Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan yang dihadapi oleh manusia pada masa sekarang ini semakin
berat dan kompleks, sehingga banyak orang yang menderita stres dan merasa frustasi.
Hal ini berdampak pada diri individu tersebutt, baik secara fisik maupun mental atau jiwa.
Kecenderungan meningkatnya angka gangguan jiwa di kalangan masyarakat saat ini dan
yang akan datang akan terus menjadi masalah sekaligus tantangan bagi tenaga
kesehatan khususnya profesi keperawatan (Rasmun, 2001). Hal ini dibuktikan oleh hasil
penelitian WHO, yaitu prevalensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk
dunia. Pernyataan ini juga didukung oleh data Survey Kesehatan Rumah Tangga (1995)
di Indonesia, yang menyebutkan bahwa gangguan jiwa mencapai 264 per 1000
penduduk. Artinya 2,6 kali lebih tinggi dari ketentuan WHO (Azwar, Republika,24 April
2001).
Munculnya gangguan jiwa sering kali disebabkan oleh meningkatnya tingkat
kesulitan hidup khususnya di negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang juga memiliki permasalahan yang sama dalam masalah gangguan jiwa.
Salah satu gangguan jiwa yang umumnya dijumpai yaitu skizofrenia, dimana skizofrenia
itu sendiri harus dibedakan karena terdiri dari berbagai tipe. Salah satunya adalah
skizofrenia paranoid dimana individu menunjukkan adanya gejala waham (kejar,
kebesaran, dan cemburu), halusinasi yang mengandung isi kejaran atau kebesaran, dan
gangguan alam perasaan serta perilaku misalnya kecemasan yang tidak menentu,
kemarahan, suka bertengkar, berdebat, tindak kekerasan, dan kebingungan tentang
identitas jenis kelamin dirinya (gender identity) (Hawari, 2001). Individu dengan koping
mekanisme maladaptif seperti menarik diri cenderung mengalami halusinasi (dengar,
lihat, raba, rasa dan hidu), karena adanya gangguan persepsi sensori terhadap stimulus
dari internal maupun eksternal. Isi dan jenis halusinasi mempengaruhi perilaku yang
akan ditampilkan oleh individu, bila individu larut dan menikmati halusinasinya akan
berdampak bagi individu itu sendiri, orang lain, dan lingkungan. Oleh karena itu, perawat
sebagai caregiver harus mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
perubahan persepsi sensori : halusinasi.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan pada klien skizofrenia tipe paranoid dengan
masalah utama halusinasi pendengaran.
2. Tujuan Khusus
a.

Mengkaji klien skizofrenia tipe paranoid dengan halusinasi


pendengaran.

b.

Menentukan diagnosa keperawatan pada klien skizofrenia tipe


paranoid dengan halusinasi pendengaran.

c.

Merencanakan dan melaksanakan intervensi keperawatan klien


skizofrenia tipe paranoid dengan halusinasi pendengaran

d.

Mengevaluasi respon klien skizofrenia tipe paranoid dengan


halusinasi pendengaran setelah pemberian asuhan keperawatan.

e.

Mendokumentasikan pelaksanaan asuhan keperawatan klien


skizofrenia tipe paranoid dengan halusinasi pendengaran.

C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini digunakan metode deskriptif dengan studi kasus
di lapangan meliputi wawancara, observasi, partisipasi aktif klien dan studi kepustakaan
di perpustakaan, khususnya buku-buku yang terkait dengan kasus halusinasi
pendengaran.

D. Sistematika Penulisan
Makalah

ini

disusun

berdasarkan

sistematika

sebagai

berikut:

Bab

I,

Pendahuluan, berisikan latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan


sistematika penulisan. Bab II Tinjauan teoritis terdiri dari konsep dasar medik dan konsep
dasar keperawatan. Bab III Pengamatan kasus yang berisikan pengkajian terhadap
pasien, masalah keperawatan, pohon masalah, analisa data, diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, implementasi dan evaluasi. Bab IV Pembahasan kasus. Bab V
Kesimpulan dan ditutup dengan daftar pustaka.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
I.

KONSEP DASAR MEDIK

A. Skizofrenia
1. Pengertian
Skizofrenia adalah gangguan psikis kronis dan biasanya menyerang
kelompok remaja dan dewasa. Penyakit ini biasanya menyebabkan terjadinya
fluktuasi, ketidakstabilan, serta gangguan yang terus meningkat dalam berfikir,
kebiasaan dan persepsi (Keltner, 1999).
Schizophrenia adalah kerusakan kepribadian yang terjadi selama 6 bulan
yang disertai terjadinya gangguan di dalam isi dan bentuk pikiran, persepsi, afek
(perasaan), penilaian diri, motivasi, hubungan interpersonal, perilaku dan
psikomotor (DSM IV/ Diagnostic Manual of Mental Disorder).
Tipe-tipe skizofrenia antara lain :
-

Skizofrenia hebefrenik

Skizofrenia katatonik

Skizofrenia paranoid

Skizofrenia residual

Skizofrenia undiferentated atau tipe tak tergolongkan


Skizofrenia tipe paranoid menurut DSM IV mengatakan bahwa skizofrenia

tipe paranoid ditandai oleh keasyikan pada satu atau lebih waham dan halusinasi
dengar yang sering, tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe
terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai
oleh waham (kejar, kebesaran, dan cemburu), halusinasi yang mengandung isi
kejaran atau kebesaran, dan gangguan alam perasaan.
2.

