Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SURVEILANS MERS DAN INFLUENZA

Disusun Oleh
RIZQY AMALIA NUR ARISTA 1503329022
PROSUS

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2016

BAB I
A. Latar Belakang
Corona Virus yang berjangkit di Saudi Arabia sejak bulan Maret 2012,
sebelumnya tidak pernah ditemukan didunia. Oleh karena itu berbeda karakteristik
dengan virus corona SARS yang menjangkiti 32 negara didunia pada tahun 2003.
Komite International Taxonomy virus lengkapnya The Corona Virus Study Group of
The International Committee on Taxonomy of viruses pada tanggal 28 Mei 2013
sepakat menyebut Virus corona baru tersebut dengan nama Middle East Respiratory
Syndrome-Corona Virus (MERS-CoV) baik dalam komunikasi publik maupun
komunikasi ilmiah.
Sejak laporan pertama, setelah melalui penelitian yang lama selama dua
sampai tiga tahun mengungkapkan virus yang telah menginfeksi lebih dari 90% dari
unta arab dewasa di Saudi Arabia, juga unta arab di Semenanjung Arab dan bagian
Afrika yang merupakan sumber impor unta arab untuk Saudi Arabia. Untuk saat ini,
mer-CoV belum terdeteksi pada unta arab yang telah diuji di kebun binatang atau
ternak dari belahan dunia lain. Kadang-kadang, virus ditularkan dari unta arab yang
terinfeksi ke manusia, transmisi berikutnya ke manusia lain membutuhkan relatif
dekat dan berkepanjangan.
Berdasarkan laporan European Centre for Disease Prevention and Control
(ECDC), sejak September 2012 sampai dengan 10 Juni 2015, telah ditemukan 1.257
kasus konfirmasi MERS-CoV dengan 448 orang mengalami kematian, artinya tingkat
kematian atau case fatality rate (CFR) cukup tinggi yaitu 35,64%. Dari data WHO,
ditulis bahwa lebih dari 85% kasus penyakit menular MERS-CoV ini berasal dari
Arab Saudi.
Pada bulan Mei-Juni 2015, dunia dikejutkan dengan berita menyebarnya virus
MERS-CoV ke Asia, yaitu di Korea Selatan. Sampai dengan tanggal 16 Juni 2015,
WHO mencatat sudah ada 161 kasus yang terkonfirmasi penyakit menular MERSCoV dan 19 orang diantaranya meninggal dunia. Seperti yang diberitakan oleh
ECDC, penyebaran penyakit menular MERSCoV ke Korea Selatan diduga
penyebabnya dari seorang pria yang sebelumnya pergi ke Bahrain, Uni Emirat Arab,
Arab Saudi, dan Qatar.
Pada manusia, penyakit yang jelas diberi nama MERS, dari hewan ke manusia
peristiwa yang terjadi secara terputus-putus, Mers-CoV mudah menyebar secara
sporadis dari manusia ke manusia, dan menyebabkan penyakit ini lebih parah

terjangkit pada orang dewasa yang lebih tua, terutama laki-laki, terutama jika terdapat
riwayat penyakit sebelumnya. Penyebaran Mers-CoV antara manusia sering dikaitkan
dengan wabah di rumah sakit, sekitar 20% dari semua kasus menjangkit petugas
kesehatan.
B. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui sejarah dan perkembangan penyakit Mers.
2. Mengetahui penyebab dan pencegahan penyakit Mers.
3. Mengetahui kegiatan surveilans influenza di Indonesia.
C. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam pembuatan makalah ini adalah untuk
menambah wawasan mengenai penyakit Mers sehingga dapat berkontribusi dalam
pencegahan penyakit Mers di masyarakat, serta menambah informasi mengenai
kegiatan surveilans influenza.

BAB II
ISI
A. Penyebab
Middle Eastern Respiratory Syndrome disingkat Mers merupakan penyakit
yang disebabkan oleh suatu virus CoV singkatan dari Corona Virus. Sehingga
penyakit Mers CoV dijabarkan Middle Eastern Respiratory Syndrome Corona Virus
yang penyebab utamanya adalah virus Mers yaitu virus dalam kelompok coronavirus
dengan ciri virus permuka tubuhnya diselimuti struktur mirip dengan mahkota.
Meskipun unta arab tampaknya menderita hampir seperti serangan 'flu biasa'
akibat infeksi Mers-CoV, namun pada manusia, virus bisa menjadi patogen yang lebih
serius dan oportunistik bahkan dapat menyebabkan kematian hingga 40% dari kasus
yang telah dilaporkan. Studi telah menetapkan bahwa masa inkubasi rata-rata untuk
Mers adalah lima sampai enam hari, pada hari kedua sampai hari ke enam belas,
dengan penyebaran dari manusia ke manusia lain pada hari ke tiga belas sampai
empat belas. Demam dan gejala gastrointestinal dapat membentuk prodrome, setelah
gejala menurun, hanya akan diikuti oleh sindrom lebih parah sistemik dan pernafasan.
MERS CoV merupakan penyakit sindrom pernapasan yang disebabkan oleh
virus Corona yang menyerang saluran pernapasan mulai dari ringan sampai
berat.Virus Mers berasal dari family yang sama dengan virus yang menyebabkan flu
biasa (common cold), tetapi virus Mers dapat memicu kerusakan ginjal dan
pneumonia.
Virus classification:
Group : Group IV ((+)s sRNA)
Order : Nidovirales
Family : Coronaviridae
Subfamily : Coronavirinae
Genus : Betacoronavirus
Species : MERS-CoV

