muda.

25

Penentuan dosis equianalgesik, menurut McCaffert dan Pasero (1999),


istilah equianalgesia artinya analgesik yang kira-kira sama dan digunakan saat
merujuk dosis berbagai analgesik opioid yang memberikan pereda nyeri yang
mendekati sama. Saat menetapkan regimen analgesik individu, kadang kala
menguntungkan untuk menyesuaikan dosis dan waktu interval dosis dan rute
pemberia obat yang tepat. Misalnya, jika seorang klien mandapatkan Demerol 100
mg per IM dan mengalami efek merugikan, dosis equianalgesik morfin parenteral
10 mg per 3-4 jam. Apabila perubahan diindikasikan menjadi Dilaudid peroral,
dosis equianalgesik akan menjadi 7,5 mg per 3-4 jam. Penting agar dosis dan
interval antara dosis dititrasi sesuai dengan respons individual.
Skala Sedasi
S

= Tidur, mudah dibangunkan

= Terjaga dan sadar

= Agak mengantuk dan mudah bangun

=Sering mengantuk, dapat dibangunkan, jatuh tertidur selama

percakapan.
4

= Somnolen, respons minimal atau tidak ada respons terhadap

stimulasi fisik.
Efek samping umum dari opoid, upaya preventif/pencegahan dan penatalaksanaan
1. Konstipasi: tingkatkan asupan cairan (mis 6-8 gelas air sehari),
tingkatkan serat dan agens pembentuk massa (mis buah dan sayuran
segar) dalam makanan, tingkatkan regimen olahraga dan berikan
pelunak feses dan jika perlu berikan laksatif ringan
2. Mual dan muntah : informasikan kepada klien bahwa toleransi
terhadap efek emetik ini biasanya muncul setelah beberapa hari
mendapat terapi obat, berikan obat antiemtik sesuai kebutuhan dan
ganti analgenik jika didinndikasikan
3. Sedasi: informasikan kepada klien bahwa toleransi biasanya terbentuk
setelah 3 sampai 5 hari, berikan stimulan
4. Depresi pernapasan: berikan antagonis opioid seperti hidroklorida
(Narcan) samapi pernapasan kembali ke tingkat yang dapat diterima.
Berikan obat secara perlahan melalui rute intravena dengan 10 ml
salin. Pantau klien dan ulangi prosedur jika perlu dan jika klien

26

mendapatkan analgesik intravena yang dikontrol oleh pasien, hentikan


5.

atau perlembat infusi.


Pruritus: berikan kompres dingin, losion dan aktivitas pengalin,
berikan antihistamin serta informasikan kepada klien bahwa toleransi

juga terbentuk terhadap pruritus


6. Retensi Kemih : mungkin perlu memasang kateter kepada klien dan
berikan antagonis narkotik
Nonopioid/NSAIDs. Nonopioid mencakup avitaminofen dan obat anti-inflamasi
nonsteroid

(NSAIDS)

seperti

ibuprofen.

NSAID

memiliki

efek

anti-

inflamasi,analgesik dan antipiretik. Obat-obatan ini meredakan nyeri dengan


bekerja pada ujung saraf tepi di tempat cedera dan menurunkan tingkat mediator
inflamasi serta mengganggu produksi prostaglandin di tempat cedera. Mekanisme
kerja asetaminofen berbeda dari aspirin dan NSAIDS lain. Analgesia tampaknya
terjadi terutama dari mekanisme pusat dan bukandari mekanisme perifer. Tidak
hanya yang diketahui mengenai bagaimana asetaminofen meredakan nyeri
(McCaffery &Pasero,1999:130) . Selain itu tersedia beberapa kombinasi obat
analgesik,

misalnya

opioid

dan

nonopioid

seperti

Tyenol

3,

yang

mengombinasikan asetaminofen dengan 30 mg kodein.


Kandungan analgesik, metabolisme, eksresi dan efek samping masingmasing obat dalam kategori ini sangat bervariasi. Efek samping analgesik
nonopioid tersering adalah pada percernaan, seperti rasa nyeri ulu hati atau salah
cerna. Klien harus diajarkan untuk menggunakan NSAID dengan makanan atau
segelas air. Sebagian NSAID juga mengganggu agregasi trombosit. Disisi lain,
asetaminofen dapat menyebabkan masalah pencernaan. Namun, asetaminofen
dapat menyebabkan hepatotoksisitas dan harus digunakan secara hati-hati pada
klien yang mengalami masalah hati.
NSAID mengurangi dosis opioid yang dibutuhkan jika obat diberikan
bersamaan dan memberikan pereda nyeri yang lebih baik dibandingkan jika kedua
tipe tersebut digunakan secara terpisah. Obat ini harus diresepkan oleh dokter,
semuanya memiliki batasan dosis harian yang maksimal.
Tabel Kesalahan Konsep Mengenai Nonopoid
Kesalahan Konsep
1. Penggunaan NSAIDs harian secara

1. Efek

Pembenaran
samping dari

27

pengunaan

teratur jauh lebih aman dibandingkan

NSAIDs

janga

panjang

secara

penggunaan haploid.

bermakna lebih berat dan mengancam


kehidupan dibandingkan efek samping
dari dosis harian morfin oral atau
opioid lain. Efek samping paling
sering dari penggunaan aploid jangka
panjang adalah konstipasi, sementara
NSAIDs dapat menyebabkan tukak
lambung,

meningkatkan

waktu

perdarahan, dan insufisiensi ginjal.


Asetaminoten
2. Nonopioid seharusnya tidak diberikan
di saat yang sama dengan opioid.

dapat

menyebabkan

hepatoksitositas.
2. Aman memberikan nonopioid di saat
yang

sama.

Memberikan

dosis

nonopioid disaat yan sama dengan


dosis

opioid

tidak

menyebabkan

bahaya yang lebih besar dibandingkan


memberikan dosis di waktu yang
berbeda. Kenyataannya, banyak opioid
yang diabungkan dengan nonopioid
3. Pemberian antacid denan NSAIDs
adalah

metoda

efektif

untuk

mengurangi distress lambung

mis,

Percocet

(oksikodon

dan

asetaminofen)
3. Memberikan antacid dengan NSAIDs
dapat meredakan distress tetapi dapat
konterproduktif. Antacid mengurangi
absorbs
efektivitas
melepaskan

4. Nonopoid adalah analgesic yang tidak


berguna untuk nyeri berat

sehingga

mengurangi

NSAIDs
obat

dengan

dilambung

dan

bukan di usus halus tempat terjadinya


absorbs.
4. Nonopioid

jika

diberikan

secara

tunggal jarang cukup dapat meredakan


nyeri berat, tetapi merupakan bagian

28

penting dalam perencanaan analgesic


total. Sebuah prinsip dasar terapi
analgesic

adalah;

kapanpun

nyeri

cukup berat sehingga memerlukan


5. Distress

lambung

(mis.,

nyeri

opioid, harus dipertimbangkan untuk

abdomen) merupakan indikasi dari

menambah nonopioid.
5. Sebagian besar klien yang memiliki

tukak lambung yang diindikasi dari


tukak lambung yang diinduksi oleh
NSAID.

