Anda di halaman 1dari 9

Analisis Aktivitas Sosial Perusahaan

Serta Pelaporannya Dalam Laporan Keuangan


Diana Rosyidatul Maghfiroh
(Alumnus Prodi Akuntansi FE UMM, BNI Cabang Malang)
Abstract
The aims of this research are to know the company social activity trend in 1998 and 1999, the
accounting treatment of social activity cost, and the company social responsibility report. The company
social activity increased 20,8% along two years. The company treat all of social cost except social facility
procurement cost as product cost component, and social facility procurement cost capitalized to be
recognized as company asset. Company never reports as explicit its social activities in financial report.
Researcher suggest the company change its policy in accounting treatment of social activity cost, and
suggest the company start to consider to report its social responsibility in financial report as the added
report.
Key Words: Social accounting, social activity, social cost, benefit cost, social responsibility
PENDAHULUAN
Proses globalisasi perdagangan telah meningkatkan kesadaran masyarakat umum akan dampak yang
ditimbulkan perusahaan, khususnya perusahaan manufaktur terhadap kondisi sosial dan lingkungan
hidup. Dampak buruk yang ditimbulkan oleh satu perusahaan dapat segera diketahui oleh masyarakat
umum baik melalui internet maupun media tradisional lainnya.. Di Indonesia kasus PT.Indorayon dapat
dijadikan contoh.Perusahaan ini beberapa saat yang lalu ditutup operasinya karena dianggap mencemari
lingkungan.
Apabila kita melihat kasus di atas, maka satu hal yang dapat disimpulkan bahwa perusahaan selain
bertujuan untuk menghasilkan laba bagi pemiliknya, juga mempunyai tanggung jawab terhadap kondisi
sosial dan lingkungan hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini investor memasukkan
variabel sustainability (berkaitan dengan masalah lingkungan) dalam proses pengambilan keputusannya.
Mereka cenderung menanamkan dananya pada perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap masalahmasalah sosial dan lingkungan hidup, atau perusahaan yang memiliki standar tinggi dalam masalah sosial
dan lingkungan hidup. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung dan
korelasi posistif antara kinerja sosial perusahaan dan kinerja finansialnya.
Perkembangan pola pikir dan tingkah laku masyarakat yang seperti inilah yang ikut mendorong
perkembangan ilmu dan teknologi, salah satunya disiplin ilmu akuntansi. Tuntutan masyarakat akan
tanggung jawab perusahaan terhadap kondisi sosial dan lingkungan hidup mendorong disiplin ilmu
akuntansi untuk memberikan pedoman bagaimana perusahaan melaporkan aktivitas sosialnya bagi
pihak-pihak yang membutuhkan. Akuntansi konvensional yang selama ini melaporkan aktivitas
perusahaan hanya dari segi ekonomi saja, saat ini dirasakan kurang memenuhi kebutuhan masyarakat
akan informasi kegiatan perusahaan. Dalam akuntansi konvensional informasi dalam laporan keuangan
merupakan hasil transaksi perusahaan yang merupakan pertukaran barang dan jasa antara dua atau lebih
entitas ekonomi, sedangkan pertukaran antara perusahaan dan lingkungan sosialnya menjadi cenderung
diabaikan. Hal ini mengakibatkan informasi yang diterima oleh pengguna laporan keuangan menjadi
kurang lengkap, terutama mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial
perusahaan. Konsep akuntansi yang bernuansa sosial, etis dan bertanggung jawab sebenarnya telah
berkembang sekitar awal tahun 70-an, terutama di luar negeri. Namun sampai saat ini belum terdapat
standar atau panduan yang berterima umum mengenai praktik akuntansi sosial, sehingga informasi yang

dihasilkan antara perusahaan menjadi beragam. Di tengah ketiadaan konsensus mengenai hal ini,
informasi tambahan jelas lebih berharga dibandingkan ketiadaan informasi sama sekali.
PT.PG Krebet Baru Bululawang sebagai sebuah perusahaan industri yang tergolong besar di
indonesia, juga tidak lepas dari tanggung jawabnya terhadap kondisi sosial dan lingkungan hidup.
Sebagai produsen gula, bukannya tidak mungkin PT. PG Krebet Baru Bululawang menghasilkan limbah
dalam proses produksinya, dan apabila tidak dilakukan pengelolaan terhadap limbah tersebut akan
berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan sebagai perusahaan industri yang tergolong
besar, sudah semestinya kontribusi sosial yang diberikan terhadap masyarakat luas tidak sedikit.
Berdasarkan hal itulah peneliti mencoba melakukan analisis terhadap berbagai aktivitas sosial
perusahaan, perlakuan atas biaya sosial dan pelaporannya dalam laporan keuangan perusahaan.
