TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Susu Kedelai
Kedelai merupakan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting
Susu kedelai memiliki dua macam bentuk yaitu cair dan bubuk. Kelemahan susu
kedelai cair adalah tidak tahan lama sehingga gizi dan cita rasa berubah. Susu
kedelai cair menjadi media pertumbuhan bakteri yang sempurna karena
mengandung banyak gizi sehingga menjadi cepat basi. Susu kedelai lebih banyak
diproduksi dalam bentuk bubuk. Namun, susu kedelai bubuk kurang diminati oleh
masyarakat karena susu cepat mengendap. Susu kedelai merupakan salah satu
bentuk emulsi. Sifat emulsi pada susu kedelai cenderung kurang stabil yaitu cepat
mengalami pengendapan. Endapan yang ada dalam susu kedelai merupakan zat
yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Ketiga zat tersebut merupakan
nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Susu kedelai yang mengandung endapan tidak
disukai konsumen. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk memperbaiki kualitas
susu kedelai bubuk agar memiliki emulsi yang stabil (Radiyati, 1992).
2.2
Protein
Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama
atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia
Belanda. Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein
adalah zat yang paling penting pada setiap organisme (Almatsier, 2001).
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,
Karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Protein adalah
sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Dalam setiap sel yang hidup, protein
merupakan bagian yang sangat penting (Winarno, 1992).
Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh
usus dalam bentuk asam amino. Kadang-kadang beberapa asam amino yang
merupakan peptida dan molekul-molekul protein kecil dapat juga diserap melalui
dinding usus, masuk kedalam pembuluh darah. Hal ini yang akan menimbulkan
reaksi-reaksi alergi dalam tubuh yang sering kali timbul pada orang yang makan
bahan makanan yang mengandung protein seperti susu, ikan laut, udang, telur,
dan sebagainya (Winarno, 1992).
Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing
dihubungkan dengan ikatan peptida. Peptida adalah jenis ikatan kovalen yang
menghubungkan suatu gugus karboksil satu asam amino (Lehninger, 1990).
2.2.1 Fungsi Utama Protein Bagi Tubuh
Menurut (Muchtadi, 2010), fungsi utama protein bagi tubuh adalah sebagai
berikut:
a. Untuk Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan
Protein tubuh berada dalam keadaan dinamis yang konstan. Secara
bergantian dipecah-pecah dan diresintesis kembali, sekitar 3 % protein tubuh
diganti setiap hari. Permukaan usus halus yang diganti setiap empat enam hari,
memerlukan sintesis protein sebanyak 70 gram per hari. Untungnya tubuh sangat
efisien dalam menghemat protein dan menggunakan kembali asam-asam amino
hasil pemecahan suatu jaringan untuk membentuk kembali jaringan yang sama
atau jaringan yang lain.
b. Pembentukan Senyawa Tubuh yang Esensial
Hormon yang diproduksi dalam tubuh, seperti insulin, epinefrin, dan
tiroksin, pada dasarnya adalah protein. Sebagai tambahan, setiap sel dalam tubuh
mengandung banyak sekali enzim yang berbeda, dan semuanya adalah protein.
Enzim ini mengkatalisis banyak sekali perubahan biokimia yang esensial untuk
kesehatan sel-sel dan jaringan.
c. Regulasi Keseimbangan Air
Bila protein darah berkurang, tekanan protein yang menarik kembali ke
sirkulasi darah tidak sekuat tekanan osmotik yang menekannya keluar dari aliran
darah. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya akumulasi cairan dalam jaringan
yang membuatnya menjadi lunak dan nampak menggembung. Kondisi ini disebut
sebagai oedema (edema), dan dikenal sebagai tanda awal dari defisiensi protein.
d. Mempertahankan Netralisasi Tubuh
Protein dalam darah berfungsi sebagai buffer (penyangga) yaitu bahan yang
dapat bereaksi baik dengan asam atau basa untuk menetralkannya. Hal ini
merupakan fungsi yang sangat penting karena sebagian besar jaringan tubuh tidak
dapat berfungsi bila pH nya berubah dari normal.