Gambar 1. Virus Mers


Virus ini dapat menular antar manusia secara terbatas, dan tidak terdapat
transmisi penularan antar manusia secara luas dan bekelanjutan. Mekanisme
penularan belum diketahui. Kemungkinan penularannya dapat melalui :
a. Langsung : melalui percikan dahak (droplet) pada saat pasien batuk atau
bersin.
b. Tidak Langsung: melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus.
B. Gejala Klinis
Gambaran klinis untuk sebagian besar yang terinfeksi Mers CoV diantaranya
adalah :
1. ISPA
2. Seperti infeksi

pernapasan akut berat

(severe acute respiratory

infection/SARI
3. Pneumonia
4. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), disertai gagal ginjal,
perikarditis dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
5. Pada pasien immunocompromise ditemukan gejala awal demam dan diare.
Sebelum menentukan pasien suspek MERS CoV dilakukan :
1. Anamnesis: demam suhu > 38 C, batuk dan sesak, ditanyakan pula
riwayat bepergian dari negara timur tengah 14 hari sebelum onset
2. Pemeriksaan fisis: sesuai dengan gambaran pneumonia
3. Radiologi: Foto toraks dapat ditemukan infiltrat, konsolidasi sampai
gambaran ARDS
4. Laboratorium: ditentukan dari pemeriksaan PCR dari swab tenggorok dan
sputum
Klasifikasi :
1. Kasus dalam penyelidikan/suspek
a. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan
tiga gejala di bawah ini:
Demam (38C) atau ada riwayat demam,
Batuk,
Pneumonia, ARDS berdasarkan gejala klinis atau gambaran
radiologis yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Perlu waspada pada pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh
(immunocompromised) karena gejala dan tanda tidak jelas.
DAN salah satu dari kriteria berikut :

Adanya klaster penyakit yang sama dalam periode 14 hari,


tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian,

kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain.


Adanya petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama
setelah merawat pasien ISPA berat (SARI / Severe Acute
Respiratory Infection), terutama pasien yang memerlukan
perawatan intensif, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau
riwayat

bepergian,

kecuali

ditemukan

etiologi/penyebab

penyakit lain. Seseorang yang memiliki riwayat perjalanan ke


Timur Tengah (negara terjangkit) dalam waktu 14 hari sebelum
sakit kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain.
Adanya perburukan perjalanan klinis yang mendadak meskipun dengan
pengobatan yang tepat, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian,
kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain.
b. Seseorang yang memiliki riwayat perjalanan ke Timur Tengah atau
negara terjangkit dalam waktu 14 hari sebelum mulai sakit selain ISPA
(Pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh kemungkinan tanda
dan gejala tidak jelas)
c. Seseorang dengan penyakit pernapasan akut dengan berbagai tingkat
keparahan (ringan berat) yang dalam waktu 14 hari sebelum mulai
sakit, memiliki riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi atau kasus
probable infeksi MERS-CoV yang sedang sakit
Tidak perlu menunggu hasil tes untuk patogen lain sebelum pengujian untuk
MERS CoV.
2. Kasus Probable
Definisi dengan

menggunakan

kriteria

klinis,

epidemiologis,

dan

laboratoris:
Seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan bukti klinis,
radiologis atau histopatologis
DAN

Tidak

tersedia

pemeriksaan

untuk

MERS-CoV

atau

hasil

laboratoriumnya negative pada satu kali pemeriksaan spesimen yang


tidak adekuat.
DAN

Adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi


MERS Co-V.

Seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan bukti klinis,


radiologis atau histopatologis
DAN

Hasil pemeriksaan laboratorium inkonklusif (pemeriksaan skrining


hasilnya positif tanpa konfirmasi biomolekular).

DAN
Adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi
MERS Co-V.
3. Kasus Konfirmasi
Seseorang menderita infeksi MERS-CoV dengan konfirmasi laboratorium
( PCR)
Pemeriksaan laboratorium, dilakukan dengan cara:
1. Bahan Pemeriksaan
a. Spesimen dari saluran napas atas (hidung, nasofaring dan/atau swab
tenggorokan)
b. Spesimen saluran napas bagian bawah (sputum, aspirat endotracheal, kurasan
bronkoalveolar)
2. Tempat Pemeriksan
Laboratorium Badan Litbangkes RI Jakarta. Ambil spesimen serial dari beberapa
tempat dalam waktu beberapa hari (setiap 2-3 hari) untuk melihat Viral shedding
3. Jenis Pemeriksaan
a. Kultur mikroorganisme sputum dan darah
b. Pemeriksaan virus influenza A dan B, virus influenza A subtipe H1, H3, dan
H5 (di negara-negara dengan virus H5N1 ditemukan pada unggas), RSV, virus
parainfluenza, rhinoviruses, adenoviruses, metapneumoviruses manusia, dan
corona virus baru
Pemeriksaan spesimen coronavirus baru dilakukan dengan menggunakan
reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR).
Dilakukan juga:
pemeriksaan darah untuk menilai viremia,
swab konjungtiva jika terdapat konjungtivitis,
urin
tinja
cairan serebrospinal jika dapat dikerjakan
Data selama ini menunjukkan bahwa spesimen saluran napas bawah
cenderung lebih positif daripada spesimen saluran napas atas.