Etiologi
Etiologi Schizophrenia kemungkinan berasal dari kombinasi berbagai faktor yaitu:
a. Faktor Genetic dan Biologik
Fakta-fakta menunjukkan faktor genetic merupakan faktor predisposisi
terjadinya Schizophrenia. Penemuan pada bayi kembar dan keluarga yang
mengindikasi Schizophrenia memiliki frekuensi lebih besar dengan orang tua
yang Schizophrenia dibandingkan dengan orang tua yang tidak mengalami
Schizophrenia. Aktivitas mono amine

oksidasi sebagai

enzim

yang

mempengaruhi terjadinya Schizophrenia. Pada pasien Schizophrenia kronik,


enzim tersebut ditemukan berkurang jumlahnya.
Teori biologi menyatakan bahwa secara biokimia dimana aktivitas
sinap-sinap dopamine dan neurotransmitter lain terlalu banyak diproduksi dan
struktur frontal dan system temporal limbic mengalami abnormalitas sangat
mendukung terjadinya Schizophrenia.
b. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikologis dan social mendukung terjadinya Schizophrenia
dilihat dari adanya gangguan dalam keluarga seperti pola komunikasi dan
hubungan interpersonal yang tidak harmonis. Tingkat social ekonomi yang
rendah, buruknya mobilitas perekonomian, tingginya tingkat stress yang
berasal dari kemiskinan, gagalnya hubungan sosial, penyakit dan tidak
adekuatnya sumber daya sosial merupakan hal-hal pendukung terjadinya
Schizophrenia. Insiden terbesar terjadinya schizophrenia ada hubungannya
dengan BBLR dan cacat bawaan berupa ketulian sejak lahir.
3.

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada pasien skizofrenia tipe paranoid menunjukkan
regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional dan
perilakunya. Tipikal skizofrenia paranoid adalah tegang, pencuriga, berhati-hati
dan tidak ramah, mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif, kadangkadang juga dapat menempatkan diri mereka secara adekuat di dalam situasi
sosial.
Kriteria diagnostik skizofrenia tipe paranoid, antara lain :
a. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang
menonjol.
b. Tidak ada dari tanda berikut yang menonjol : bicara terdisorganisasi, perilaku
terdisorganisasi (katatonik), afek datar dan tidak sesuai.
Gejala obyektif :
a. Gangguan hubungan interpersonal : penurunan perhatian, komunikasi tidak
adekuat, hostility, withdrawal, anhedonia.
b. Gangguan aktivitas : psikomotor activities, katatonik, echoprarxia (tindakan
yang berulang), stereotype.
Gejala obyektif :
a. Gangguan persepsi : halusinasi, ilusi.

b. Gangguan berfikir : flight of ideas, retardasi mental, blocking, ambivalen, tidak


mampu bergaul, delusi, gangguan bicara, selalu memerintah, pikiran magis
dan neologisme.
c. Gangguan kesadaran : bingung, perkataan yang tidak jelas (tidak ada ujung
pangkal), rasa akan menjadi gila.
d. Gangguan afek : afek tumpul, labil, tidak sesuai, apatis, ambivalen.
4.

Penatalaksanaan
Terapi psikososial, antara lain :
a.

Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial, kemampuan memenuhi kebutuhan diri sendiri, latihan
praktis dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif di dorong dengan
pujian atau hadiah. Latihan keterampilan perilaku (behavioral skills training)
atau sering kali dengan keterampilan sosial (social skills therapy), dengan
menggunakan kaset video orang lain dan pasien, permainan simulasi (role
playing) dalam terapi, dan pekerjaan rumah tentang keterampilan yang telah
dilakukan.

b.

Terapi berorientasi keluarga


Pusat

terapi

berorientasi

keluarga

karena

pasien

skizofrenia

sering

dipulangkan dalam keadaan remisi, sehingga terapi harus pada situasi


segera,

termasuk

mengidentifikasi

dan

menghindari

situasi

yang

kemungkinan menimbulkan kesulitan. Jika di dalam keluarga timbul masalah,


maka rujuk ke pusat terapi pada pemecahan masalah secara cepat.
c.

Terapi kelompok
Terapi kelompok pada pasien skizofrenia, efektif untuk menurunkan isolasi
sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan realitas bagi pasien
skizofrenia.

d.

Psikoterapi individual
Jenis terapi yang paling baik pada terapi individual adalah terapi suportif dan
psikoterapi yang berorientasi tilikan. Konsep penting bagi pasien skizofrenia
adalah adanya hubungan terapeutik yang aman bagi pasien, yang
dipengaruhi oleh adanya rasa percaya kepada ahli terapi, jarak emosional
antara ahli terapi dengan pasien dan keikhlasan ahli terapi yang di
interpretasikan oleh pasien.

B. Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau
rangsangan dari luar (Pakdi Ana Keliat, 1998).
Halusinasi pendengaran adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami perubahan dalam jumlah dari pola stimulus yang mendekat (yang
diprakarsai oleh internal dan eksternal), disertai dengan suatu kemunduran yang
berlebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap stimulus (Mary C. Towsend,
1998).
Perubahan persepsi sensori halusinasi dengar adalah disfungsi fisiologis
otak yang ditandai dengan adanya respon verbal, yaitu mendengar suara yang
mengatakan sesuatu pada individu (Stuard and Laraia, 2001).
Halusinasi diklasifikasikan atas :

Halusinasi pendengaran, klien mendengar suara atau bunyi yang tidak


ada hubungannya dengan stimulus yang nyata/lingkungan.

Halusinasi penglihatan, klien melihat gambar yang jelas/samar tanpa


ada stimulus yang nyata dari lingkungan.

Halusinasi penciuman, klien mencium sesuatu yang bau yang muncul


dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata.

