Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah
satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja
dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia
belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan
penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas
serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23
tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap
tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi
gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
1
hidupnya. Dalam bekerja keselamatan
dan kesehatan kerja (K3)
merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena

seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan


berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen
yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan,
Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja
yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari
pasal di atas maka jelaslah bahwa Puskesmas termasuk ke dalam kriteria
tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang
bekerja di Puskesmas, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung
Puskesmas. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola Puskesmas
menerapkan upaya-upaya K3 di Puskesmas.
Potensi bahaya di Puskesmas, selain penyakit-penyakit infeksi juga
ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di
Puskesmas, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang
berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya),
radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan
psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas
mengancam jiwa dan kehidupan bagi para petugas di Puskesmas, para
pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan Puskesmas.
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas kesehatan selalu dihadapkan
pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya
bahaya infeksius, reagensia yang
2
toksik , peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar
bahaya yang dihadapi dalam Puskesmas atau instansi kesehatan dapat

digolongkan dalam: Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang


mudah terbakar atau meledak (obat obatan); bahan beracun, korosif dan
kaustik ; bahaya radiasi; luka bakar ; syok akibat aliran listrik; luka sayat
akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam; bahaya infeksi dari kuman,
virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usahausaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta
penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di Puskesmas / instansi
kesehatan.
Hasil

laporan National

Safety

Council

(NSC) tahun

2008

menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di Instansi kesehatan 41%


lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah
tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan
penyakit infeksi dan lain-lain. Khusus di Indonesia, data penelitian
sehubungan dengan bahaya-bahaya di Instansi kesehatan belum tergambar
dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para
petugas di Instansi kesehatan, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang
ada.
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis
yang diderita petugas Instansi kesehatan, yakni hipertensi, varises, anemia
(kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita),
dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan
pergeseran diskus intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut
yang diderita petugas Instansi kesehatan lebih besar 1.5 kali dari petugas
3
atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan,
saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan

saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan,


penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisir dan bila mungkin meniadakan bahaya
tersebut, oleh karena itu K3 Puskesmas perlu dikelola dengan baik. Agar
penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan
sebuah pedoman manajemen K3 di Puskesmas, baik bagi pengelola
maupun petugas Puskesmas.
2. Tujuan

Tujuan Umum
Survei ini dilakukan untuk mengetahui tentang aspek kesehatan
dan keselamatan kerja (K3) pada petugas di Puskesmas Bulurokeng.

Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang faktor hazard yang dialami pada petugas di
Puskesmas Bulurokeng
b. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat
menggangu kesehatan petugas di Puskesmas Bulurokeng.
c. Untuk mengetahui alat pelindung diri yang digunakan petugas di
Puskesmas Bulurokeng.
d. Untuk mengetahui tentang ketersediaan obat P3K di Puskesmas
Bulurokeng.
e. Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan
sesuai peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala khusus) pada petugas
di Puskesmas Bulurokeng.
f. Untuk mengetahui tentang peraturan Kepala Puskesmas tentang K3 di
Puskesmas.
g. Untuk mengetahui keluhan atau penyakit yang dialami yang
4
berhubungan dengan pekerjaan pada petugas di Puskesmas
Bulurokeng.

h.

Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan (misalnya


penyuluhan, pelatihan, pengukuran atau pemantauan lingkungan
tentang hazard yang pernah dilakukan).

TINJAUAN PUSTAKA

II.

1. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang
dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya
kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali
hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja
serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Tujuannya adalah untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat
sehingga dapat menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan
penyakit.
Dasar Hukum K3 yang utama adalah Pasal 5, 20 dan 27 ayat (2)
UUD 1945 kemudian diteruskan dengan UU no. 1 tahun 1970, Undangundang ini membahas tentang Keselamatan Kerja. Keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan profesionalisme dari berbagai disiplin ilmu
yaitu fisika, kimia, biologi dan ilmu perilaku yang diaplikasikan dalam
manufaktur, transportasi, penyimpanan dan penanganan bahan berbahaya.
Program

K3

di

Puskesmas

bertujuan

untuk

melindungi

keselamatan dan kesehatan serta meningkatkan produktifitas pekerja,


melindungi keselamatan pekerja,5 pengunjung, dan masyarakat di
lingkungan sekitar Puskesmas.

Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan


mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Maka menurut Mangkunegara (2002) tujuan dari keselamatan dan
kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Sedangkan menurut Sumamur (2006) tujuan dari keselamatan dan
kesehatan kerja yaitu :
a. Agar setiap pekerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja
b. baik secara fisik, sosial dan psikologis.
c. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaikbaiknya
d. dan seefektif mungkin.
e. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
f. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan perlindungan kesehatan
gizi pekerja.
g. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.
h. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
i. Agar setiap pekerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

2. Definisi Kecelakaan Kerja


Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
6
diharapkan. Tak terduga karena di belakang peristiwa tersebut tidak
terdapat unsur kesengajaan, atau perencanaan. Tidak diharapkan karena

peristiwa kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari


yang paling ringan sampai yang paling berat. Kecelakaan akibat kerja
adalah kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan
(Sumamur, 1996). Kecelakan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak
dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan
kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang
terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya.
Dengan demikian kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
1) Tidak diduga oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak
2)

terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan.


Tidak di inginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan

3)

selalu disetai kerugian baik fisik maupun mental.


Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan yang sekurangkurangnya menyebabkan gangguan proses kerja (Tarwaka, 2008).

3. Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja merupakan seuatu hambatan pada tingkat
keamanan dalam bekerja, dalam hal ini perlu adanya upaya pencegahan,
baik untuk keselamatan maupun kesehatan para pekerja yang ada di
lingkungan Puskesmas. Penyakit akibat kerja atau berhubungan dengan
pekerjaan dapat disebabkan oleh pemajanan di lingkungan kerja secara
terus menerus setiap hari.
Untuk mengantisipasi hal ini, maka langkah awal yang penting
adalah pengenalan/identifikasi bahaya yang bisa timbul dan dievaluasi,
kemudian dilakukan upaya pengendalian dengan cara melihat dan
mengenal (walk through survey).
Dalam

lingkungan

kerja

seseorang

dapat

terganggu

kesehatannya, dan gangguan kesehatan akibat lingkungn kerja ini cukup


7
banyak terjadi. Penyakit akibat kerja salah satunya disebabkan oleh
kondisi lingkungan kerja seperti udara dingin, panas, bising, bahan

kimia, debu dan lain-lain. Gangguan kesehatan pada pekerja juga dapat
disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun
faktor yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi
tidak hanya oleh bahaya di lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor
kesehatan pekerja yang akan berpengaruh pada prilaku pekerja yang
tidak konsentrasi.
Berikut ini merupakan contoh penyakit

akibat kerja yang

merupakan penyebab dari lingkungan kerja:


a. Faktor fisik
1. Suara tinggi yang bising melewati ambang batas normal dapat
menyebabkan ketulian
2. Tempratur tinggi dapat menyebabkan hyperpireksi, heat cramp, heat
stress.
3. Radiasi sinar elektromagnetik, radioaktif dapat menyebabkan
katarak, tumor dan lain-lain.
4. Tekanan udara yang tinggi dapat menyebabkan Coisson disease
5. Getaran dapat menyebabkan gangguan proses metabolism e,
polineurutis, gangguan syaraf.
6. Penerangan yang kurang dapat merusak penglihatan.
b. Faktor Kimia
1. Bahan-bahan kimia yang masuk melalui saluran pernafasan yang
8
dapat membuat efek samping alergi, iritasi, korosif, asphyxia.

2. Debu yang dapat mengakibatkan pneumoconioses dan lain-lain


3. Uap dan gas beracun yang dapat menyebabkan keracunan
c. Faktor Biologis
Seperti bakteri, viral diseases, parasit diseases dan lain-lain
d. Faktor Ergonomi
1. Posisi kerja, alat kerja yang tidak ergonomis, cara kerja yang salah,
konstruksi yang salah sehingga dapat memiliki efek kelelahan
terhadap tubuh.
2. Angkat beban yang berat
3. Posisi statis
4. Posisi membungkuk yang tidak ergonomis
e. Faktor Mental Psikologis
1. Hubungan kerja, organisasi kerja, komunikasi social
2. Beban kerja mental kondisi penyakita pasien.
3. Kerja shift
Penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja dikalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan di lingkungan Puskesmas belum teratasi
dengan baik, sehingga terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi.
Dalam hal ini perlu mendapat perhatian, karena seseorang yang bekerja
jika mengalami kecelakaan atau penyakit akibat kerja bukan hanya
9
berpengaruh pada diri sendiri, tetapi juga produktifitas kerja menurun
dalam pemberian pelayanan kesehatan yang maksimal terhadap pasien.

