Anda di halaman 1dari 3

11/5/2016

PortalBeritaOnlineSIPerubahan

TanganMengepalPadaPrinsipdanNilaiIdeal
V.RadityaBenito
MahasiswaIlmuPolitik,UniversitasBrawijaya.AktifdalamGerakanMahasiswaNasional
Indonesia(GMNI)KomisariatFISIPBrawijaya,MalangRaya.

62

Like 4

Google+

Barangkali sebelum dan sesudah


prosesi pengundian nomor urut
pasangan calon gubernur DKI Jakarta
20172022, sudah merupakan pilihan
yang baik bagi (tim pemenangan)
pasangan calon (paslon) Anies
Baswedan dan Sandiaga Uno untuk
tidakrepotmenyiapkanyelyel,slogan,
dsb., lewat nomor urut yang didapat.
Hal tersebut juga dinyatakan dalam
pidatonya sesaat setelah proses
pengundiannomor.Demikianjugaoleh
SusiPudjiastutimengepalkantangankepadaAhok(sumber:Tempo.co)
paslon Agus H. YudhoyonoSylviana
yang beranggapan bahwa fenomena
tafsiran numerologi dalam proses tersebut, mungkin sudah menjadi hal yang lazim bagi
sebagian orang. Dari kedua pernyataan itu kita menyepakati bahwa instrumen pendukung
kampanyeataunomorurut,jugakonotasiyangsamadalamsistempemilutertutupbukan
halyangsubtansialdalamprosespemilihan.

Lewat pidatonya, Anies menawarkan salam bersama tanpa tendesi nomor, yaitu dengan
gesturtanganterbuka,yangkirakiradimaknainyasebagaitandapersahabatan.Akhirnyakita
ingat,gesturtersebutsangatidentikdengansalamNasionalkitayangpernaheksisdimasanya,
yaitu konsep salam Nasional yang tertuang dalam Maklumat Pemerintah tanggal 31 Agustus
1945, dua hari setelah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dilantik. Tentu akan fatal
jadinya bila salam bersama AniesUno merujuk pada peristiwa bersejarah tersebut untuk
kepentingankelompokpolitikmusimansemacampilgub.

Di lain kesempatan seperti yang dilansir Viva.co.id (26/10), Anies memaknai nomor tiga
sebagaimana sila ketiga Panca Sila, Persatuan Indonesia. Rupanya branding politik simbol
AniesUno tidak berhenti sampai di situ saja. Bertepatan dengan hari peringatan Sumpah
Pemuda, Anies memberi keterangan tambahan lewat Gatranews.com (28/10), bahwa gestur
salambersamaialahrasakebertanggungjawabannyauntukmemperkuatsemangatdanrasa
persatuan di Jakarta. Selanjutnya, Anies menganggap bahwa di Jakarta sudah terlalu banyak
tangan mengepal dan tangan mengepal tidak bisa membangun persatuan. Dirinya juga
menghimbauanakanakmudaagarterlibataktifdalamprosespolitik(ini)sebagaiklimaksdari
peringatanSumpahPemuda.

SampaidisiniterlihatsikapdanpernyataanAniesyangsalingkontradiktifdanhiperrealistis.
Pertama,semulaiabesertatimengganmemberisimbolisasinomorurut,namunhanyasehari
setelahnya nomor urut tiga diumpakan sebagai Persatuan Indonesia. Kedua, ia menghimbau
anakanakmudauntukaktifdalamprosespolitik,sedangkanyangidealdisebutsebagaimana
http://www.siperubahan.com/read/3111/TanganMengepalPadaPrinsipdanNilaiIdeal

1/3

11/5/2016

PortalBeritaOnlineSIPerubahan

partisipasi poltik, tidaklah sama dengan keaktifan seperti maksud dan personanya (Anies).
Ketiga, ia mempersepsikan simbol tangan mengepal secara keliru tanpa mengindahkan
realitasnya secara mendalam. Poin ketiga justru membuatnya sangat merugi karena
reputasinya yang cukup dikenal dalam dunia pendidikan, mengabaikan prinsip ilmu
pengetahuanhanyauntukkepentinganpolitikpraktissemata.

MenolakDijadikanPundiSuara

Sistem pemilihan langsung dewasa ini masih menjadi paradoks yang belum tertuntaskan.
Bukan hanya dalam fungsinya yang mendistribusikan hakhak politik rakyat melainkan juga
mekanisme penerapannya dalam kelembagaan politik menuju wacana demokrasi. Barangkali
serupa dengan yang pernah dideinisikan Bung Karno, jika pemilihan langsung dimaksud
untuk mendistribusikan hakhak politik rakyat, sudahkah ia menghasilkan pemerintahan
rakyat itu sendiri? Sebab, dalam prakteknya rakyat dipersepsikan selayaknya pundipundi
suara,disurveiuntukmencorongkanpreferensinya,dikumpulkanuntukmenyusunkekuasaan,
setelahnya mereka tidak berdaya kembali. Konigurasi semacam ini jelas menyiratkan
ketimpanganduaelemenpentingdemokrasi,yaituantarademokrasipolitikdengandemokrasi
ekonomi.Makatakheranbilamomenpolitikseringkalidisebutbursapemilihan.