lesi di lambung tidak memiliki gejala


sampai

terjadi

perdarahan

perforasi.
Dari tabel tersebut, memuat daftar kesalahan konsep yang umum mengenai
nonopioid.
Analgesik Penyerta. Sebuah analgesic penyerta adalah sebuah obat yang
bukan dibuat untuk pengunaan analgesic tetapi terbukti mengurangi nyeri kronik
dan kadang kala nyeri akut, selain kerja utamanya. Misalnya, sedative ringan atau
penenang dapat membantu mengurangi ansesietas, stress, dan ketegangan
sehingga klien dapat tidur dengan baik dimalam hari. Antidepresan digunakan
untuk mengatasi ganguan depresi atau gangguan alam perasaan yang mendasari
tetapi dapat juga meningkatkan strategi nyeri yang lain. Antikonvulsan, biasanya
diresepkan untuk mengatasi kejang, dapat berguna dalam mengendalikan
neuropati yang menyakitkan seperti herpes zoster (shingles) dan neuropati
diabetik.
Beberapa obat (mis., Vicodin) mengandung opioid dan nonopioid. Perawat
perlu mengetahui hal ini agar dapat memberikan obat dengan aman dan untuk
melengkapi instruksi saat pulang yang berkaitan dengan kombinasi obat ini.
Pemberian Plasebo
Plasebo adalah setiap obat atau prosedur, termasuk pembedahan, yang
berpengaruh pada klien karena tujuan implisit atau eksplisitnya dan bukan karena
kandungan fisik atau zat kimia spesifiknya. (Mccaffery dan Pasero,1999).
Plasebo dapat digunakan sebagai sebuah pengaruh dalam riset untuk mempelajari
pengaruh obat yan baru. Naun penting untuk diingat bahwa subjek dalam studi
penelitian perlu memberikan persetujuan berdasarkan informasi dan menetahui
bahwa placebo dapat diberikan. Di sisi lain, penggunaan plasebo untuk mengkaji

29

atau

keberadaan atau sifat nyeri memunculkan pertanyaan etik yang serius dan
tantangan bagi perawat dalam kaitannya dengan Kode Etik American Nurses
Association (tucker, 2001). Sebuah respons positif terhadap dosis placebo tidak
mengindikasikan berkurannya rasa nyeri secara nyata melainkan hanya
menunjukkan realita efek placebo, yang dapat diperkirakan terjadi pada 30% atau
lebih pada suatu populasi (McCaffery & Pasero, 1999). Karena placebo gagal
meredakan nyeri bagi banyak oran maka direkomendasikan bahwa pengunaan
placebo yang menyesatkan dianggap layak dalam penatalaksanaan nyeri
(American Pain Society, 1999)
Rute Pemberian Opiat
Opioid sejak dulu telah diberikan melalui rute oral, subkutan, intramuscular, dan
intravena. Selain itu, metoda terbaru pemberian opiat telah dikembangkan untuk
menghindari kemungkinan hambatan yang terjadi dengan rute tradisional ini.
Contohnya adalah terapi obat transnasal dan transdermal, infusi subkutan
berkelanjutan, dan infuse intraspinalis.
Oral. Pemberian opiate melalui oral tetap menjadi rute pemberian obat pilihan
karena kemudahannya, karena durasi kerja sebaian besar opiate adalah sekitar 4
jam, individu yang mengalami nyeri kronik harus dibangunkan beberapa kali
selama malam hari untuk meminum obat pereda nyerinya. Untuk menghindari
masalah ini, bentuk morfin yang kerjanya panjang atau lepas-lambat dengan
durasi 8 jam atau ebih telah dibuat. Dua contoh orfin yang bekerja dalam waktu
lama adalah MS contin dan Oramorph SR. klien yang mendapatkan morfin yang
bekerja lama juga dapat memerlukan dosis penyelamatan prn analgesic lepascepat seperti fentanyl sitrat (Actiq) transmukosa oral yang berkerja pendek untuk
melanjutkan penggunaan obat secara oral.
Nasal. Pemberian obat transnasal memiliki keuntungan yaitu kerja obat menjadu
cepat karena absorbsi langsung melalui vascular mukosa nasal. Agens yang biasa
digunakan adalah campuran agonis-antagonis butorfanol (Stadol) untuk sakit
kepala akut.
Transdermal. Terapi obat transdermal menguntungkan karena mengantarkan kadar
plasma obat yang relatif stabil dan tidak bersifat invasive. Fentanyl (Duragesic)

30

adalah sebuah opioid yang baru-baru ini tersedia dalam bentuk koyok kulit
dengan dosis bervariasi. Obat tersebut memberikan hantaran obat sampai 72 jam.
Rektal. Beberapa opiast kini tersedia dalam bentuk supositoria. Rute rektal
terutama berguna untuk klien yang menalami disfagia (sulit menelan) atau mual
dan muntah. Analgesic oral, dengan perkecualian analesik lepas-lambat, dapat
dihancurkan , dilarutkan dalam air, dan diberikan melalui rectum (McCavery &
Pasero, 1999, hlm.205), analgesic lepas-lambat tidak bleh di hancurkan saat
diberikan. Obat-obatan seperti oksikontin dan MS Contin dibuat untuk bekerja
sampai 12 jam. Apabila obat tersebut dihancurkan dan diberikan kepada klien,
efek akan meningkat pada 1-2 jam pertama, dan kemudian obat tersebut tidak
banyak memberikan pereda nyeri untuk sisa periode 12 jam.
Subkutan. Walaupun rute subkutan (SC) telah digunakan secara luas untuk
memberikan opoid, teknik lain menggunakan kateter subkutan dan pompa infuse
untuk memberikan narkotik melalui infuse subkutan berkelanjutan (CSCI). CSCI
terutama sangat membantu klien (a) yan rasa nyerinya tidak dapat dikontrol
dengan baik dengan mengunakan obat oral, (b) yan mengalami disfagia atau
obstruksi gastrointestinal, atau (c) yang memiliki kebutuhan untuk menggunakan
narkotik parental secara berkepanjangan. CSCI mencakup penggunaan pompa
kecil, berlampu, yang dioperasikan denan baterai yang memberikan obat melalui
jarum kupu-kupu bernomor 23 atau 25. Jarum dapat dimasukkan ke dalam dada
anterior, area subklavikula, dinding abdomen, bagian luar lengan atas, atau paha.
Mobilitas klien dipertahankan dengan pemasangan tas bahu atau sarung untuk
tempat menyimpan pompa. Frekuensi perubahan tempat berkisar dari 3-7 hari.
Karena pemberi perawat keluarga harus mengoperasikan pompa dan juga
mengubah dan merawat tempat injeksi, perawat perlu memberikan instruksi yang
tepat. Pemberi perawatan harus mampu untuk:

Menggambarkan bagian dasar dan symbol sistem


Mengidenfikasi cara untuk memastikan apakah pompa bekerja.
Mengganti baterai
Mengganti obat
Mendemonstrasikan cara menghentikan dan memulai pompa
Mendemonstrasikan perawat slang, perawatan tempat injeksi, dan
penggantian tempat injeksi.

31

Mengidentifikasi tanda-tanda yang menunjukkan kebutuhan untuk

mengganti tempat injeksi.


Menguraikan perawatan pompa secara umum saat klien berjalan, mandi,

tidur atau bepergian.


