Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Hingga saat ini angka kematian ibu tidak dapat turun secara signifikan seperti
yang diharapkan. Menurut laporan BKKBN pada bulan Juli 2005, AKI masih berkisar
307 per 100.000 kelahiran hidup. Telah diketahui bahwa tiga penyebab utama
kematian ibu dalam bidang obsetri adalah pendarahan (45%), infeksi (15%), dan
hipertensi dalam kehamilan (pre-eklampsia) (13%). Sisanya terbagi atas penyebab
partus macet, abortus yang tidak aman, dan penyebab tidak langsung lainnya.
Infeksi, sebagai penyebab kematian kedua setelah perdarahan, memiliki peluang
yang sangat besar untuk terjadi pada ibu pasca melahirkan mengingat banyaknya luka
yang timbul akibat proses kelahiran itu sendiri. Luka-luka ini termasuk luka yang
terjadi secara alamiah saat bayi mendesak keluar dari jalan lahir, maupun luka yang
memang sengaja dibuat untuk memudahkan proses kelahiran seperti episiotomi pada
kelahiran normal dan luka bekas operasi pada tindakan sectio caesarea (SC).
Sectio Caesarea (SC) akhir-akhir ini telah menjadi trend karena dianggap lebih
praktis dan tidak menyakitkan sehingga tidak heran jika telah menjadi tindakan bedah
kebidanan kedua tersering yang digunakan di Indonesia maupun di luar negeri.
Dengan adanya operasi SC bukan hanya ibu yang akan menjadi aman tetapi juga
jumlah bayi yang cedera akibat partus lama dan pembedahan traumatik vagina
menjadi berkurang. Karena itu, insidensi SC dari tahun ke tahun terus meningkat
disertai dengan penurunan absolut mortalitas perinatal.
Permintaan dilakukan persalinan dengan SC saat ini masih sering dilakukan. Dua
per tiga wanita banyak yang memilih SC sebagai pilihan metode melahirkan saat ini
dibandingkan 20 tahun yang lalu (Alesee, 2000). Angka kejadian SC di Amerika
Serikat pada tahun 1998 adalah 21,2% (Cunningham et al, 2006) sedangkan pada
tahun 2000 meningkat menjadi 24-30% (Roeshadi, 2006). Di Indonesia terjadi
peningkatan SC dimana tahun 2000 sebesar 47,22%, tahun 2001 sebesar 45,19%,
tahun 2002 sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar 53,22%,
tahun 2005 sebesar 51,59% dan tahun 2006 sebesar 53,68% (Grace, 2007).
Namun, peningkatan tindakan SC ini berdampak juga terhadap peningkatan
kejadian infeksi luka operasi. Data yang diperoleh di Indonesia terjadi peningkatan

infeksi luka post SC seiring peningkatan permintaan SC. Sekitar 90% dari morbiditas
paska operasi disebabkan oleh infeksi luka operasi (Martius, 2000). Di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya tahun 2001 angka kejadian infeksi luka post SC adalah 20%
(Harmono, 2002) dan RSUP Dr. Sardjito tahun 2000 kejadian infeksi luka post SC
adalah 15% (Onggang, 2001).
Masalah utama yang harus dihadapi setelah pembedahan tersebut yaitu
penyembuhan luka. Perawatan luka yang tepat adalah salah satu faktor eksternal yang
sangat mendukung dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka. Penerapan
teknik perawatan luka yang tepat tersebut dilakukan baik pada saat pasien masih
berada di ruang operasi maupun setelah pasien dipindahkan atau di rawat di bangsal
perawatan.
Perawatan luka merupakan tugas keseharian tenaga medis di bangsal maternitas,
sehingga tenaga medis termasuk dokter harus memiliki dan menggunakan
keterampilan perawatan luka yang benar. Hal ini bertujuan untuk mencegah infeksi
luka post SC. Hal-hal yang perlu dilakukan tenaga medis meliputi cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan, memakai sarung tangan, menggunakan satu set
peralatan steril untuk satu pasien dan menerapkan kondisi aseptik. Hal-hal tersebut
tanpa disadari menjadi pendekatan preventive medicine sehingga dapat mencegah
munculnya komplikasi ILO.3,4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi dan Klasifikasi


Infeksi luka operasi didefinisikan sebagai infeksi yang terjadi berkaitan dengan

tindakan pembedahan dan disebut juga surgical site infection (SSI). ILO merupakan
salah satu masalah yang serius, karena dapat meningkatkan morbiditas dan lama
perawatan yang tentunya akan menambah biaya perawatan, mungkin pula dapat
mengakibatkan cacat dan bahkan kematian. (Sunarto Reksoprawiro,2010)

Untuk membahas ILO lebih lanjut, perlu diketahui jenis-jenis luka operasi dan
juga jenis infeksi luka operasi, sebagaimana disebutkan di bawah ini (Pandalin, 1997;
Dinkes, 2000; Depkes, 2001).
2.1.1