e. Pembentukan Antibodi
Kemampuan untuk menghilangkan zat-zat racun dari tubuh, dikontrol oleh
enzim yang terutama berlokasi di dalam hati. Dalam keadaan kekurangna protein,
kemampuan untuk melawan pengaruh zat racun tersebut menjadi rendah, sehingga
individu yang menderita kekurangan protein lebih mudah mengalami keracunan.
f. Transport Zat Gizi
Protein berperan penting dalam transportasi zat gizi dari usus, menembus
dinding usus sampai ke darah, dari darah ke jaringan, dan menembus membran sel
ke dalam sel. Sebagian besar zat yang membawa zat gizi tertentu adalah protein.
protein peka terhadap panas, tekanan yang tinggi, alkohol, alkali, urea, KI, asam
dan pereaksi-pereaksi tertentu lain (Sastrohamidjojo, 2009).
2.2.4 Siklus Protein
Di dalam tubuh manusia terjadi suatu siklus protein, artinya protein dipecah
menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yaitu asam amino dan peptida.
Terjadi juga sintesis protein baru untuk mengganti yang lama. Praktis tidak ada
sebuah molekul protein pun yang disintesis untuk dipakai seumur hidup.
Semuanya akan dipecahkan atau diganti dengan yang baru atau dengan laju yang
berbeda-beda tergantung jenis dan keperluannya dalam tubuh (Winarno, 1992).
2.2.4.1 Asam Amino
Asam amino terdiri atas atom karbon yang terikat pada satu gugus
karboksil (COOH), satu gugus amino (NH2), satu atom hidrogen (H) dan satu
gugus alkil (R) atau rantai cabang, sebagaimana pada gambar:
COOH (gugus karboksil)
R (gugus alkil)
jenis protein yang terdapat di alam. Para ahli pangan sangat tertarik pada protein,
karena struktur dan sifatnya yang dapat diamankan untuk berbagai keperluan.
Struktur protein ternyata dapat dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu struktur
primer, sekunder, tersier, dan kuarterner (Winarno, 1992).
2.2.6.1 Struktur Primer
Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer.
Susunan tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang
menentukan sifat dasar dari berbagai protein, dan secara umum menentukan
bentuk struktur sekunder dan tersier. Bila protein mengandung banyak asam
amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya dalam air kurang baik
dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan
gugus hidrofil (Winarno, 1992).
2.2.6.2 Struktur Sekunder
Struktur sekunder protein adalah struktur dua dimensi dari protein. Pada
struktur ini terjadi lipatan beraturan, seperti -heliks dan -sheet, akibat adanya
ikatan hidrogen di antara gugus-gugus polar dari asam amino dalam rantai protein
(Girindra, 1986).
2.2.6.3 Struktur Tersier
Dalam hal ini rantai polipeptida cenderung untuk membelit atau melipat
membentuk struktur yang kompleks. Kestabilan struktur ini bergantung pada
gugus R pada setiap asam amino yang membentuknya, dan distabilkan oleh ikatan
hidrogen, ikatan disulfida, dan interaksi hidrofobik (Girindra, 1986).
2.2.6.4 Struktur Kuarterner
Molekul protein ini terbentuk dari beberapa tersier dan biasa terdiri dari
protomer yang sama atau protomer yang berlainan. Protein yang dibentuk oleh
protomer yang sama disebut homogenus, jika terdiri dari protomer berlainan
disebut heterogenus. Protein yang dibentuk oleh protomer-protomer ini disebut
oligiprotomer (Girindra, 1986).
2.2.7 Sumber Protein
Sumber protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu
sumber protein konvensional dan non-konvensional. Sumber protein kovensional
adalah yang berupa hasil-hasil pertanian pangan serta produk-produk hasil
olahannya. Berdasarkan sifatnya, sumber protein konvensional ini dibagi lagi
menjadi dua golongan yaitu sumber protein nabati seperti bibi-bijian (serealia),
dan kacang-kacangan, dan sumber protein hewani seperti daging, ikan, susu
dan
telur (Muchtadi, 2010).