TINJAUAN TEORI
Landasan Penelitian Terdahulu
Penelitian sejenis telah dilakukan oleh Yufia Wahyuni (1999) dengan judul Biaya sosial dan
pelaporannya dalam laporan keuangan perusahaan (studi kasus pada PT. Tambang Batubara Bukit
Asam Gresik). Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk memberikan gambaran mengenai
pengalokasian biaya-biaya sosial yang telah dilakukan perusahaan, serta untuk mengetahui sistem
pelaporan biaya-biaya sosial dalam laporan keuangan perusahaan. Perbedaan mendasar antara penelitian
sekarang dengan penelitian terdahulu adalah penelitian sekarang selain bertujuan untuk mengetahui
perlakuan atas baiya-biaya sosial perusahaan, serta pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan juga
untuk mengetahui kecenderungan pelaksanaan aktivitas sosial perusahaan.
Kajian Teori
Tanggung jawab Sosial Perusahaan
Etika dan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan permasalahan yang selalu muncul dalam
debat ilmiah tentang peran bisnis. Berbagai pihak saling memberikan argumen perlunya etika dan
tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan pihak lain juga mengemukakan berbagai alasan tidak
perlunya perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab sosial.
Pada mulanya tanggung jawab perusahaan hanya terbatas pada usaha-usaha mencari laba yang
maksimal. Namun seiring dengan tuntutan masyarakat akan kepedulian manajemen terhadap
lingkungan sosialnya, maka tanggung jawab perusahaan mulai berubah. Perusahaan mulai memikirkan
mengenai tanggung jawab sosial yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Mullins (1993;207)
mendefinisikan tanggung jawab sosial sebagai inisiatif yang dilakukan perusahaan, yang terpisah dari
tugas utamanya untuk memproduksi barang atau menyediakan jasa, yang diarahkan untuk
meningkatkan perfomanace perusahaan atau image perusahaan sebagai warga masyarakat.
Aktivitas sosial perusahaan didefiniskan sebagai berbagai kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan
dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat di lingkungan peruasahaan. Dengan
demikian diharapkan masyarakat maupun perusahaan sendiri akan memperoleh manfaat bersama, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Perusahaan akan memperoleh manfaat dengan
terbentuknya citra perusahaan yang baik, sehingga untuk jangka panjang laba perusahaan akan lebih
terjamin, sedangkan masyarakat akan memperoleh manfaat berupa tertanganinya masalah-masalah
sosial.
Kantor akuntan Erns & Erns telah melakukan penelitian sejak 1971 tentang bentuk keterlibatan
sosial perusahaan. Beberapa bentuk keterlibatan sosial yang diungkap adalah:
a. Lingkungan
b. Energi
c. Praktek usaha yang fair
d. Sumber daya manusia
e. Keterlibatan terhadap masyarakat
f. Produk dan jasa

Akuntansi Sosial
Semula akuntansi diartikan sebagai suatu seni, namun dalam perkembangan selanjutnya akuntansi
merupakan suatu kegiatan jasa yang bertujuan memberikan informasi kuantitatif yang bersifat keuangan
dari suatu entitas ekonomi bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Dalam perkembangan selanjutnya
definisi akuntansi menjadi lebih luas lagi, mencakup perluasan aspek pertanggungjawaban (accountability)
seperti yang disampaikan oleh The American Accounting Association (AAA) yaitu akuntansi memberikan
informasi yang secara potensial berguna untuk membuat keputusan ekonomik dan jika itu diberikan
akan memperluas kesejahteraan sosial. Dari definisi tersebut akuntansi menjadi tidak hanya terbatas
pada keahlian mencatat, mengelompokkan dan melaporkan data keuangan saja, tetapi menekankan juga
pada pengaruh langsung dari informasi tersebut pada kesejahteraan individu dan pengaruh tidak
langsung yang timbul akibat kegiatan perusahaan terhadap masyarakat.
Beberapa pakar menggunakan istilah yang bervariasi dalam mengajukan konsep akuntansi yang
bernuansa sosial, etis dan bertanggung jawab. Syafri misalnya (1997;184) mendefinisikan akuntansi sosio
ekonomi sebagai suatu bidang ilmu akuntansi yang mendefinisikan, menilai dan melaporkan aspekaspek social benefit dan social cost yang ditimbulkan oleh lembaga. Konsep akuntansi sosial menghendaki
adanya pengungkapan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup dalam pelaporan informasi
keuangan perusahaan. Dimensi ekonomi dalam pelaporan ini mencakup lebih dari sekedar laporan
keuangan sebagaimana yang dipersyaratkan oleh undang-undang, namun juga harus menggambarkan
bagaimana perusahaan menciptakan nilai dalam konteks yang lebih luas, seperti pengembangan sumber
daya manusia dan pengembangan komunitas. Dimensi sosial mencakup hal-hal seperti informasi
mengenai keragaman etnis dan gender, buruh anak, jam kerja, upah buruh dan investasi sosial. Dimensi
lingkungan hidup mencakup informasi mengenai dampak produk terhadap perubahan lngkungan, emisi
dan limbah serta perubahan iklim.