Terapi Mers, dilakukan dengan:


1. Terapi oksigen pada pasien ISPA berat /SARI
Berikan terapi oksigen pada pasien dengan tanda depresi napas berat,

Hipoksemia atau syok


Mulai terapi oksigen dengan 5 L / menit lalu titrasi sampai SpO2 90% pada

orang dewasa yang tidak hamil dan SpO2 92-95% pada pasien hamil.
Pulse oximetri, oksigen, selang oksigen dan masker harus tersedia di semua

tempat yang merawat pasien ISPA berat/SARI .


JANGAN membatasi oksigen dengan alasan ventilatory drive terganggu.
2. Berikan antibiotik empirik untuk mengobati Pneumonia
Pada pasien pneumonia komuniti (CAP) dan diduga terinfeksi MERS CoV, dapat
diberikan antibiotik secara empirik secepat mungkin sampai tegak diagnosis
kemudian disesuaikan berdasarkan hasil uji kepekaan.
3. Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien ISPA berat/SARI tanpa syok
Pada pasien ISPA berat/SARI harus hati-hati dalam pemberian cairan intravena,
karena resusitasi cairan secara agresif dapat memperburuk oksigenasi, terutama
dalam situasi terdapat keterbatasan ventilasi mekanis.
Terapi:

Jangan memberikan kortikosteroid sistemik dosis tinggi atau terapi tambahan

lainnya untuk pneumonitis virus diluar konteks uji klinis


Pemantauan secara ketat pasien dengan ISPA berat/SARI bila terdapat tandatanda perburukan klinis, seperti gagal nafas, hipoperfusi jaringan, syok dan
memerlukan perawatan intensif (ICU)

C. Upaya Surveilans Influenza di Indonesia


Influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza yang pada
manusia umumnya menyerang sistem pernafasan yang seringkali memerlukan
perawatan di rumah sakit ataupun kematian. Virus influenza merupakan virus yang
mudah berubah struktur genetiknya yang disebabkan oleh peristiwa antigenik drift
dan antigenik shift. Antigenik drift menyebabkan perubahan pada protein
permukaan virus yang menyebabkan antibodi tidak mengenali lagi dan hal inilah yang
menyebabkan epidemi influenza setiap tahunnya. Sedangkan reassortment atau
antigenik shift menyebabkan timbulnya strain baru influenza yang berpotensi
menyebabkan pandemik pada manusia. sebagaimana yang terjadi pada tahun 2009,
dimana muncul strain influenza A (H1N1pdm09) yang dianggap sebagai penyebab
pandemi influenza di seluruh dunia.

Influenza Like Illness (ILI) adalah suatu proses infeksi akut pada saluran
pernafasan dengan gejala klinis demam, sakit tenggorokan disertai batuk atau pilek.
ILI merupakan masalah kesehatan di dunia tidak saja di negara berkembang, tapi juga
di negara maju seperti AS, Kanada dan negara-negara Eropa.
Secara keseluruhan, tujuan dari kegiatan surveilans ILI adalah mengetahui
besaran masalah influenza di Indonesia, khususnya untuk memprediksi prevalensi
influenza dengan konfirmasi laboratorium di masyarakat. Sejak itu, pemantauan dan
karakterisasi virus influenza termasuk flu burung di Indonesia terus dilakukan dan
dikembangkan.
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran epidemiologi influenza di Indonesia serta untuk
menentukan kebijakan penanggulangannya.
2. Tujuan Khusus
a. Mendapatkan besaran masalah influenza di Indonesia
b. Mengidentifikasi kejadian dan kecenderungan influenza berdasarkan distribusi
epidemiologi (umur, tempat, dan waktu).
c. Mengidentifikasi dan memantau tipe dan subtipe virus influenza yang beredar
di Indonesia.
d. Memberikan informasi untuk pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
dan respons KLB influenza.
e. Memberikan informasi untuk perumusan kebijakan penanggulangan influenza
termasuk pemberian vaksinasi dan tatalaksana kasus.
Dikatakan sebagai kasus ILI bila memenuhi kriteria:
Panas 37,8 C
Batuk atau sakit tenggorokan
Menderita gangguan pernafasan atau
Sakit/nyeri otot
Penyebab ILI adalah tiga tipe virus influenza yang dikenal yaitu tipe A,
B, dan C. Tipe A terdiri dari sub tipe dimana hanya 2 (H1 dan H3) yang
dikaitkan dengan epidemi dan pandemi yang luas. Masa penularan
berlangsung selama 35 hari sejak timbulnya gejala klinis pada orang dewasa
dan sampai 7 hari pada anak-anak. Penularan melalui udara terutama terjadi
pada daerah yang padat penduduk, pada ruangan tertutup seperti pada bis
sekolah. Penularan dapat terjadi dengan kontak langsung, oleh karena virus
influenza dapat hidup berjam-jam diluar tubuh manusia, khususnya didaerah
dingin dan kelembaban yang rendah.
Cara Pencegahan:

Personal hygiene khususnya mengenai banyaknya batuk dan bersin

tanpa menutup mulut atau hidung.


Imunisasi dengan menggunakan virus yang tidak aktif
Menciptakan lingkungan dan rumah yang sehat dengan cukup
ventilasi, cukup pencahayaan matahri, dan kelembaban nisbi.

Kasus ILI di Pukesmas dan RS:

Lakukan swab hidung kiri, kanan, dan tenggorokan


Lakukan rapid test pada swab hidung kiri
Dua spesimen disimpan dilemari es sesuai standar, sebelum dikirim ke
Puslitbang Biomedis dan Farmasi Badan Litbangkes Kemenkes RI

Cara Pengambilan Swab:

Masukkan swab kedalam lubang hidung sejajar palatum, biarkan

beberapa detik, usapkan pada kedua lubang hidung secara bergantian.


Masukkan kedalam vial dan patahkan tangkainya, kemudian tutup vial.
Ambil swab dan usapkan pada tenggorokan dan daerah sekitar tonsil

kiri dan kanan.


Tutupvial, lapisi dengan para film

Kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan selama masa penanggulangan sampai


dengan pasca penanggulangan dengan sasaran populasi yang berisiko, yaitu
masyarakat dan petugas:
1. Di wilayah kasus dan penanggulangan
2. Di rumah sakit yang merawat kasus
3. Puskesmas, rumah sakit, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
4. Di bandar udara, pelabuhan, pos lintas batas darat (PLBD)
5. Di wilayah berisiko
Langkah-langkah pelaksanaan:
1. Penetapan Sinyal Pandemi
a. Penetapan sinyal epidemiologi
Melalui kegiatan penyelidikan epidemiologi dan verifikasi.
b. Penetapan sinyal virologi
Isolat/spesimen dikirim ke laboratorium yang mempunyai kemampuan
pemeriksaan sequencing virus melalui laboratorium Balitbangkes Pusat
Penelitian Biomedis dan Farmasi (BMF). Informasi hasil pemeriksaan
disampaikan kepada Menkes dan Dirjen PP&PL.
2. Penyelidikan Epidemiologi Kasus, Kontak, dan Penetapan Karantina (Rumah
dan Wilayah)
a. Mencari kasus tambahan dan kontak.

b. Menetapkan rumah dan luas wilayah yang dikarantina.


Rumah yang dikarantina adalah rumah kasus dan rumah kontak.
Luas wilayah yang dikarantina mencakup wilayah kasus, kontak,
dan penduduk sekitarnya dengan mempertimbangkan risiko
penyebaran penyakit berdasarkan mobilitas penduduk, kepadatan
penduduk, keadaan geografis (batas-batas alam), dan sumber daya

yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan karantina.


Jika ada perkembangan penyebaran penyakit, setelah ditemukan
kasus baru maupun kontak, direkomendasikan agar:
1) Wilayah penanggulangan yang dilakukan karantina diperluas,
mencakup wilayah kasus baru dan kontak tambahan tersebut
(desa/batas geografis).
2) Dilakukan karantina rumah terhadap rumah kasus dan kontak
bila kasus maupun kontak yang baru sporadis (tidak
mengelompok dan dalam jumlah yang kecil) serta jauh dari
wilayah karantina awal.
3) Dilakukan karantina wilayah baru jika kasus atau kontaknya
banyak dan mengelompok di satu wilayah yang jauh di luar

wilayah kasus (ada 2 wilayah karantina).


Penanggulangan menggunakan pendekatan karantina wilayah tidak

efektif dilakukan bila:


1) Terdapat klaster besar (> 25 kasus) dalam waktu < 3 hari
2) Kasus menyebar pada wilayah sangat luas
3) Mobilitas penduduk dan atau kepadatan penduduk tinggi
4) Sumber daya terbatas
3. Surveilans di Wilayah Penanggulangan
a. Tim penanggulangan episenter kabupaten/kota menunjuk petugas kesehatan
pelaksana/relawan penanggulangan episenter (bisa diambil dari dinkes
kabupaten/kota, puskesmas, bidan desa, masyarakat). Petugas/relawan ini
salah satu tugasnya adalah menjalankan fungsi surveilans untuk melakukan
surveilans aktif dari rumah ke rumah di wilayah penanggulangan. Satu
petugas kesehatan/relawan bertanggung jawab melakukan surveilans aktif di
10 rumah. Setiap 10 petugas/relawan akan diawasi oleh 1 (satu) supervisor.
b. Petugas kesehatan/relawan tersebut diwajibkan menggunakan APD sesuai
standar, yaitu:
1) Jika petugas berada di wilayah penanggulangan dan melakukan
wawancara, maka petugas harus menggunakan masker N95 dan sarung
tangan.