Halusinasi pengecapan, klien merasakan sesuatu yang tidak nyata,


biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak.

Halusinasi perabaan, klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa


stimulus yang nyata.

2.

Psikodinamika
Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau
penyebab halusinasinya berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer
dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan secara psikologik terhadap
kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa
takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan
ego, pikiran perasaannya sendiri yang secara umum meningkatkan kecemasan.
Kecemasan yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme sehingga tubuh
akan mengeluarkan suatu zat halusinogenik neurokimia seperti pakfotemin dan
dimetyltraspeasi (DMT), hal inilah yang merangsang timbulnya halusinasi.

a.

Faktor-faktor yang mempengaruhi halusinasi :


1) Faktor predisposisi (Stuart and Laraia, 2001)
Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stress dan anxietas yang dapat berakhir
dengan gangguan persepsi.
Faktor sosial budaya
Berbagai

faktor

di

masyarakat

yang

menyebabkan

seseorang

disingkirkan atau kesepian yang selanjutnya tidak dapat diatasi


sehingga timbul akibat yang berat seperti delusi dan halusinasi.
Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, peran ganda atau peran
yang bertentangan dapat menimbulkan anxietas berat yang berakhir
dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal mengakibatkan hambatan perkembangan
otak, gejalanya hambatan belajar, berbicara, daya ingat, mungkin
muncul perilaku menarik diri dan kekerasan.
Faktor genetik
Individu yang beresiko tinggi terhadap kelainan ini, apabila dalam suatu
keluarga tersepakt ada yang memiliki kelainan yang sama.

2) Faktor Presipitasi
Sosial pakdaya
Stress dan kekerasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok.
Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepineprin, indolamine, zat
halusinogenik, diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas.
Faktor psikologis

Intensitas

kecemasan

terbatasnya

yang

kemampuan

ekstrim

mengatasi

dan

memanjang

masalah,

disertai

memungkinkan

berkembangnnya gangguan orientasi realitas.

Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perubahan proses pikir, fungsi
persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan sosial.

b.

Proses terjadinya halusinasi


Tahapan terjadinya halusinasi menurut stuart and laraia (2001), ada 4 fase
atau 4 tahapan, yaitu:

Fase I: Comforting (MenyenangkanTingkat ansietas sedang)


Secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan, karakteristiknya:
mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba
berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas, pikiran dan
pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (non psikotik).
Perilaku klien: tersenyum/ tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam
dan asyik sendiri.

Fase II: Condemning (MenyalahkanTingkat ansietas berat)


Secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati, karakteristiknya
yaitu: pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh
pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan kontrol, menarik
diri dari orang lain (psikotik ringan). Perilaku klien: terjadi peningkatan
denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian dengan
lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya,
kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.

Fase III: Kontroling (MengontrolTingkat ansietas berat)


Secara umum halusinasi tidak dapat ditolak lagi, karakteristiknya yaitu:
klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasinya),
isi halusinasinya menjadi aktif, kesepian bila pengalaman sensorinya
berhenti (psikotik). Perilaku klien: perintah halusinasi ditaati, sulit
berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan kurang
atau hanya beberapa detik, tidak mau mengikuti perintah dari perawat,
tampak tremor dan berkeringat.

Fase IV: Conquering (Klien sudah dikuasai halusinasiTingkat

ansietas panik), karakteristiknya yaitu: pengalaman sensori menjadi


mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi, halusinasi berakhir
dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik (psikotik
berat). Perilaku klien: panik, resiko tinggi mencederai, agitasi atau
katatonia, tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

c.

Rentang Respon

Adaptif

Maladaptif

Pikiran

logis

epsi

Emosi
konsisten

Perilaku menyimpang

Proses pikir kadang-kadang-

Perubahan

terganggu ilusi.

sensori: halusinasi

akurat
-

dengan

pengalaman

Reaksi

emosi

berlebihan-

Kelainan pikiran

Ketidak

persepsi
mampuan

atau kurang

menahan emosi

Perilaku tidak sesuai (ganjil) -

Perilaku

Menarik diri

teroanasi

tidak
(t

terurolasi sial

d. Tanda dan gejala


Perilaku yang ditunjukkan oleh klien dengan perubahan sensori persepsi ;
halusinasi dengar, antara lain :
- Berbicara, tersenyum dan tertawa sendiri,
- Bersifat seperti mendengarkan sesuatu.
- Berhenti berbicara ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
- Tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata.
- Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
- Tidak dapat memusatkan perhatian/ konsentrasi rendah (kurang).
- Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal
- Pikiran cepat berubah-ubah.
- Disorientasi.
e.

Komplikasi
Komplikasi yang muncul dari halusinasi (Rowlins, 1993), adalah:
- Perilaku kekerasan
- Mengisolasi dirinya dari orang lain

- Kurang memperhatikan self care


- Meningkatkan keretakan terhadap realita dan bertindak terhadap realita
dapat menyebabkan waham.
3.