Konsep Externalities
Externalities muncul apabila seseorang melakukan suatu kegiatan dan menimbulkan dampak pada
orang lain, dapat dalam bentuk manfaat eksternal atau biaya eksternal yang semuanya tidak memerlukan
kewajiban untuk menerima atau melakukan pembayaran. Externalities terdiri dari external economies yang
terjadi apabila aktivitas perusahaan menyebabkan kenaikan sumber daya sosial dan dianggap sebagai
external benefit atau social benefit yang merupakan kontribusi perusahaan kepada masyarakat; dan external
diseconomies yang terjadi apabila aktivitas perusahaan menyebabkan penurunan sumber daya sosial dan
dianggap sebagai external cost atau social cost yang merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh
perusahaan.
Externalities mempunyai sifat-sifat yang menyebabkan keberadaanya menjadi kurang diperhatikan
yaitu: 1) biaya dan manfaat sosial sukar diperkirakan sebelumnya; 2)identifikasi dampak externalities sulit
dilakukan sebelum dampak tersebut benar-benar terjadi; 3)externalities tidak memiliki harga pasar. Dari
ketiga sifat externalities tersebut muncul permasalahan yang harus dipecahkan yaitu bagaimana
perusahaan mempertanggung jawabkan social benefit dan social cost serta bagaimana pengakuan,
pengukuran dan pelaporannya.
Mengenai masalah pengakuan externalities karena belum adanya ketetapan yang mengatur , maka
digunakan ISAK no. 3 tentang perlakuan akuntansi atas pemberian sumbangan atau bantuan sebagai
pedoman. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa biaya-biaya sosial yang dikeluarkan oleh perusahaan
dianggap sebagai sumbangan atau bantuan.
Format Pelaporan Externalities.
Di dalam PSAK no.I tentang penyajian laporan keuangan (revisi 1998) paragraf 07, dijelaskan
laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen: neraca, laporan laba rugi, laporan
perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Informasi tambahan dapat pula
diikut sertakan dalam penyajian laporan keuangan. Hal ini seperti dijelaskan dalam PSAK no. I paragraf
08 yaitu perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan
hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor

lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri-industri yang menganggap pegawai
sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.
Di berbagai negara sejumlah perusahaan telah melaporkan prestasi sosialnya. Beberapa pendekatan
yang dapat digunakan perusahaan sebagai pedoman dalam penyajian akuntansi sosial antara lain:
a. Perluasan laporan keuangan (Extention of financial statement).
1. Pengungkapan secara naratif (narative disclosure)
Pengungkapan secara naratif ini umunya bersifat kualitatif dengan cara: pelaporan secara
kualitatif dalam letter to shareholder, pelaporan secara kualitatif dalam catatan atas laporan
keuangan (notes to financial statement), pelaporan secara kuantitatif dalam catatan atas laporan
keuangan.
2. Perkiraan tambahan (additional account)
Dampak kerusakan lingkungan karena aktivitas perusahaan dapat diungkapkan melalui perkiraan
tambahan dalam laporan keuangan.
Format Pelaporan Baru (new reporting format)
Inventory approach
Dampak-dampak sosial, baik positif maupun negatif diungkap dalam bentuk diskripsi.
Pengungkapan dalam satuan moneter dilakukan bila data tersedia.
Outlays cost approach
Pendekatan ini melihat dari sudut pandang perusahaan, yaitu dengan cara mengungkapkan berapa
cost yang dikeluarkan perusahaan sehubungan dengan pertanggung jawaban sosial yang dilakukannya
dengan membagi ke dalam kategori-kategori tertentu.
Cost benefit approach
Pendekatan ini mengungkapkan informasi kuantitatif dalam satuan unit moneter maupun non
moneter dan diorientasikan pada dampak kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya. Manfaat sosial
yang diperoleh dari pemanfaatan maupun eksplorasi lingkungan dikuantifikasikan dan diintegrasikan
dengan biaya pengelolaan terhadap lingkungan hidup sehingga diperoleh hasil netto yang lebih
menjamin relevansi laporan keuangan.
Program mangement approach
Pendekatan ini menggambarkan usaha-usaha yang dilakukan dan hasil-hasil yang dicapai dari
program-program sosial yang berkaitan dengan lingkungan hidup perusahaan.
