Anda di halaman 1dari 2

Petani, entah kenapa ketika mendengarkan kata itu pikiran saya langsung

berimajinasi tentang seorang lelaki tua dengan kulit legam memakai topi jerami
dengan arit ditangannya, ah tidak... semoga bapak tidak dituduh PKI ya, keadaan
akhir-akhir ini latah dengan PKI..hehehe.
Begitu identikkah petani dengan sosok lelaki tua? Ketika menyebut petani maka
akan tertuju pada lelaki tua dengan kulit legam. Didalam kepala saya juga
terbayang lelaki tua, entah kenapa ketika membayangkan petani dengan sosok
lelaki muda yang berotot kepala ini langsung menolaknya, mentah-mentah. Dari
kecil saya tak pernah melihat lelaki muda sedang bergelut dengan lumpur
membajak sawah, pasti lelaki tua, padahal lelaki muda memiliki tenaga yang
lebih besar ya dari yang tua.
Sungguh besar jasa petani-petani Indonesia, bayangkan jika tidak ada mereka,
masyarakat Indonesia tak akan pernah makan, lah bagaimana tidak ada sebuah
istilah orang Indonesia itu belum makan kalau belum memakan nasi, orang
makan mie aja masi pake nasi.
Akan tetapi entah kenapa, ketika membayang sosok petani pasti dengan orang
yang dengan taraaf ekonomi rendah, padahal produk yang dihasilkan merupakan
produk yang paling dibutuhkan masyarakat Indonesia, dalam 1 hari dikonsumsi
hingga 3 kali bahkan. Coba bayangkan permintaan akan produk petani tersebut.
Tidak perlu susah-susah menggunakan marketing handal untuk menjual produk.
Meskipun demikan sang produser tetap hidup dalam taraf ekonomi yang rendah,
padahal prodaknya laku keras, tetapi kenapa taraf ekonominya tidak ikutan
meningkatan.
Mungkin pekerjaan sebagai petani merupakan sebuah hobi bagi sosok laki-laki
tua tersebut, bangun pagi-pagi membawa rantang makanan yang sudah
disiapkan oleh istrinya, berangkat kesawah dengan berjalan kaki diiringi dengan
kicauan burung. Sesampai disawah menyapa si sapi kesayangannya, memngajak
bermain si sapi untuk membajak sawah sambil menyanyikan sebuah tembang
yang merdu. Ketika dewa surya telah diatas kepala si petani kembali di
pondoknya, mebuka bekal yang disiapkan istrinya dan langsung menyantapnya.
Selesai menyantap kudapan si petani merebahkan dirinya ditemani angin sepoisepoi pembuat ngantuk. Si petani pun ketiduran. Ketika sang surya sudah
condong ke barat, si petani pun pulang kerumah, dengan membawa sayursayuran yang dipetik dari ladangnya untuk diberkan kepada istrinya sebagai
bahan masakan keesokan harinya. Si petani pun bisa melakukan pekerjan
lainnya sepulang dari sawah, seperti memandikan ayamnya mungkin sambil
megecel.
Mungkin dari itu kenapa petani tak mempersalahkan kesejahteraan ekonominya,
tidak ingin mencari pekerjaan lain yang menjanjikan pundi-pundi rupiah yang
lebih banyak.
Menjadi petani bisa bercengkrama dengan semesta setiap hari, menikmati setiap
hembusan angin menerpa raga, kedamaian jiwa yang didapat.

Anda mungkin juga menyukai