Mengidentifikasi tindakan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
masalah ketika alarm berbunyi.

Intramuskular.Rute intramuscular (IM) adalah rute yang paling jarang dipilih


untuk pemberian opioid karena absorpsi yang beragam, nyeri saat pemberian, dan
kebutuhan untuk mengulangi pemberian opioid setiap 3 sampai 4 jam.
Intravena.Rute intravena (IV) menyediakan pereda nyeri yang efektif dan cepat
dengan sedikit efek samping.Analgesik dapat diberikan melalui bolus IV atau
dengan infusi berkelanjutan yang dikontrol oleh klien dengan menggunakan
mesin analgesia yang dikontrol klien (PCA) yang ditempatkan di samping tempat
tidur.
Intraspinal.Metode pemberian yang semakin popular adalah infusi opiat ke
dalam ruang epidural atau intratekal (subaraknoid). Analgesik intraspinal bekerja
secara langsung pada reseptor opiate di kornu dorsalis medulla spinalis. Dua obat
yang biasa digunakan adalah morfin sulfat dan fentanyl yang bebas
pengawet.Keuntungan utama dari terapi obat intraspinal adalah bahwa obat ini
menimbulkan efek sedatif lebih kecil dibandingkan opiate sistemik.Ruang
epidural paling sering digunakan karena duramater bekerja sebagai sawar
pelindung melawan infeksi, termasuk meningitis. Karena kateter epidural berada
di epidural dan bukan di pembuluh darah, infusi yang epidural berkelanjutan dapat
dihentikan selama beberapa jam dan dimulai kembali tanpa khawatir kateter akan
tersumbat (McCaffery & Pasero, 1999, hlm. 37).
Analgesik intraspinal dapat diberikan melalui tiga metode:
1. Bolus. Untuk beberapa prosedur bedah (mis. Seksio sesaria), bolus tunggal
dapat memberikan kontrol nyeri yang cukup sampai 24 jam. Setelah ini,
klien dapat diberika analgesik per oral atau IV. Beberapa lembaga hanya
mengizinkan dokter anestesi atau perawat anestesi yang melakukan infusi
epidural atau memberikan sebuah bolus. Periksa kebijakan lembaga.
2. Infusi kontinu yang diberikan melalui pompa. Pompa dapat eksternal
(untuk nyeri kronik).

32

3. Analgesik epidural yang dikontrol oleh pasien (PCEA, atent-controlled


epidural analgesia). Analgesik epidural yang dikontrol oleh pasien
diberikan oleh klien dengan menggunakan sebuah pompa. Ini sama dengan
analgesik yang dikontrol pasien yang kecepatan dasarnya dapat memenuhi
kebutuhan analgesik klien. Jika tidak, klien dapat menekan sebuah tombol
untuk mengalirkan dosis yang telah ditetapkan. PCEA sering kali
digunakan untuk mengatasi nyeri akut pascaoperasi, nyeri kronik, dan
nyeri kanker yang tidak tertahankan. Dokter anestesi atau perawat anestesi
memasukkan sebuah jarum ke dalam ruang intratekal atau epidural dan
memasukkan sebuah kateter

melalui jarum. Kateter dihubungkan ke

selang yang kemudian diposisikan di sepanjang tulang belakang dan di


atas bahu klien agar perawat dapat mengaksesnya. Keseluruhan kateter
dan selang diplester dengan aman untuk mencegah tercabut.
Anastesi lokal berkelanjutan.Pemberian anestesi lokal yang bekerja lama
melalui subkutan secara berkelanjutan ke dalam anus ke dekat tempat
pembedahan adalah sebuah teknik yang kinin digunakan untuk memberikan
kontrol nyeri pascaoperasi.Teknik ini digunakan untuk beragam prosedur
bedah meliputi antroplasti lutut, histerektomi abdomen, perbaikan hernia, dan
mastektomi (Pasero, 2000, hlm. 22).
Dokter bedah memasukkan sebuah kateter ke bawah jaringan subkutan
dan bagian atas otot di dekat atau di dalam tempat luka bedah.Sebuah balutan
transparan memfiksasi kateter.Klien diberikan dosis beban anastesi lokal
sebelum dimulai infusi berkelanjutan.Kateter dihubungkan ke sebuah pompa
infusi yang diatur sesuai kecepatan yang diprogramkan dokter. Pompa infusi
mungkin sama dengan tipe yang digunakan untuk analgesik per IV atau
epidural, atau mungkin pompa sekali pakai jika klien akan melanjutkan
penanganan di rumah setelah ia pulang dari rumah sakit.
Intervensi keperawatan untuk klien yang mendapat infusi anastesi lokal
yang berkelanjutan adalah:

Lakukan pengkajian nyeri dan dokumentasi setiap 2 sampai 4 jam saat


klien terjaga.

33

Periksa keutuhan balutan setiap jadwal dinas. Balutan biasanya tidak


diganti untuk mencegah tercabutnya kateter. Hubungi dokter jika

balutan menjadi longgar.


Periksa tempat kateter. Tempat kateter harusnya bersih dan kering.
Kaji tanda-tanda toksisistas anestesi lokal pada klien (mis, sakit
kepala, suara berdengung di telinga, rasa logam di mulut, kesemutan,

atau bebas pada bibir, gusi, atau lidah) (Pasero, 2000 hlm. 22-23)
Beri tahu dokter mengenai tanda-tanda tksisitas anestesi lokal. Apabila
dideteksi sejak awal, terapi yang tepat dapat dimulai dan komplikasi
yang serius dapat terhindarkan.

Analgesik yang Dikontrol Pasien


Analgesik yang dikontrol pasien (PCA) adalah sebuah metode interaktif dalam
penatalaksanaan nyeri yang memungkinkan klien mengatasi nyerinya dengan
memberikan dosis analgesik secara mandiri (McCaffery & Pasero, 1999). Rute
oral untuk PCA adalah yang paling banyak dgunakan, tetapi rute subkutaneus,
intavena, dan epidural kini semakin banyak digunakan.Metode terapi PCA
meminimalkan perubahan dramatis efek puncak sedasi dan lembah nyeri yang
terjadi dengan metode tradisional pemberian dosis sesuai kebutuhan.Dengan rute
parentral, klien memberikan dosis narkotik yang telah ditentukan sebelumnya
dengan menggunakan pompa infusi elektronik.Ini memungkinkan klien untuk
mempertahankan tingkat peredaan yang lebih konstan meskipun memerlukan
lebih sedikit obat untuk pereda nyeri.Analgesik yang dikontrol pasien dapat secara
efektif digunakan klien yang mengalami nyeri akut yang terkait dengan insisi
bedah, cedera traumatik, atau peralinan dan pelahiran, serta untuk nyeri kronik
seperti kanker.Pada beberapa keadaan PCA digunakan bahkan ketika klien tidak
mampu memulai dosis dengan menekan tombol, selama pemberi perawatan
berkeinginan untuk menerima tanggung jawab; misalnya, saat klien dalah seorang
bayi atau batita atau terganggu secara fisik atau kognitif.Ini telah diistilahkan
sebagai analgesik yang dikontrol keluarga.
Dokter meresepkan dosis, rute dan frekuensi analgesik dengan klien yang
memasukkan obatnya.Baik di lingkungan rumah sakit akut, klinik ambulasi, atau
perawatan di rumah, perawatan bertanggung jawab untuk memberi petunjuk
tentang penggunaan PCA dan untuk pemantauan terapi secara berkelanjutan.Nyeri

34

klien

harus

dikaji

pada

interval

teratur

dan

penggunaan

analgesik

didokumentasikan dalam catatan klien.