Goal accounting approach
Model ini merupakan variasi model program management approach yang mengasumsikan bahwa
organisasi menyususn tujuan operasional, finansial dan tujuan sosial.
METODE PENELITIAN
Teknik Pengambilan Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang meliputi :
gambaran umum perusahaan, bentuk kegiatan sosial perusahaan, biaya-biaya yang berkaitan dengan
kegiatan sosial, laporan keuangan perusahaan periode 1998 dan 1999. Data tersebut diperoleh langsung
dari objek yang diteliti. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan meliputi:
wawancara, dokumentasi dan observasi.
Teknik Analisis Data
Dalam melakukan analisis data digunakan teknik kuantitaif (non statistik) dan teknik kualitatif.
Teknik kualitatif dilakukan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai aktivitas sosial perusahaan;
membandingkan aktivitas sosial perusahaan selama periode 1998 dan 1999 guna mengetahui
kecenderungan tanggung jawab sosial perusahaan. Teknik kuantitatif dilakukan untuk menghitung biaya
sosial yang telah dikeluarkan oleh perusahaan pada saat terjadinya; menghitung pengalokasian biaya
sosial yang telah dikeluarkan oleh perusahaan; menyusun laporan pertanggung jawaban sosial
perusahaan. Biaya sosial yang berkaitan dengan perolehan suatu aktiva akan dikapitalisasikan dan untuk
aktiva tetap akan disusutkan tiap tahun menurut umur ekonomis berdasarkan metode garis lurus. Biaya

pengkapitalisasian aktiva dilaporkan dalam neraca sedangkan biaya penyusutan aktiva tetapdilaporkan
dalam laporan laba rugi. Biaya sosial yang tidak berkaitan dengan perolehan suatu aktiva diakui sebagai
komponen beban dan diperlakukan sebagai pengurang pendapatan pada laporan laba rugi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil produksi utama PT. PG Krebet Baru Bululawang adalah gula kristal putih (GKP I) dan
sebagai hasil usaha sampingan adalah tetes dan ampas. Berdasarkan SK Menteri Pertanian R.I nomor
16/1984 didalam menjamin distribusi gula di masyarakat, semua gula yang dihasilkan oleh pabrik gula
dikuasai oleh pemerintah. Dalam hal ini gula bagian petani dibeli oleh Bulog melalui KUD. Ketetapan
harga gula tiap tahun berbeda-beda disesuaikan dengan situasi perekonomian dalam negeri, sehingga
perusahaan tidak bebas dalam menentukan harga jual. Hasil usaha sampingan yang berupa produksi
tetes dijual sendiri oleh pabrik gula baik secara lokal maupun ekspor.
Dalam proses produksinya, hampir tiap tahapan proses menghasilkan limbah baik limbah bukan
pemcemar maupun limbah pencemar. Dalam mengatasai masalah tersebut PT.PG Krebet Baru telah
melakukan berbagai upaya untuk mengurangi kadar pencemaran yang diakibatkan oleh proses produksi,
salah satunya dengan jalan in house keeping yang merupakan sarana unit pengolah limbah cair.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka yang dimaksud bentuk aktivitas sosial
PT. PG Krebet Baru adalah berbagai kegiatan perusahaan yang dilakukan untuk melindungi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, khususnya karyawan perusahaan. Berbagai
bentuk aktivitas sosial perusahaan secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam 4 hal yaitu aktivitas
sosial untuk pegawai/karyawan, masyarakat, lingkungan, serta produk.
Dari ke empat aktiviats sosial perusahaan tersebut, jumlah biaya terbesar dikeluarkan untuk
kepentingan pegawai/karyawan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi terhadap pegawai
sebesar 93,8% untuk tahun 1998 dan 94,9% untuk tahun 1999, masyarakat sebesar 1,8% untuk tahun
1998 dan 2,3% untuk tahun 1999, lingkungan sebesar 4% untuk tahun 1998 dan 2,7% untuk tahun
1999, terhadap produk sebesar 0,4% untuk tahun 1998 dan 0,1% untuk tahun 1999. Besarnya
persentase biaya sosial untuk karyawan dimungkinkan karena perusahaan ingin memberikan
perlindungan atas kesejahteraan pegawai/karyawan, sebagai salah satu sumber daya perusahaan yang
memilki andil cukup besar dalam jalannya perusahaan.
Bentuk aktivitas sosial perusahaan terhadap pegawai/karyawan sebagian besar dalam bentuk
santunan sosial, tunjangan lain-lain, jasa produksi (japro), catu serta pakaian dinas. Besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan sosial terhadap pegawai sebesar Rp. 5.297.834.270,- untuk tahun 1998 dan
Rp.6.476.917.603,07,- untuk tahun 1999. Biaya-biaya sosial yang berkaitan dengan pegawai dibedakan
menjadi dua yaitu biaya pengadaan sarana dan prasarana sosial, dan biaya selain pengadaan sarana dan
prasarana sosial yang sifatnya rutin dilakukan.