Jenis Luka Operasi


a. Luka operasi bersih
1). Operasi dilakukan pada daerah atau kulit yang pada kondisi pra bedah
tanpa peradangan dan tidak membuka traktus repiratorius, traktus
gastro intestinal, orofaring, traktus urinarius atau traktus billier.
2). Operasi berencana dengan penutupan kulit primer dengan atau tanpa
pemakaian drain tertutup.
b. Luka operasi bersih terkontaminasi
1). Operasi yang membuka, traktus gastro intestinal, traktus urinarius,
traktus billier, traktus repiratorius sampai dengan orofaring, traktus
reproduksi kecuali ovarium.
2). Operasi tanpa pencemaran nyata (gross spilage)
c. Luka operasi terkontaminasi
1). Operasi pada daerah di mana pada keadaan normal terdapat bakteri.
2). Pembedahan yang melibatkan daerah dengan luka 6-10 jam dengan
atau tanpa benda asing.
3). Tindakan darurat yang mengabaikan prosedur aseptik dan antiseptik.
d. Luka operasi kotor
1). Operasi pada jaringan yang mati, perforasi usus atau irisan pada
jaringan bersih untuk membuat drainase.

2). Pembedahan yang melibatkan :

Daerah dengan luka terbuka yang lebih dari 10 jam

Luka dengan tanda-tanda klinis infeksi

Luka perforasi organ viscera

2.1.2 Jenis Infeksi Luka Operasi


a. ILO superfisial
ILO superfisial adalah infeksi luka operasi yang terjadi pada daerah insisi
dalam waktu 30 hari paska operasi dan hanya meliputi kulit, subkutan atau
jaringan lain di atas fascia dan terdapat paling sedikit satu keadaan yaitu :
1). Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang di atas fascia.
2). Ditemukan kuman (biakan positif) dari cairan yang keluar dari luka
atau jaringan yang diambil secara aseptik.
3). Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan kecuali
jika hasil biakan negatif (paling sedikit terdapat satu dari tanda-tanda
infeksi, yaitu: nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal).
4). Dokter yang menangani menyatakan terjadinya infeksi.
b. ILO profunda / Deep incisional
ILO profunda adalah infeksi luka operasi yang terjadi pada daerah insisi
dalam waktu 30 hari paska operasi atau sampai satu tahun paska operasi
dan hanya meliputi jaringan lunak (misal lapisan fascia dan otot) dari insisi
dan terdapat paling sedikit satu keadaan yaitu :
1). Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari komponen
organ atau rongga dari daerah pembedahan.
2). Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja
dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu dari
tanda-tanda berikut: demam (>380C), atau nyeri lokal, kecuali
biakkan insisi negatif.
3). Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai insisi
pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang atau dengan
pemeriksaan histopatologis atau radiologis.
4). Dokter yang menangani menyatakan terjadinya infeksi.

c. ILO organ/rongga
ILO organ/rongga adalah infeksi luka operasi yang terjadi pada daerah
insisi dalam waktu 30 hari paska operasi atau sampai satu tahun paska
operasi yang mengenai bagian badan manapun kecuali insisi kulit, fascia
ataupun lapisan otot yang dibuka atau dimanipulasi selama pembedahan
bila ada implant dan infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
dan terdapat paling sedikit satu keadaan yaitu :
1). Drainage purulent dari drain yang dipasang melalui luka tusuk k
dalam organ atau rongga.
2). Diisolasi kuman dari biakkan yang diambil secara aseptik dari cairan
atau jaringan dalam rongga atau ruangan.
3). Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai organ atau ronga
yang diketemukan pada pemeriksaan langsung waktu pembedahan
ulang atau dengan pemeriksan histopatologis atau radiologis.
4). Dokter yang menangani menyatakan terjadinya ILO rongga.
2.2 Etiologi
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi pada luka operasi. Infeksi ini dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh
flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang
terjadi lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya
melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit
yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme
yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang
menyebabkan penyakit pada orang normal (Dharshini Jeyamoha, 2010)12
Tabel 1. Bakteri Penyebab Infeksi (Dharshini Jeyamoha, 2010)12

2.3

Bakteri
Enterobacteriaceae
S. aureus
Enterococcus
P. aeruginosa
Epidemiologi Infeksi Luka Operasi