Pompa analgesik yang dikontrol pasien dirancang dengan mekanisme
pengaman yang menyatu untuk mencegah kelebihan dosis, dan pencurian narkotik
pada klien.efek merugikan paling bermakna adalah depresi pernafasan dan
hipotensi; namun ini jarang terjadi. Walaupun rancangan pompa PCA bervariasi,
semuanya mempunyai gambaran pelindung yang sama. Slang pompa PCA,
pompa tipe spuit, biasanya dimasukkan ke dalam pintu injeksi di slang cairan IV
primer. Saat klien ingin sebuah dosis analgesik, mereka dapat menekan sebuah
tombol yang melekat pada pompa infusi dan dosis yang telah ditentukan.Sebuah
interval pengunci dapat diprogram (biasanya 10-15 menit) setelah dosis, sehingga
dosis tambahan tidak dapat diberikan bahkan jika klien menekan tombol.
Memungkinkan juga untuk memprogram dosis maksimal yang dapat diberikan
dalam periode beberapa jam (biasanya empat jam). Banyak pompa yang mampu
memberikan analgesik dengan kecepatan dasar, atau dengan infusi berkelanjutan
yang lambat, untuk memberikan analgesik terus-menerus selama waktu istirahat
dan tidur.
Berikut contoh proses keperawatan Penatalaksanaan Nyeri dengan Pompa
Analgesik yang Dikontrol-Pasien (PCA)
Tujuan
Untuk meningkatkan kontrol nyeri
Untuk menurunkan kebutuhan opioid
Untuk memfasilitasi keterlibatan klien dalam mengendalikan nyeri
PENGKAJIAN
Kaji

Nyeri (Intensitas, lokasi, penyebaran, faktor terkait, faktor pencetus, dan

faktor pereda)
Alergi klien
Tanda-tanda vital dasar
Pemahaman klien mengenai pompa
PERENCANAAN

35

Delegasi
Alat
Memulai dan menjaga pompa PCA memerlukan

penerapan pengetahuan keperawatan, teknik

aseptic, berpikir kritis, dan pemberian zat

terkontrol dan oleh karena itu, tidak

didelegasikan kepada staf bantu yang belum


memiliki izin. Perawat dapat menginformasikan

program)
Pompa PCA dan slang

yang tepat
Manual operasional untuk

staf bantu yang belum memiliki izin mengenai


efek terapi yang dituju dan efek samping spesifik

Sarung tangan bersih


Paket pemasangan IV
Kateter IV
Slang IV primer
Cairan IV primer (per

dari pengobatan dan mengarahkan staf bantu

pompa spesifik yang akan

yang belum memiliki izin untuk melaporkan

digunakan
Lembar kerja PCA
Obat-obatan yang telah

observasi klien yang spesifik (mis, nyeri tidak

berkurang) kepada perawat untuk tindak lanjut.

dicampur

Staf bantu yang belum memiliki izin tidak boleh

yang benar

dalam

spuit

memberikan sebuah dosis (menekan tombol)


untuk klien.
IMPLEMENTASI
Persiapan
Sebelum memulai terapi PCA, tentukan faktor-faktor yang dapat menjadi
kontraindikasi penggunaan (mis, gangguan status mental, gangguan status
pernapasan), jumlah narkotik yang disebutkan dalam instruksi, parameter dosis bolus
dan dosis infusi berkelanjutan, tipe cairan primer dan kecocokan cairan IV primer dan
obat PCA dalam slang yang sama. Hitung:

Dosis bolus awal berdasarkan jumlah milligram obat per militer cairan
Dosis per pemberian bolus intermiten
Batas penghentian infusi obat 4 jam

Pastikan obat telah dicampur dengan jumlah pelarut yang dibutuhkan


Kerja

36

1.
2.
3.
4.

Jelaskan kepada klien mengenai tujuan dan pengoperasian PCA


Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi lain yang tepat
Berikan privasi kepada klien
Persiapkan klien;
Periksa tanda pengenal klien
Apabila sebelumnya belum dikaji, periksa tanda-tanda vital dasar
5. Siapkan slang IV primer dan cairan
Kenakan sarung tangan bersih
Pasang slang IV ini akan mengamankan akses vena
6. Siapkan slang infusi PCA sesuai dengan instruksi pabrik
Lepaskan tutup pengaman dari penyuntik (batang suntikan) dan dari

vial obat yang telah dicsmpur sebelumnya.


Masukkan jarum suntik ke dalam vial obat
Hilangkan udara berlebih dari vial dengan mendorong penyuntik ke

dalam vial
Hubungkan slang PCA ke penyuntik
Persiapkan slang PCA ke titik penghubung Y
Klem slang di atas penghubung Y, untuk mencegah pemberian bolus

yang tidak disengaja dan membilas slang primer dengan narkotik


Tempatkan penyuntik yang telah terhubung dengan vial di dalam

mesin PCA sesuai dengan instruksi operasional


7. Hubungkan slang infusi PCA ke slang cairan primer
Hubungan slang PCA ke slang cairan primer di tempat penghubung Y
(klem harus tetap tertutup pada slang IV primer dan slang PCA)
8. Persiapkan slang di bawah penghubung Y dengan cairan IV primer yang
sesuai
9. Berikan dosis beban
Setel pompa untuk waktu berhenti bekerja pada nol menit
Setel volume yang akan diberikan berdasarkan volume dosis yang

dihitung untuk dosis beban


Injeksikan dosis beban dengan menekan tombol pengontrol dosis

beban
10. Setel parameter pengaman untuk infusi pada pompa PCA sesuai dengan
instruksi pabrik, misalnya;
Batasan volume dosis. Ini akan membatasi jumlah obat yang dapat

diterima klien saat klien menekan tombol pengontrol


Interval berhenti bekerja antara setiap dosis. Interval berhenti bekerja
secara umum antara 5 dan 12 menit. Ini menyetel waktu minimal yang

harus dilalui sebelum klien dapat menerima dosis obat berikutnya.