4. Identifikasi Hazard Umum


Resiko petugas Puskesmas terhadap gangguan kesehatan dan
kecelakaan kerja pada umumnya disebabkan oleh prilaku petugas dalam
kepatuhan melaksanakan setiap prosedur terhadap kewaspadaan.
Melihat hal di atas tentunya kita perlu menyadari bahwa dalam lingkup
pekerjaan di bidang kesehatan mempunyai banyak resiko terhadap
kesehatan pekerja. Tenaga kerja (tenaga medis dan non medis) yang
beresiko terhadap penyakit akibat kerja di Puskesmas antara lain:
a. Perawat yang setiap hari kontak dengan pasien dalam waktu yang
cukup lama 6 sampai 8 jam perhari, sehingga selalu terpajan
mikroorganisme pathogen, dapat membawa infeksi dari satu pasien ke
pasien yang lain. Hasil penelitian membuktikan bahwa tenaga kerja
perawat banyak ditemukan cedera sprain dan strain, nyeri pinggang,
merupakan keluhan terbanyak yang ditemukan pekerja perawat di
Instansi kesehatan. Luka sayat dan tusukan jarum yang tidak sesuai
prosedur penggunaannya atau pada saat pencucian instrument tajam
yang beresiko tersayat.
b. Dokter dapat tertular penyakit dari pasien, terpapar bahan kimia
anesthesi halotan yang mudah menguap merembes menembus masker
sehingga menyebabkan gangguan somatic, nyeri kepala, mual sampai
gangguan fungsi saraf pusat. Robeknya sarung tangan dapat
menyebabkan cedera sayatan dan tusukan jarum.
c. Dokter gigi, tingginya kadar HBsAg dan anti HBC para dokter gigi
dibanding dengan petugas kesehatan lain, hal ini diduga sebagai
pajanan air ludah pasien, penyakit infeksi akibat kerja, pajanan dosis
rendah seperti merkuri, pajanan bahan penambal lubang gigi yang
10
berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, lesu,

anorexia. Nyeri punggung juga sering dialami oleh karena posisi


kerja yang tidak ergonomis.
d. Petugas Gizi, sebagai penyaji diet atau makanan pasien, dalam hal ini
petugas gizi pada umumnya terpajan salmonella dari bahan mentah
ikan, daging dan sayuran yang setiap hari terpapar sehingga beresiko
terjadi gangguan gastrointestinal.
e. Petugas Farmasi yang melayani pembelian dan penyediaan obat-obat
pasien segala penyakit, yang setiap hari akan menghirup bahan-bahan
kimia segala jenis obat-obatan yang merembes dan menembus masker,
hal ini dapat menyebabkan resiko keracunan.
f. Petugas Laboratorium yang setiap hari melakukan pemeriksaan
darah, urin, sputum, feses pasien dengan segala jenis penyakit
sehingga akan beresiko terpajan bakteri maupun virus yang berasal
dari bahan objek pemeriksaan.
5. Alat Pelindung
Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan
perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Sumamur, 1991). Atau
bisa juga disebut alat kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja
sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu
sendiri dan orang di sekelilingnya.
APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi
tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak
dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti
dari usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir.
Alat Pelindung Diri harus mampu melindungi pemakainya dari
bahaya-bahaya kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu,
11
APD dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan
yang diperlukan.

Alat pelindung diri yang dapat digunakan di tempat kerja pekerja


pencuci mobil, sesuai dengan faktor hazard yang ada berupa sepatu boot,
pelindung kepala dengan bahan anti air, celemek, masker, google dan
sarung tangan karet.
6. Kesediaan Obat P3K
Kotak pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) seharusnya
wajib dimiliki di setiap tempat pekerjaan terutama di Instansi Kesehatan
seperti Puskesmas. Hal ini sangat bermanfaat dalam keadaan darurat
ataupun kecelakaan. Tujuan dari P3K adalah untuk menyelamatkan nyawa
atau mencegah kematian, mencegah cacat yang lebih berat dan menunjang
penyembuhan.
7. Pemeriksaan Kesehatan
Petugas K3 harus mengadakan pemeriksaan kesehatan sebelum
kerja, pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus
oleh dokter yang telah memiliki sertifikasi.
Pemeriksaan

kesehatan

sebelum

kerja

dilakukan

supaya

memastikan pekerja sehat secara fisik dan mental untuk melakukan


pekerjaannya serta tidak menderita penyakit menular yang dapat
mempengaruhi pekerja lain. Pemeriksaan sebelum bekerja meliputi
pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru dan
laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.
Pemeriksaan berkala dilakukan oleh dokter sekurang-kurangnya
setahun sekali. Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan oleh dokter untuk
pekerja tertentu yang melakukan pekerjaan dengan resiko-resiko tertentu.
Pemeriksaan kesehatan khusus juga dilakukan kalau pekerja mengeluh
tentang masalah kesehatan yang mereka derita.
III.
1. Bahan

