Anda di halaman 1dari 5

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu kebutuhan dasar manusia yang adalah kesehatan, oleh karena
itu berbagai upaya perlu dilakukan untuk mencapai tingkat kesehatan secara
optimal. Namun, seiring dengan perkembangan jaman telah menyebabkan
munculnya bermacam penyakit. Sejak lama, sebagian besar masyarakat meyakini
bahwa tanaman tradisional mampu menjaga kesehatan tubuh terutama oleh
mereka yang telah membuktikannya. Meskipun demikian, tingkat pengetahuan
mengenai kandungan senyawa tanaman tradisional menyebabkan keraguan bagi
mereka yang belum membuktikannya. Dengan adanya peningkatan strain
mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik, muncul berbagai penelitian
mengenai fungsi tanaman tradisional sebagai antimikroba. Indonesia merupakan
salah satu negara yang kaya akan tanaman tradisional yang telah digunakan oleh
masyarakatnya secara turun-temurun. Salah satu alasan dan keuntungan
penggunaan tanaman tradisional sebagai obat adalah kemudahan dalam
mendapatkannya. Hal ini karena bahan bakunya dapat ditanam di rumah sendiri,
murah, dan mudah untuk diracik tanpa keterampilan khusus. (Supreetha, et al,
2011; Zein, 2005; Jayanti, 2013).
Banyak penelitian mengenai pemanfaatkan berbagai tanaman tradisional
dalam bidang kesehatan. Salah satu tanaman tradisional yang dapat dimanfaatkan
adalah seledri.

Sejak tahun 1640, daun seledri (Apium graveolens L.) telah

dimanfaatkan sebagai sayuran dan diakui sebagai tanaman obat secara ilmiah
sejak tahun 1942 (Thomas, 1989).
Seledri (Apium graveolens L.) mengandung flavonoid, tanin 1 %, dan
minyak atsiri 0,033% (Dalimartha, 2008). Senyawa flavonoid dan minyak atsiri
berperan sebagai antifungi. Selain itu, flavonoid berperan sebagai antivirus,
antibakteri, antiradang, dan antialergi. Flavonoid mempunyai senyawa genestein
yang berfungsi menghambat pembelahan atau proliferasi sel. Senyawa ini
mengikat protein mikrotubulus dalam sel dan mengganggu fungsi mitosis
gelendong sehingga menimbulkan penghambatan pertumbuhan jamur. Sedangkan,
tanin berperan sebagai antimikroba dengan cara menghambat enzim mikrobial
ekstraselular sehingga menganggu tersedianya substrat yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan bakteri. Tanin juga bekerja dengan cara menghambat metabolisme
mikroba pada tahap fosfolirasi oksidatif, yang akhirnya berpengaruh pada sifat
bakterisid mikroba itu sendiri (Bhaskara, 2012; de Melo Menezes, et al, 2014).
Salah satu komponen gigi tiruan lepasan adalah basis gigi tiruan yang
berfungsi sebagai tempat perlekatan gigi dan mukosa oral. Material yang
digunakan untuk bahan dasar basis gigi tiruan adalah resin aklirik atau logam.
Resin aklirik merupakan material yang paling sering digunakan untuk bahan dasar
basis gigi tiruan karena lebih murah dan mudah diproduksi (Nallaswamy, 2003).
Jenis jamur yang paling sering ditemukan pada basis gigi tiruan dengan bahan
aklirik adalah Candida albicans (Annusavice, 2013). Candida sp. adalah salah
satu

organisme

penyebab

utama

denture

stomatitis,

terutama

karena

kemampuannya untuk melekat dan membentuk biofilm pada jaringan rongga


mulut dan permukaan gigi tiruan, serta karena ketahanannya terhadap agen

antijamur. Biofilm ini tumbuh secara luas pada material resin akrilik gigi tiruan
lepasan (Faot et al, 2014).
Berbagai

penelitian

telah

dilakukan

untuk

membuktikan

sifat

antimikrobial seledri (Apium graveolens L.). Mereka menemukan bahwa dengan


ekstrak seledri sebesar 25% dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans
(Ilyas, 2009). Peneliti lain (Majidah, 2014) menemukan bahwa dengan ekstrak
seledri sebesar 12,5% memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus Mutans.
Adanya kandungan dari seledri (Apium graveolens L.) seperti flavonoid,
tanin, dan minyak atsiri mempunyai manfaat sebagai antifungi dan antimikroba,
sehingga seledri (Apium graveolens L.) dapat dimaanfaatkan sebagai alternatif
bahan desinfektan gigi tiruan lepasan aklirik. Namun hingga sekarang bahan alam
tersebut belum dilakukan penelitian secara ilmiah untuk membuktikan bahwa
bahan tersebut tidak toksik.
Salah satu metode untuk menguji nilai toksisitas suatu bahan adalah
dengan metode MTT (Methyltiazolyldiphenyl-tetrazolium bromide) Assay. Uji ini
didasarkan pada kemampuan sel hidup untuk mereduksi garam 3-[4,5dimetilthiazol-2yl]-2,5-difenil tetrazolium bromide (MTT) yang berwarna kuning
dan larut menjadi endapan formazan yang berwarna biru ungu dan tidak larut
(Hughes and Mehmet, 2003). Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini berupa sel fibroblas (kultur sel BHK 21). Sel fibroblas merupakan sel
terpenting dan komponen terbesar dari pulpa, ligamen periodontal dan
gingiva. Hasil uji dengan menggunakan BHK-21 tetap dapat dipakai sebagai
dasar pengujian yang akurat (Meizarini, et al, 2005).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu dilakukan uji


toksisitas seledri (Apium graveolens L.) terhadap sel fibroblas secara in vitro yang
berguna untuk mengetahui konsentrasi ekstrak seledri yang aman bagi tubuh dan
tidak menimbulkan kerusakan jaringan.
Sebagai penelitian pendahuluan, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi
acuan ilmiah untuk pengembangan penggunaan daun seledri di bidang
prostodonsia sebagai bahan desinfektan gigi tiruan lepasan. Hal ini karena
pentingnya menjaga kebersihan gigi tiruan agar tidak timbul komplikasi seperti
denture stomatitis atau candidiasis yang ditimbulkan akibat koloni Candida
albicans pada gigi tiruan lepasan yang tidak dibersihkan.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ekstrak seledri (Apium graveolens L.) mempunyai efek toksik
terhadap sel fibroblas BHK-21?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksisitas ekstrak
seledri (Apium graveolens L.) terhadap sel fibroblas BHK-21.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksisitas ekstrak
seledri (Apium graveolens L.) dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%,
dan 12,5% terhadap sel fibroblas BHK-21.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu :
1. Memberi manfaat kepada penulis maupun pembaca mengenai efek
toksisitas seledri (Apium graveolens L.) terhadap sel fibroblas
BHK-21.
2. Menambah ilmu pengetahuan dibidang kedokteran gigi khususnya
pada ilmu prostodonsia.

Anda mungkin juga menyukai