Batasan 4 jam. Setel batasana dosis 4 jam sesuai dengan yang
37

disebutkan pada instruksi. Ini adalah gambaran keamanan tambahan


untuk membatasi jumlah obat yang diberikan dalam 4 jam.
11. Kunci mesin
Tutup pintu pompa
Lihat setiap petunjuk digital atau alarm yang

mungkin

mengindikasikan bahwa mesin tidak disetel dan buat perbaikan sesuai


kebutuhan.
Kunci mesin dengan kunci.
12. Mulai infusi
Lepaskan klem pada penghubung Y dan tekan tombol mulai untuk
memulai infusi
Tempatkan tombol pengontrol klien dalam jangkauan
13. Pantau tanda-tanda vital klien, tingkat sedasi, pengontrolan nyeri, dan efek
samping.
Pantau status klien setiap 2 jam selama 24 jam sampai 36 jam pertama
setelah infusi dan setelah itu secara teratur, bergantung pada kesehatan
klien dan protocol lembaga.
14. Pantau infusi
Verifikasi parameter PCA yang benar.
Observasi tempat IV untuk mengetahui adanya tanda-tanda infiltrasi

dan phlebitis
Inspeksi adanya tekukan pada slang yang dapat menghambat aliran

slang
Catat jumlah total dosis dan milligram yang diterima
15. Dokumentasikan semua informasi yang relevan
Catat permulaan PCA, penetapan dosis, dosis yang diterima, intensitas
nyeri, dan semua pengkajian. Lihat protokol lembaga.
EVALUASI
Lakukan tindak lanjut yang tepat;

Status nyeri
Frekuensi dan karakter pernapasan
Jumlah obat yang digunakan
Frekuensi pemakaian
Efek samping yang dihadapi dan respons terhadap penatalaksanaan efek
samping.
Hubungan dengan hasil sebelumnya, jika tersedia, dan laporkan adanya
penyimpangan dari nilai normal yang signifikan kepada dokter.

Penatalaksanaan Nyeri Nonfarmakologi


38

Penatalaksanaan

nyeri

nonfarmakologi

terdiri

atas

berbagai

strategi

penatalaksanaan nyeri fisik dan kognitif perlaku.Intervensi fisik mencakup


stimulasi kutaneus, imobilisasi, stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS), dan
akupunktur.Intervensi

pikiran-tubuh

(kognitif-perilaku)

meliputi

aktivitas

distraksi, teknik relaksasi, imajinasi, meditasi, umpan balik biologis, hypnosis,


dan sentuhan terapeutik.
Intervensi Fisik
Tujuan intervensi fisik mencakup menyediakan kenyamanan, mengubah respons
fisiologis, dan mengurangi rasa takut yang berhubungan dengan imobilitas akibat
rasa nyeri atau keterbatasan aktivitas.
Stimulasi Kutaneus
Stimulasi kutaneus dapat memberikan peredaan rasa nyeri sementara yang
efektif.Stimulasi kutaneus mendistraksi klien dan memfokuskan pada stimulus
taktil, mengalihkan dari sensasi menyakitkan, sehingga mengurangi persepsi
nyeri. Stimulus kutaneus juga dipercaya dapat; (a) menghasilkan pelepasan
endorphin yang menghambat transmisi stimulus nyeri dan (b) menstimulasi
serabut saraf sensorik A-beta berdiameter besar, sehingga menurunkan transmisi
impuls nyeri melalui serabut A-delta dan C yang lebih kecil. Teknik stimulasi
kutaneus terdiri dari:

Pijat
Aplikasi panas atau dingin
Akupresur
Stimulasi kontralateral

Stimulasi kutaneus dapat diberikan secara langsung ke area yang sakit, proksimal
dari nyeri, distal dari nyeri, dan kontralateral (sisi berseberangan) dari
nyeri.Stimulasi kutaneus dikontraindikasikan di area kulit yang terluka.
Pijat
Pijat adalah tindakan kenyamanan yang dapat membantu relaksasi, menurunkan
ketegangan otot, dan dapat meringankan ansietas karena kontak fisik yang
menyampaiakan perhatian.Pijat juga dapat menurunkan intensitas nyeri dengan
meningkatkan sirkulasi superfisial ke area nyeri.Pijat dapat melibatkan punggung
dan leher, tangan dan lengan, atau kaki.Penggunaan salep atau obat gosok dapat

39

meredakan nyeri sendi atau otot secara lokal.Pijat dikontraindikasikan di areal


kulit yang terluka.
Aplikasi Panas dan Dingin
Mandi air hangat, bantalan panas, kantung es, masase es, kompres panas atau
dingin, dan mandi rendam hangat atau dingin secara umum meredakan nyeri dan
meningkatkan penyembuhan jaringan yang terluka.
Akupresur. Akupresur dikembangkan dari system penyemuhan akupuntur
cina kuno. Terapis menekankan jari pada titik-titik yang berhubungan dengan
banyak titik-titik yang berhubungan dengan banyak titik yang digunakan dalam
akupuntur.
Stimulasi kontralateral, stimulasi kontralateral dapat dicapai dengan menstimulasi
kulit di area berlawanan dengan area yang sakit (mis., menstimulasi lutut kiri jika
nyeri berada di lutut kanan). Area kontralateral dapat digaruk karena gatal,
dimasase karena kram, atau diberi kompres dingin atau salep analesik. Metode ini
terutama berguna jika area yang menyakitkan tidak dapat disentuh karena
hipersensitif, tidak dapat diakses karena terpasang gips atau perban, atau jika nyeri
dirasakan di bagian tubuh yang telah tidak ada (nyeri bayangan).
Imobilisasi. Mengimobilisasi atau membatasi pergerakan bagian tubuh yang
menyakitkan (mis,. Artritis sendi, trauma ekstremitas) dapat membantu mengatasi
episode nyeri akut. Bebat atau alat penyangga harus menahan sendi pada posisi
fungsi yang optimum dan harus digerakkan secara teratur sesuai dengan protocol
lembaga guna memberikan latihan pergerakkan sendi. Imobilisasi berkepanjangan
dapat menyebabkan kontraktur sendi, atrofi sendi, dan masalah kardiovaskular.
Oleh karena itu, klien harus didorong untuk berpartisipasi dalam aktivitas
perawatan diri dan tetap aktif sebisa mungkin.
Stimulasi Saraf elektrik Transkutaneus. Stimulasi saraf elektrik transkutaneus
(TENS) adalah sebuah metode pemberian stimulasi elektrik bervoltase rendah
secara langsung ke area nyeri yng telah teridentifikasi, ke saraf tepi yang
memsarafi area nyeri, atau di sepanjang kolumna spinalis. Unit TENS terdiri dari
alat portable yang dioperasikan dengan baterai dengan kawat utama dan bantalan
elektroda yang distempelkan ke area kulit yang terpilih. Stimulasi kutaneus dari
unit TENS diperkirakan mengaktifasi serabut saraf berdiameter besar yang