Teori Lain yang Mendukung


a. Model interpersonal
Model ini dikembangkan oleh sulivan dan peplau. Pandangan tentang
gangguan jiwa menurut model ini adalah akibat ansietas yang timbul dan
dialami dalam hubungan interpersonal. Ketakutan yang mendasar pada
manusia adalah takut ditolak oleh orang lain karena manusia membutuhkan
rasa aman dan kepuasan dari hubungan interpersonal. Sullivan pendiri bidang
psikoanalitik interpersonal, menekankan isolasi sosial sebagai penyebab dan
gejala skizofrenia. Karl Jaspers seorang dokter psikiatrik dan filosof
merupakan penyumbang utama dalam berdirinya psikoanalisis Jaspers
mendekati psikopatologi dengan gagasan bahwa tidak terdapat kerangka
kerja konseptual atau prinsip dasar yang kuat. Dalam teorinya tentang
skizofrenia, Jaspers berusaha untuk tetap tidak dipengaruhi oleh konsep
tradisional, seperti subyek dan obyek, sebab dan akibat, kenyataan dan
fantasi. Satu perkembangan spesifik adalah bahwa filosofi merupakan
minatnya dalam isi waham pasien psikiatrik.
b. Model sosial
Model ini dikembangkan oleh Szas dan Caplan, yang memandang bahwa
faktor sosial dan lingkungan menyebabkan stress yang dapat menimbulkan
ansietas dan gejala-gejala gangguan jiwa.
c. Model existensial
Dikembangkan oleh Perls, Glasser, Ellys, Rogers dan Frank. Model ini
menyatakan bahwa kehidupan akan penuh arti apabila manusia dapat
menerima diri sepenuhnya. Penerimaan diri dapat tercapai melalui hubungan
dengan orang lain.
d. Model therapy suportif
Dikembangkan oleh Werman dan Rockland. Menurut model ini masalah yang
muncul diakibatkan oleh faktor bio, psiko, sosial, yang menekankan pada
respon koping yang terjadi.

Psiko-pathoflow Diagram Menurut Teori Interpersonal


Usia 0-1 tahun (trust mistrust) dasar kepercayaan yang tidak terbina
Menyebabkan tumbuhnya pengharapan
Bila pengharapan tidak terpenuhi :
Timpakl perasaan terasing dan ditolak
Usia 1-3 tahun (otonomishame)
Otonomi tidak berkembang, pengharapan tidak terpenuhi
Timpakl keragu-raguan
Penanaman rasa malu berlebihan
Mencoba bunuh diri
Dukungan lingkungan tidak memadai
Usia 3-6 tahun (inisiatifguilt)
Tidak berkembang
Perasaan negatif
Harga diri rendah
Usia 12-20 tahun (Identitas)
Masa sulit peralihan anakremaja
Kekacauan identitas
(Potensi kritis menurunkan harga diri)
Usia 23-30 tahun (IntimacyIsolasi)
Usia 30 60 tahun (GenerativitasStaginasi)
Usia 60 tahun (IntegritasDespair)
Keputus asaan
Hidup tak berarti
Ajal sudah dekat, ingin mati
Coping mekanisme
Regresi

Proyeksi

Menarik diri

Menghindar

Marah

Respon maladaptive
Syndrome schizophrenia
Syndrome negative

Syndrome Positif

Kognitif
Emosi
Perilaku
Motorik
Kognitif
Emosi
Perilaku Motorik
-Kurang perhatian
-Depresi -Menarik diri
-Pergerakan menurun -Delusi
-Hostility -Agitasi -Kataton
-Daya pikir menurun -Murung -Inisiatif menurun -Nafsu makan turun -Halusinasi
-Stereotip -Tremor
-Alogia
-Sedih
-Avolitia
-Energi menurun
-Ilusi
-Bizzare-Agresif
-Tdk bisa memutuskan -Hopeles
-Anhdonia

Psiko-pathoflow Diagram Menurut Psikoanalisa


Usia 0-1tahun

Usia 1-3tahun

Pengalaman perpisahan

Pengalaman perpisahan

Bounding attachment & adekuat

Kegagalan toilet training

Kegagalan pemenuhan Trust

Kegagalan fase Anal

Kegagalan pemenuhan oral

Merasa sendiri

Rasa tidak percaya

Rasa tidak nyaman

Usia 3-12 tahun

Usia 12-20tahun

Kegagalan masa falik

Komunikasi tdk jelas

Laten dan genital

Ideal diri menurun


Kekacauan identitas

Kekacauan identitas

Kecemasan
Disintegritas ID-EGO-SUPER EGO
Rendahnya pertahanan ego tidak mampu mengendalikan kecemasan
Kepuasan diri menurun
Self esteem menurun
Faktor Presipitasi
Kurang reinforcement positif
Kerusakan komunikasi keluarga
Kurang support system dari keluarga
Perceraian, kegagalan
Kecemasan meningkat
Mekanisme koping
Regresi

Proyeksi

Syndrome negative

Menarik diri

Menghindar

Marah

Syndrome Positif

Kognitif
Emosi
Perilaku
Motorik
Kognitif Emosi
-Kurang perhatian
-Depresi -Menarik diri
-Pergerakan menurun -Delusi
-Hostility
-Daya piker menurun -Murung -Inisiatif menurun -Nafsu makan turun -Halusinasi
-Alogia
-Sedih
-Avolitia
-Energi menurun
-Ilusi
-Tdk bisa memutuskan -Hopeles

Perilaku Motorik
-Agitasi -Kataton
-Stereotip-Tremor
-Bizzare -Agresif

Psiko-pathoflow Diagram Menurut Organobiologic


Traumapenyakit kronis

penyalahgunaan obat

Teori prenatal
Infeksi pada masa
2 paklan gestasi
Preeklamsi
Eklamsi
A perokok
Alkoholik

