Nama Mahasiswa
: Andini Yuliana
NIM
: 030.12.018
Bagian
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan dan mempresentasikan laporan kasus
dengan judul: Benign Prostate Hyperplasia
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian tugas dan sebagai
syarat mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD
Budhi Asih, Jakarta. Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan
penyelesaian laporan kasus ini, terutama kepada:
1. dr. Tri Endah Suprabawati,Sp.U, selaku pembimbing dalam laporan kasus
ini.
2. Dokter dan staf SMF Ilmu Bedah RSUD Budhi Asih.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD Budhi Asih yang
telah memberikan dukungan moril maupun materil.
Saya menyadari dalam penyelesaian laporan kasus ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran guna
penyempurnaan laporan kasus ini sangat saya harapkan.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
terutama dalam bidang ilmu bedah urologi.
Andini Yuliana
BAB I
PENDAHULUAN
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut.. Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat
benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini
akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang
mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan
mengganggu aktivitas sehari-hari. Benign Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan
suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini dilihat dari frekuensi terjadinya BPH di
dunia, di Amerika secara umum dan di Indonesia secara Di Indonesia, BPH
menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih. Kanker prostat, juga
merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim terjadi dan lebih ganas
dibanding BPH, yang hanya melibatkan pembesaran jinak daripada prostat.
Seperti juga BPH, kanker prostat juga menyerang pria berusia lebih dari 50 dan
pada usia di bawah itu bukan merupakan suatu yang abnormal. Secara khususnya
di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005, insidensi terjadinya
kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000 orang, yakni yang keempat
setelah kanker saluran napas atas, saluran pencernaan dan hati. Prevalensi BPH
yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini
me-ningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59 tahun
prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60 yahun mencapai angka
sekitar 43%7 . Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti,
tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di dua rumah sakit besar di Jakarta
yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Kamis, 18 Agustus
2016 pukul 07.00 WIB di Ruang Rawat Lantai 9 Kamar 913 Bed I, RSUD Budhi
Asih, Jakarta.
IDENTITAS
Nama
: Tn. S
Umur / TTL
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pekerjaan
: Security
Pendidikan
: SMP
Status pernikahan
: Menikah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
: 848040
Tanggal masuk
Ruang rawat
KELUHAN UTAMA
Sulit untuk berkemih sejak 1 hari yang lalu.
RIWAYAT KEBIASAAN
Os mengaku tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol. Os juga
mengatakan sudah berhenti merokok.
TINJAUAN SISTEM
Sistem saraf : nyeri kepala (-), kejang (-), kelemahan motorik (-)
Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), kembung (-), diare (-),
B. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Kesan sakit
Kesan gizi
: Cukup
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Denyut Nadi
Suhu
: 36,5 oC
Pernapasan
Kepala
Mata
Kelopak mata
Konjungtiva
Sklera
Pupil
Preaurikuler
: deformitas (-)
Retroaurikuler
: deformitas (-)
Daun telinga
: deformitas (-)
Liang telinga
: sekret (-)
Hidung
Bentuk
: normosmia (-)
6
Liang hidung
: sekret (-)
Mukosa
Bibir
Bentuk
: deformitas (-)
Warna
Tonsil
Ukuran
: T1 / T1
Warna
Kelainan
: detritus (-)
Leher
Gerak
Kelenjar limfe
Kelenjar tiroid
Arteri karotis
: (+) / (+)
: JVP 5 + 2 cmH2O
Trakea
Toraks
Inspeksi
Dinding toraks
Palpasi
Gerak dinding toraks
Vocal fremitus
Iktus kordis
Sela iga
normal,
tidak
menyempit,
tidak
Perkusi
Keadaan paru
Auskultasi
Jantung
Bunyi jantung I dan II (S1 & S2) : reguler
Bunyi jantung tambahan
: S3 (-), S4 (-)
Bising jantung