40

mengatur transmisi impuls nosiseptif di system saraf tepid an system saraf pusat
(menutup gerbang nyeri), menghasilkan penurunan nyeri. Stimulasi ini dapat
juga menyebabkan pelepasan endorphin dari pusat system saraf pusat. Pengunaan
TENS dikontraindikasikan untuk klien yang menggunakan alat pemacu jantung,
klien aritmia, atau area kulit yang terluka.
Distraksi, Distraksi menjauhkan perhatian seseorang dari rasa nyeri dan
mengurangi persepsi rasa nyeri. Dalam beberapa keadaan, distraksi dapat
membuat klien benar-benar tidak menyadari rasa nyeri. Misalnya, seorang klien
yang pulih dari pembedahan dapat tidak merasakan adanya nyeri saat menonton
pertandingan sepak bola di televise, walaupun nyeri terasa kembali saat
pertandingan berkahir.
Terapi Infasif Nonfarmakologi
Blok saraf adala ganguan kimia pada jaras saraf, yang terjadi dengan memasukkan
asestesi local ke dalam saraf. Blok saraf digunakan secara luas selama perawatan
gigi. Obat yang disuntikkan menghambat jaras saraf dari gigi yang sakit, sehingga
menghentikan transmisi impuls saraf ke otak. Blok saraf sering kali digunakan
untuk meredakan nyeri akibat cedera medulla spinalis, masalah punggung bawah,
bursitis, dan kanker. Kadang kala digunakan penyekat alcohol. Namun, ini akan
menghancurkan serabut saraf dan akibatnya secara umum hanya digunakan untuk
menyekat/memblok perifer, karena serabut saraf perifer beregenerasi.
Jaras konduksi nyeri dapat rusak karena dipotong dengan pembedahan.
Karena pemotongan ini sifatnya permanen, pembedahan hanya dilakukan sebagai
upaya terakhir, secara umum untuk nyeri yang tidak terkendali. Beberapa prosedur
bedah dapat dilakukan. Kordotomi menghilangkan nyeri dan sensasi suhu di
bawah bagian spinotalamik dari saluran anterolateral yang dipotong yang biasanya
dilakukan untuk nyeri di tungkai dan batang tubuh. Rizotomi memotong akar
saraf anterior atau posterior siantara ganglion dan cord. Gangguan di akar saraf
motoric anterior menghentikan pergerakan spasmodif yang menyertai para plegia.
EVALUASI
Tujuan yang dibuat dalam fase perencanaa dievaluasi sesuai dengan hasil spesifik
yang diharapkan. Untuk membentuk proses evaluasi, lembar catatan atau buku
harianklien dapat membantu. Daftar atau catatan harian selama satu minggu dapat

41

dibuat dalam bentuk yang sama untuk masing-masin klien. Misalnya, kolom
terdiri dari hari, jam, awitan nyeri, dan durasi yang nyeri yang dapat dibuat untuk
membantu klien dan menentukan efektifitas strategi pereda nyeri. Apabila hasil
akhir tidak tercapai, perawat dank lien perlu mengeksplorasi alasannya sebelum
memodifikasi rencana asuhan. Peraat dapat mempertimbangkan pertanyaan
berikut:

Apakah sudah diberikan analgesi yang memadai? Apakah klien akan


memperoleh keuntungan dari perubahan dosis bat atau perubahan interval

waktu pemberian dosis obat?


Apakah keyakinan dan nilai klien mengenai terapi nyeri dipertimbangkan?
Apakah klien merendahkan pengalaman nyeri karena beberapa alasan?
Apakah instruksi yang tepat telah diberikan untuk menghilangkan

kesalahan konsep menenai penatalaksanaan nyeri?


Apakah klien dan orang pendukung memahami instruksi mengenai teknik
penatalaksanaan nyeri?

2.2.11 Evaluasi
Tujuan yang dibuatdalam fase perencanaan dievaluasi sesuai
dengan hasil spesifik yang diharapkan, yang juga dibuat dalam fase
perencanaan. Untuk membantu proses evaluasi, lembar catatan atau
buku harian klien dapat membantu. Daftar atau catatan harian selama
satu minggu dapat dibuat dalam bentuk yang sama untuk masingmasing klien. MIsalnya, kolom terdiri dari hari, jam, awitan nyeri,
aktivitas sebelum nyeri, upaya peredaan nyeri, dan durasi nyeri yang
dapat dibuat untuk membantu klien dan perawat menentukan
efektivitas strategi pereda nyeri.
Apabila hasil akhir tidak tercapai, perawat dan klien perlu
mengeksplorasi alasannya sebelum memodifikasi rencana asuhan .
Perawat dapat mempertimbangkan pertanyaan berikut:
1) Apakah sudah diberikan analgesik yang memadai? Apakah klien
akan memperoleh keuntungan dari perubahan dosis obat atau
perubahan interval waktu pemberian dosis obat?
2) Apakah keyakinan dan nilai klien mengenai terapi nyeri
dipertimbangkan?
42

3) Apakah klien merendahkan pengalaman nyeri karena beberapa


alasan?
4) Apakah intruksi yang tepat telah diberikan untuk menghilangkan
kesalahan konsep mengenai penatalaksanaan nyeri?
5) Apakah klien dan orang pendukung memahami intruksi
mengenai teknik penatalaksanaan nyeri?
6) Apakah klien telah mendapatkan dukungan yan memadai dari
orang terdekat?
7) Apakah kondisi fisik klien berubah, sehingga membutuhkan
modifikasi intervensi?
8) Perlukan strategi inervensi pilihan dievaluasi kembali?
TINJAUAN KASUS
I.

PENGKAJIAN

Tanggal MRS

Tanggal pengkajian

24 Juli 2010

jam 12.30 WIB

26 Juli 2010

jam 11.30 WIB

1. Data Subyektif
1. Identitas Pasien
Nama

: Tn. K

Umur

: 49 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status Marital

: Menikah

Suku Bangsa

: Indonesia / Jawa

Alamat

: Betek Mojoagung

Pekerjaan

: Swasta
2. Penanggung Jawab

Nama

: Ny. K

Umur

: 45 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Status

: Istri

Pekerjaan

: Swasta

43

1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri di bagian perut bawah sebelah kanan
2. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan sakit perut karena kurang nafsu makan, sakitnya seperti di
tusuk-tusuk. Pasien sakit perut di sebelah kanan bagian bawah, skala nyeri
menurut Maxwell 3, nyeri pasien bertambah, sehingga pada tanggal 24 Juli 2010
pada jam 12.30 WIB pasien dibawa ke RSUD Jombang.
2. Riwayat Kesehatan yang Lalu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular, menurun dan
menahun.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu psaien mengatakan keluarganya tidak pernah menderita penyakit menurun dan
menular dalam keluarga.
2.Data Obyektif
K/U

: Lemah

Kesadaran : Composmentis
1. TTV
TD

: 130/90 mmHg

: 82 x/menit

: 36,5 oC

RR

: 24 x/menit
2. Riwayat kesehatan sekarang

: Banyaknya aktivitas, kurangnya istirahat

: Tersayat

: Kepala

: Berat (8-9)

: Lama nyeri 3 hari

Pemeriksaan fisik (Head to too)


1. Kepala

44

Inspeksi : Bentuk simetris, rambut hitam, tidak ada benjolan


Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan


2. Mata

Inspeksi : Simetris, conjungtiva pucat, mata gawong, sklera merah


3. Hidung
Inspeksi : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada polip
4. Mulut
Inspeksi : Bibir kering, gigi agak kotor, mulut bau dan tidak ada gigi palsu
5. Telinga
Inspeksi : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran, tidak
ada alat bantu pendengaran
6. Leher
Inspeksi : Tidak ada odema, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
7. Dada
Inspeksi

: Simetris, tidak ada benjolan

Palpasi

: Tidak ada oedema, ada nyeri tekan bagian tengah

Auskultasi : Tidak ada wheezing dan ronchi, pernafasan vesikuler normal (24
x/menit)
Perkusi

: Suara dada sonar

1. Abdomen
Inspeksi

: Tidak ada benjolan, tidak ada lesi (luka)

Auskultasi : Bising usus normal (30 x/menit)