Intranatal
Trauma
Perdarahan
Premature

Genetic
Mutasi gen
Translokasi
kromosom

Lesi otak

Atrofi otak

Gangguan pertumpakhan syaraf

Abnormalitas, mielinisasi, migrasi dan interkoneksi sistem syaraf

Kerusakan struktur otak

Kortex frontal

Sistem limbik

Gangguan regulasi neurotransmitter

Gangguan regulasi neurotransmitter

Depamin menurun
Serotonin meningkat

Dopamin menurun
Serotonin menurun
(lopaks
temporal)
Simtom negatif skizofrenia

Simtom negatif skizofrenia

Cognitive
Kurang perhatian
Daya pikir menurun
Alogia
Tidak bisa
memutuskan

Emosi
Depresi
Murung
Sedih
Hopeless
anhdonia

Perilaku
Motorik
Menarik diriPergerakan
Inisiatif
menurun
menurun Nafsu makan
avolitia
menurun
Energi
menurun

Persepsi
Delusi
Halusinasi
Ilusi

Emosi
- Hostility

Perilaku
-Agitasi
-Stereotip
-Bizzare

Motorik
-Kataton
-Tremor
-Agresif

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian dengan klien halusinasi pendengaran harus bersikap
jujur, empati, terpakka, dan penuh penghargaan, namun jangan larut dalam
halusinasinya. Pada tahap pengkajian meliputi pengkajian faktor predisposisi, presipitasi,
perilaku, mekanisme koping, dan pohon masalah.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya halusinasi menurut Stuart dan Laraia (1998) adalah
sebagai berikut :
1) Teori biologis
Halusinasi terjadi akibat adanya gangguan pada otak. Halusinasi dapat terjadi
karena hambatan perkembangan otak khususnya korteksi frontal, temporalis, dan
limbik. Gejala yang timpakl adalah hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat,
mungkin juga muncul perilaku menarik diri atau kekerasan.
2) Teori Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, peran ganda atau peran
bertentangan dapat menimbullkan kecemasan berat yang akhirnya pengingkaran
pada kenyataan sehingga timpakllah halusinasi.
3) Teori Sosio Kultural dan Lingkungan
Berbagai faktor di masyarakat dapat mempakat seseorang merasa terisolir dan
kesepian yang dapat mengakibatkan kurangnya rangsangan eksternal sehingga
timpakl akibat yang lebih lanjut seperti delusi/ halusinasi.
b. Faktor Presipitasi
1) Stressor Sosio Pakdaya
Stress dan kecemasan akan meningkat jika terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan atau diasingkan keluarga/ kelompok.
2) Psikologis
Intensitas kecemasan yang berat dan memanjang yang disertai dengan
terbatasnya

kemampuan

individu

mengatasi

masalahnya

memungkinkan

timbulnya gangguan orientasi realita (GOR).


c. Faktor Perilaku
Respon klien terhadap halusinasinya berupa sikap curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah, bingung, dan lain-lain.

d. Mekanisme Koping
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) mekanisme koping yang biasa digunakan
adalah:
1) Regresi, hubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal untuk
aktivitas hidup sehari-hari.
2) Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3) Menarik diri.
e. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Perubahan sensori persepsi :


Halusinasi pendengaran
Masalah

Isolasi sosial : Menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah


2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi pendengaran.
b. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik
diri.
c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Rencana Keperawatan
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi pendengaran.
Data Obyektif :

Dirawat 2 kali dengan alasan mengamuk.

Klien sering bicara sendiri.

Rentang perhatian menyempit.

Perilaku agresif, gelisah, ekspresi wajah tidak bersahabat, kontak mata kurang.

Data Subyektif :

Klien mengatakan mendengar suara-suara.

Takut/ sebal terhadap suara-suara.

Ingin memukul dan melempar barang.

Keluarga mengatakan klien marah-marah tanpa alasan.

TUM : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
TUK :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengenal halusinasinya.
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5) Klien dapat memanfaatkan obat lebih baik.
TUK 1. Bina hubungan saling percaya dengan mengunakan prinsip komunikasi
therapeutik.
Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk
berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Perencanaan :
1) Sapa klien dengan ramah.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kepaktuhan dasar klien.
8) Beri kesempatan pada klien apa adanya.
TUK 2. Klien dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timpaklnya halusinasi, klien dapat
mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.

Perencanaan :
1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri/kanan, depan seolah-olah ada teman bicara).
3) Bantu klien mengenal halusinasinya :
- Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara
yang didengar.
- Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan.
- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat
sendiri

tidak

mendengarnya

(dengan

nada

bersahabat

tanpa

menuduh/menghakimi).
4) Diskusikan dengan klien :
- Situasi yang menimpaklkan/tidak menimpaklkan halusinasi.
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, dan malam atau
jika sendiri, jengkel/sedih).
5) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadinya halusinasi
(marah/takut, senang, sedih).
6) Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya.
TUK 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya, klien dapat menyebutkan cara baru, klien dapat memilih cara
mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan dengan klien.
Perencanaan :
1) Indentifikasi dengan klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
(tidur, marah, menyAkkan diri, dan lain-lain).
2) Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat beri pujian.
3) Diskusikan cara baru untuk memutuskan/mengontrol timpaklnya halusiansi :
- Katakan saya tidak mau dengar kamu (pada saat halusinasi terjadi).
- Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap atau
mengatakan halusinasi yang terdengar.
- Mempakat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sampai muncul.
- Meminta keluarga/teman/perawat menyapa jika tampak bicara sendiri.
4) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.

