Anda di halaman 1dari 12

DEMENSIA

Dr. H. Zainuddin Arpandy, Sp.S


SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNLAM/RSUD ULIN Banjarmasin

I. Definisi1
Demensia adalah sindrom klinis ditandai dengan gangguan daya ingat disertai satu atau
lebih domain kognitif lainnya (atensi, fungsi bahasa, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif) yang
sudah menggangu aktivitas kehidupan sehari hari dan tidak disebabkan oleh gangguan pada fisik.
II. Epidemiologi2
Demensia adalah penyakit global dan prevalensi demensia setiap 5 tahun antara usia 60
sampai 90 tahun: 1 % dari orang berusia 60-64 tahun sampai dengan 30-50% dari mereka yang
lebih tua dari yang berusia 85 tahun. Sedangkan penyakit demensia alzheimer terjadi pada usia
55 tahun sebanyak 50-90% dari semua kasus. diperkirakan lebih dari 4 juta orang di Amerika
Serikat menderita demensia alzheimer.
III. Etiologi3
Demensia pada prinsipnya dapat terjadi karena dua hal yaitu:
1. karena sebagian neuron otak rusak, terutama yang terletak di korteks lobus frontalis dan
dibagian medial lobus temporalis.
2. karena hilangnya fungsi sebagian jaringan otak akibat iskemik atau tekanan dalam tengkorak
yang meningkat hal ini juga termasuk demensia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B1.

IV. Klasifikasi3,4
1. Demensia Alzheimer
Penyebab paling umum dari demensia adalah penyakit Alzheimer (AD). Gejala utama
adalah masalah memori, kemunduran progresif kemampuan untuk melakukan kegiatan dasar
hidup sehari-hari, perubahan prilaku dan terutama penarikan diri, apatis dan sosial. Masa
hidup rata-rata untuk pasien setelah terdiagnosis adalah delapan sampai sepuluh tahun.
Lebih dari 5 juta orang di Amerika memiliki penyakit Alzheimer, dan jumlah ini
diperkirakan akan mencapai 13 juta tahun 2050. Pada tahun 2009, penyakit Alzheimer adalah
penyebab keenam utama kematian di Amerika Serikat.
Dimensia Alzheimer merupakan bentuk demensia yang paling sering dijumpai yang dapat
disebabkan oleh:
a. faktor genetik
b. lingkungan dan toksin
c. faktor infeksi
d. autoimun
e. trauma.
Kriteria diagnosis di bidang neurologi untuk demensia Alzheimer yang banyak dipakai
adalah kriteria diagnosis sebagai berikut:
A. Kriteria probable demensia Alzheimer:

Demensia yang dibuktikan dengan mini-mental test.


Defisit dalam dua atau lebih bidang kognitif.
Fungsi memori dan kognitif lainnya yang memburuk secara progresif.
Tidak ada gangguan kesadaran.
Onset antara umur 40 dan 90 tahun, paling sering setelah umur 65 tahun.
Tidak ada penyakit sistemik atau penyakit otak lainnya yang dapat menjelaskan defisit
memori dan kognisi yang progresif.
2

B. Diagnosa probable demensia Alzheimer dibantu oleh:


Disorientasi progresif fungsi kognitif spesifik, seperti bahasa (afasia), keterampilan motorik

(apraksia) dan diagnose persepsi.


Terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari dan berubahnya pola perilaku.
Riwayat keluarga akan sakit yang sama, terutama bila dibuktikan secara neuropatologik.
Hasil laboratorium sebagai berikut: cairan serebrospinalis yang normal, EEG yang normal

atau perubahan non spesifik dan bukti atrofi otak pada CT scan ulangan.
C. Gejala klinis lain yang sesuai dengan diagnosis probable demensia Alzheimer:
Perjalanan progresivitas penyakit.
Gejala ikutan seperti depresi, insomnia, inkontinensia, waham ilusi, halusinasi katastropik,
ledakan emosi, verbal atau fisik, gangguan seks, dan kehilangan berat badan.
Kejang pada demensia Alzheimer yang berat.
CTscan yang normal untuk umur penderita.
D. Gejala yang membuat diagnosis probable demensia Alzheimer meragukan:
Permulaan yang mendadak.
Gejala neurologic fokal seperti hemiparesis, gangguan sensorik, defisit lapang pandang dan

inkoordinasi pada permulaan penyakit.