Palpasi

: Turgor kulit, abdomen lunak, ada nyeri tekan

Perkusi

: ympani

2. Genetalia
Inspeksi

: Tidak terpasang kateter, bersih

3. Integumen
Inspeksi

: Warna sawo matang, kering, kurang bersih

Palpasi

: Tidak ada odema, turgor kulit normal

4. Ekstremitas
Ekstremitas Atas

45

Inspeksi : Simetris, tidak ada odema, terpasang infus di tangan kanan (infus Rl
dengan 7 tetes/menit)
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Simetris, tidak ada odema, tidak ada kelumpuhan
Perkusi : Reflek patella (+/+)
Kekuatan Otot
AKA

AKI

5
5

5
5

BKA

BKI

Keterangan :
AKA : Atas Kanan,

BKA : Bawah Kanan

AKI

BKI : Bawah Kiri

: Atas Kiri,

1. Tidak dapat mengangkat sama sekali


2. Dapat mengangkat, tapi tidak begitu tinggi
3. Dapat mengangkat, tetapi tidak dapat menahan beban
4. Dapat mengangkat, dapat menahan beban harus di sanggah
5. Dapat mengangkat dan dapat menahan beban yang ada
1. Pola fungsi kesehatan
1. Persepsi terhadap kesehatan

Pemakai rokok / tembakau

Pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah merokok

Pemakai alkohol

Pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan


terlarang

Pola makan yang di sukai, pantangan, dan tidak di sukai pasien

1. Pola aktifitas dan latihan

46

AKTIVITAS
Mandi
Berpakaian
Berdandan
Mobilisasi ditempat tidur
Pindah
Merapikan tempat tidur
Keterangan :

Di rumah
Di rumah sakit
skor
skor
0 1 2 3 4 0
1
2
3 4

0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : perlu bantuan orang lain
3 : perlu bantuan orang lain dan alat
4 : bergantung dan tidak mampu
1. Pola istirahat dan tidur
Di rumah

: Siang + 2 jam, dengan kualitas tidur cukup nyenyak

Malam + 6-7 jam, dengan kualitas tidur cukup nyenyak.


Di rumah sakit : Tidak tentu, karena pasien di rumah sakit merasa nyeri perut
bagian bawah sebelah kanan, sehingga pasien di rumah sakit merasa teranggu,
kualitas tidur berkurang dari pada di rumah
2. Pola nutrisi
Di rumah

: Makan 3 x/hari, porsi sedang (nasi, lauk, sayur)

Minum 6 7 gelas/hari (air putih)


Di rumah sakit : Makan 2 semdok sering mungkin selama 1 hari (bubur halus,
sayur, daging)
Minum 6 7 gelas/hari air putih
3. Pola eliminasi
Di rumah

: BAK : 5 6 x/hari, warna kuning, agak keruh dan bau khas

BAB : 3 x/hari, warna kuning, lembek dan bau khas


Di rumah sakit : BAK : 4 x/hari (warna kuning dan bau khas)
BAB : 3 x/hari (warna kuning, lembek dan bau khas)
4. Personal Hygiene

47

Di rumah

: Mandi 2 x/hari, gosok gigi 2 x/hari, keramas 1 x/3 hari, ganti

baju dalam dan pakaian 1 x 2 hari


Di rumah sakit : Belum pernah mandi, hanya diseka pagi dan sore hari (hanya
bagian luar) sampai dengan (kaki dan wajah) belum pernah gosok gigi dan
keramas, ganti pakaian 1 x/hari
5. Keadaan Spiritual
Pasien mengatakan selalu berdoa agar cepat sembuh
6. Keadaan Psikososial
Pasien mengatakan merasa gelisah dengan keadaan sekarang
7. Keadaan Sosial dan Budaya
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan tetangga baik
Data Penunjang

Hasil Laboratorium

HEMATOLOGI
CELL DYN

HASIL

NILAI NORMAL

Hemoglobin

10,4

11,4 17,7 g/dl

Leukosit

7.000

4.700 10.300 /cmm

Hematokrit

34,8

37 48 %

Eritrosit

4.260.000

L : 4,5 5,5 / P : 4 -5 jt/ul

- Trombosit

466.000

150.000 350.000 / cmm

LED

29/53

0 20 /jam

KIMIA KLINIK
-

Glukosa sewaktu

116

< 140 mg/dl

Billirubin T

0,93

0,3 1,0 mg/dl

Billrubin D

0,37

< 0,25 ng/dl

SGOT

68

< 38 u/l

SGPT

29

40 u/l

Kreatinin serum

1,17

L < 1,5; P < 1,2 mg/dl

Urea

16,5

10 50 mg/dl

5,37

3,6 7,0 mg/dl

- Asam urat
IMUNOLOGI

48

HBS Ag (RPHA)

- Anti HBS (RPHA)

Positif

Negatif

Terapi pengobatan
-

Infus Rl di tangan kiri (7 tetes/menit)

Ranitidin

2 x 1 (1 ampul)

Acran

3 x 1 (1 ampul)

Hepa Q

3 x sehari

Cefotaximo

3 x 1 (1 ampul)

Myamit

3 x 1 tablet/oral

II.

ANALISIS DATA

Data
Ds : Pasien mengatakan nyeri

Etiologi
Pembesaran hepar yang

Masalah
Gangguan rasa

bagian bawah sebelah kanan

mendesak organ lain

nyaman nyeri

Do : kesadaran composmentis
K/U lemah
TTV : TD : 120/80 mmHg
: N : 85 x/menit
S

: 37,3 oC

RR : 24 x/menit
Pemeriksaan fisik
Mata

: conjungtiva pucat

Cornea : bintik-bintik
Mulut : mukosa bibir kering
-

Terpasang infus Rl di tangan

kanan
-

Pola nutrisi

Makan : 2 sendok/sehari
Minum : 6-7 gelas/sehari
-

Hasil laboratorium

Hemoglobin 10,4

49

III.

RENCANA KEPERAWATAN

Nama

: Tn. K

Gangguan rasa nyaman nyeri ditandai dengan


Dx : pasien megatakan nyeri pada perut bawah bagian kanan
Do : K/U lemah
- Wajah pasien menyeringai
- Ada nyeri tekan pada perut bagian kanan bawah
-

Sklera kuning

- Abdomen kembung
-

Perut bagian kanan sedikit membesar

Skala nyeri 3 maxwell

Kuku kuning

Pasien memgangi perutnya

TTV : TD : 120/80 mmHg


: N : 85 x/menit
RR : 20 x/menit
S

: 37,5 oC

Setelah di lakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan gangguan rasa nyaman (nyeri)


dapat berkurang dengan kriteria
-

pasien mengatakan nyerinya berkurang

ekspresi wajah pasien tenang tidak meringis kesakitan

skala nyeri 1 (maxwell)

pasien dalam keadaan tenang

keadaan umum pasien membaik


1. HE (health education)

lakukan pendekatan dengan pasien dan keluarganya

jelaskan tentang penyakit yang diderita pasien


1. Tindakan mandiri

Ajarkan keluarga pasien dikompres perutnya dengan air hangat

Ajarkan pasien untuk latihan dengan teknik distraksi

Memposisikan pasien senyaman mungkin

50

1. Observasi
-

Observasi TTV

Skala nyeri
1. kolaborasi dengan tim medis

IV.
Nama

IMPLEMENTASI
: Tn. K

Masalah : gangguan rasa nyaman nyeri pada perut bagian bawah sebelah kanan
Tanggal
Jam No
Action
26 Juli 2010 14.00 1 Melakukan pendekatan pada pasien