: (-)
Paru
Suara napas
Abdomen
Inspeksi
Bentuk
: cembung
Kulit dinding perut dan umbilikus: sawo matang, roseolla spots (-),
venektasi (-), smilling umbilkus (-)
Gerak dinding perut
: Mengempis
waktu
inspirasi,
: tak tampak
Palpasi
Rigiditas dinding perut
Asites
: undulasi (-)
: massa (-)
Hepar (hati)
Ren (ginjal)
Perkusi
Distribusi gas
Asites (minimal)
Auskultasi
Bising usus
Ekstremitas
Atas : akral hangat (+/+), oedem (-/-)
Bawah : akral hangat (+/+), oedem (-/-)
Pemeriksaan Rectal Toucher (dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2016)
-
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 15 Agustus 2016
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Hasil
10,4
4,8
14,5
45
Satuan
Ribu/l
Juta/ l
g/dl
%
Nilai Normal
3,8 10,6
4,4 5,9
13,2 17,3
40 52
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Kimia Klinik
Elektolit Serum
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida(Cl)
Ginjal
Ureum
Kreatinin
Faal Hemostasis
343
93,2
30,4
32,6
12,4
Ribu/l
fL
pg
g/dL
%
150 - 440
80 100
26 34
32 36
< 14
145
4,2
111
Satuan
mmol/L
mmol/L
mmol/L
Nilai Normal
135 - 155
3,6 - 5,5
98 - 109
33
1,62
mg/dL
mg/dL
17 49
< 1,2
Hasil
Waktu Perdarahan
2,00
Waktu Pembekuan
12,00
Metabolisme Karbohidrat
Menit
Menit
Mg/dL
Urine lengkap
Warna
Kejernihan
Glukosa
Bilirubin
Keton
pH
Berat jenis
Albumin urine
Urobilinogen
Nitrit
Darah
Esterase lekosit
Sedimen urine
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Silinder
Kristal
Bakteri
Jamur
110
Hasil
Kuning
Keruh
Negatif
Negatif
Negatif
6,0
1.015
1+
0,2
Positif
3+
2+
15-20
10-15
Positif
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
Satuan
E.U/ dL
/ LPB
/ LPB
/ LPB
/ LPK
/ LPB
1-6
5
- 15
<110
Nilai Normal
Kuning
Jernih
Negatif
Negatif
Negatif
4,6-8
1.005-1.030
Negatif
0,1-1
Negatif
Negatif
Negatif
<5
<2
positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
10
11
12
HEPAR
Besar
dan
bentuk
normal,
permukaan
regular.
Echostruktur parenchim homogen. Pembuluh darah dan saluran bilier normal. Tak
tampak SOL/kalsifikasi. Tampak lesi anechoik terletak dilobus sinistra dengan
ukuran 2.53 x 1.82 cm.
VESICA FELEA
: Besar dan bentuk normal. Dinding tipis regular. Tidak
tampak batu/sludge.
LIEN
: Besar dan bentuk normal. Echostruktur homogen. Tidak
tampak batu/sludge. Vena lienalis tidak melebar.
PANCREAS
: Besar dan bentuk normal. Echostruktur parenchim
homogen. . Tak tampak lesi fokal/SOL. Duktus pancreaticus tidak melebar.
AORTA
: Bentuk dan caliber normal. Tak tampak pembesaran pada
KGB para aorta.
REN DEXTRA
dan medulla jelas. Sistem pelviocalices normal. Tidak tampak batu/ SOL.
REN SINISTRA
: Besar dan bentuk normal, permukaan regular. Batas cortex
dan medulla jelas. Sistem pelviocalices normal. Tampak lesi hyperechoic dengan
posterior acoustic shadow ukuran 0,85 cm.
BULI-BULI
: Besar dan bentuk normal. Dinding menebal ukuran 0,63
cm, irregular. Tak tampak bayangan hyperechoik/ posterior acoustic shadow.
PROSTAT
: Membesar dengan volume 64,39 cm. Echostruktur
parenchim homogen. Tak tampak lesi/kalsifikasi.
KESAN :
1. Hypertropi prostat et cystitis chronis
2. Nefrolithiasis sinistra
3. Simple cyst hepar lobus sinistra
D. Resume
Os datang Poli Bedah Urologi RSUD Budhi Asih hari Senin, 11 Juli 2016,
dengan keluhan sulit berkemih sejak 1 hari yang lalu. Os mengaku perlu
mengejan untuk berkemih, namun pancarannya lemah, dan terhenti di tengahtengah, dan menimbulkan rasa anyang-anyangan. Os juga mengeluh terkadang
mengompol karena tidak bisa menahan untuk BAK, dan pada malam hari
terabangun untuk berkemih beberapa kali. Os juga mengeluhkan sedikit nyeri
13
di perut bagian bawah dan nyeri saat berkemih. Selama ini os rutin kontrol ke
poli dan mendapatkan obat, tetapi ketika itu beberapa hari os mengaku tidak
mengkonsumsi obat dan timbul keluhan-keluhan. Os pernah beberapa kali
menggunakan kateter. Selanjutnya os direncanakan dirawat dan dilakukan
operasi TURP pada tanggal 16 Agustus 2016. Os mengaku sebelumnya pernah
beberapa kali mengalami gejala serupa sejak Agustus 2014, kemudian ke UGD
Budhi Asih dan dipasang kateter, os mengaku keluhan berkurang, dan
selanjutmya kontrol ke poli urologi. Os dinyatakan menderita BPH.