5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan
beri pujian jika berhasil.
6) Anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok, orientasi realitas, stimulus
persepsi.
TUK 4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat, keluarga dapat
menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
Perencanaan :
1) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
2) Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung/pada saat
kunjungan rumah) :
- Gejala halusinasi yang dialami klien.
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi.
- Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri kegiatan,
jangang biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama.
TUK 5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria evaluasi :
Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat, klien
dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien dapat informasi
tentang obat dan efek samping obat, klien dapat memahami akibat berhentinya obat
tanpa konsultasi, klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
Perencanaan :
1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi, dan manfaat obat.
2) Anjurkan klien minta obat sendiri pada perawat dan merasakan manfaatnya.
3) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang
dikatakan.
4) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi.
5) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip benar.
b. Perubahan sensori persepsi : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
Data Obyektif :

Dirawat 2 kali dengan alasan mengamuk.

Klien sering bicara sendiri.

Rentang perhatian menyempit.

Data Subyektif :

Klien mengatakan mendengar suara-suara.

Takut/sebal terhadap suara-suara.

Ingin memukul dan melempar barang.

Keluarga mengatakan klien marah-marah tanpa alasan.

TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
TUK :
1) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
2) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
3) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
4) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain.
5) Klien

dapat

memperdayakan

sistem

pendukung

atau

keluarga

mampu

mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.


TUK 1. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari : diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan.
Perencanaan :
1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau tidak mau bergaul.
3) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda, serta
penyebab yang muncul.
4) Berikan pujian terhadap kemampuan klien dalam menggunakan perasaannya.
TUK 2. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain, klien dapat
menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Perencanaan :

1) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan


orang lain.
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3) Diskusikan bersama klien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
4) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan pengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
5) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
6) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
7) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
8) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan pengungkapan perasaan tentang
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
TUK 3. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap, antara lain : klienperawat, klien-perawat-klien lain, klien-perawat-keluarga, klien-perawat-kelompok.
Perencanaan :
1) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
2) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
klien-perawat, klien-perawat-perawat lain, klien-perawat-perawat lain-klien lain,
klien-keluarga/kelompok/masyarakat.
3) Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
5) Diskusikan jadwal kegiatan harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu.
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan di ruangan.
7) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam ruangan.
TUK 4. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
untuk : diri sendiri, orang lain.

Perencanaan :
1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain.
2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang
lain.
3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan manfaat
berhubungan dengan orang lain.
TUK 5. Klien dapat memperdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu
mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Kriteria evaluasi :
Menjelaskan perasaannya, menjelaskan cara merawat klien menarik diri, cara
mendemonstrasikan perawatan klien menarik diri : berpartisipasi dalam perawatan
klien menarik diri.
Perencanaan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : salam, perkenalkan diri,
penyebab perilaku menarik diri, mempakat kontrak, dan eksplorasi perasaan
keluarga.
2) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku menarik diri, penyebab
perilaku menarik diri, akibat yang akan terjadi perilaku menarik diri tidak
ditanggapi, dan cara keluarga menghadapi klien menarik diri.
3) Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
4) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal
satu minggu sekali.
5) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.
c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
TUK :
1) Klien dapat megidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2) Klien dapat merencanakan kegiatan yang dilakukan.
3) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya.
4) Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
TUK 1 Klien dapat megidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Perencanaan :

1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien


2) Jangan memberikan penilaian negative tentang diri klien
3) Beri pujian yang relatif
4) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
TUK 2 Klien dapat merencanakan kegiatan yang dilakukan.
Perencanaan :
1) Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuannya
-

Kegiatan mandiri

Kegiatan dengan bantuan sebagian

Kegiatan yang mempaktuhkan bantuan total

1) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien


2) Beri contoh cara pelaksanaan yang boleh dan bisa klien lakukan
TUK 3 Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan
kemampuannya.
Perencanaan :
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2)

Berikan pujian atas keberhasilan klien

3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan di rumah


TUK 4 Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
1) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien di rawat.
2) Bantu keluarga meyiapkan lingkungan rumah

BAB III
TINJAUAN KASUS
A.

Ilustrasi Kasus
Tn. A umur 31 tahun merupakan anak ke-4 dari lima bersaudara, orang tua klien
bercerai sejak klien berumur 4 tahun. Klien mengatakan kecewa terhadap perceraian
orang tuanya. Klien di asuh oleh ibunya yang bekerja sebagai pedagang nasi di cawang.
Pendidikan klien hanya sampai kelas 3 SD, menurut klien karena tidak ada biaya,
sebenarnya klien anak yang rajin dan mudah bergaul dengan teman-temannya. Klien
mengatakan pernah bekerja sebagai kuli sampah dan kuli bangunan selama 5 tahun,
dan berhenti bekerja dengan alasan capek. Klien juga mengatakan pernah menjalin
hubungan dengan teman wanitanya yang bernama M, karena suatu sebab yang tidak
jelas klien diputuskan oleh pacarnya, klien mengatakan sangat kecewa, umur waktu
pacaran dan lamanya klien tidak ingat lagi. Semenjak itu menurut petugas panti yang
mendapatkan informasi dari keluarga klien, klien sering murung, menyendiri di dalam
rumah, dan jarang berkomunikasi dengan keluarganya, sering tertawa, bicara sendiri
dengan kata-kata yang tidak jelas. Bila mempunyai keinginan yang tidak terpenuhi klien
sering marah, memukul adiknya dan mengganggu lingkungan di sekitar rumahnya
seperti melempari rumah tetangga dengan batu. Dengan keadaan tersebu keluarga
membawa klien ke panti.
Kondisi klien saat

observasi ini, klien tampak tersenyum dan tertawa-tawa

sendirian, ekspresi wajah klien tampak tegang, kontak mata ada kadang-kadang, kurang
kooperatif, klien tampak tersenyum dan tertawa sendiri, pembicaraan klien sering beralih
dari satu topik ke topik yang lain dan kurang kooperatif dalam pembicaraan, klien tampak
gelisah dan duduknya tidak tenang, klien tampak usil (agresif) setiap melihat temannya
membawa sesuatu klien selalu ingin meminta dengan cara merebutnya secara paksa.
Klien masuk panti tanggal 31 Juli 2000, dengan alasan klien memukul adiknya
karena tidak diberi uang untuk membeli rokok dan sering menganggu lingkungan di
sekitar rumahnya dengan berteriak-teriak dan melempari rumah tetangga dengan batu.

Faktor presipitasi klien masuk ke panti tidak jelas, klien masuk ke panti untuk yang
pertama kali dan menurut data yang diperoleh dari petugas panti, dari keluarga tidak ada
yang mengalami gangguan jiwa.
Klien mengalami gangguan persepsi sensori : halusinasi dengar berupa suarasuara yang tidak jelas, kata klien suaranya kadang laki-laki dan perempuan yang
menyuruh klien pergi, kadang menertawakan dan berbisik-bisik tidak jelas. Suara-suara
tersebut menurut klien sering datang pada malam hari sekitar jam tiga dan di saat klien
sendiri. Klien merasa kesal dan kadang marah mendengar suara-suara tersebut. Tetapi
klien mengatakan tidak mengalami kesulitan tidur pada malam hari.
Diagnosa keperawatan utama yang diangkat adalah risiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan. Tindakan keperawatan yang sudah diberikan adalah
melakukan komunikasi terapeutik terutama teknik focusing dan eksplorasi melalui bina
hubungan saling percaya, membantu klien mengenal dan mengontrol halusinasinya.
Selama 4 hari melakukan interaksi, klien juga diikut sertakan dalam terapi
aktivitas kelompok berupa terapi kognitif yang mana klien diminta untuk mengungkapkan
manfaat berhubungan dengan orang lain misalnya ngobrol, klien juga diberikan terapi
psikofarmaka. Dari hasil implementasi keperawatan di dapatkan hasil yang menunjukkan
kondisi klien semakin membaik, hal ini terlihat ketika klien mengatakan halusinasi dengar
yang dialaminya semakin jarang, terlihat dari ekspresi wajah klien yang mulai tenang
(tidak terlihat tertawa-tawa dan tersenyum sendirian). Klien juga terlihat mau di ajak
bicara walaupun kadang tidak nyambung dan klien sering lupa apa yang dibicarakan.
Selain itu klien terlihat banyak mengikuti aktivitas di panti.

B.

Psikopatoflowdiagram
Predisposisi :

- Keluarga tidak harmonis (orang tua bercerai)


- Tidak lulus sekolah (putus sekolah)
- Kehilangan pekerjaan
- Kehilangan orang yang dicintai ( di putus pacar)

Rasa tidak nyaman, tidak puas (Basic ansietas)

Presipitasi:

Tidak jelas

Kecemasan berlebihan
Koping mekanisme tidak adekuat
(Regresi, Menarik diri, Kompensasi)

Gejala/ symptom

Kognitif
- Kurang konsentrasi

Perilaku
- Kontak mata kurang

Motorik
- Malas

- Kurang perhatian

- Gelisah

- Kurang aktivitas

- Inkoheren

- Kurang inisiatif

- Manipulasi

- Agresif

- Disosiasi

- Emosi labil

- Pikiran cepat beralih

- Halusinasi pendengaran

Afektif
-Tidak sesuai

C.

Pengkajian

KAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA


Ruang Perawatan

: Kakak tua

Tanggal dirawat

: 31 Juli 2000

Tanggal Pengakajian

: 21 September 2005

I.

IDENTIFIKASI
Inisial

: Tn. A

Umur

: 31 tahun

Status perkawinan

: Belum menikah

Pendidikan

: SD kelas 3

Alamat

: Gg. Langgar Rt.08 Rw.10 no.24 Cawang Jakarta Timur

Penanggung jawab
Nama

: Ny. W

Alamat

: Gg. Langgar Rt.08 Rw.10 no.24 Cawang Jakarta Timur

Hubungan dengan klien : A kandung klien


II. ALASAN MASUK DAN FAKTOR PRESIPITASI
Klien di antar Anya ke panti dengan alasan ngamuk dan memukul adiknya karena tidak
diberi uang untuk membeli rokok dan sering menganggu lingkungan di sekitar rumahnya
dengan berteriak-teriak dan melempari rumah tetangga dengan batu.
Faktor presipitasi klien masuk ke panti tidak jelas.
Data saat ini:
-

Klien mengatakan mendengar suara-suara aneh, kata klien suaranya kadang laki-laki
dan perempuan yang menyuruh klien pergi, kadang menertawakan dan berbisik-bisik
tidak jelas.

Klien tampak tersenyum dan tertawa-tawa sendirian, ekspresi wajah klien tampak
tegang, kontak mata ada kadang-kadang, pembicaraan klien sering berpindahpindah dari satu kalimat ke kalimat lain yang tidak ada kaitannya, klien tampak
gelisah dan duduknya tidak tenang, klien tampak usil (agresif) setiap melihat
temannya membawa sesuatu klien selalu ingin meminta dengan cara merebutnya
secara paksa.

III.

FAKTOR PREDISPOSISI
a. Klien tidak pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu.
b. Klien mengatakan sebelum masuk panti, klien ngamuk dan memukul adiknya karena
tidak diberi uang untuk membeli rokok, klien juga sering menganggu lingkungan di
sekitar rumahnya dengan berteriak-teriak dan melempari rumah tetangga dengan
batu.
Masalah keperawatan : Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
c. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan adalah kegagalan dalam
berpacaran, klien ingin sekolah tetapi tidak ada biaya (putus sekolah).
Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri : harga diri rendah
d. Dalam keluarga tidak ada yang menderita gangguan jiwa.