Biaya pengadaan sarana dan prasaran sosial meliputi: rumah dinas, kendaraan, poliklinik dan tempat
ibadah (musholla dan masjid). Biaya-biaya tersebut dikapitalisasikan untuk diakui sebagai aktiva tetap
perusahaan, dan disusutkan tiap tahun berdasarkan umur ekonomis dengan menggunakan metode garis
lurus. Biaya-biaya tersebut dilaporkan dalam neraca, sedangkan biaya penyusutannya diakui sebagai
komponen biaya pokok produksi dan dilaporkan dalam laporan laba rugi. Besarnya aktiva tetap sosial
netto yang diakui perusahaan untuk tahun 1998 sebesar Rp.1.009.926.174,46,- dan untuk tahun 1999
sebesar Rp.1.363.256.558,31,-. Sedangkan beban penyusutan aktiva tetap sosial tahun 1998 sebesar
Rp.119.015.778,12,- dan tahun 1999 sebesar Rp.153.919.061,78,-.
Biaya-biaya sosial untuk pegawai/karyawan selain pengadaan sarana dan prasarana sosial meliputi:
pakaian dinas, tunjangan lain-lain, pemeliharaan dan gaji pegawai poliklinik, pengobatan sakit, jasa
produksi, santunan sosial, sekolah taman kanak-kanak, catu, training dan workshop, olah raga dan
rekreasi, premi astek, premi asuransi kecelakaan astek, iuran dana pensiun, pemeliharaan rumah dinas,
dan pemeliharaan kendaraan dinas. Besarnya biaya yang telah dikeluarkan untuk aktivitas tersebut
sebesar Rp.5.297.834.270,- untuk tahun 1998 dan Rp. 5.969.668.157,44,-. Biaya-biaya tersebut diakui

sebagai komponen biaya produksi dan dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pengurang
pendapatan.
Bila dilihat perlakuan akuntansi atas biaya-biaya sosial untuk pegawai/karyawan, maka untuk biaya
pengadaan sarana dan prasarana sosial perlakuan akuntansi yang ditetapkan perusahaan sesuai dengan
ketentuan umum seperti yang disebutkan dalam ISAK no. 3 bahwa sumbangan yang berkaitan dengan
perolehan suatu aktiva, maka sumbangan tersebut merupakan bagian dari biaya perolehan aktiva,
sehingga biaya tersebut dikapitalisasikan dan disusutkan tiap tahun menurut umur ekonomis. Namun
perlakuan atas biaya penyusutannya kurang tepat. Biaya tersebut seharusnya diperlakukan sebagai
komponen biaya administrasi dan umum, karena biaya tersebut tidak berhubungan dengan proses
produksi.
Sedangkan untuk biaya selain pengadaan sarana dan prsarana sosial yang semuanya diperlakukan
sebagai komponen biaya produksi, hal ini juga kurang tepat. Biaya sosial yang diperuntukkan pegawai
kantor seharusnya tidak diperlakukan sebagai komponen biaya produksi, namun diperlakukan sebagai
komponen biaya administrasi dan umum. Hal ini didasarkan pada pengertian dari biaya produksi itu
sendiri, yaitu biaya yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan proses produksi
atau yang biasa disebut biaya pabrikasi. Biaya kantor adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendukung
atau mengelola kegiatan perusahaan, sehingga seharusnya biaya ini dikelompokkan sebagai biaya
administrasi dan umum.
Akibat dari tidak dimasukkannya biaya-biaya sosial untuk pegawai kantor dalam perhitungan biaya
produksi, maka biaya produksi perusahaan untuk tahun 1998 akan berkurang sebesar
Rp.2.706.480.516,36,-, dan untuk tahun 1999 akan berkurang sebesar Rp.3.822.070.824,9,-. Di sisi lain
biaya administrasi dan umum akan meningkat sebesar penurunan biaya produksi yang berasal dari
aktivitas sosial terhadap pegawai untuk kedua tahun tersebut.