Dari hasil laboratorium didapatkan leukosit 11.700, eritrosit 4,0, Hb 12,2,
Ht 38. Fungsi ginjal, kreatinin 1,62. GDS 110. Hasil urinalisis, urine keruh,
albumin urine 1+, nitrit positif, darah 3+, esterase lekosit 2+, sedimen urine
bakteri positif. Dari hasil USG didapatkan kelainan pada hepar; Tampak lesi
anechoik terletak dilobus sinistra dengan ukuran 2.53 x 1.82 cm. Ren
sinistra; Tampak lesi hyperechoic dengan posterior acoustic shadow ukuran
0,85 cm. Buli-buli; Dinding menebal ukuran 0,63. Prostat; Membesar dengan
volume 64,39 cm. Dengan kesan sebagai berikut: Hypertropi prostat et
cystitis chronis, Nefrolithiasis sinistra, Simple cyst hepar lobus sinistra.
E. Diagnosis kerja
BPH dengan retensi urin
F. Diagnosis banding
Ca Prostat
G. Penatalaksanaan
Diruang perawatan tanggal 16 Agustus 2016:
Inj Cefoperazone 2x 1g
Operatif:
14
Laporan operasi:
1. Setelah dilakukan anestesi, posisi litotomi, asepsis dan
antisepsis,
2. Sistoskopi:
sakulasi (-), divertikel (-), batu (-), massa (-), muara ureter
kanan dan kiri teridentifikasi.
3. Dilakukan TURP secara sistematis pada lobus kanan dan kiri
Hasil
11,7
4,0
12,2
38
295
94,3
30,5
32,4
13,0
Satuan
Ribu/l
Juta/ l
g/dl
%
Ribu/l
fL
pg
g/dL
%
Nilai Normal
3,8 10,6
4,4 5,9
13,2 17,3
40 52
150 - 440
80 100
26 34
32 36
< 14
15
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINSI dan EPIDEMIOLOGI
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH
sering
ditemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu
16
Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus: anterior, posterior, median,lateral kanan, dan
kiri lateral. Lobus anterior terletak di depan uretra pars prostatika, tidak ada
jaringan kelenjar. Lobus medius terletak diantara uretra pars prostatika dan duktus
ejakulatorius, ada banyak jaringan kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang
uretra dan di bawah duktus ejakulatorius, ada banyakjaringan kelenjar. Lobus
dekstra dan sinistra terletak disamping kanan dan kiri uretra pars prostatika, ada
banyak jaringan kelenjar.
17
18
19
aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
1. Teori dehidrotestosteron
Dihidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting
dalam pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron
didalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH. DHT yang telah berikatan dengan reseptor androgen (RA)
membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi
sintesis protein growht factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat
Pada berbagai penilitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH
tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada
BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih
sensitiv terhadap DHT sehingga repliksi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.
2. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan
sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma
melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu
sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel
epitel maupun sel stroma.
20
21
pola
22
dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi. Terjadi
penonjolan mukosa yang kecil yang disebut sakula dan divertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan irirtasi. Gejala dan
tanda obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada
permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi
menjadi lemah, dan rasa belum puas. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas
otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit
ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna
pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada
kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Sering
hiperiritabilitas
kebelet
dan
ingin
BAK
hipersensitivitas
(Urgensi)
buli-buli
karena
disebabkan
obstruksi
intravesika.
23
24
(lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding
symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi
meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus
(intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya
terjadi retensi urine.
25
menetes
setelah
miksi).
Gejala
iritatif
seperti
26
Keadaan prostat, antar lain: apakah batas atas teraba, adanya nodul,
krepitasi (adanya batu prostat bila teraba krepitasi), konsistensi
prostat, simetri antar lobus,dan batas prostat.
I
II
III
IV
Colok dubur
< 50 ml
50 - 100 m
100 m
Retensi urin total
G. DIAGNOSIS
Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan
awal dan pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal
harus dilakukan oleh setiap dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan
pemeriksaan tambahan yang bersifat penunjang dikerjakan jika ada indikasi
untuk melakukan pemeriksaan itu.
Anamnesis
Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis
meliputi:
o Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu
o Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah
mengalami cedera, infeksi, atau pembedahan)
o Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual
28
29
infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau
terdapat 3 kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan
sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urine dan telah
memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena
seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan
kateter
Pemeriksaan fungsi ginjal
Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus
urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH
terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan
resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan
dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enam kali
lebih banyak . Pasien LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi
sistem pelvikalises 0,8% jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak
18,9% jika terdapat kelainan kadar kreatinin serum. Oleh karena itu
pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan
pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas.
Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi
bukan cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan
penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti: (a)
pertumbuhan volume prostat lebih cepat, (b) keluhan akibat BPH/laju pancaran
urine lebih jelek, dan (c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut.