METODE PENELITIAN
12

Bahan yang digunakan pada survey ini adalah checklist yang di


buat. Checklist ini dibuat berdasarkan informasi yang diperlukan dari

tujuan survey ini. Pada survei ini, informasi yang diperlukan adalah ada
tidaknya faktor hazard, alat kerja apa yang digunakan, alat pelindung diri
yang digunakan, ketersediaan obat P3K di tempat kerja, keluhan atau
penyakit yang dialami pekerja dan upaya pengetahuan mengenai K3
kepada para petugas di Puskesmas Bulurokeng.
Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey
antara lain:
-

Alat tulis menulis berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama


survey jalan sepintas.

Kamera digital berfungsi sebagai alat untuk memotret/ mendokumentasikan kegiatan dan lingkungan Puskesmas Bulurokeng.

Checklist berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer


mengenai survey jalan sepintas yang dilakukan.

2. Cara
Cara yang digunakan adalah Walk Through Survey. Teknik Walk
Through Survey juga dikenali sebagai Occupational Health Hazards.
Untuk melakukan survey ini, dapat dimulai dengan mengetahui tentang
manejemen perencanaan yang benar, berdiskusi tentang tujuan melakukan
survey, dan menerima keluhan-keluhan baru yang releven.
Bahaya apa dan dalam situasi yang bagaimana bahaya dapat
timbul, merupakan hasil dari penyelenggaraan kegiatan Walk Through
Survey serta mengenal bahaya, sumber bahaya dan lamanya paparan
bahaya terhadap pekerja.
Pihak okupasi kesehatan kemudian dapat merekomendasikan
monitoring survey untuk memperoleh kadar kuantitas eksposur atau
13
kesehatan okupasi mengenai risk assessment.
Walk Through Survey ini bertujuan untuk memahami proses
produksi, denah tempat kerja dan lingkungannya secara umum. Selain itu,

mendengarkan pandangan pekerja dan pengawas tentang K3, memahami


pekerjaan dan tugas-tugas pekerja, mengantisipasi dan mengenal potensi
bahaya yang ada dan mungkin akan timbul di tempat kerja atau pada
petugas dan menginventarisir upaya-upaya K3 yang telah dilakukan
mencakup kebijakan K3, upaya pengendalian, pemenuhan peraturan
perundangan dan sebagainya.

PASIEN DATANG

UGD/R. TINDAKAN

LOKET PENDAFTARAN
LABORATORIUM

Ya

POLI UMUM
PENUNJANG

Tidak

POLI GIGI
OBAT

Ya

APOTEK
Tidak

KIA
KONSELING

Tidak

PULANG

Ya

IMUNISASI
RUJUK

GIZI & KESLING

Tidak

KB

Bagan Alur Pelayan Puskesmas


Bulurokeng
Ya

RS

3. Lokasi Survei
Survey ini dilakukan di Puskesmas Bulurokeng, JL. Suka Dg.
Lurang II, Bulurokeng, Biring Kanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
4. Jadwal survey
14
Survey akan dilaksanakan selama 5 hari (11 April 2016 15 April
2016 )

No
.

Tanggal

Kegiatan

1.

11 April 2016

2.

12 April 2016

3.

13 April 2016

4.

14 April 2016

5.

15 April 2016

Melapor ke bagian K3 RS Ibnu Sina


Pengarahan kegiatan
Pembuatan proposal walk through

survey
Walk through survey
Walk through survey
Walk through survey
Pembuatan laporan walk through survey
Presentasi laporan walk through survey

DAFTAR PUSTAKA
15
Amarudin.2006.Pengawasan Kesehatan dan Lingkungan Kerja. [cited; Available
from: http://tiarasalsabilatoniputri.files.wordpress.com/2012/03/kesehatan-

kerja-1.ppt
Asosiasi Hiperkes & Keselamatan Kerja Indonesia.2010.Leaflet Program,
Pelatihan & Sertifikasi Higienis Industri Muda (HIMU). Jakarta:Asosiasi
Hiperkes
Kurniawidjaja, Meily.2010.Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja .Jakarta: UIPress
Panduan Dasar k3 from:http://qhseconbloc.files.wordpress.com/2011/07/panduan
dasar-k3.pdf
Ramli, Soehatman.2010.Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja.
Jakarta: Dian Rakyat 3.
Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat.2015.Aspek
kesehatan dan keselamatan kerja. Available from ; http://digilib.unimed.ac.id/
public/UNIMED-NonDegree-22832-BAB%20II_fero.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai