Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enuresis adalah inkontinensia urin pada usia dimana seharusnya seorang anak sudah
mampu berkemih secara normal namun anak tidak dapat melakukannya sehingga terjadi
pengeluaran urin yang tidak pada tempatnya atau sering dinamakan ngompol. Enuresis
merupakan salah satu masalah perkembangan yang paling sering dijumpai. Hal ini dapat
menjadi sumber rasa malu pada anak dan sumber rasa frustrasi bagi orang tua.
Enuresis sering dianggap memalukan oleh anak dan keluarganya, enuresis sering
disembunyikan sebagai rahasia keluarga dan tidak dikeluhkan sebagai kondisi yang patut
mendapat pertolongan dokter.
Enuresis (ngompol) merupakan gejala yang sering dijumpai pada anak. Keadaan ini dapat
menimbulkan masalah bagi anak, orang tua, keluarga maupun dokter anak yang
menanganinya. Pada anak, enuresis dapat mempengaruhi kehidupan seperti timbulnya rasa
kurang percaya diri, merusak pergaulan, yang semuanya dapat berpengaruh terhadap
perkembangan sosial anak. Bagi orang tua dan keluarganya, gejala ini dapat menimbulkan
frustasi dan kecemasan.
Enuresis telah dikenal sejak tahun 1.550 sebelum masehi, sebagai suatu keadaan yang
mengganggu anak dan memerlukan pengobatan. Di kalangan masyarakat primitif, kekuatan
supernatural dianggap sebagai penyebabnya, sehingga pengobatan yang diberikan kepada
anak enuresis juga bersifat magis. 4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Enuresis berasal dari bahasa Yunani en-, yang berarti di dalam dan ouron, yang
berarti urine. Enuresis adalah kegagalan untuk mengontrol buang air kecil (BAK) setelah
seseorang mencapai usia normal untuk mampu melakukan kontrol, dengan kata lain
enuresis didefinisikan sebagai berkemih yang bersifat involunter.1
Berdasarkan text revision of the fourth edition of the Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) menyatakan bahwa enuresis dibagi menjadi
primer dan sekunder, dikatakan primer jika seorang anak tidak dapat menahan untuk
berkemih hingga umur lebih dari satu tahun, dan dikatakan sekunder apabila seorang anak
yang telah mengalami kontinensia urin pada umur lebih dari satu tahun dan kemudian
mengalami inkontinensia.2
Disamping itu ada juga jenis enuresis nokturnal dan enuresis diurnal. Dikatakan
enuresis nokturnal jika episode hanya terjadi pada malam hari dan dikatakan diurnal jika
episode terjadinya pada siang hari.4
2.2 Epidemiologi
Rasio perbandingan laki laki dan perempuan sama sampai umur 5 tahun, akan tetapi
setelah itu laki laki menjadi lebih banyak (2:1 pada umur 11 tahun). Anak laki laki lebih
sering mengalami enuresis sekunder dibandingkan dengan anak perempuan. Kebanyakan
anak anak enuresis dapat menahan kemihnya pada saat purbertas. Sekitar 3% dari anak
anak enuretik tetap mengalami inkontinensia urin hingga 20 tahun.1
Enuresis terjadi 80% pada anak berusia 2 tahun, 49% pada anak berusia 3 tahun, 36%
pada anak berusia 4 tahun, dan 7 % pada anak berusia 5 tahun. Gangguan mental ditemukan
hanya pada kira-kira 20% anak enuresis dan tersering pada anak perempuan, pada anak
dengan gejala siang dan malam hari, dan pada anak yang gejalanya bertahan sampai usia
yang lebih besar.2