Persentase(%)
>40
11
10
9

Data epidemiologi mengenai jumlah kejadian infeksi pada luka operasi di


Indonesia masih belum dapat diketahui dengan pasti. Hal ini karena pendataan
mengenai infeksi pada luka operasi ini masih sangat kurang. Salah satu penyebabnya
adalah karena di sebagian besar center kesehatan di Indonesia, infeksi pada luka
operasi dianggap sebagai kejadian biasa yang tidak perlu mendapatkan perhatian
khusus.
Infeksi luka operasi juga merupakan efek samping kedua yang paling sering
terjadi di rumah sakit, juga merupakan jenis infeksi nosokomial terbanyak kedua di
Indonesia. Infeksi luka operasi mencakup kurang lebih 20% dari angka kejadian
infeksi nosokomial, dan menyebabkan kerugian materi ketiga tertinggi dibandingkan
lainnya, yaitu 57% perpanjangan waktu rawat dan 45% dari peningkatan biaya. Begitu
pula di Amerika Serikat, didapatkan data dari 23 juta penderita yang dilakukan
pembedahan di Amerika Serikat setiap tahun, 920.000 penderita mengalami ILO.
Penderita yang mengalami ILO perlu rawat inap selama 2 kali lebih lama dan harus
mengeluarkan biaya 5 kali lebih banyak daripada yang tidak mengalami ILO. Hal ini
menunujukkan bahwa permasalahan ILO tidaklah sesederhana seperti yanng terlihat.
ILO yang tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan peningkatan morbiditas
dan biaya yang harus ditangggung oleh pasien.
Data yang kami peroleh di Indonesia terjadi peningkatan infeksi luka post SC.
Sekitar 90% dari morbiditas pasca operasi disebabkan oleh infeksi luka operasi
(Martius, 2000). Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2001 angka kejadian infeksi
luka post SC adalah 20% (Harmono, 2002) dan RSUP Dr. Sardjito tahun 2000
kejadian infeksi luka post SC adalah 15% (Onggang, 2001).
2.4

Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko di bawah ini merupakan faktor predisposisi terhadap

kemungkinan seseorang untuk mendapatkan infeksi luka operasi:


a. Tingkat kontaminasi luka
b. Faktor penjamu
o Usia ekstrim (sangat tua/muda)
o Obesitas
o Adanya infeksi perioperatif

o Penggunaan kortikosteroid
o Diabetes mellitus
o Malnutrisi berat
c. Faktor pada lokasi luka
o Pencukuran daerah operasi (cara dan waktu pencukuran)
o Devitalisasi jaringan
o Benda asing
o Suplai darah yang buruk ke daerah operasi
o Lokasi luka yang sudah tercemar
d. Lama perawatan selama operasi
e. Lama operasi
2.5 Patogenesis Terjadinya Infeksi Luka Operasi
Infeksi luka operasi merupakan infeksi yang terjadi pada luka pasca operasi di
rumah sakit. Infeksi ini sebagian besar terjadi karena kontaminasi nosokomial. Oleh
karena itu, patogenesis infeksi luka operasi tidak dapat dipisahkan dengan patogenesis
pada infeksi nosokomial dan patogenesis infeksi pada umumnya.
Tenaga Medik
dan Paramedik

Lingkungan
Rumah Sakit
Transmisi
Endogen

Kolonisasi MO
pada Pasien

Penderita Infeksi
Nosokomial

Flora Kuman
Normal Pasien
Transmisi
Endogen
Tindakan infasif/Luka
paska bedah dll

Gambar 1. Mata Rantai Penularan Infeksi


Infeksi pada dasarnya terjadi karena adanya interaksi antara penderita (host)
yang peka (susceptible), mikroorganisme yang infeksius dan lingkungan sekitarnya

(environment). Interaksi terjadi melalui kontak baik langsung maupun tidak langsung
antara host dan mikroorganisme (Soeroso A, 2000). Adapun mata rantai penularan
infeksi dapat dilihat pada Gambar 1.
Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa infeksi nosokomial dapat terjadi
karena adanya (Priyambodo, 2000; Pandalin, 1997):
1. Infeksi silang (cross infection) yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang
didapat dari orang/penderita lain di rumah sakit.
2. Infeksi lingkungan (environmental infection) yaitu infeksi yang disebabkan
kuman yang didapat dari bahan/benda tak bernyawa di lingkungan rumah
sakit.
3. Infeksi sendiri (self infection) yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang
berasal dari penderita sendiri.
2.6

Diagnosis Infeksi Luka Operasi 15


Dalam mendiagnosis infeksi luka operasi ini dapat dilakukan melalui anamnesis

yang cermat, dimana pasien akan mengeluh rasa sakit pada daerah insisi dan operasi.
pasien juga dapat mengeluhkan demam.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda kardinal infeksi luka satu
atau lebih dari berikut: nyeri, nyeri tekan, pembengkakan lokal, kemerahan, atau
panas.

pembengkakan di sepanjang sayatan dapat ditemukan, dimana ini dapat

menyebabkan perasaan yang sesak pada lokasi jahitan. Pada palpasi dapat ditemukan
perut yang keras pada daerah sekitar luka sayatan, dapat pula terasa hangat pada
daerah sekitar sayatan.
Kultur dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis untuk mengetahui secara
pasti kuman apa yang menyebabkan terjadinya suatu infeksi tersebut serta dalam
menentukan pemlihan obat yang sesuai. Hitung darah lengkap (CBC) dan tingkat
sedimentasi eritrosit (LED) dapat dipergunakan untuk mengetahui adanya infeksi. Testes lain termasuk mengidentifikasi protein spesifik pada organisme infektif seperti
menggunakan teknik immunoassay atau mencari antibodi spesifik.

