Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat Nya penyusunan makalah ini
dapat diselesaikan pada waktunya. Makalah ini merupakan makalah matakuliah dari Manajamen
Sumberdaya Pesisir dan Laut yang membahas mengenai Wilayah Pengelolaan Perikanan.
Secara khusus pembahasan dalam makalah ini diatur sedemikian rupa sehingga materi yang
disampaikan agar sesuai dengan yang diharapkan.
Sebelumnya, kami ucapkan terima kasih kepada para dosen yang telah memberikan
pengetahuan tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan dan teman satu kelompok yang sudah
bekerja sama dalam mengumpulkan referensi yang berkaitan dengan materi sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Tak lupa kami juga meminta maaf apabila terdapat kesalahan baik itu dalam pembahasan
materi ataupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat
diperlukan guna meningkatkan kualitas makalah yang dibuat selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau dengan
panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia,
Indonesia memiliki potensi perikanan laut yang sangat besar. Namun, selama ini potensi
perikanan di laut Indonesia tersebut belum termanfaatkan cara optimal dalam meningkatkan
kesejahteraan bangsa pada umumnya, dan pemasukan devisa negara khususnya. Bahkan,
sebagian besar hasil pemanfaatan laut selama ini justru lari atau tercuri ke luar negeri oleh
para nelayan asing yang memiliki perlengkapan modern dan beroperasi hingga perairan
Indonesia secara illegal.
Potensi lestari perikanan laut (MSY) secara nasional diperkirakan 6,4 juta ton/tahun,
dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 juta ton atau sekitar 80% dari
MSY. Dari kondisi armada perikanan yang ada, sampai dengan saat ini masih didominasi oleh
perikanan artisanal, yang pada umumnya melakukan operasi penangkapan di perairan pantai
dengan waktu tempuh hanya satu hari atau one day fishing, dan dengan peralatan yang
memenuhi syarat.
Secara umum kondisi perikanan dilihat dari produksi yang ada menunjukkan dari tahun
ke tahun produksi perikana tangkapan semakin menurun, sebagai contoh bahwwa produksi
perikanan Jawa Tengah selama periode 1999-2003 mengalami penurunan rata-rata sebesar 1,30
% per tahun. Namun demikian nilai produksi mengalami kenaikan sebesar 4,23 % dari
Rp1.680.984.575.000,00 pada tahun1999 menjadi Rp1.926.453.725.000,00 pada tahun 2003,
serta terjadi kenaikan volume ekspor rata-rata sebesar 14,71% dengan kenaikan nilai ekspor
sebesar 4,59%. (Subiyanto dan Hutabarat, 2004:iii)
3. Laut Jawa meliputi Provinsi Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Ja.wa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan.
4. Laut Flores dan Selat Makassar meliputi Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara.
5. Laut Banda meliputi Provinsi Maluku.
6. Laut Arafura meliputi Laut Aru, dan Laut Timur Timor meliputi Provinsi Papua.
7. Laut Seram dan Teluk Tomini meliputi Teluk Tomini dan Laut Seram meliputi Provinsi
Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Papua Barat.
8. Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik meliputi Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, Papua
dan Kalimantan Timur.
9. Samudera Hindia meliputi Provinsi Aceh,Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu,
Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Timur,
dan Nusa Tenggara Barat.
PP-NRI berdasarkan metode ini sudah tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan perikanan
terkait pemantauan potensi sumberdaya ikan. Hal itu dikarenakan dasar dalam penentuan 9
(Sembilan) WPP-NRI berdasarkan tempat pendaratan ikan.
Terkait hal tersebut, dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan yang
berkelanjutan, Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (KOMNASJISKAN) melakukan
revisi WPP-NRI dari 9 WPP-NRI menjadi 11 WPP-NRI. Penentuan 11 WPP-NRI mengacu
kepada FAO (Food and Agriculture Organization of The United Nations) dimana penomoran dan
pembagian wilayah pengelolaan sudah sesuai standar internasional FAO.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.01/MEN/2009 tentang
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia telah menetapkan pembagian WPP menjadi
11 WPP yaitu:
1. WPP-RI 571 meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman.
2. WPP-RI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat
Sunda.
3. WPP-RI 573 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat.
4. WPP-RI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN WPP
WPP-NRI (Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia) merupakan
wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, konservasi, penelitian, dan
pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut territorial,
zona tambahan, dan zona ekonomi ekslusif Indonesia (ZEEI).
2.2 Dasar Penetapan WPP
Penentuan WPP-NRI yang sebelumnya berdasarkan pada daerah tempat ikan hasil
tangkapan didaratkan di pelabuhan perikanan yang terbagi kedalam 9 WPP-NRI, sebagai berikut:
10. Selat Malaka meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Riau.
11. Laut Cina Selatan meliputi Provinsi Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat.
12. Laut Jawa meliputi Provinsi Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Ja.wa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan.
13. Laut Flores dan Selat Makassar meliputi Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara.
14. Laut Banda meliputi Provinsi Maluku.
15. Laut Arafura meliputi Laut Aru, dan Laut Timur Timor meliputi Provinsi Papua.
16. Laut Seram dan Teluk Tomini meliputi Teluk Tomini dan Laut Seram meliputi Provinsi
Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Papua Barat.
17. Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik meliputi Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, Papua
dan Kalimantan Timur.
18. Samudera Hindia meliputi Provinsi Aceh,Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu,
Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Timur,
dan Nusa Tenggara Barat.
PP-NRI berdasarkan metode ini sudah tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan perikanan
terkait pemantauan potensi sumberdaya ikan. Hal itu dikarenakan dasar dalam penentuan 9
(Sembilan) WPP-NRI berdasarkan tempat pendaratan ikan.
Terkait hal tersebut, dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan yang
berkelanjutan, Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (KOMNASJISKAN) melakukan
revisi WPP-NRI dari 9 WPP-NRI menjadi 11 WPP-NRI. Penentuan 11 WPP-NRI mengacu
kepada FAO (Food and Agriculture Organization of The United Nations) dimana penomoran dan
pembagian wilayah pengelolaan sudah sesuai standar internasional FAO.
kategori buruk (skor 112,5) dengan tutupan habitat mangrove, lamun, dan terumbu karang yang
rendah, produktifitas estuari yang rendah, serta laju sedimentasi yang tinggi akibat kerusakan
lahan atas. WPP Laut Jawa yang merupakan bagian dari paparan Sunda di mana seluruhnya
merupakan perairan teritorial dengan kedalaman maksimal sekitar 70 meter dengan kegiatan
penangkapan terbanyak terpusat di Pantai Utara jawa.
Berbagai alat tangkap yang digunakan untuk mengekspoitasi SDI demersal dan pelagis di
wilayah pesisir Pantura terdapat 14 jenis alat tangkap yang dapat dibagi menjadi 5 kelompok,
yaitu 1. Pukat tarik (arad dan cotok atau garuk); 2. Pukat kantong (cantrang, payang); 3. Pukat
cincin; 4. jaring insang (jaring kejer, jaring rampus atau klitik, jaring insang tetap, hanyut, dan
trammel net); dan 5. Perangkap (bubu).
Sumber daya ikan demersal dan udang diekspoitasi dengan cepat setelah introduksi alat
tangkap pukat tarik akhir tahun 1960. Pelarangan terhadap alat tangkap ini menyebabkan
berkembangnya alat tangkap tradisional yang diangggap efektif untuk menangkap ikan demersal
dan udang. Sedangkan ikan pelagis telah lama diekspoitasi dengan payang, pukat cincin, alat
bantu cahaya. Untuk perikanan pelagis kecil, status pengusahaannya sudah mencapai tahap over
exploited akibat dari maraknya penggunaan pukat cincin semi-industri.
14,29
14,29
14,29
14,29
14,29
14,29
14,29
14,29
14,29
100
8 114,31
Grafik Analisis Komposit Habitat WPP 712KualitStatusStatusStatusHabitaProdu
Perub0.07.515.022.530.0Indikator Habitat
Indikator Domain
Kualitas perairan
28.57
Status lamun
14.29
Status mangrove
14.29
Status terumbu karang
14.29
9
Indikator Domain
Habitat khusus
Produktivitas estuaria
Perubahan iklim
14.29
14.29
14.29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pembagian WPP bertujuan untuk memudahkan pemerintah untuk mengelola
sumberdaya hayati yang ada dilaut
2. WPP RI pada awalnya ada 9 WPP dan sekarang berjumlah 11 WPP
3. Laut natuna, perairan Cina Selatan, dan Selat Karimata sangat sangat berpotensi untuk
meningkatkan hasil perikanan Indonesi
3.2 SARAN
Sebagai warga negara sebaiknya kita menjaga dan melindungi serta memanfaatkan
seoptimal mungkin sumberdaya hayati yang ada dilaut untuk keberlangsungan hidup anak dan
cucu kita dimasa depan. Mungkin makalah ini juga masih jauh dari kesempurnaan atau masih
ada informasi yang keliru, kepada para pembaca diharapkan mencari eferensi lebih banyak dan
terbaru.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://fishmate.blogspot.com/2012/08/mengenal-wilayah-pengelolaan-perikanan.html
Budi Wiyono, Peneliti Berdikari Center. Last modified on 25/08/2016
Direktorat Sumberdaya Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan
Perikanan. 2011. Peta Keragaan Perikanan Tangkap Di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia (WPP-RI). Jakarta:
Fauzi, Akhmal. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Nurhakim, Subhat, dkk. 2007. Wilayah Pengelolaan Perikanan, Status Perikanan Menurut
Wilayah Pengelolaannya. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan
Perikanan.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.45/Men/2011
11