2.3 Etiologi
Penyebab enuresis belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian mengemukakan
beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab enuresis, seperti keterlambatan matangnya
fungsi susunan saraf pusat (SSP), faktor genetik, gangguan tidur (deep sleep), kadar ADH
(Anti Diuretic Hormone) dalam tubuh yang kurang, kelainan anatomi (ukuran kandung kemih
yang kecil), stres kejiwaan, kondisi fisik yang terganggu, dan alergi.2
Kontrol kandung kemih yang normal dicapai dengan bertahap dan dipengaruhi oleh
perkembangan neuromuskular dan kognitif, faktor sosioekonomi, dan kemungkinan faktor
genetik. Kesulitan dapat salah satu atau beberapa bidang tersebut dapat memperlambat
kontinensia urine.
Kandung kemih pada anak usia sekolah normalnya mampu menahan 300-350 ml
cairan / urin semalam selama tidur. Kapasitas fungsional kandung kemih yang kecil,
menyebabkan kandung kemih tidak dapat menampung sejumlah urin yang diproduksi malam
hari.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa enuresis tipe primer dapat terjadi karena
faktor keturunan. Jika kedua orang tua memiliki riwayat enuresis, 70% dari anak-anak
mereka juga akan memiliki enuresis. Jika hanya satu orangtua memiliki enuresis, 40% dari
anak-anak mereka akan terpengaruh, dan hanya 15% dari anak-anak akan memiliki enuresis
jika orang tua tidak memiliki kondisi tersebut. Selain itu, tingkat kesesuaian untuk enuresis
pada anak kembar monozigot adalah 68%. Sebuah penelitian genetika telah menemukan
hubungan baru dalam keluarga anak-anak terkena enuresis dengan keterlibatan setidaknya
dua kromosom yaitu satu pada kromosom 13q (ENUR1) dan satu di 12q kromosom
(ENUR2).
Pelatihan pengontrolan kandung kemih harus dimulai setelah umur 1 tahun. Apabila
orang tua gagal dalam pelatihan ini, maka anak tersebut terdapat kemungkinan untuk tidak
dapat mengontrol kandung kemihnya dengan baik sampai mungkin pada masa yang lebih
dewasa. Orang tua yang memiliki kecemasan juga dapat berpindah ke anaknya sehingga
dapat menumbulan ketegangan yang mengakibatkan enuresis.

Kelahiran seorang saudara juga dapat mengakibatkan seorang anak merasa


kehilangan tempatnya didalam suatu keluarga. Hal ini memungkinkan seorang anak berusaha
kembali lagi ke pola seorang bayi untuk mencari perhatian kembali dari orang tuanya. Secara
fisiologikal atau stress psikologikal (ketakutan dan kecemasan) dapat menyebabkan blader
yang tidak dapat ditahan atau dikontrol. 4
2.4 Gejala Klinis dan Diagnosis
Kriteria diagnosis dari Enuresis sesuai DSM- IV 2:

Anak berulang kali mengompol di tempat tidur atau pakaian (baik disengaja maupun

tidak).
Usia kronologis anak minimal 6 tahun (atau anak berada pada tingkat perkembangan

yang setara).
Perilaku tersebut muncul setidaknya dua kali seminggu selama 3 bulan, atau

menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi atau distres.


Gangguan ini tidak memiliki dasar organik.

Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III (F 98.0)3 :

Suatu gangguan yang ditandai oleh buang air seni tanpa kehendak, pada siang
dan/atau malam hari, yang tidak sesuai dengan usia mental anak, dan bukan akibat
dari kurangnya pengendalian kandung kemih akibat gangguan neurologis, serangan

epilepsi, atau kelainan struktural pada salauran kemih.


Tidak terdapat garis pemisah yang tegas antara gangguan enuresis dan variasi nornal
usia seorang anak berhasil mencapai kemampuan pengendalian kandung kemihnya.
Namun demikian, enuresis tidak lazim didiagnosis terhadap anak di bawah usia 5

tahun atau dengan usia mental kurang dari 4 tahun.


Bila enuresis ini berhubungan dengan suatu (pelbagai) gangguan emosional atau
perilaku, yang lazim merupakan diagnosis utamanya, hanya bila terjadi sedikitnya
beberapa kali dalam seminggu dan bila gejala lainnya menunjuk kaitan temporal

dengan enuresis itu (enuresis non-organik sekunder).


Enuresis ada kalanya timbul bersamaan dengan enkoperesis; dalam hal ini diagnosis
enkoperesis yang diutamakan.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Infeksi saluran kemih (ISK)dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya enuresis,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk menyingkirkan penyebab
organik. Pemeriksaan radiografi dengan menggunakan kontras dapat digunakan untuk
menyingkirkan kelainan anatomis atau fisiologis yang menyebabkan terjadinya enuresis.
Selain itu penggunaan USG dapat digunakan untuk mengukur kapasitas kandung kemih dan
juga ketebalan dinding kandung kemih untuk menggambarkan perkiraan kemampuan
fungsional dasar dari buli buli tersebut.4
2.6 Penatalaksanaan
Toilet Training
Latihan toilet yang tepat dengan dorongan dari orang tua harus diusahakan, terutama
pada enuresis dimana gangguan tidak didahului oleh periode kontinensia urin (enuresis
primer). Jika latihan toilet belum pernah dicoba, orang tua dan pasien harus dibantu dalam
melakukannya.
Terapi perilaku kognitif / Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
Sebuah kajian komprehensif dari beberapa penelitian menentukan tingkat
keberhasilan untuk intervensi dengan melakukan CBT adalah sekitar 75%. Intervensi terapi
perilaku yang umum digunakan adalah adalah metode bel and pad yang termaduk ke dalam
metode penyesuaian kondisi . Teknik ini dilakukan dengan menggunakan sebuah pad/alas
yang ditempatkan di tempat tidur, dengan kabel yang disambungkan ke bel. Ketika anak
mengompol maka kelembapan akan memicu sirkuit di pad yang akan menderingkan bel dan
membangunkan anak tersebut. Penggunaan alat ini secara berulang, akan mengakibatkan
anak belajar untuk bangun sebelum mengompol terjadi. Beberapa studi telah menunjukkan
bahwa seiring dengan adanya gangguan perilaku akan mengurangi angka keberhasilan
intervensi perilaku ini. 2

Gambar : bel and pad circuit (sumber : google.com)


Terapi Farmakologis
Obat jarang digunakan, terapi dengan obat merupakan usaha terakhir pada pasien
yang tidak dapat disembuhkan yang menyebabkan kesulitan emosional serius bagi
penderitanya.
Imipramin (Tofranil) bermanfaat dan telah diizinkan dalam mengobati enuresis masa
anak-anak, terutama untuk jangka pendek. 30% pasien enuresis dapat menjadi sembuh dan
85% pasien akan mengalami enuresis yang lebih ringan dibandingkan sebelum terapi. Tujuan
utama dari pemberian obat ini adalah untuk menekan mengompol yang sering timbul sambil
menunggu pematangan dari pengontrolan buli buli.
Antidiuretik desmopressin asetat sintetik (desamine-D-arginine vasopressin) adalah
antienuretik. Ini dapat diberikan intranasal atau oral. Desamine-d-arginine vasopressin dapat
bekerja dengan cara mengurangi volume urine sehingga menjadi dibawah dari jumlah yang
memicu kontraksi dari kandung kemih tersebut.1
2.7 Prognosis
Sebagian besar anak-anak enuresis mengalami resolusi spontan dan hanya beberapa
tetap enuresis hingga dewasa. Pada usia 14 tahun hanya sekitar 1,1% dari anak laki-laki
masih mengalami mengompol 1 kali dalam seminggu. DSM-IV-TR mengutip tingkat remisi
dari 5 sampai 10 persen per tahun setelah usia 5 tahun. Puncak usia untuk enuresis sekunder
adalah antara 5 dan 8 tahun.2

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Enuresis adalah kegagalan untuk mengontrol buang air kecil (BAK) setelah seseorang
mencapai usia normal untuk mampu melakukan kontrol, dengan kata lain enuresis
didefinisikan sebagai berkemih yang bersifat involunter. Etiologi dari enuresis ini belum
diketahui secara pasti. Penatalaksanaan dari enuresis dapat berupa toilet training, terap
perilaku dan terapi farmakologi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Basant K.P, Paul J.L, Ian H.T. 2012. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
2. Kaplan H.I, Sadock B.J, dan Greeb J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri Jilid Dua. Jakarta:
Binarupa Aksara.
3. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
4. Yogianto, Yuricho. 2013. Enuresis Non Organik.

[diakses

http://www.scribd.com/doc/172168221/Referat-Enuresis-Non-Organik-Revisi

melalui
pada

tanggal 28 September 2014]

Anda mungkin juga menyukai