Kejang atau gangguan cara berjalan pada permulaan penyakit.

E. Diagnosis klinik probable demensia Alzheimer:


Dapat dibuat berdasarkan sindrom demensia tanpa adanya gangguan neurologik, psikiatri,

atau sistemik lainnya yang cukup untuk menyebabkan demensia atau perjalanan klinik.
Dapat dibuat dengan adanya gangguan sistemik atau gangguan otak lainnya yang cukup

untuk menimbulkan demensia, tetapi tidak dianggap sebagai demensia tersebut.


Jika diidentifikasikan defisit kognitif tunggal yang berat dan berangsur-angsur progresif serta
tidak ada penyebab lainnya.

Diagnosis Banding3
Diagnosis banding untuk demensia Alzheimer adalah:
1. Depresi: kehilangan inisiatif.
2. Sindrom hiperestetik emosional.
3. Intoksikasi kronis oleh psikofarmaka karena fungsi ginjal berkurang.
4. konversi jawaban sistematis salah.
5. Psikoasis atau skizofrenia karena waham penderita.
6. kesadaran menurun.
7. Demensia vascular
3

Penatalaksanaan5
Tujuan kita memberikan terapi adalah:
1. Mempertahankan kualitas hidup yang optimal.
2. Memanfaatkan kemampuan yang masih ada seoptimal mungkin.
3. Berupaya memperlambat perburukan.
4. Membantu keluarga yang merawat, memberikan informasi yang tepat.
5. Menghadapi keadaan penyakit secara realistis.
Penderita demensia sering disertai dengan gangguan lain, seperti: depresi, ansietas,
delusi, halusinasi dan insomnia. Terhadap gangguan ini dapat diberikan obat-obatan yaitu
antidepresan, obat penenang dan obat sedatif.
A. Obat penghambat kholinesterase
Zat choline acetyl transferase (Chat) merupakan marka neurotranmiter bagi penyakit
Alzheimer. Substitusi neurotransmiter dapat dilakukan melalui peningkatan sintesis atau
meningkatkan pelepasannya (misalnya dengan pemberian prekursor atau menghambat
pemecahannya atau dengan pemberian zat agonis reseptor). Penghambatan kholinesterase
memperpanjang kerja acetilcolin di reseptor kolinergik pasca sinaps. Dapat mengurangi
gangguan di bidang kognitif, gangguan behavioral seperti apatis, inisiatif yang berkurang,
agitasi, delusi, dan halusinasi. Obat penghambat kholinesterase, seeperti: tacrine, donepezil,
rivastigmine, metrifonate, galantamine, physostigmine, epastigmine.
B. Estrogen
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang mendapatkan estrogen setelah
menopause mempunyai risiko yang lebih rendah untuk mendapatkan Alzheimer dari pada
mereka yang tidak mendapatkan. Penelitian lain, menunjukkan bahwa wanita yang telah
menderita Alzheimer dan diberikan estrogen mengalami kemajuan yang nyatadalam bidang
memori dan atensi. Terapi hormonal sebagai terapi Alzheimer pada wanita yang menopause
sampai saat ini masih di teliti secara aktif.
C. Antioxidant
Terapi dengan antioksidan pada Alzheimer masih terus di teliti, uji-klinik yang
menggunakan antioksidan selegiline ( 5 mg 2 x sehari) dan alphatocopherol (vit. E) (2 x 1000 U
4

sehari) dilaporkan mempunyai khasiat. Selegiline adalah inhibitor monoamine oxidase-B,


inhibisi MAO-B mungkin memblokade produksi radikal bebas. MAO-B didapatkan di korteks
dan hippocampus, terutama berlokasi di glia. Aktivitasnya meningkat pada Alzheimer.
D. Depresi pada penyakit Alzheimer
Hasil penelitian mengemukakan angka berkisar 40 50% depresi pada kasus Alzheimer.
Obat yang dapat digunakan terhadap depresi pada Alzheimer:
Obat

Dosis harian yang lazim

Nortriptyline (Pamelor)
Desipramine (norpramine)
Doxepin (Sinequan)
Trazodone (Desyrel)
Sertraline (Zoloft)
Paroxetine (Paxil)
Venlafaxin (Effexor)
Nefazodone (Serzone)

(mg)
50
50
50
100
50
20
100
400

Rentang dosis (mg)


50-100
50-100
50-150
100-400
50-200
10-50
50-300
200-600

2. Demensia Vaskuler3,6
`Demensia vaskuler (VDa) meliputi suatu kondisi heterogen, terdiri dari semua sindroma
demensia akibat iskemik, perdarahan dan hipoksik otak.
Prevelansi DVa berkisar antara 3% hingga 21% dan lebih sering pada kelompok orang
Asia. Perkiraan VDa terjadi antara 10-50% dari seluruh demensia. Faktor risiko utama untuk
terjadinya VDa adalah usia 65 tahun keatas, jenis kelamin (umumnya pria), hipertensi, infark
miokard, diabetes mellitus, ateroklerosis, merokok, dyslipidemia dan riwayat adanya stroke.
Kejadian VDa dua tahun pasca stroke adalah 26,3% atau sembilan kali lipat dibandingkan
penderita tanpa stroke.
Klasifikasi Dva6:
Sub Demensia vaskular
DVa Pasca Stroke
Demensia multi-infark (tromboemboli

Mekanisme
Thrombosis/ emboli arteri ukuran
5

makro vaskuler)

besar dan medium


Satu lesi iskemik area kritis
perilaku
Hipertensi maligna, angiopati
amyloid, defek vaskuler

Stroke single strategik


Demensia hemoragik
Dva Subkortikal
Stroke lakuner, multiple subkortikal
Penyakit Binswanger (extensive white
matter lesions)
Demensia pasca iskemik

Gangguan vaskuler genetic

Vaskulitis dan penyebab lainnya

Arterosklerosis arteriol penetran


dalam
Arterosklerosis arteriol penetran
dalam
Tekanan darah turun dan perfusi
serebral turun dibawah ambang
krisis
CADASIL (cerebral autosomal
dominant arteriopaty with
subcortical infarcts and
leukoencephalopathy)
Mekanisme dan lokasi yang
variatif

Kriteria diagnosis6
ICD-10
Demensia adalah suatu keadaan pemburukan fungsi intelektual meliputi memori dan
proses berpikir, sehingga mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.Gangguan memori
khas mempengaruhi registrasi, penyimpanan dan pengambilan kembali informasi.Dalam
hal ini harus terdapat gangguan proses berpikir dan reasoning disamping memori.
DSM IV
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan terjadinya defisit kognisi
multipel meliputi daya ingat dan paling sedikit satu dari kognisi lain seperti afasia,
apraksia, agnosia atau gangguan fungsi eksekutif yang cukup berat sehingga mengganggu
fungsi-fungsi okupasi, sosial dan harus memperlihatkan penurunan fungsi dibanding
sebelumnya

Kriteria diagnosis probable, posible, definite demensia vaskuler dari NINDS-AIREN


(National Institute of Neurological Disorders and stroke-Association Internationale pour
la Recherche et lEnseignement en Neurosciences):

Kriteria diagnosis probable demensia vaskuler:


Demensia, yaitu penurunan fungsi kognitif yang bermanifestasi sebagai gangguan
memori disertai dua atau lebih gangguan modalitas kognitif lainnya (orientasi, atensi,
fungsi bahasa, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif, kontrol motorik dan praksis) dan

terutama didukung adanya pemeriksaan klinik dan tes neuropsikologik.


Penurunan fungsi kognitif harus cukup berat sehingga mengganggu aktivitas kehidupan
sehari-hari yang bukan karena efek gangguan secara fisik.
Kriteria ekslusi:
o Kasus dengan gangguan kesadaran
o Delirium
o Psikosis
o Afasia berat
o Gangguan sensorimotorik mayor
o Gangguan sistemik
o Penyakit otak lainnya termasuk demensia Alzheimer
Penyakit serebrovaskuler didefinisikan berdasarkan adanya tanda tanda fokal pada
pemeriksaan neurologi (eg: hemiparesis, kelumpuhan otot muka bawah, tanda tanda
Babinsky, defisit sensorik, hemianopsia, dan disartria) yang konsisten dengan stroke dan
kejadiannya mempunyai relevansi dengan gambaran neuroimaging CT-scan dan MRI

(magnetic resonance imaging) termasuk:


o Stroke akibat satu atau multiple gangguan pembuluh darah besar
Infark yang letaknya strategis (girus angularis, thalamus, basal forebrain, teritori aliran
arteri serebri posterior atau arteri serebri anterior) seperti lesi multipel ganglia basalis,
lesi lakuner substansia alba, lesi eksesif substansia alba periventrikuler atau kombinasi

salah satunya.
Hubungan kedua

gangguan

diatas

(demensia

bermanifestasi salah satu atau keduanya yaitu:


7

dan

penyakit

serebrovaskuler)

o Munculnya demensia setelah 3 bulan terjadinya stroke yang dikenal


o Deteriorisasi fungsi kognitif yang tiba-tiba atau berfluktuasi berlangsung progresif

secara bertingkat (step-wise)


Gambaran klinis yang konsisten dengan probable demensia vaskuler sbb:
Gangguan gait muncul awal (small-step gait/marche a petits pas, magnetic, aparaxic-

ataxic, or Parkinson gait)


Riwayat bila berdiri tidak stabil dan sering terjatuh tanpa sebab
Gangguan b.a.k muncul awal, urgency dan gejala-gejala urinary yang tak sesuai

penyakit urologi
Perubahan mood dan kepribadian, abulia, depresi, emosi labil, defisit subkortikal lainnya

termasuk retardasi psikomotor dan fungsi eksekutif yang tak normal


Gambaran klinis yang menyebabkan diagnosa demensia vaskuler meragukan:
Penurunan fungsi memori pada on set awal dan perburukan yang progresif dari fungsi
memori serta fungsi kognitif lainnya seperti bahasa (afasia transkortikal sensorik),
ketrampilan motorik (apraxia), persepsi (agnosia) dan tidak ditemukannya lesi-lesi fokal

pada imaging otak


Gejala neurologi fokal tidak ada, selain gangguan kognitif
Tidak adanya lesi-lesi serebrovaskuler pada CT atau MRI
Diagnosa klinis posible demensia vaskuler:
Ditegakkannya diagnosa dengan hadirnya demensia dengan tanda-tanda neurologi fokal,
tapi tidak adanya konfirmasi imaging otak dari definite penyakit serebrovaskuler, atau
tidak adanya hubungan waktu yang jelas antara demensia dan stroke, atau penderita
subtle onset dengan cara yang bervariasi (plateau atau perbaikan dari defisit kognitif,

dan kejadian penyakit serebrovaskuler yang relevan).


Kriteria diagnosa definite demensia vaskuler adalah:
Kriteria klinis probable demensia vaskuler.
Kejadian histopatologi dari penyakit serebrovaskuler secara biopsi dan autopsi
Tidak adanya neurofibrillary tangles dan neurotic plaques sesuai umur
Tidak adanya gangguan klinik dan patologik lainnya yang mampu menyebabkan
demensia

Klasifikasi dari demensia vaskuler untuk tujuan penelitian dapat dibuat berdasarkan
gambaran klinik, radiologist, dan gambaran neuropatologis untuk subkategori atau
kondisi sbb:
Demensia vaskuler vertikal
Demensia vaskuler subkortikal
Penyakit Binswanger
Demensia talamik
Pemeriksaan fisik umum6
Meliputi observasi penampilan, tanda vital, arteriosclerosis, risiko vaskuler seperti
fusnduskopi, bising karotis, hipertensi, penyakit jantung.
Pemeriksaan Neurologi6
Meliputi derajat kesadaran, rangsang meningeal, saraf kranial, gangguan berjalan,
gangguan kekuatan, tonus atau control motorik, gangguan sensorik propioseptik, gangguan saraf
tepi, gangguan keseimbangan dan gangguan refleks.
Pemeriksaan Neuropsikologi6
Pemeriksaan neuropsikologi meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari
atau fungsional:
1) Pemeriksaan status mental mini (Mini Mental Stase Examination)
Nilai status Mini Mental (SMM) berkisar antara 0 sampai 30. Pada individu yang
berpendidikan (mampu membaca, menulis dan berhitung), nilai SMM di dibawah 24 dicurigai
sindrom demensia.
2). Pemeriksaan aktivitas fungsional
Pemeriksaan ADL (Activity of Daily Living) dan IADL (Instrumental Activity of daily
Living) bertujuan untuk menilai kemampuan aktivitas dasar sehari-sehari pasien pada saat
pemeriksaan dibanding sebelumnya.
3). Pemerikaan fungsi kognitif
Pemeriksaan skiring Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia (MoCA-InA)
bertujuan untuk menilai fungsi kognitif individu. Fungsi kognitif adalah keseluruhan proses
dimana seorang individu menerima, mencatat, menyimpan dan mempergunakan suatu informasi,
proses mental: persepsi, memori, kreasi imajinasi. MoCa terdiri dari 30 poin yang akan dinilai
9

dari fungsi kognitif individu, hasilnya nilai maksimal sebesar 30 poin dan jika nilai akhir bertotal
26 poin maka individu masih di anggap normal.
Pemeriksaan Penunjang6
Laboratorium

DPL
Kimia darah
Foto thorax
CT-scan / MRI
EEG
EKG
Lain-lain:fungsi tiroid,HIV,LCS,PET
Neuroimaging
CT-scan otak / MRI otak
Neurobehavior
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental,aktivitas seharihari/fungsional dan asfek kognitif lainnya seperti memori episodik,

memori tunda,

memori segera, fungsi eksekutif(perencanaan,pengaturan), atensi, visuospasial, bahasa,


intelektual, dll. Pemeriksaan neuropsikiatri dapat dievaluasi dengan esesmen NeuroPsychiatry Inventory (NPI).
Neurofisiologis
EEG,P300
Penatalaksanaan6
Terapi farmakologi
Terapi kausal
Hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, atherosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia.
Terapi simptomatis
Kolinesterase inhibitor
Donepecil hidrochlorida
Dosis tunggal 5-10 mg/hari tanpa titrasi, diberikan pada malam hari
Rivastigmine
Perbaikan fungsi ADL didapatkan pada dosis 6-12 mg/hari
Galantamine
Diberikan dalam dosis terbagi dimulai dengan dosis 2x4 mg/hari selama 4 minggu, kemudian
2x8 mg/hari, dosis dapat sampai 24mg/hari
Terapi non farmakologi
Bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada.
10

Perilaku hidup sehat.


Terapi rehabilitasi
Intervensi lingkungan

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sastroasmoro S. Panduan pelayanan medis departemen neurologi. Jakarta: RS. DR. Cipto
Mangunkusumo. 2007.

2.

Mitchell SL, Teno JM, Kiely DK, et al. The clinical course of advanced dementia. N Engl J
Med. 2009; 361 (16): 1529-38.

3.

Bahrudin M. Neurologi Klinis. Malang: UMM Press. 2013.

4.

Lumbantobing S. Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. 2004.

5.

Subroto B. Neurologi Klinik. Surabaya: 1983.

6.

PERDOSSI. Pengenalan dini dan penatalaksanaan demensia vaskuler: edisi 1. Jakarta:


PERDOSSI. 2006.

11

12

Anda mungkin juga menyukai