Laboratorium

sekarang dapat menggunakan RNA atau DNA sequencing studi dan polymerase chain
reaction (PCR) tes untuk menemukan organisme penyebab infeksi, dan USG dapat
digunakan untuk menentukan jumlah cairan yang akan di-drainage.

2.7

Penatalaksanaan Infeksi Luka Operasi


Dalam penatalaksanaan infeksi luka operasi, terdapat dua tahapan yaitu tahapan

pencegahan dan juga tahapan pengobatan terhadap infeksi luka operasi.


2.7.1 Pencegahan Infeksi Luka Operasi
Tindakan pencegahan infeksi menurut Depkes (2001) adalah:
a. Memperbaiki daya tahan tubuh terhadap infeksi
b. Mengurangi jumlah total bakteri pada tempat potensial untuk kontaminasi dan
infeksi
c. Mengurangi kesempatan bakteri untuk masuk dalam rongga fisologis dari badan.
Adapun tahapan-tahapan pencegahannya adalah sebagai berikut:
a. Persiapan pra-bedah dari pasien sebelum dirawat
1). Mengawasi berat badan. Terutama pada operasi-operasi elektif jangan
sampai operasi dilakukan pada obesitas atau sekurang-kurangnya beratnya
diturunkan dulu, sebaliknya yang malnutrisi harus diperbaiki dulu
2). Menghilangkan atau mengontrol infeksi di luar penyakit primernya atau
penyakit yang meberatkannya seperti Diabetes Mellitus, uremia, dan
lainnya.
b. Persiapan pra-bedah dari pasien setelah dirawat
1). Mengawasi berat badan.
2). Mengusahakan perawatan sebelum operasi sesingkat mungkin untuk
mencegah kontaminasi terlalu lama dengan lingkungan rumah sakit.
3). Pengelolaan rambut pada tempat operasi.
4). Pencukuran sebaiknya dilakukan 1-2 jam sebelum operasi, pada tempattempat dimana rambutnya sangat halus tidak perlu dilakukan pencukuran.
5). Pembersihan kulit daerah operasi dengan cairan-cairan antiseptik, sabun/air.
6). Apabila antibiotika diberikan, harus memenuhi beberapa syarat:

Tepat dosis

Tepat indikasi

Tepat cara pemakaian (harus diberikan secara intravena 2 jam sebelum


insisi dan dilanjutkan tidak lebih dari 8 jam).

Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi


penyebab ILO).

c. Persiapan di kamar operasi


Semua tindakan aseptik dan antiseptik harus dilakukan secara baik dan tepat.
Peraturan harus dicantumkan dengan jelas, yaitu:
1). Cara masuk kamar operasi
2). Cara mencuci tangan
3). Cara memakai/memasang baju steril dan sarung tangan
4). Cara menyediakan instrumen steril
5). Cara menyiapkan daerah operasi dan penutupan dengan kain steril
6). Cara atau teknik operasi yang baik
d. Perawatan kamar operasi
Ruangan operasi harus aman dan bersih terhadap kemungkinan kontaminasi
kuman, yaitu:
1). Desinfeksi semua permukaan ruang operasi termasuk lantai.
2). Pembersihan debu
3). Mempertahankan lingkungan yang baik, bersih dan nyaman.
2.7.2 Pengobatan Infeksi Luka Operasi
Secara singkat, pengobatan terhadap infeksi luka operasi dapat dilakukan dengan
membuka kembali luka untuk mencegah infeksi bakteri anaerob (hidup tanpa oksigen)
yang ganas, memberikan obat antibiotik, membersihkan luka, memberikan obat
antiseptik, istirahat, dan tidak melakukan aktivitas yang melibatkan gerakan
membungkuk. Merawat luka juga penting untuk mencegah trauma (injury) pada kulit,
membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan adanya trauma, fraktur, luka
operasi yang dapat merusak kalori.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perawatan luka yang bersifat
antiseptik untuk mengantisipasi terjadinya infeksi sangat perlu dilakukan dengan
beberapa tujuan, yaitu:

Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran


mukosa.

Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan

Mempercepat penyembuhan

10

Membersihkan luka dari benda asing atau febris

Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat

Mencegah perdarahan
Selain perawatan luka sebagai antisipasi pencegahan infeksi, yang paling

penting adalah membersihkan drain. Daerah drain harus dibersihkan sesudah insisi.
Prinsip membersihkan dari daerah bersih ke daerah yang terkontaminasi karena
drainnya yang basah memudahkan pertumbuhan bakteri dan daerah daerah drain
paling banyak mengalami kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka insisi dapat
dibersihkan dari daerah ujung ke daerah pangkal kearah drain. Gunakan kapas yang
lain. Kulit sekitar drain harus dibersihkan dengan antiseptik.
Apabila langkah pencegahan sudah dilakukan namun infeksi tetap terjadi pada
luka operasi, maka langkah terpenting selanjutnya adalah dengan memberikan
pengobatan antibiotik. Hal ini dilakukan karena berdasarkan data epidemiologi
diketahui bahwa etiologi infeksi terbanyak di Indonesia adalah bakteri, yaitu: (Sunarto
Reksoprawiro,2010)8
1. Penisilin
Cara kerja : - menghambat pembelahan karena terjadi pertumbuhan dinding sel
abnormal
- menghambat fase 3 sintesis dinding sel
Resistensi : - mempengaruhi pecillin-binding protein
- tidak mampu menembus dinding sel
- enzim hidrolisa molekul protein
Spektrum : - Cocci Gram-positif ( Streptococcus A dan B)
- Bacilli Gram-positif ( Corynebacterium diphtheria)
- Cocci Gram negatif (Neisseria meningitidis)
- Bacilli Gram-negatif (Streptobacillus moniliformis)
- Anaerob(Clostridium,Fusobacterium,Peptostreptococcus sp)
-

Lain-lain

(Treponema

pallidum,

Leptospira,

Enterobacter,

Acinebacter sp.)
Efek samping : - hipersensitivitas (1-5%) ( iritasi yang mengenai

sistem

syaraf perifer)

11

- nefropati (reaksi alergi berupa nefritis interstisial dan


hipokalemia)
2. Sefalosporin
Cara kerja : - menghambat fase 3 sintesis dinding sel
- mengikat protein spesifik pada membran sel
- mempengaruhi permeabilitas sel
- melepaskan autolisin
Resistensi : - menurunkan permeabilitas dinding sel
- membentuk beta-laktamase
Spektrum :- Generasi I ( mis. Ancef, Keflin, Kefzol) organisme Gram positif
(Staphylococcus, Stretococcus), Gram negatif, Bacilli anaerob dan
aerob.
- Generasi II (mis. Ceclor, Zinacef, Mefoxin). Kurang efektif
terhadap kuman Gram positif Hemophilus influenzae, baksil Gram
negatif, Proteus, Enterobacter sp.
- Generasi III (mis. Ceftazidime, Cefotaxim, Cefoperazone) Aerob
Gram negatif, Pseudomonas
Efek samping : - hipersensitivitas terutama bila alergi penisilin
- hematologi (neutropenia, leukopenia, trombopenia)
- traktus digestivus (mual, muntah, anoreksia, diare)
3. Eritromisin
Cara kerja :- menghambat sintesa protein bakteri dengan binding pada 50s
subunit ribosom
Resistensi :- mempengaruhi komponen protein 50s subunit ribosom
- melalui plasmid
Spektrum

:- sama dengan penisilin G


- Mycoplasma, Legionella, Actinomyces sp.
- Hemophilus influenzae

Efek samping : - gangguan traktus digestivus


- hipersensitivitas
- Cholestatic hepatitis
4. Clindamycin

12

Cara kerja :- menghambat sintesa protein bakteri dengan binding pada 50s
subunit ribosom
Resistensi :- mempengaruhi komponen protein 50s subunit ribosom
- melalui plasmid
Spektrum

:- aerob dan anaerob Gram positif


- anaerob Gram negatif ( beberapa Staphylococcus resisten)

Efek samping : - kolitis pseudomembran


- nausea, diare
- hipersensitivitas
- leukopenia
- hepatotoksik transien (jarang)
5. Metronidazole
Cara kerja : - menurunkan aktivitas metabolit intraseluler kuman
Efek samping : - toksis pada SSP
- gangguan traktus digestivus
- neutropenia
- drug fever
- aPTT memanjang
- efek sinergis dengan alkohol
Penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak tepat dapat memicu terjadinya
resistensi kuman. Hal ini karena pemilihan penderita yang tidak tepat, pemberiannya
terlalu lama, atau digunakannya obat generasi terbaru. Komplikasi yang jarang tetapi
serius ialah terjadinya enterokolitis pseudomembran akibat pemberian klindamisin,
sefalosporin, dan ampisilin. Diare dan panas badan dapat terjadi setelah pemberian
satu dosis antibiotik profilaksis.
2.8

Prognosis
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu akibat infeksi luka

operasi rendah sekali, atau tidak sama sekali. Hal tersebut juga didukung dengan
penanganan infeksi luka operasi berupa pencegahan dan pengobatan dilakukan dengan
tepat dan benar.