Aktivitas sosial terhadap masyarakat dilakukan dalam bentuk sokongan-sokongan, perayaan tahun
baru/idul fitri, selamatan giling, serta pegel (industri kecil). Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan sosial terhadap masyarakat sebesar Rp. 101.131.820,61,- untuk tahun 1998 dan
Rp.154.778.441,97,- untuk tahun 1999. Biaya-biaya tersebut diakui sebagai komponen biaya produksi
yang membebani harga pokok penjualan dan dilaporkan dalam laporan laba rugi. Perlakuan atas biayabiaya tersebut yang ditetapkan oleh perusahaan kurang tepat, karena pada dasarnya biaya-biaya tersebut
tidak ada hubungannya sama sekali dengan produk, sehingga tidak seharusnya biaya-biaya tersebut
dibebankan pada produk. Biaya-biaya tersebut seharusnya diakui sebagai komponen biaya administrasi
dan umum. Sehingga akibat dari perlakuan ini biaya produksi perusahaan berkurang sebesar
Rp.101.131.820,61,- untuk tahun 1998 dan Rp.154.778.441,97 untuk tahun 1999. Di sisi lain biaya
administrasi dan umum perusahaan akan meningkat sebesar penurunan biaya produksi yang berasal dari
biaya sosial terhadap masyarakat untuk kedua tahun tersebut.
Aktivitas sosial perusahaan terhadap produk dilakukan dalam bentuk analisis terhadap gula, tetes
maupun produk lain untuk menjaga mutu produk perusahaan. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk kegiatan ini sebesar Rp. 20.500.000,- untuk tahun 1998 dan Rp. 6.970.000,- untuk
tahun 1999. Biaya ini oleh perusahaan diakui sebagai komponen biaya produksi dan dilaporkan dalam
laporan laba rugi. Perlakuan atas biaya ini sudah tepat dimana dasar pemikirannya adalah biaya ini
bertujuan untuk meningkatkan mutu produk, sehingga sudah semestinya biaya tersebut dibebankan
pada biaya produksi.
Bentuk aktivitas sosial perusahaan terhadap lingkungan berupa pengelolaan terhadap sejumlah
limbah yang dihasilkan dari proses produksi. Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair, padat, dan gas
yang masing-masing memiliki cara tersendiri dalam pengelolaanya.
Khusus untuk limbah cair, perusahaan memiliki unit tersendiri yang disebut Unit Pengelolaan
Limbah Cair (UPLC) untuk menanganinya. Limbah cair tersebut antara lain berupa bocoran/tumpahan
nira, cairan dari peralatan yang rusak, minyak serta larutan gula yang langsung masuk ke selokan. Untuk
limbah gas/udara yang berasal dari proses pembakaran, perusahaan memasang alat yang disebut Dust
Collector pada ketel. Tujuannya adalah agar partikel-partikel padat dari hasil proses pembakaran tidak

ikut terbuang ke udara yang dapat mencemari udara. Sedangkan untuk limbah padat yang berupa
blotong, abu boiller, dan ampas pengelolannya tidak terlalu sulit. Blotong dapat digunakan sebagai
pupuk oleh para petani, ampas digunakan sebagai bahan bakar sendiri oleh perusahaan dalam proses
produksinya, dan abu boiller ditampung di land fill atau tanah milik pabrik yang berada di desa
Talangsuko (cukup aman dari lokasi pemukiman).
Biaya sosial yang dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan pengelolaan lingkungan dibedakan
menjadi dua yaitu biaya pengadaan sarana dan prasarana pengolah limbah, dan biaya selain pengadaan
sarana dan prasarana pengolah limbah. Biaya pengadaan sarana dan prasarana pengolah limbah meliputi
: mesin pengolah limbah, sarana dan prasarana limbah, bangunan pengolah limbah cair. Biaya-biaya
tersebut dikapitalisasikan untuk diakui sebagai aktiva tetap perusahaan dan disusutkan tiap tahun
menurut umur ekonomis berdasarkan metode garis lurus. Pengkapitalisasian biaya tersebut dilaporkan
dalam neraca, sedangkan biaya penyusutannya diakui sebagai komponen biaya produksi dalam laporan
laba rugi.
Biaya-biaya selain pengadaan sarana dan prasarana pengolah limbah berupa biaya pengolahan air
limbah. Besarnya biaya ini untuk tahun 1998 sebesar Rp. 226.130.387 dan Rp. 180.695.746,8 untuk
tahun 1999. Biaya ini diakui sebagai komponen biaya produksi dan dilaporkan dalam laporan laba rugi.
Perlakuan atas biaya sosial yang berkaitan dengan lingkungan yang ditetapkan oleh perusahaan sesuai
dengan ketentuan umum yang berlaku. Dasar atas perlakuan biaya pengadaan sarana dan prasarana
pengolah limbah adalah PSAK no. 33 paragraf 58 yang menyebutkan bahwa biaya pengadaan prasarana
PLH (Pengelolaan Lingkungan Hidup) dikapitalisasikan sebagai aktiva tetap dan disusutkan secara
sistematis menurut umur ekonomis. Sedangkan dasar perlakuan biaya selain pengadaan prasarana
pengolah limbah adalah pada pemikiran bahwa biaya tersebut timbul sebagai akibat adanya proses
produksi sehingga sudah semestinya biaya tersebut dibebankan pada produk.