2) Jika masuk ke rumah untuk melakukan pemeriksaan terhadap kasus,


maka petugas harus menggunakan APD lengkap.
3) Petugas kesehatan/relawan dilengkapi dengan formulir, termometer,
pensil/pulpen, penghapus, surat tugas, dan sarana penunjang lainnya
(tergantung kemampuan daerah).
4) Petugas kesehatan/relawan tersebut melakukan tugas kunjungan dari
rumah ke rumah setiap hari untuk:
Memantau adanya demam pada semua orang yang tinggal di
rumah sesuai formulir surveilans aktif (lampiran 1) selama
masa

karantina.

menanyakan

dan

Pemantauan
mengukur

dilakukan
suhu

tubuh

dengan

cara

menggunakan

termometer bagi yang mengeluh demam. Jika ditemukan


adanya kasus ILI (Influenza Like Illness) segera dilaporkan
kepada supervisor dan atau koordinator surveilans di pos
lapangan, TGC kabupaten/kota di pos lapangan segera

melakukan penyelidikan lebih lanjut.


Memantau/menanyakan kondisi kesehatan semua orang yang
tinggal rumah tersebut. Jika ada yang sakit selain ILI agar
segera dilaporkan juga ke pos lapangan untuk dilakukan tindak

lanjut.
Memantau orang yang minum obat setiap hari dan mencatat

efek samping sesuai formulir yang ada


Memberikan informasi kepada orang yang dipantau tentang
gejala atau efek samping oseltamivir dan segera melapor jika

ada efek samping


Meninggalkan nomor telepon/metode komunikasi cepat agar
segera dapat dihubungi jika ada yang mempunyai gejala ILI
atau mengalami efek samping. Memberikan pesan kepada
masyarakat agar segera melapor kepada petugas jika ada yang
mempunyai

gejala

ILI,

dengan

menggunakan

media

komunikasi yang ada seperti kentongan, telepon, ORAKA


(Organisasi Radio Kawat), dan lain-lain.
5) Jika ditemukan kasus ILI di wilayah penanggulangan maka kasus
tersebut

masuk

dalam

kriteria

suspek

influenza

pandemi.

Menindaklanjuti kasus tersebut maka TGC kabupaten/kota yang ada di


pos lapangan melakukan tindakan sebagai berikut:

Penyelidikan epidemiologi terhadap kasus (termasuk pelacakan

kontak.
Memfasilitasi rujukan kasus ke rumah sakit rujukan sesuai

protokol rujukan kasus.


Semua kasus suspek diambil spesimennya di rumah sakit sesuai

protokol pengambilan spesimen.


Mengambil spesimen kontak kasus konfirmasi secara acak sesuai
dengan kemampuan. Jika jumlah kasus meningkat tajam maka
spesimen yang diambil sesuai dengan kemampuan (secara acak

seperti ambil nomor kasus ganjil/genap).


6) Setiap ada kasus baru maka posko KLB influenza kabupaten/kota
menetapkan kembali luas wilayah dan lamanya karantina.
7) Fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah penanggulangan, terutama
puskesmas, memberlakukan triage pasien untuk deteksi dini kasus dan
tatalaksana awal kasus, dengan tetap memperhatikan perlindungan diri
(menggunakan APD) dan juga melakukan pelayanan kesehatan lainnya.
8) Petugas surveilans pos lapangan mengunjungi fasilitas pelayanan
kesehatan di wilayah tersebut setiap hari untuk mencari kasus ILI,
pneumonia, dan kematian akibat pneumonia. Jika ada, maka dilakukan
penyelidikan epidemiologi dan melaporkannya ke posko KLB influenza
kabupaten/kota.
9) Semua petugas/relawan yang bertugas di wilayah penanggulangan dan di
daerah perimeter segera melaporkan ke pos lapangan jika mempunyai
gejala ILI.
10) Petugas kesehatan/relawan pelaksana surveilans menyerahkan formulir
yang sudah diisi setiap hari kepada tim surveilans di pos lapangan.
11) Tim surveilans di pos lapangan merekap data yang diterima dari petugas
kesehatan/relawan dan mengirimkan laporan ke posko KLB influenza
kabupaten/kota dan diteruskan ke provinsi serta Departemen Kesehatan
(Ditjen PP & PL).
12) Data dianalisis di setiap tingkatan dan dilaporkan kepada pengambil
keputusan

serta

disebarluaskan

kepada

pemangku

kepentingan

(stakeholders) setiap hari.


13) Jika dilakukan vaksinasi dengan vaksin pra pandemi (H5N1) pada
kelompok target prioritas/essensial, maka pemantauan KIPI dilakukan
oleh tim surveilans di bawah bidang operasional posko KLB influenza
kabupaten/kota menggunakan formulir (terlampir).

14) Setelah karantina/penanggulangan episenter PI dinyatakan selesai maka


dilakukan Pemantauan Wilayah Setempat KLB (dahulu W2).
4. Surveilans di RS Rujukan/yang Merawat Kasus Influenza Pandemi
Yang dimaksud dengan rumah sakit di atas adalah rumah sakit yang ditunjuk
untuk merawat kasus influenza pandemi pada saat penanggulangan episenter.
Kegiatan meliputi surveilans kasus, surveilans kontak (petugas dan keluarga),
pengumpulan data epidemiologi, dan klinis.
Langkah-langkah kegiatan:
1. Direktur rumah sakit menugaskan tim pengendalian infeksi rumah sakit
atau tim epidemiologi yang ada di rumah sakit untuk melakukan surveilans
di rumah sakit. Jika rumah sakit belum mempunyai tim tersebut, maka
ditunjuk satu tim surveilans.
2. Petugas kesehatan/tim tersebut melakukan:
a. pemantauan ketat setiap hari terhadap petugas kesehatan dan keluarga
yang kontak dengan kasus di rumah sakit sampai 20 hari sejak kontak
terakhir (disesuaikan dengan lamanya pemberian profilaksis). Kontak
yang pulang ke rumah dipantau oleh petugas lapangan.
b. jika ada kontak yang menunjukkan gejala ILI maka diperlakukan
sebagai kasus suspek influenza pandemi dan segera dilaporkan ke
posko KLB influenza kabupaten/kota.
c. Pemantauan efek samping profilaksis antivirus (lampiran 6) dan KIPI
vaksin (jika diberikan) menggunakan formulir.
d. Berkoordinasi dengan dokter yang merawat dalam melakukan
pemantauan kasus harian (dokumentasi klinis, radiologi, dan hasil
laboratorium kasus)
e. Formulir hasil pemantauan tersebut dikirimkan setiap hari ke posko
KLB influenza kabupaten/kota paling lambat pukul 15.00 waktu
setempat.
f. Jika pasien meninggal, maka segera dilaporkan ke posko KLB
influenza kabupaten/kota.
g. Dilakukan pemantauan prosedur pemulasaraan jenazah.
h. Melakukan surveilans pneumonia dan kematian akibat pneumonia di
IGD, rawat jalan, dan rawat inap setiap hari, dan dilaporkan setiap hari
ke posko KLB influenza kabupaten/kota selama masa penanggulangan
episenter.
5. Di Bandar udara, pelabuhan, Pos Lintas Batas Darat (PLBD), terminal dan stasiun
yang merupakan pintu keluar transportasi dari wilayah episenter
Langkah Kegiatan Surveilans di Bandar udara, pelabuhan, PLBD, terminal
dan stasiun:

a. Melakukan skrining terhadap seluruh penumpang dengan alat pemindai


demam (thermoscaner) yang terletak sebelum pintu masuk security (X-Ray).
b. Penumpang yang terdeteksi demam segera dibawa ke ruang karantina untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai juklak tindakan kekarantinaan di
bandar udara, pelabuhan, PLBD, terminal dan stasiun.
c. Menyeleksi HAC yang telah diisi oleh penumpang dan mengecek kartu
identitas diri untuk mengetahui apakah berasal dari wilayah penanggulangan.
d. Penumpang yang berasal dari wilayah penanggulangan dibawa ke ruangan
karantina untuk di lakukan tindakan lebih lanjut sesuai juklak tindakan
kekarantinaan di bandar udara, pelabuhan, PLBD, terminal dan stasiun.
e. Petugas surveilans KKP merekapitulasi hasil seleksi HAC, skrining dan
dilaporkan ke Posko KLB influenza Kab/Kota dengan tembusan Ditjen
PP&PL setiap hari pukul 15.00 waktu setempat dengan menggunakan format
terlampir.
6. Surveilans di Wilayah Berisiko
Wilayah berisiko adalah wilayah yang mempunyai risiko tertular influenza
pandemi dari wilayah episenter. Wilayah ini seperti wilayah sekitar yang
berbatasan langsung atau wilayah yang mempunyai akses lalu lintas dan mobilitas
tinggi dengan wilayah episenter pandemi influenza. Kegiatan di wilayah ini sama
dengan kegiatan surveilans pada fase 4/5 A (merujuk ke Buku Pedoman
Surveilans Influenza Pandemi) dengan surveilans yang lebih intensif, antara lain :
a. Meningkatkan surveilans di puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya
b. Meningkatkan surveilans berbasis masyarakat dengan memberdayakan
masyarakat untuk segera berobat dan aktif melaporkan kasus ILI ke
petugas/unit pelayanan kesehatan
c. Petugas surveilans kab/kota datang melakukan review register (pengecekan
register pasien) di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mencari adanya kasus
suspek.
d. Kegiatan surveilans tetap dilanjutkan sampai beberapa bulan setelah
penanggulangan dinyatakan selesai sesuai dengan kajian epidemiologi.
7. Surveilans di Wilayah Lainnya
a. Wilayah lainnya adalah wilayah selain wilayah penanggulangan dan wilayah
berisiko.
b. Kegiatan yang dilakukan adalah meningkatkan kewaspadaan terhadap
kemungkinan penyebaran kasus influenza pandemi dari daerah episenter
dengan melakukan intensifikasi kegiatan surveilans fase 4/5 A (merujuk ke
Buku Pedoman Surveilans Influenza Pandemi).

c. Jika ditemukan adanya kasus Influenza Pandemi maka dilakukan upaya


penanggulangan dan masuk pada kegiatan surveilans episenter pandemi
influenza.
Monitoring dan evaluasi
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana
keberhasilan pelaksanaan kegiatan khususnya pada surveilans epidemiologi. Untuk
pelaksanaan monitoring dan evaluasi ini menggunakan indikator tersebut di bawah
ini:
1. Di Wilayah Penanggulangan/Karantina\
a. Ketepatan laporan: 90%
b. Pada semua kasus dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam sejak
c.
d.
e.
f.

laporan diterima
Cakupan kunjungan rumah 100% per hari
Semua kasus terdeteksi < 24 jam dari onset
Tersedianya data proporsi efek samping profilaksis
Adanya rekomendasi, minimal sekali dalam seminggu, selama masa

penanggulangan: 100%
2. Di Wilayah Berisiko
a. Ketepatan laporan: 100%
b. Kecepatan penyelidikan epidemiologi < 24 jam sejak laporan diterima:
100%
c. Jumlah kontak yang diamati 100% termonitor
d. Kecepatan deteksi dini suspek (dihitung < 24 jam dari onset): 100%
e. Ketepatan diagnosa: 100% klinis dan lab
Surveilans Indonesia Pandemi Influenza, terdiri dari:
1. SURVEILANS PADA FASE EPISENTER TERJADI DI LUAR (FASE 4/5 A)
Fase 4/5 A merupakan fase dimana klaster dengan penularan dari manusia ke
manusia yang terjadi di negara/daerah lain.
a. Tujuan
Deteksi dini kasus, kontak dan lingkungan terkait sebagai sumber infeksi dan
cara penularannya serta dapat dilakukan penanggulangannya.
b. Pokok Kegiatan :
Kegiatan kajian episenter dan besarnya risiko penularan ke Indonesia
Memberikan peringatan dini kepada stake holder (pemangku kebijakan)
baik di lingkungan departemen kesehatan, unit utama terkait dan unit

pelayanan kesehatan serta masyarakat.


Surveilans epidemiologi di Pelabuhan udara/laut/PLBD
Surveilans epidemiologi di unit pelayanan kesehatan
Surveilans epidemiologi di masyarakat

Penyelidikan epidemiologi terhadap semua kasus Influenza Pandemi

2. SURVEILANS PADA FASE EPISENTER TERJADI DI DALAM (FASE 4/5 B)


Fase 4/5 B merupakan fase dimana klaster dengan penularan dari manusia ke
manusia terjadi di dalam negeri.
1. Tujuan
Memastikan diagnosis virus influenza pandemi,
Mengidentifikasi kasus dan kontak
Menentukan luasnya penyebaran
Deteksi dini kasus serta sumber penularan di wilayah Kab/Kota yang
berisiko penularan.
Mengidentifikasi kelompok berisiko berdasakan umur dan tempat.
Mengetahui perkembangan kasus menurut variabel epidemiologi
Diketahuinya proporsi efek samping obat pencegahan (profilaksis)
Mengevaluasi keberhasilan upaya-upaya penanggulangan episenter
2. Pokok Kegiatan :
Penetapan Sinyal Pandemi
Melakukan penyelidikan kasus, kontak dan Penetapan Karantina
Melakukan surveilans di wilayah penanggulangan/karantina
Surveilans di RS Rujukan/ Yang merawat Kasus Influenza Pandemi
Surveilans di Bandara/pelabuhan/PLBD di wilayah berisiko
Melakukan surveilans di wilayah yang berisiko
Surveilans di luar wilayah yang berisiko (Bandara/Pelabuhan/PLBD,Unit

Kesehatan
Melakukan Kajian Epidemiologi

3. SURVEILANS PADA FASE PANDEMI (FASE 6)


Fase 6 merupakan fase Influenza Pandemi dengan penularan antar
manusia yang sudah menyebar luas bahkan bisa ke beberapa negara dan upaya
karantina sudah tidak efektif lagi. Petunjuk ini dilakukan pada saat pandemi
terjadi juga di Indonesia. Jika Indonesia tidak terkena pandemi, maka kegiatan
yang dilakukan adalah sama dengan kegiatan pada fase 4/5A. Pada prinsipnya
semua penyakit serupa Influenza (ILI) pada fase 6 ini dianggap sebagai kasus
Influenza Pandemi.
1. Tujuan :
Diketahuinya gambaran epidemiologi Influenza pandemi
Diketahuinya genotype virus
Diketahuinya efektifitas dan efisiensi intervensi penanggulangan
influenza pandemi
2. Pokok Kegiatan:

Surveilans ILI di puskesmas dan rumah sakit


Surveilans Pneumonia di rumah sakit
Surveilans sentinel
Surveilans kematian
Surveilans berdasarkan hasil penyelidikan
Surveilans virologi
Analisis dan Diseminasi Informasi

4. SURVEILANS PADA PASCA PANDEMI


Adalah keadaan setelah dinyatakan bahwa pandemi berakhir oleh
WHO. Pada keadaan ini perlu dilakukan evaluasi kegiatan surveilans dan
kinerja sistem surveilans secara menyeluruh. Pada awal pasca pandemi,
kegiatan surveilans fase pandemi tetap dilakukan sampai dua kali masa
inkubasi dari kasus terakhir dan selanjutnya kembali pada fase interpandemi.
D. Pencegahan Penyebaran MERS
Belum ada vaksin yang tersedia.
Pengobatan yang bersifat spesifik belum ada, dan pengobatan yang dilakukan

tergantung dari kondisi pasien.


Pencegahan dengan PHBS, menghindari kontak erat dengan penderita,
menggunakan masker, menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci
tangan dengan sabun dan menerapkan etika batuk ketika sakit.

Usaha yang telah dilakukan pemerintah untuk kesiapsiagaan MERS-CoV


1.
2.
3.

Peningkatan kegiatan pemantauan di pintu masuk negara (Point of Entry).


Penguatan Surveilans epidemiologi termasuk surveilans pneumonia.
Pemberitahuan ke seluruh Dinkes Provinsi mengenai kesiapsiagaan menghadapi

4.

MERS-CoV, sudah dilakukan sebanyak 3 kali.


Pemberitahuan ke 100 RS Rujukan Flu Burung, RSUD dan RS Vertikal tentang

5.

kesiapsiagaan dan tatalaksana MERS-CoV.


Menyiapkan dan membagikan 5 (lima)

6.

penanggulangan MERS-CoV, yang terdiri dari :


Pedoman umum MERS-CoV
Tatalaksana klinis
Pencegahan Infeksi
Surveilans di masyarakat umum dan di pintu masuk negara
Diagnostik dan laboratorium
Semua petugas TKHI sudah dilatih dan diberi pembekalan

7.
8.

penanggulangan MERS-CoV.
Menyiapkan pelayanan kesehatan haji di 15 Embarkasi / Debarkasi (KKP).
Meningkatkan kesiapan laboratorium termasuk penyediaan reagen dan alat

a.
b.
c.
d.
e.

diagnostik.

dokumen

terkait

persiapan

dalam

9.

Diseminasi informasi kepada masyarakat terutama calon jemaah haji dan umrah

10.

serta petugas haji Indonesia.


Meningkatkan koordinasi lintas program dan lintas sektor seperti BNP2TKI,
Kemenhub, Kemenag, Kemenlu dan lain-lain tentang kesiapsiagaan menghadapi

11.
12.

MERS CoV
Melakukan kordinasi dengan pihak kesehatan Arab Saudi.
Meningkatkan hubungan Internasional melalui WHO dll.

E. Pembiayaan
Kasus MERS ini adalah kasus bencana nasional yang pembutuhkan
pertolongan segera, dalam kegiatan tanggap bencana MERS ini sebagai contohnya RS
Pusat Angkatan Darat melakukan kegiatan siap siaga tanggap MERS menjelang
lebaran haji pada tahun 2015. RS Pusat Aangkatan Darat melakukan kegiatan simulasi
tanggap MERS dan memberikan pelayanan fasilitas kesehatan apabila secara tak
terduga terdapat pasien kasus MERS positif. Yayasan amal global Welcoe Trust
emenyumbangkan dana sebesar US$ 2 miliar untuk pengembangan sejumlah vaksin
baru seperti Mers, Ebola dan virus Nil Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2013. Pedoman Umum Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East
Respiratory Syndrome-Corona Virus (Mers-Cov)
Depkes RI. 2008. Surveilans Epidemiologi Influenza Pandemi Di Indonesia
Fitrianingsih, Sri Peni. 2015. Middle East Respiratory Syndrome (MERS).
Universitas Islam Bandung
Keputusan Menteri Kesehatan No. 300 tahun 2009 tentang Pedoman Penanggulangan
Episenter Pandemi Influenza
Mackay, Ian M. and Katherine E. Arden. 2015. Journal MERS coronavirus:
diagnostics, epidemiology and transmission.
Yong, Benny dan Livia Owen. 2015. Model Penyebaran Penyakit Menular MERS
CoV: Suatu Langkah Antisipasi Untuk Calon Jamaah Umrah/Haji Indonesia.
Universitas Katholik Parahyangan
Google picture Corona Virus diunduh tanggal 4 November 2016

http://image.slidesharecdn.com/middleeastrespiratorysyndrome-coronavirus
140524215627-phpapp01/95/middle-east-respiratory-syndrome-coronavirus-5

638.jpg?cb=1401169129

Anda mungkin juga menyukai