13

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Data Awal Kasus
A. Identitas Penderita
Nama

: NMM

No. CM

: 33.61.07

Umur

: 39 tahun

Tanggal MRS : 19/08/2011

Kelamin

: Perempuan

Agama

: Hindu

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Br. Cibukan, Desa Bajera, Selemadeg, Tabanan

Bangsa

: Indonesia

Status perkawinan : Sudah menikah


Nama suami

: NS

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Os datang dengan keluhan utama yaitu nyeri luka operasi yang timbul karena
lepasnya jahitan. Keluhan ini disertai batuk yang terus menerus pada os. Hal ini
dialami os sejak seminggu SMRS. Pasien mengeluh keluar cairan bercampur darah
dari bekas jahitan dan membasahi gaas penutup luka. Selain itu, pasien mengaku
luka operasi tidak sengaja terkena percikan air ketika membersihkan badan. Pasien
juga mengeluh demam namun pasien segera minum obat antipiretik. Riwayat
trauma paska operasi disangkal oleh pasien.
Riwayat Menstruasi
Menarche umur 13 tahun, siklus haid teratur setiap 28 hari, lamanya 3-4 hari.
Riwayat Pernikahan dan Persalinan
Menikah satu kali dengan suami sekarang sudah 6 tahun.
Umur saat menikah: 17 tahun.
I.

, 2500 gram, aterm, SC, RS, 4 tahun

II.

, 3100 gram, aterm, SC, RS, 10 hari

Riwayat Kontrasepsi

14

Penggunaan KB suntik 3 bulan selama 3 tahun.


Riwayat penyakit dahulu
Penderita tidak mempunyai riwayat penyakit asma, hipertensi, Diabetes Mellitus
dan penyakit jantung.
Riwayat penyakit keluarga
Di keluarga tidak diketahui adanya riwayat sakit berat.
Riwayat sosial
Pasien tidak merokok maupun minum alkohol.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status present
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis, E4V5M6

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu tubuh

: 38 C

Tinggi badan

: 159 cm

Berat badan

: 65 kg

2. Status General
SSP

: Compos mentis

Kepala

: Mata : anemia (-)/(-), ikterus (-)/(-), reflek pupil (+)/(+) isokor.

THT

: Kesan tenang

Toraks

: Jantung : S1S2 tunggal, 15esicul, murmur (-).


Pulmo

: Vesicular (+)/(+), ronkhi (-)/(-), wheezing (-)/(-).

Abdomen : status obstretikus.


Ekstremitas : Superior & Inferior : Oedema (-)/(-).
Status obstretikus
Abdomen : TFU pusat-simfiisis,
Vagina

: inspeksi : perdarahan aktif (-), fluxus (+)


VT

: p 3 cm, eff 25%, ketuban (+)


teraba UUK depan HI
tidak teraba tali pusat/bagian kecil

15

D. Pemeriksaan Laboratorium (19 Agustus 2011) :


Darah Lengkap
HGB : 11,6 g/dL
WBC : 16 x 103 /uL
HCT : 35,2,%
PLT : 273 x 106 /uL
E. Diagnosis Kerja
P2002 post SC hari ke-11 + ILO
F. Rencana Kerja
Rencana Diagnosis : DL, UL
Terapi : MRS
Rencana Repair SC cito
IVFD RL 20 tetes/mnt
Cefotaxim 3x1 g
Metronidazole 500 mg 2x1
Methergin 3x1
Codein 2x10mg
Diet TKTP
Monitor : Observasi Post Operative, vital sign
KIE

: Pasien dan keluarga tentang kondisi pasien termasuk diagnosa dan


rencana terapi yang akan dilakukan

3.2 Perjalanan Penyakit


Tgl

19/08/2011
13.00
WITA

Nyeri luka post


op. (+)
Luka jahitan
post sc terbuka,
Batuk (+)

O
St.present:
TD: 110/70 mmhg
N: 80 x/menit
RR: 20x/menit
Tax: 37,8C
St. General: dbn
St. Obsteri:
Abd: tampak luka
operasi terbuka 6cm,
pus(-), stolsel (+)
Nyeri tekan(+)

A
Infeksi Luka
Operasi oleh
karena Luka

P
Pdx : DL
Tx : operasi repair
Mx : Obs. kel, v. sign,
KIE

Terbuka

16

20/08/2011

21/08/2011

22/08/2011

Nyeri luka post


repair (+)
Batuk (+)
Flatus (+)
BAB: (-)
BAK: DK
Mobilisasi (-)

Nyeri luka post


repair (+)
Batuk (+)
Flatus (+)
BAB: (-)
BAK: DK
Mobilisasi (-)

Nyeri luka post


repair (+)
Batuk (-)
Flatus (+)
BAB: (-)
BAK: DK
Mobilisasi (-)