Sumber protein non-konvensional merupakan sumber protein baru, yang
dikembangkan untuk menutupi kebutuhan penduduk dunia akan protein. Sumber
protein non-konvensional berasal dari mikroba (bakteri, khamir atau kapang),
yang dikenal sebagai protein sel tunggal (single cell protein), tetapi sampai
sekarang produknya belum berkembang sebagai bahan pangan untuk dikonsumsi
manusia (Muchtadi, 2010).
Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi, tetapi hanya
merupakan 18,4% konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia. Bahan makanan
nabati yang kaya dalam protein adalah kacang-kacangan. Kontribusinya rata-rata
terhadap konsumsi protein hanya 9,9%. Sayur dan buah-buahan rendah dalam
protein, kontribusinya rata-rata terhadap konsumsi protein adalah 5,3%. Gula, sirop,
lemak, dan minyak murni tidak mengandung protein (Almatsier, 2001).
Kwashiorkor
Kekurangan konsumsi protein pada anak-anak kecil dapat menyebabkan
Marasmus
Marasmus pada umumnya merupakan penyakit pada bayi, karena terlambat
diberi makanan tambahan. Penyakit ini dapat terjadi karena penyapihan mendadak,
formula pengganti ASI terlalu encer dan tidak higienis atau sering kali terkena infeksi
terutama gastroenteritis. Marasmus merupakan penyakit kelaparan dan terdapat
banyak di antara kelompok sosial ekonomi rendah di sebagian besar negara sedang
berkembang, gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, lemak di bawah kulit
berkurang serta otot-otot berkurang dan melemah (Almatsier, 2001).
2.3
beras, kedelai, gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71,
dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya
mengandung 16% nitrogen.
Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan
didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida
atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan
indikator. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam
bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah besar.
Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin,
asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai
nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap
masih cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan
(Winarno, 1992).
Analisis kadar protein kasar secara semi-makro Kjeldahl, meliputi proses
destruksi, destilasi, titrasi. Ketiga proses ini dilakukan untuk memecah molekulmolekul protein menjadi molekul terkecil (asam amino) yang mengandung unsurunsur C, H, O, dan N (Ibnu, 2000).
2.3.1.1Proses Destruksi
Menurut (Koswara, 2006), tahap pertama penentuan kadar protein ini yaitu
destruksi, destruksi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin
terjadi pada struktur sekunder dan struktur tersier protein. Destruksi merupakan
proses pengubahan N protein menjadi ammonium sulfat. Proses ini berlangsung
selama sampel ditambah dengan katalisator direaksikan dengan H2SO4 pekat dan
didihkan di atas pemanas labu Kjeldahl. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam
ruang asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi
SO2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi
keruh. Asam sulfat berfungsi untuk mendestruksi protein menjadi unsur-unsurnya,
sedangkan katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dan
menaikkan titik didih asam sulfat. Dari proses ini semua ikatan N dalam bahan
pangan akan menjadi ammonium sulfat (NH4SO4). Ammoniak dalam asam sulfat
terdapat dalam bentuk ammonium sulfat. Pada tahap ini juga menghasilkan CO2,
H2O, dan SO2 yang terbentuk adalah hasil reduksi dari sebagian asam sulfat dan
menguap. Proses pemanasan dilakukan 2 jam sampai larutan jernih. Larutan
yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat yang tersisa. Larutan jernih
yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya
suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada
proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan.
Berikut reaksi kimia yang terjadi pada proses destruksi :
Protein + H2SO4
(NH4OH) + Na2SO4
NH4OH
NH3 + H2O
NH3 + HCl
NH4Cl + HCl
HCl + NaOH
NaCl + H2O
NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna
larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan
indikator PP.
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam
borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan
asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Setelah diperoleh % N,
selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya
faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang
menyusun protein dalam suatu bahan.
Berikut reaksi kimia yang terjadi pada proses titrasi :
HCl + NaOH
NaCl + H2O