ABDUL MAJID
Bagian Fisiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT
sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi
dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 130 mmHg
yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat
dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita (6,10,11,13). Angka kejadian krisis
HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7%
dari populasi HT, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak
teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun
belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya
lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi (6,10). Di
Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini. (Dikutip dari 19).
Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis HT dan secara
garis besar, The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (JNCV) membagi krisis HT ini menjadi 2
golongan yaitu : hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak).
(15).
Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi
dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang penderita
dipikirkan suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan
progresif dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal. (6). HT emergensi dan
urgensi perlu dibedakan karena cara penaggulangan keduanya berbeda.
Gambaran kilnis krisis HT berupa TD yang sangat tinggi (umumnya TD
diastolik > 120 mmHg) dan menetap pada nilai-nilai yang tinggidan terjadi dalam
waktu yang singkat dan menimbulkan keadaan klinis yang gawat. (14). Seberapa
besar TD yang dapat menyebabkan krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini
juga bisa terjadi pada penderita yang sebelumnya nomortensi atau HT
ringan/sedang. (10,11,13). Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan HT,
namu para kilinisi harus tetap waspada akan kejadian krisis HT, sebab penderita
yang jatuh dalam keadaan ini dapat membahayakan jiwa/kematian bila tidak
ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Pengobatan yang cepat dan tepat serta
intensif lebih diutamakan daripada prosesur diagnostik karena sebagian besar
komplikasi krisis HT bersifat reversibel (6,7). Dalam menanggulangi krisis HT dengan
obat anti hipertensi, diperlukan pemahaman mengenai autoregulasi TD dan aliran
darah, pengobatan yang selektif dan terarah terhadap masalah medis, yang
menyertai, pengetahuan mengenai obat parenteral dan oral anti hipertensi, variasi
regimen pengobatan untuk mendapatkan hasil pengobatan yang memadai dan efek
samping yang minimal. Dalam makalah ini akan dibahas klasifikasi, aspek klinik,
prosedur diagnostik dan pengobatan krisis hipertensi.
Odema otak
CBF
TD naik
Mendadak
Hipertensi
Ensefalopati
CBF
Break Through
Autoregulation
Petekhias
Hemorhage
Mikro infark
Nekrosis Vaskuler
CO
SV
><
HR
SVR
PVR
RVR
labetalol,cantagonist,
sodium
sedang dengan clonidine yang diselidiki menurun, walaupun tidak mencapai tahap
bermakna secara statistik.
Di Medan dibagian penyakit dalam FK USU pada 1991, telah diteliti efek akut
obat oral anti hipertensi terhadap hipertensi sedang dan berat pada 60 penderita.
Efek akut nifedipine dalam waktu 5-15 menit. Demikian juga dengan clonidine dalam
waktu 5-35 menit. Dari hasil ini diharapkan kemungkinan penggunaan obat oral anti
hipertensi untuk krisis hipertensi.
Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual dan
captoprial pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang cukup memuaskan
setelah menit ke 20. Captoprial dan Nifedipine sublingual tidak berbeda bermakna
dam Menurunkan TD.
Captoprial 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara sublingual
kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan
juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan
nonrespons bila penurunan TD diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian
obat. Respons bila TD diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg
dan adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang
dinilai secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila
setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD
masih >120mmHg atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan
dari simptom dan sign dari organ sasaran.
Penaggulangan hipertensi urgensi : (6,7,10 )
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah
sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang
dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat,
maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti
hipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup
memuaskan.
Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan a.l :
Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit).Buccal (onset
5 10 menit),oral (onset 15-20 menit),duration 5 15 menit secara
sublingual/buccal). Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing,
hoyong.
Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 60 menit Duration of
Action 8-12 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d
0,7mg.
Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd
degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati
dengan tolazoline.
Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang
setiap 30 menit sesuai kebutuhan.
Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita
bilateral renal arteri sinosis.
Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila
perlu.Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikaro
sakit kepala.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP
sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin terutama
digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine.
Dari berbagai penelitian (dalam dan luar negri ) bahwa obat oral Nifedipine dan
Captopril cukup efektif untuk mengatasi hipertensi emergensi.
Pemberiaan diuretika pada hipertensi emergensi dimana dibuktikan adanya volume
overload seperti payah jantung kongestif dan oedema paru.
Pemberian Beta Blocker tidak dianjurkan pada krisis hipertensi kecuali pada aorta
disekasi akut.
KEPUSTAKAAN
Alpert J. S, Rippe J.M ; 1980 : Hype tensive Crisis in manual of Cardiovascular
Diagnosis and Therapy, Asean Edition Little Brown and Coy Boston, 149-60.
Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management of Acute Hipertensive Crissis with
Clonidine (catapres ), Med. J. Aust. 1 :829-831.
Angeli.P. Chiese. M, Caregaro,et al, 1991 : Comparison of sublingual Captopril and
Nifedipine in immediate Treatment of hypertensive Emergencies, Arch, Intren.
Med, 151 : 678-82.
Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut obat anti
hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita hipertensi sedang
dan berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83.
Bertel. O. Conen D, Radu EW, Muller J, Lang C : 1983:Nifedipine in Hypertensive
Emergencies, BrMmmed J, 286; 19-21.
Calhoun D.A, Oparil . S ; 1990 : Treatmenet of Hypertensive Crisis, New Engl J Med,
323 : 1177-83.
Gifford R.W, 1991 : Mamagement of Hypertensivi Crisis, JAMA SEA,266; 39-45.
Gonzale D.G, Ram C.SV.S., 1988 : New Approaches for the treatment of
Hypertensive Urgencies and Emergencies, Cheast, I, 193-5.
Haynes R.B, 1991 : Sublingual Captopril
Emergencies, ACP Journal Clib, 45.
and
Nifedipine
on
Hipertensive
Houston MC ; 1989 : Pathoplysiology Clinical Aspects and tereatment Dis, 32, 99148.
Kaplan N.M, 1986 : Clinical Hypertention, 4th Edition, William & Elkins, Baltimore,
2273-89.
Langton D, Mcgrath B ; 1990 : Refractory Hypertantion and Hypertensive
Emergencies in Hypertention Management, Mc Leman & Petty Pty Limited,
Australia, 169-75.