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar
PSA. Dikatakan oleh Roehrborn et al (2000) bahwa makin tinggi kadar PSA
makin cepat laju pertumbuhan prostat. Kadar PSA di dalam serum dapat
mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada prostat
(biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan
prostat, dan usia yang makin tua. Meskipun BPH bukan merupakan penyebab
timbulnya karsinoma prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko
terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan dengan colok dubur
30
31
Qmax dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan. Pasien tua yang
mengeluh LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan disebabkan karena
BPH dan keluhan tersebut tidak berubah setelah pembedahan.
Pemeriksaan residual urine
Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine
yang tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada
orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL. Tujuh puluh
delapan persen pria normal mempunyai residual urine kurang dari 5 mL dan
semua pria normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL .
Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan
melakukan pengukuran langsung sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah
pasien berkemih, maupun non invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine
melalui USG atau bladder scan. Pengukuran melalui kateterisasi ini lebih
akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak mengenakkan bagi pasien, dapat
menimbulkan cedera uretra, menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi
bakteriemia.
Pencitraan traktus urinarius
Pencitraan traktus urinarius pada BPH meliputi pemeriksaan terhadap
traktus urinarius bagian atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat. Dahulu
pemeriksaan IVP pada BPH dikerjakan oleh sebagian besar ahli urologi untuk
mengungkapkan adanya: (a) kelainan pada saluran kemih bagian atas, (b)
divertikel atau selule pada buli-buli, (c) batu pada buli-buli, (d) perkiraan
volume residual urine, dan (e) perkiraan besarnya prostat. Pemeriksaan
pencitraan terhadap pasien BPH dengan memakai IVP atau USG, ternyata
bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya kelainan pada saluran kemih bagian
atas; sedangkan yang menunjukkan kelainan, hanya sebagian kecil saja (10%)
yang membutuhkan penanganan berbeda dari yang lain. Oleh karena itu
pencitraan saluran kemih bagian atas tidak direkomendasikan sebagai
pemeriksaan pada BPH, kecuali jika pada pemeriksaan awal diketemukan
adanya: (a) hematuria, (b) infeksi saluran kemih, (c) insufisiensi renal (dengan
melakukan pemeriksaan USG), (d) riwayat urolitiasis, dan (e) riwayat pernah
32
tidak
dianjurkan
sebagai
pemeriksaan
rutin
pada
BPH.
pancaran
urine
yang
lemah
tanpa
dapat
menerangkan
penyebabnya, pemeriksaan uro-dinamika (pressure flow study) dapat membedakan pancaran urine yang lemah itu disebabkan karena obstruksi leher bulibuli dan uretra (BOO) atau kelemahan kontraksi otot detrusor. Pemeriksaan ini
cocok untuk pasien yang hendak menjalani pembedahan. Mungkin saja LUTS
yang dikeluhkan oleh pasien bukan disebabkan oleh BPO melainkan
disebabkan oleh kelemahan kontraksi otot detrusor sehingga pada keadaan ini
33
uretra
I. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Tujuan
pada pasien hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan miksi,
meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin setelah
miksi dan mencegah progresilitas penyakit.
1 . Watchfull waiting
34
Ditujukan pada penderita BPH dengan keluhan ringan yang tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan terapi apapun hanya diberikan
anjuran mengenai hal yang dapat memperburuk keluhan, seperti jangan minum
kopi
atau
alkohol,
batasi
penggunaan
obat
yang
mengandung
Penghambat 5 -reduktase
Bekerja dengan cara menghambat pembentukan dehidrotestosteron dari
testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam selsel
prostat.
Pemberian finasteride 5 mg mampu memperbaiki keluhan miksi dan
pancaran miksi.
Fitofarmaka
Kemungkinan
fitoterapi
bekerja
sebagai
anti
estrogen,
anti
35
Batu buli,divertikel
Hematuria
Gagal ginjal
Timbul penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah seperti
Hernia dan Hemorroid
36
Reseksi
kelenjar
prostat
dilakukan
transuretra
dengan
38
sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai
rongga yang terjadi sehabis TURP.
pembesaran prostat, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling
memuaskan adalah TUR Prostat.5
J.
PROGNOSIS
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari
39
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Indonesia. Jakarta;2003.
Tanagho, Emil A ; McAninch, Jhon W. Benign Prostatic Hyperplasia ;
at Smiths General Urology. 17 th edition. Mc Graw Hill : Lange ;
California.2008, p 348.
3.
Purnomo, B. Basuki. Hiperplasia Prostat; Di dalam Dasar-Dasar
4.
5.
http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview
De Jong, Wim ; Sjamsuhidajat R. Prostat; di dalam Buku Ajar Ilmu
at
40
41