Salah satu alasan penting partai partai oleh Netherlands Institute for Multiparty Democracy
(NIMD, 2006) dinyatakan sebagai saluran utama untuk memelihara akuntabilitas demokrasi.
Dalam konteks tersebut parpol berfungsi untuk mendorong akuntabilitas publik, memberi
pendidikanpolitik,danpemecahkonlik.Semuaitusepatutnyaterjadididalampartaibukandi
panggungpolitikataumediamassa.Panggungpolitikataumediamassahanyasebuahmedia
atauprasaranadenganmemanfaatkanmetode,kemajuanilmupengetahuan,danteknologi.

Dengan serangkaian konseptual dan nilainilai demokrasi serta konigurasi kelembagaan


politik, maka penyebutan keaktifan politik tidak bisa disamakan seperti perilaku politik
yangdimaknaidenganmemberidukungansemata,sebagainilaiinputolehtimsurveidantim
pemenangan calontetapi juga (masyarakat) mempengaruhi proses dan menentukan
kebijakanpolitik(partisipasi).

HaltersebuttentubertolakbelakangdenganbackgroundAniesBaswedanyangdikenalenggan
berailiasi pada partai politik. Pasalnya, bahkan ia pernah berseteru dengan partai
pengusungannya. Selagi Anies juga masih diidolakan oleh kawankawan muda, ia selayaknya
menjadicontohyangsesuaidanseiramadengangagasangasasannya.

UntukTanganyangMengepal

OlehGunterScweigerdanMichaeladalamNimmo(2006),kecenderunganpersonalisasipolitik
atau pendekatan pencitraan lewat bahasa pengiklanan berdampak pada sebuah gaya
penghayatan baru di mana igur politik atau kandidat menjadi lebih penting daripada partai
politik dan ideologinya. Ini merupakan konsekuensi logis dari modernisasi kampanye politik
http://www.siperubahan.com/read/3111/TanganMengepalPadaPrinsipdanNilaiIdeal

2/3

11/5/2016

PortalBeritaOnlineSIPerubahan

yangberujungpadapenumpukanjenuhpenyelewengansejarah,budaya,sosial,politik,hukum,
serta keadaban negarabangsa kita. Figur dianggap sebagai representasi, didandani dengan
segala macam atribut simbolisasi. Sementara platform politik serta visi dan misi tidak
dihiraukansamasekali.

Dengankecenderunganjamanyangdemikianbukanpadarealitasitusendiri,makatakheran
bila Anies, dalam rentang waktu empat hari, sudah beberapa kali memoles ulang riasan
kampanye hingga kehilangan batas rasionalnya saat memberi makna peyoratif untuk simbol
tangan mengepal. Persis seperti penjelasan Jean Baudrillard (1968) setelah dipengaruhi oleh
karya Roland Barthes (1967), bahwasanya struktur masyarakat bercorak Barat dewasa ini
disebutnya sebagai masyarakat hiperrealitas. Baudrillard dalam usahanya membongkar
kodiikasi mistis dan sistem relasi, mencapai kesimpulanberbeda dari rumusan Marx
bahwa dalam masyarakat kapitalis nilaitukar mendominasi nilaiguna untuk memperoleh
keuntungan.

MestinyayangrasionalitusepertipenjelasanSussaneLanger(Littlejohn,2005)bahwatanda
ialahsebuahstimulusyangmemberikansinyalkehadirantentangsesuatuyanglain,sedangkan
maknaialahhubunganyangkompleksdiantarasimbol,objekdanpersondariaspeklogisdan
psikologis.

Oleh Cicero dalam Wood dan Gerson (2008), tangan mengepal merupakan simbol dari
pengetahuansempurnaatasyangideal,yangdiperlakukandenganmenghubungkanprinsip
prinsip dan ideide yang secara tegasdigenggam, seperti halnya bentukan orang bijak. Di
sampingitu,hasilrisetIrisHungdanAparnaLabrooyangdipublismelaluiJournalofConsumer
Research(2012) menyatakan bahwa dengan mengepal sudah membantu seseorang melewati
masasulit,yaknimeningkatkankontroldiridanmemunculkantekad.

Dalam perbendaharaan Bahasa Indonesia, kepal bersinonim dengan kata genggam yang
artinya memegang sesuatu. Akan tetapi, kepal tidak meletakkan objek materiil seperti
genggam yang memegang sesuatu, melainkan objek immateriil atau keyakinan, tekad, dan
prinsip.Dengandemikian,kitamengingatbetulperjuangantekadpemudasejak88tahunyang
silam,yaitudenganmenemukannyakembalidigudanggudangkearsipan.

Untuktanganyangmengepal,
Semangat!
Lowokwaru,29Oktober2016

http://www.siperubahan.com/read/3111/TanganMengepalPadaPrinsipdanNilaiIdeal

3/3

Anda mungkin juga menyukai