Eritema sekitar luka


operasi (+)
TFU: sepusat
Vag: tde
St.present:
TD: 110/70 mmhg
N: 80 x/menit
RR: 20x/menit
Tax: 37,8C
St. General: dbn
St. Obsteri:
Abd: TFU: sepusat,
pus(-), tampak luka
operasi
Vag: perdarahan aktif (-)
Lochia (+)
St.present:
TD: 110/70 mmhg
N: 80 x/menit
RR: 20x/menit
Tax: 36,5C
St. General: dbn
St. Obsteri:
Abd: BU(+)N, kontraksi
(+) pus(-)
Vag: perdarahan aktif (-)
Lochia (+)
St.present:
TD: 140/90 mmhg
N: 80 x/menit
RR: 20x/menit
Tax: 36,1C
St. General: dbn
St. Obsteri:
Abd: BU(+)N, kontraksi
(+) pus(-)
Vag: perdarahan aktif (-)
Lochia (+)

Luka terbuka
post repair

Cefotaxim 2x1 g
Tramadol 2x1 mg
Metronidazole 3x1
GG 3x1

hari pertama

Luka terbuka
post repair

Cefotaxim 2x1 g
Tramadol 2x1 mg
Metronidazole 3x1
GG 3x1

hari kedua

Luka terbuka

Cefotaxim 2x1 g
Metronidazole 3x1

post repair
hari ketiga

17

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1

Penegakan Diagnosis ILO


Os datang dengan keluhan utama yaitu nyeri luka operasi yang timbul karena

lepasnya jahitan post operasi SC. Hal ini sesuai dengan teori dimana dikatakan bahwa
ILO merupakan infeksi yang timbul sebagai komplikasi tindakan bedah yaitu bedah
SC pada pasien ini.Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri, yang menurut teori
merupakan salah satu dari lima tanda-tanda radang infeksi yakni kalor (panas), dolor
(nyeri), rubor (kemerahan), tumor (pembesaran) dan fungsio laesia. Keluhan ini
disertai batuk yang terus menerus pada os, yang mengindikasikan adanya infeksi lain
di saluran respirasi pasien sehingga tidak menutup kemugkinan adanya penyebaran
bakteri ke organ lain. Pasien juga mengeluh demam namun pasien segera minum obat
antipiretik. Hal ini dialami os sejak seminggu SMRS.
Pasien mengeluh keluar cairan bercampur darah dari bekas jahitan dan
membasahi gaas penutup luka. Selain itu, pasien mengaku luka operasi tidak sengaja
terkena percikan air ketika membersihkan badan. Hal ini memperkuat kecurigaan
adanya luka yang terkontaminasi karena tidak menutup dengan sempurna. Luka yang
dibiarkan

basah

akan

sulit

untuk

menutup,

sehingga

akan

memudahkan

mikroorganisme penyebab infeksi untuk infiltrasi.


Os didiagnosis dengan infeksi luka operasi o.k. luka terbuka. Diagnosis infeksi
luka operasi ini ditegakkan karena dari hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan suhu
badan 38,00C yang menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi berupa peningkatan suhu
badan melebihi normal (37,50C). Kemudian dari pemeriksaan penunjang didapatkan
peningkatan WBC sebesar 16 x 103 /uL. Hal ini merupakan indikasi penting terjadinya
infeksi.
4.2

Penatalaksanaan ILO

Adanya infeksi secara nyata meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas ibu paska
melahirkan melalui SC. Penatalaksanaan ILO pada dasarnya dibagi atas dua unsur
yaitu pencegahan dan pengobatan. Pemberian obat-obatan atau terapi medisinalis.
Pada pasien ini segera masuk rawat inap. Dasar pemikiran sedini mungkin
hospitalisasi ialah observasi dapat dilakukan secara cermat dan terus-menerus,

18

sehingga evaluasi lebih mudah untuk mencegah munculnya komplikasi dari infeksi
luka operasi ini. Pada pasien ini selanjutnya dilakukan drainase dan hecting ulang,
serta di lakukan perawatan luka. Diberikan antibiotik cefotaxim, metronidazole
sebagai terapi infeksi dan obat batuk codein untuk mencegah peningkatan tekanan
abdominal sehingga akan berpengaruh terhadap kesembuhan luka. Selain itu,
penggantian gaas penutup luka secara berkala disertai juga diet tinggi kalori tinggi
protein untuk mempercepat penyembuhan luka serta mencegah terjadinya infeksi
berulang.