Dampak diperlakukannya seluruh biaya sosial (tidak termasuk biaya pengadaan sarana dan
prasarana sosial) sebagai komponen biaya produksi adalah harga pokok produksi yang dilaporkan
perusahaan menjadi terlalu besar dari yang seharusnya. Apabila perusahaan memperlakukan biaya-biaya
sosial dengan semestinya, maka biaya pokok produksi akan berkurang sebesar Rp. 2.807.612.336,77
untuk tahun 1998 dan Rp. 3.976.849.266,87 untuk tahun 1999. Nilai tersebut merupakan penjumlahan
atas biaya-biaya sosial yang dikeluarkan dari peghitungan biaya produksi untuk aktivitas sosial terhadap
pegawai dan masyarakat. Di sisi lain perlakuan akuntansi atas biaya sosial yang ditetapkan oleh
perusahaan juga berdampak dilaporkannya biaya administrasi dan umum yang terlalu kecil dari yang
seharusnya.
Aktivitas sosial perusahaan tidak dilaporkan secara eksplisit dalam laporan keuangan utama
perusahaan, sehingga aktivitas sosial perusahaan tidak nampak dalam laporan tersebut. Akibat dari
perlakuan tersebut pihak pemakai informasi keuangan tidak mendapatkan informasi mengenai berbagai
aktivitas sosial perusahaan. Bagi pihak pemakai informasi keuangan yang tidak begitu peduli dengan
masalah sosial, mungkin hal ini tidak menjadi masalah karena tidak akan mempengaruhi pengambilan
keputusan. Namun bagi pihak pemakai informasi keuangan yang peduli dengan masalah sosial, maka
hal ini akan menjadi masalah bagi perusahaan, karena dapat mempengaruhi pengambilan kepututsan.
Mengingat banyaknya aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan dan besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk aktivitas tersebut, serta semakin meningkatnya kepedulian pihak pemakai informasi
keuangan terhadap masalah sosial, maka sudah semestinya perusahaan melaporkan dan mengungkapkan
aktivitas sosialnya. Dari berbagai format pengungkapan aktivitas sosial yang ada, akan lebih baik apabila
pengungkapan aktivitas sosial perusahaan dilakukan secara terpisah dari laporan keuangan utama
perusahaan sebagai laporan tambahan, karena akan sangat membantu para pemakai informasi keuangan
dalam menganalisis berbagai aktivitas sosial perusahaan.
Hal tersebut di atas sesuai dengan PSAK no. I paragraf 08 yang menyatakan bahwa perusahaan
dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai
tambah, khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi

industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan
penting.
Bentuk pengungkapan aktivitas sosial perusahaan yang terbaik adalah dengan menggunakan costbenefit outlays approach, karena dapat diketahui aktivitas-aktivitas sosial yang bermanfaat dan yang
merugikan bagi pihak luar. Namun disebabkan sulitnya dalam mengkuantifikasi manfaat maupun biaya
sosial, karena belum tentu biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat senilai dengan manfaat maupun
biaya sosial yang dirasakan oleh pihak luar, sehingga outlays cost approach merupakan alternatif terbaik
dalam pengungkapan aktivitas sosial. Di samping itu menurut Usmansyah (Diah,2000;92) mengukur
manfaat dalam satuan uang merupakan sesuatu yang tidak berguna dan dicari-cari, karena suatu manfaat
bersifat kualitatif dan baru dirasakan setelah beberapa waktu kemudian. Bentuk pengungkapan aktivitas
sosial perusahaan seperti yang disarankan disajikan dalam tabel 2.
Kecenderungan aktivitas sosial perusahaan selama dua tahun yaitu tahun 1998 dan 1999 mengalami
peningkatan. Kecenderungan aktivitas sosial yang tercermin dari biaya yang telah dikeluarkan untuk
kegiatan ini meningkat sebesar 20,8% yaitu dari Rp. 5.645.596.477,61 di tahun 1998 menjadi Rp.
6.819.361.791,84 di tahun 1999.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Bentuk aktivitas sosial perusahaan dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu aktivitas sosial
terhadap karyawan (SDM), masyarakat,lingkungan, serta produk. Kontribusi terbesar dari aktivitas
sosial dilakukan terhadap karyawan (SDM). Hal ini terlihat dengan besarnya persentase aktivitas ini
yaitu 93%-95% dari total aktivitas sosial perusahaan. Hal ini dimungkinkan karena perusahaan ingin
memberikan perlindungan kesejahteraan bagi karyawan yang merupakan salah satu sumber daya
perusahaan.
2. Biaya-biaya yang berkaitan dengan aktivitas sosial dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya
pengadaan sarana dan prasarana sosial, serta biaya selain pengadaan sarana dan prasarana sosial.
Biaya sosial yang berhubungan dengan pengadaan sarana dan prasarana sosial dikapitalisasikan
sebagai aktiva tetap dan disusutkan secara sistematis menurut umur ekonomis. Biaya sosial selain
pengadaan sarana dan prasarana sosial diakui sebagai komponen biaya produksi dan dilaporkan
dalam laporan laba rugi. Apabila perusahaan tidak memperlakukan semua biaya sosial sebagai
komponen biaya produksi, maka biaya produksi akan berkurang sebesar Rp. 2.807.612.336,77 untuk
tahun 1998 dan Rp. 3.976.849.226,87 untuk tahun 1999; sedangkan biaya administrasi dan umum
akan meningkat sebesar penurunan biaya produksi untuk kedua tahun tersebut.
3. Perusahaan tidak memiliki kebijakan dalam pengungkapan aktivitas sosialnya (tanggung jawab
sosialnya), sehingga hal ini tidak nampak dalam informasi laporan keuangan utama
perusahaan.Akibat dari perlakuan tersebut para pemakai informasi keuangan tidak mengetahui
berbagai aktivitas sosial perusahaan yang telah dilakukan.
Saran
1. Agar perusahaan tidak menanggung biaya produksi yang terlalu besar, hendaknya perusahaan
merubah kebijakannya dalam memperlakukan biaya-biaya yang berkaitan dengan aktivitas sosialnya,
terutama biaya sosial yang memang seharusnya tidak dimasukkan sebagai komponen biaya produksi.
Meskipun perusahaan tidak memiliki wewenang menentukan harga jual di pasaran, namun
setidaknya sebagai usulan kepada pemerintah selaku pengambil keputusan, hendaknya biaya
produksi yang menjadi dasar penetuan harga jual tidak terlalu tinggi, sehingga harga jual yang
ditetapkan pemerintah juga tidak terlalu tinggi.
2. Mengingat banyaknya aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan dan besarnya biaya yang telah
dikeluarkan, hendaknya perusahaan mulai mempertimbangkan untuk menentukan kebijakan dalam
pengungkapan aktivitas sosial kepada pihak eksternal. Disamping itu adanya kesadaran para pemakai
informasi keuangan perusahaan atas masalah-masalah sosial, serta tuntutan masyarakat akan

kepedulian perusahaan terhadap masalah sosial, maka pengungkapan atas aktivitas sosial menjadi
sebuah kewajiban bagi perusahaan. Pengungkapan laporan pertanggungjawaban sosial perusahaan
hendaknya terpisah dari laporan keuangan utama sebagai laporan tambahan, agar memudahkan para
pemakai informasi dalam memahami aktivitas sosial perusahaan.
ooOoo
Daftar Pustaka
Belkouli, Ahmed.2000. Teori Akuntansi. Salemba Empat, Jakarta.
Dicky Kurniawan, 2000. Analisis Kemungkinan Penerapan Social Responsible Accounting Sebagai Sarana
Pelaporan Tanggungjawab Sosial Perusahaan Daerah Air Minum, Universitas Brawijaya, tidak
dipublikasikan.
Djohan Pinnarwan, 2001. Sustainability dan Tripple Bottom Line Reporting, Akuntansi On-Line
Husein Umar, 1997. Riset Akuntansi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
IAI, 1999. Standar Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Magdalena Lumbantoruan, 1992. Tanggungjawab Sosial Perusahaan:dalam Ensiklopedia Bisnis,Ekonomi dan
Manajemen, PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta.
Maher, Michael W dan Deakin, 1996. Akuntansi Biaya, Edisi 4 Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta
M.Suparmoko dan Maria, 2000. Ekonomika Lingkungan, BPFE, Yogyakarta
Satyo, 2000. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan, dalam Media Akuntansi Edisi 17 Maret-April,
IAI, Jakarta.
Sofyan Syafri Harahap, 1997. Teori Akuntansi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sri Murni, 2001. Akuntansi Sosial: Suatu Tinjauan Mengenai Pengakuan, Pengukuran dan Pelaporan
Eksternalities dalam Laporan Keuangan;dalam Jurnal Akuntansi dan Investasi, Universitas
Muhammadiyah, Yogyakarta.
Suharmadi, 1992. Intermediate Accounting Satu, Universitas Muhammadiyah, Malang.
Yufia Wahyuni, 1999. Biaya sosial dan Pelpaorannya dalam Laporan Keuangan Perusahaan (Studi Kasus pada PT
Tambang Briket Batubara Bukit Asam Gresik), Universitas Muhammadiyah Malang, tidak
dipublikasikan
Zaki Baridwan, 1992. Intermediate Accounting, BPFE, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai