Uveitis Anterior
Uveitis Anterior
PENDAHULUAN
Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding
bola mata terdiri atas sklera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa,
uvea, badan kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola
mata setelah sklera dan tenon. Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris,
badan siliar dan koroid.7
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid)
dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea
yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan
pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang
disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis.Iritis dengan siklitis
AKdisebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan
bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis
posterior atau koroiditis.1,2
Uveitis umumnya unilateral,biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia
pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur
,mata merah (merah sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau
ireguler. Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa
dan non granulomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan
endogen. Penyebab uveitis anterior meliputi: infeksi, proses autoimun, yang
berhubungan dengan penyakit sistemik, neoplastik dan idiopatik.1
Pola penyebab uveitis anterior terus berkembang sesuai dengan
perkembangan teknik pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang
diagnostik. Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun
37% kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan
dengan penyakit sistemik. Penyakit sistemik yang berhubungan dengan uveitis
anterior meliputi: spondilitis ankilosa, sindroma Reiter, artritis psoriatika,
penyakit Crohn, kolitis ulserativa, dan penyakit Whipple. Keterkaitan antara
uveitis anterior dengan spondilitis ankilosa pada pasien dengan predisposisi
genetik HLA-B27 positif pertama kali dilaporkan oleh Brewerton et al.1,2
Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang.Sekitar 75% merupakan
uveitis anterior.Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik
terkait.Di Amerika Serikat,uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga
setelah Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular.Umur penderita biasanya
bervariasi antara usia prepubertal sampai 50 tahun. 1,3
Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor
penyebabnya dan dimana kelainan itu terjadi, biasanya pasien datang mengeluh
nyeri ocular, fotofobia, penglihatan kabur, dan mata merah. Pada pemeriksaan
didapatkan tajam penglihatan menurun, terdapat injeksi siliar, KPS, flare,
hipopion, sinekia posterior, tekanan intra okuler bisa meningkat hingga sampai
edema makular.1,2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Uvea merupakan lapisan vaskular di sebelah dalam bola mata yang terdiri
dari iris, korpus siliaris, dan koroid. Iris dan korpus siliaris dikenal sebagai uvea
anterior yang diperdarahi oleh a.siliar anterior dan a.siliar posterior longus, kedua
arteri ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor di korpus
siliaris. Sedangkan koroid dikenal sebagai uvea posterior, yang diperdarahi oleh
a.siliar posterior brevis.2
Iris merupakan permukaan pipih dengan aperture bulat yang terletak di
tengah yang disebut pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior
lensa, memisahkan bilik mata depan dari bilik mata belakang, yang masing-
masing berisi aqueous humor. Di dalam stroma iris terdapat otot sfingter yang
disarafi oleh saraf parasimpatis dan otot-otot dilator yang disarafi oleh saraf
simpatis. Ukuran pupil ditentukan oleh aktivitas kedua saraf tersebut dimana
aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III akan
menimbulkan konstriksi dan aktivitas simpatis menimbulkan dilatasi pupil. Oleh
karena itu, iris merupakan struktur yang berfungsi untuk mengendalikan cahaya
yang masuk ke dalam mata.7
Korpus siliaris terdiri dari musculus siliaris, prosesus siliaris yang
merupakan zona anterior yang berombak-ombak(pars plikata), dan zona posterior
yang datar (pars plana). Prosesus siliaris terbentuk dari kapiler dan vena yang
bermuara ke vena vorticosa dan dibentuk oleh epitel dua lapis dengan stroma
vaskular. Prosesus ini berfungsi mensekresi aqueous humor. Pars plana terdiri dari
stroma yang relatif avaskular yang ditutupi oleh lapisan epitel dua lapis yang
merupakan perluasan neuroretina dan epitel pigmen retina. Muskulus siliaris
terdiri dari gabungan serat-serat longitudinal, sirkular, dan radial. Kontraksi serat
otot sirkular dan radial akan menyebabkan kendornya zonula zinii sehingga
menyebabkan pencembungan lensa (akomodasi). Serat longitudinal berinsersi di
daerah taji sklera yang bila berkontraksi akan membuka anyaman trabekula dan
mempercepat pengaliran cairan mata melalui sudut bilik mata.2,7
Koroid merupakan segmen posterior uvea yang terletak antara sklera dan
retina. Koroid tersusun atas tiga lapis pembuluh darah ; besar, sedang, dan kecil.
Makin ke dalam (kearah retina) pembuluh darah makin kecil yang disebut
koriokapilaris. Koroid dan RPE dibatasi oleh membrane Bruch, sedangkan dengan
sclera dibatasi oleh ruang suprakoroid yang longgar. Koroid di bagian anterior
bergabung dengan korpus siliaris dan di posterior melekat erat pada tepi-tepi
nervus optikus. Pembuluh darah koroid berfungsi mendarahi lapisan luar retina
dan koroid juga berfungsi sebagai bantalan bagi retina.
2.2 Definisi dan Klasifikasi Uveitis
Uveitis diartikan sebagai peradangan dari uveal tract, lapisan pembuluh
darah mata yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan khoroid. Inflamasi dari struktur
ini biasanya diikuti oleh inflamasi jaringan sekitarnya, termasuk kornea, sklera,
vitreous, retina, dan nervus optikus.
Uveitis dapat diklasifikasikan menurut :
a. Anatomi
Yaitu berdasarkan seberapa besar bagian uvea yang terkena. Menurut
Standardization of Uveitis Nomenclatur (SUN) Working Group pada tahun
2005 membuat suatu system klasifikasi secara anatomis suatu uveitis.
Tipe
Uveitis Anterior
Fokus Inflamasi
COA
Meliputi
Iritis
Iridosiklitis
Siklitis Anterior
Pars Planitis
Siklitis Posterior
Hialitis
dan Koroiditis
Fokal,
Multifokal atau difus
Korioretinitis
Retinokoroiditis
Retinitis
Neuroretinitis
Viterus,
dan
Uveitis
Intermediat
Vitreus
Uveitis Posterior
Retina
Koroid
Pan Uveitis
COA,
Retina
Koroid
b. Gambaran klinik :
Tipe
Akut
Keterangan
Karakteristik Episodenya: onset
tiba-tiba, durasi 3 bln
5
Rekuren
Episode
berulang,
dengan
3bln
Uveitis persisten dengan relaps <
3 bln setelah terapi dihentikan
c. Histopatologi
1. Granulomatosa, umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan
oleh organisme penyebab.
2. Non-granulomatosa, umumnya tidak ditemukan organisme pathogen
dan berespon baik terhadap terapi kortikosteroid sehingga diduga
peradangan ini merupakan fenomena hipersensifitas.
2.3 Etiologi Uveitis Anterior
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat
berjalan akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan
melihat gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridisiklitis dapat merupakan suatu
manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap
jaringan uvea anterior. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik
di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi
alergi mata.5
Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik; penyakit sistemik
yang berhubungan dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondilitis, sindrom
Reiter, penyakit crohns, Psoriasis, herpes zoster/ herpes simpleks, sifilis, penyakit
lyme, inflammatory bowel disease; Juvenile idiopathic arthritis; Sarcoidosis,
trauma dan infeksi. 1,3-6
2.4 Patofisiologi Uveitis
Gambar 2. Uvea
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat
membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada
permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi
pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules,
yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada
iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga
menimbulkan hipopion. 2,8
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan
miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi
seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior
tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam camera
okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris
tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe (Bombans). 2,8
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar
menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel
radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan
kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi
glaucoma sekunder karena gumpalan gumpalan pada sudut bilik depan, sedang
pada fase lanjut glaukoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil. Naik
turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin. 2,8
2.5 Manifestasi Klinis Uveitis
Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri , terutama
di bulbus okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit
10
Sedang
Keluhan sedang sampai berat
sedang
VA 20/20 to 20/30
Berat
Keluhan sedang sampai
berat
VA < 20/100
11
Kemerahan sirkumkornel
superficial
dalam
Tampak KPs
Tampak KPs
presipitat)
1-3+ cells and flare
1+ cells and flare
tekanan intraokuler
pupil terfiksir
Sinekia posterior
iris
tekanan intraokuler
meningkat
cells anterior sedang
sampai berat
Pada pupil terjadi miosis, pinggir tak teratur karena adanya sinekia
posterio atau seklusio pupil. Pupil dapat terisi membran yang berwana keputiihputihan yaitu oklusi pupil. Pada lensa terdapat uveitis rekurens yang dapat
menimbulkan kekeruhan pada bagian belakang lensa (katarak kortikalis
posterior).2,8
12
pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah edema intraokular,
vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, N.
optikus dan radang pada koroid.
2. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina
dan pelepasan retina
3. Biopsi Korioretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari
gejala dan pemeriksaan laboratorium lainnya
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya apalagi kalaujenisnya non
granulomatosa atau jelas berespon dengan terapi non spesifik. Sedangkan pada
uveitis anterior yang tetap tidak responsive harus diusahan untuk menemukan
diagnosis etiologinya.
2.7 Diagnosis Banding Uveitis Anterior
Diagnosis banding uveitis anterior adalah konjungtivitis, keratitis atau
keratokonjungtivitis dan glukoma akut. Pada konjungtivitis penglihatan tidak
kabur, respon pupil normal, dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia, atau
injeksi siliar.
Pada keratitis atau keratokonjunctivitis, penglihartan dapat kabur dan ada
rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simplek dan
zoster dapat mengenai uveitis anterior sebenarnya. Pada glaucoma akut, pupil
melebar, tidak ada synekia posterior, dan korneanya beruap. 7
13
maka
makin
15
alcohol
0,1%,
deksamethasone
sodium
phospat
0,1%,
16
diingini
seperti
Sindrom
Cushing,
hipertensi,
Diabetes
mellitus,
17
18
2.11
Definisi Glaukoma
19
b.
Sub akut
c.Kronik
d.
Iris plateau
B. Glaukoma kongenital
1. Glaukoma kongenital primer
2. Glaukoma berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
a. Sindrom pembelahan kamera anterior
b. Aniridia
3. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstra okular
a. Sindrom Sturge-weber
b. Sindrom Marfan
c. Neurofibromatosis
20
d. Sindrom Lowe
e. Rubella kongenital
C. Glaukoma sekunder
1. Glaukoma pigmentasi
2. Sidrom eksfoliasi
3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
a. Dislokasi
b. Intumesensi
c. Fakolitik
4. Akibat kelainan traktus uvea
a. Uveitis
b. Sinekia posterior (seklusio pupilae)
c. Tumor
5. Sindrom iridokornea endotel (ICE)
6. Trauma
a. Hifema
b. Kontusio / resesi sudut
c. Sinekia anterior perifer
7. Pasca operasi
a. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
b. Sinekia anterior perifer
c. Pertumbuhan epitel kebawah
d. Pasca bedah tandur kornea
e. Pasca bedah pelepasan retina
21
8. Glaukoma neovaskular
a. Diabetes mellitus
b. Sumbatan vena retina sentralis
c. Tumor intra okuler
9. Peningkatan tekanan vena episklera
a. Fistula karotis-kavernosa
b. Sindrom Sturge Weber
10. Akibat steroid
D. Glaukoma Absolut
Hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata yang
keras, tidak dapat melihat, dan sering nyeri.
Klasifikasi menurut AAO (American Association of Ophtalmology) :
1. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma suspect
22
Secunder angle closure dengan blok pupil dan tanpa blok pupil
3. Kombinasi
4. Gangguan perkembangan sudut COA (Camera Oculi Anterior)
23
intra-okuler mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris
yang disertai edema kornea.
Pada glaucoma sudut tertutup yang akut terjadi apabila terbentuk iris
bombe yang menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal
ini menyumbat aliran humor akueus dan tekanan intra-okuler meningkat dengan
cepat; menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan.
Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami penyempitan
anatomik sudut kamera anterior (dijumpai terutama pada hipermetrop)
Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup yang kronik, sejumlah kecil
pasien dengan predisposisi penutupan sudut kamera anterior tidak pernah
mengalami episode peningkatan akut tekanan intra-okuler tetapi mengalami
sinekia anterior perifer yang semakin luas disertai peningkatan bertahap tekanan
intra-okuler. Para pasien ini memperlihatkan manifetasi yang diperlihatkan oleh
pasien glaukoma sudut tertutup primer, sering dengan pengecilan ekstensif
lapangan pandang. Kadang-kadang para pasien tersebut mengalami seranganserangan penutupan sudut subakut.
2.14 Gejala Klinis Glaukoma
Pada jenis glaukoma akut, penderita akan mengalami nyeri yang sangat
hebat pada mata, sakit kepala, hingga mual muntah. Penglihatan dirasakan
menurun drastis dan mata terlihat merah. Keadaan ini disebut glaukoma akut yang
terjadi akibat peningkatan TIO yang mendadak. Pada beberapa kasus, keadaan ini
sering disalahartikan dengan sakit kepala migren, hipertensi (tekanan darah
tinggi), gastritis (sakit maag) ataupun infeksi mata biasa (konjungtivitis). Karena
24
25
funduskopi
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
26
Bila tidak ditangani secara cepat dan tepat pasien dengan glaukoma dapat
mengalami kebutaan.
2.17 Pengobatan Glaukoma
Terapi definitif terhadap ACG adalah iridotomi. Ada 2 macam prosedur
pembedahan yang dapat dilakukan yaitu laser iridotomi dan laser genioplasti.
Untuk persiapan pembedahan ini kornea dibersihkan dengan menggunakan agen
osmotic, pupil dikonstriksikan dan tekanan intra okuler diturunkan untuk
mencegah terjadi kerusakan terhadap saraf optik. Pada ACG akut juga digunakan
obat-obatan untuk mempercepat dan memaksimalkan efek penurunan tekanan
intra ocular, seperti:
1.
2.
3.
Agen
mitotik
(parasimpatomimetik).
Mengerutkan
otot
siliar,
5.
27
Prognosis akan baik bila glaukoma didiagnosis dengan cepat dan ditangani
dengan tepat.4
BAB III
28
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien laki-laki berumur 56 tahun datang ke RSUP DR.M djamil Padang
pada tanggal 18 September 2015 dengan
Keluhan Utama
Penglihatan yang semakin kabur pada kedua mata sejak 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit
Penglihatan yang semakin kabur pada kedua mata sejak 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit
Kabur sudah mulai dirasakan sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit
29
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Komposmentis kooperatif
Tekanan darah
Nadi
Nafas
Suhu
Status Generalisata
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Status Oftalmologis:
Status
Ophtalmicus
Visus tanpa koreksi
OD
OS
Palpebra Superior
1/300
Trikiasis (-)
Madarosis (-)
Udem (-), Hematom (-)
1/300
Trikiasis (-)
Madarosis (-)
Udem (-), Hematom (-)
Palpebra Inferior
Margo Palpebra
Aparat Lakrimalis
Konjungtiva
Tarsalis
Konjungtiva
Fornics
Hiperemis (+)
Hiperemis (+)
Silia/Supersilia
30
Konjungtiva Bulbii
Sklera
Putih
Putih
Kornea
Dangkal
Dangkal
Kamera Okuli
Anterior
Iris
Pupil
Lensa
Posisi Bola Mata
Gerakan Bulbus
Okuli
Diagnosis
Terapi
Aspar K 2x1
31
BAB IV
DISKUSI
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Wasisdi G. Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akua pada HLA B27 Positif,
Yogyakarta: FK UGM
2. Ilyas S, 2002. Ilmu Penyakit Mata edisi II, Jakarta: FKUI
3. www.preventblindness.co.id, Causes of Anterior Uveitis . Accessed.
September th. 2006:1-2
4. www.nlm.nih.gov.co.id, Uveitis . Accessed. September th. 2006:1-2
5. Nana W. Ilmu Penyakit Mata, hal 126-127
6. George
Roger
MD,
2005.
Uveitis
Nongranulomatous.
33
14. www.cerminduniakedokteran.com
15. www.healthline.com
16. www.medicallibrary.com
17. www.mersi ocular imunology.htm
34