19

BAB V
RINGKASAN
Infeksi luka operasi (ILO) merupakan infeksi nosokomial yang terjadinya
tergantung dari faktor kuman, faktor lokal, dan faktor pertahanan tubuh sistemik.
Beberapa faktor resiko di bawah ini merupakan faktor predisposisi terhadap
kemungkinan seseorang untuk mendapatkan infeksi luka operasi seperti tingkat
kontaminasi luka, faktor penjamu (usia ekstrim, obesitas, adanya infeksi perioperatif,
penggunaan kortikosteroid, diabetes mellitus, malnutrisi berat), faktor pada lokasi luka
(pencukuran daerah operasi, devitalisasi jaringan, benda asing, suplai darah yang
buruk ke daerah operasi, lokasi luka yang sudah tercemar), lama perawatan selama
operasi, dan lama operasi. Disebabkan begitu banyaknya faktor terjadinya ILO ini
diperlukan beberapa tindakan pencegahan. Pencegahan seperti memperbaiki daya
tahan tubuh terhadap infeksi, mengurangi jumlah total bakteri pada tempat potensial
untuk kontaminasi dan infeksi dan mengurangi kesempatan bakteri untuk masuk
dalam rongga fisiologis dari badan merupakan faktor penting dalam pencegahan
terjadinya ILO.
Selain itu, tata cara antiseptik dan sterilisasi alat sesuai prosedur seperti
persiapan pasien pra bedah sebelum dan saat dirawat, sterilisasi peralatan di kamar
operasi maupun saat perawatan luka memegang peranan penting dalam mencegah
terjadinya ILO. Jika prosedur aseptik telah dikerjakan dan masih terjadi ILO, maka
pemberian antibiotik yang sesuai indikasi merupakan pengobatan yang dianjurkan.

20

DAFTAR PUSTAKA
1.

Alesee, 2000).

2.

(Cunningham et al, 2006)

3.

(Roeshadi, 2006)

4.

(Grace, 2007).

5.

(Martius, 2000

6.

Harmono, 2002

7.

Onggang, 2001).

8.

Reksoprawiro Sunarto. 2010. Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada


Pembedahan. Departemen/ SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/ RSU Dr. Soetomo Surabaya
Pandalin, 1997;

9.

10. Dinkes, 2000;


11. Depkes, 2001).
12. Dharshini Jeyamohan. 2010. Angka Prevalensi Infeksi Nosokomial Pada Pasien
Luka Operasi Pasca Bedah Di Bagian Bedah Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik, Medan Dari Bulan April Sampai September 2010. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
13. Soeroso A, 2000
14. Priyambodo, 2000
15. Singhal, Hemant, dan Charles Zammit. "Luka Infeksi." EMedicine. Eds. Brian
James Daley, dkk. 23 Juli 2002. Medscape. 3 November 2004

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, FG. Et al. Obstetri Williams Volume 1. Edisi 21. Jakarta : EGC.
2004
2. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., et al. 2004. Obstetri Williams Vol 1.
Edisi 21. Jakarta: EGC
3. Mansjoer, A., Triyanti, K., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
4. Wiknjosastro. 1991. Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
5. Jayakusuma, AAN. 2004. Manajemen Resiko pada Pre Eklampsia (Upaya
Menurunkan Kejadian Pre Eklampsia dengan Pendekatan Berbasis Resiko).

22

Denpasar: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Bagian/SMF Obstetri dan


Ginekologi FK Unud/RS. Sanglah
6. Lam, Chun, et al. (2005), Circulating Angiogenic Factors in the Pathogenesis
and Prediction of Precelampsia, Hypertension-Journal of the American Heart
Association, Available : http://www.hyper.ahajournals.org (Accessed : 2008,
September
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, FG. Et al. Obstetri Williams Volume 1. Edisi 21. Jakarta : EGC.
2004
2. Jayakusuma, AAN. Manajemen Resiko pada Preeklampsia (Upaya Menurunkan
Kejadian Preeklampsia dengan Pendekatan Berbasis Resiko). Denpasar:
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK
Unud/RS. Sanglah. 2004
3. Angsar, MD. Hipertensi Dalam Kehamilan. Edisi II. Lab/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unair. Surabaya. 2003. pp.28-32
4. Himpunan Kedokteran Feto-Maternal POGI. Edisi II. Pedoman Pengelolaan
Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia. 2005
5. Anonim. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi K Unud/RS Sanglah. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. 2004. pp.13-15
6. Surya, IGP. Profil Penderita Preeklamsia dan Eklamsia. Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud. Denpasar. 2004
7. Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2005. pp.281-301
8. Josoprawiro, M. Hipertensi pada Kehamilan. Cakul Obgyn Plus. FK UI. 2005
9. Lam, Chun, et al. (2005), Circulating Angiogenic Factors in the Pathogenesis
and Prediction of Precelampsia, Hypertension-Journal of the American Heart
Association, Available : http://www.hyper.ahajournals.org (Accessed : 2007,
February 23).
10. Stepan, Holger, et al. (2006), New Insights into Biology of Preeclampsia,
Biology of Reproduction, Available : http://www.biolreprod.org (Accessed : 2007,
February 23).

23

11. Preeclampsia,
(2007),Wikipedia.org,Available:http://www.wikipedia.org/wiki/pre-eclampsia
(Accessed : 2007, February 23).
12. Brooks, MB. (2006), Pregnancy, Preeclampsia, E-medicine from WebMD,
Available : http://www.webmd.com (Accessed : 2007, February 23).
13. Dikman A, Muh, Hipertensi Dalam Kehamilan II

24

Anda mungkin juga menyukai