Respon
1. keluarga pasien dan pasien

dan keluarga dengan cara 3S (senyum, ramah serta kooperatif


14.30 2

sapa, sentuh)
Melakukan tindakan TTV dengan hasil 2. pasien bersedia untuk
:

diperika dan kooperatif

TD : 120/80 mmHg
N : 75 x/menit
S
14.40 3

14.45 4

: 36,5 oC

RR : 24 x/menit
Melakukan monitoring terhadap

3. pasien memperhatikan dan

nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien

mau bekerja sama dengan

Membantu pasien dalam kebersihan

perawat
4. keluarga pasien bersedia

badan, mulut, rambut dan kuku

menceritakan makanan yang


dikonsumsi oleh pasien baik
di rumah maupun di rumah

15.00 5

Membantu pasien makan dalam

sakit
5. pasien bersedia dan

15.15 6

jumlah sedikit tapi sering


Memberitahu pasien untuk istirahat

memperhatikan perawat
6. pasien kooperatif dan

yang cukup

memenuhi permintaan

Memberikan dan menyiapkan terapi

perawat
7. pasien merasa tenang dan

obat sesuai advis dokter / tim medis

kooperatif

15.30 7

51

Ranitidin

11 gr(Inj.) 1 ampul

Acran

11 gr(Inj.) 1 ampul

Infus Rl 7 tetes/menit

Cefotaxime 31 gr tablet oral

Caprob

21 ampul/IV drip

Tomit

21 ampul/IV drip

Tanggal
Jam No
Action
27 Juli 2010 07.00 1 Melakukan pendekatan pada pasien
08.00 2

Respon
1. pasien dan keluarga

dan keluarga dengan cara 3S


Melakukan observasi TTV :

kooperatif
2. pasien bersedia diperika

TD : 130/90 mmHg

dan kooperatif

: 37 oC

N : 82 x/menit
08.15 3

RR : 24 x/menit
Melakukan dan merapikan tempat

3. pasien merasa nyaman dan

08.30 4

tidur pasien
Menyajikan makanan dalam porsi

rileks
4. pasien bersedia dan

sedikit tapi sering

bekerja sama dengan baik

09.00 5

serta keluarga
Menyiapkan dan memberi obat sesuai 5. pasien kooperatif dan
tetapi tim medis yaitu

merasa nyaman

Acran 11 gram (inj) 1 ampul


09.30 6

Ranitidin 11 gram (inj) 1 ampul


Memberitahu pasien untuk istirahat

6. pasien kooperatif

yang cukup
V.

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama : Tn. K
No Tanggal
Dx keperawatan
1
26-07- Gangguan rasa nyaman
2010

nyeri

Perkembangan
: pasien mengatakan nyeri pada perut

O : K/U lemah

52

Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 120/90 mmHg
N : 79 x/menit
RR : 24 x/menit
S

: 36,5 oC

Terpasang infus Rl dan transfusi porsi makan : 2


sendok sesering mungkin
A : masalah teratasi sebagian
P

: intervensi dilanjutkan

- Mengkaji skala nyeri


- Observasi TTV
- Laksankan program pengobatan
- Acran 31 gr
2

27-07- Gangguan rasa nyaman


2010

nyeri

- Ranitidin 21 gram (1 inj)


S : pasien mengatakan nyeri berkurang
O : K/U lemah
Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N : 80 x/menit
S

: 36 oC

RR : 22 x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P

: intervensi dilanjutkan

- Mengkaji skala nyeri


- Observasi TTV
- Laksankan program pengobatan
- Ranitidin 31 gram (1 inj)
- Acran 31 gr
- terpasang infus Rl saja porsi makan 2 sendok tapi
sering

53

28-07- Gangguan rasa nyaman


2010

nyeri

: pasien mengatakan nyeri berkurang, nafsu

makan bertambah sedikit


O : K/U lemah
Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 130/90 mmHg
S

: 37 oC

N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P

: intervensi dilanjutkan

- Mengkaji skala nyeri


- Observasi TTV
- Laksankan pengobatan
- Acran 31 gram (injk)
- Ranitidin 21 gram (injk)
4

29-07- Gangguan rasa nyaman


2010

nyeri

- Deksal 21 gram (injk)


S : pasien mengatakan nyeri berkurang, nafsu
makan bertambah sedikit
O : K/U membaik
Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 120/90 mmHg
N : 78 x/menit
S

: 37 oC

RR : 24 x/menit
Terpasang infus RL porsi makan sudah banyak
A : masalah teratasi sebagian
P

: intervensi dilanjutkan

- Mengkaji status nyeri


- Observasi TTV
- Laksankan pengobatan

54

- Acran 31 gram (injk)


- Ranitidin 21 gram (injk)
VI.

EVALUASI

No Tanggal / Jam
Diagnosis Keperawatan
Evaluasi
1 29 Juli 2010
Gangguan rasa nyaman nyeri S : Pasien mengatakan nyerinya
sudah berkurang
O : Keadaan umum : lemah
Kesadaran composmentis
GCS : 4, 5, 6
Tanda-Tanda Vital
TD

: 130/90 mmHg

: 37 oC

: 80 x/menit

RR

: 24 x/menit

A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan pasien
pulang

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keamanan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang
dipaparkan oleh Maslow. Keamanan adalah suatu keadaan bebas dari cidera
fisik dan psikologis merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
harus dipenuhi . Pentingnya teori kebutuhan Maslow dalam kesehatan
terletak pada hubungan antara kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Jelas
bahwa manusia yang kebutuhan dasarnya seperti rasa aman dan rasa dicintai

55

tidak terpenuhi akan memiliki energi psikologis yang kecil yang dapat
dikerahkan

untuk

memelihara

kesehatannya.Faktor-faktor

yang

mempengaruhi rasa aman individu antara lain usia dan perkembangan, gaya
hidup, mobilitas dan status kesehatan, perubahan sensori-persepsi,
kesadaran kognitif, status psikososial, kemampuan komunikasi, kesadaran
terhadap keamanan, dan faktor lingkungan.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah
memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan.
Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah
kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo / hipertermia. Hal ini
disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo / hipertermia merupakan kondisi
yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan
timbulnya gejala dan tanda pada pasien
3.2 Saran
Sebagai seorang perawat kita harus memahami betul tentang asuhan
keperawatan kebutuhan rasa aman dan nyaman. Disamping dapat
menambah ilmu dan pengetahuan kita,. Mahasiswa dapat memperlakukan
pasien secara aman dan nyaman sehingga dapat mencapai hasil medikasi
yang optimal.

56

DAFTAR PUSTAKA
Kozier dkk, 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
Salemba Medika.
Hamzah, Faizal. 2013. Kdk1 : Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyeri). (Online:
http://mochfaizalhamzah.blogspot.com/2013/11/kdk1-kebutuhan-rasanyaman-bebas-nyeri.html diakses tanggal 27 Oktober 2014 pukul 18.35)
Anonimus. 2012. Laporan Pendahuluan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.
Yogyakarta.

(Online

http://thelostamasta.blogspot.com/2012/05/laporan-

pendahuluan-kebutuhan-rasa-aman.html diakses pada tanggal 27 Oktober


20.23)

57

Anda mungkin juga menyukai