.IV

FISIK
a. Tanda-tanda vital:

Tekanan darah

: 140/90 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Suhu

: 368oC

Pernafasan

: 22 x/menit

b. Berat badan dan tinggi badan tidak diukur


c. Keluhan fisik : klien mengeluh kepalanya pusing
.V

STATUS PSIKOSOSIAL
a. Genogram :
Tidak dapat di kaji karena klien tidak mampu mengingatnya dan data di status klien
atau dari petugas panti tidak begitu jelas.
b. Konsep diri
1. Gambaran diri: klien merasa biasa saja, bagian tubuh yang paling di sukai
adalah mulutnya karena bisa ngerokok.
2. Identitas diri: klien tidak mampu menyebutkan umur dan alamat rumahnya.
3.

Peran diri : klien mau membantu petugas seperti bersih-bersih.

4.

Ideal diri: klien ingin pulang

5.

Harga diri : klien merasa malu bergaul dengan orang lain.


Masalah keperawatan: Gangguan konsep diri : Harga diri rendah.

c. Hubungan sosial
1. Orang yang berarti bagi klien adalah adik dan Ibunya, karena sering di beri uang.
2. Ikut TAK dan membersihkan lingkungan panti (ngerumput).
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, klien tidak bisa memulai
pembicaraan.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial ; menarik diri.
d. Spiritual
Nilai dan keyakinan : klien menganut agama Islam, tetapi tidak menjalankan,dan
selama dirawat klien tidak pernah sholat.
e. Kegiatan ibadah : selama dipanti klien aktif mengikuti ibadat.
VI. STATUS MENTAL
a.
Penampilan klien cukup rapi, namun hygiene klien kurang karena dalam
perawatan diri klien harus lebih dimotivasi.
b.

Pembicaraan klien berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lain yang tidak
ada kaitannya.
Masalah keperawatan : Kerusakan komunikasi verbal

c.

Aktivitas motorik : klien tampak gelisah dan duduknya tidak tenang, klien terlihat
kurang aktif dalam kegiatan di ruangan.
Masalah keperawatn : Intoleransi aktivitas

d.

Alam perasaan : klien tampak gembira berlebihan, dan tertawa-tawa sendiri.


Masalah keperawatan : Gangguan alam perasaan

e.

Afek tidak sesuai : pada saat klien mengatakan senang tinggal dipanti tetapi ingin
pulang, mengatakan sedih tetapi ekspresi wajah gembira.
Masalah keperawatan : Gangguan alam perasaan

f.

Interaksi selama wawancara : klien tidak kooperatif, perhatian mudah berubah,


kontak mata klien kurang dan lebih banyak melihat orang disekitarnya dan tempat
lain.
Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

g.

Persepsi halusinasi pendengaran : Klien mengatakan mendengar suara-suara


aneh, kata klien suaranya kadang laki-laki dan perempuan yang menyuruh klien
pergi, kadang menertawakan dan berbisik-bisik tidak jelas.

Masalah keperawatan: Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran.


Proses pikir klien : Flight of ideas, pembicaraan klien meloncat-loncat tidak

h.

sampai pada tujuan.


Masalah keperawatan: Perubahan proses pikir.
i.

Klien tidak mengalami perubahan isi pikir.

j.

Tingkat kesadaran : klien tampak bingung bila diajak interaksi, klien tidak tahu
hari, dan waktu
Masalah keperawatan : Perubahan proses pikir
Memori : klien mengalami gangguan daya ingat saat ini, dimana klien tidak

k.

mampu mengingat pembicaraan yang dilakukan 10 menit yang lalu seperti nama
perawat dan tugas yang di berikan perawat seperti isi atau topik pembicaraan yang
sudah dibicarakan .
Masalah keperawatan: Gangguan daya ingat.
Tingkat konsentrasi dan berhitung : Klien mudah beralih pokok pembicaraan bila

l.

diajak berbicara, tidak mampu berkonsentrasi dan tidak mampu berhitung secara
sederhana.
Masalah keperawatan : Perubahan proses pikir
m.

Kemampuan penilaian : klien tidak mengalami gangguan dalam penilaian.

n.

Daya tilik diri : Klien mengingkari penyakit yang dideritanya dan tidak merasa
gangguan jiwa.

VII.

MEKANISME KOPING
Orang-orang dekat dengan klien adalah Anya, bila ada masalah klien bercerita dengan
Anya, tetapi klien cenderung tertutup dan pendiam, klien cenderung lebih banyak
berdiam diri di rumah.
Masalah keperawatan: Koping individu tidak efektif.

VIII. KEPAKTUHAN PERSIAPAN PULANG


Untuk

memenuhi

kepaktuhan

sehari-hari

seperti

makan,

mandi,

berpakaian,

penggunaan obat klien harus lebih dimotivasi. Tidur siang bila tidak ada kegiatan dan
tidur malam hari sesuai aturan panti, sebelum tidur biasanya klien melamun.
Masalah Keperawatan: Defisit perawatan diri.
IX. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
Klien tidak tahu mengenai obat-obatan yang diberikan kepadanya dan tidak tahu sakit
yang diderita.

Masalah keperawatan: Kurang pengetahuan.


X.

DATA MEDIK
a.

Diagnosa medik Schizofrenia paranoid

b.

Therapi medik HLP 2x5 mg, THP 3x2 mg dan CPZ 1x100mg (malam).

ANALISA DATA
NO
1

DATA

MASALAH
Risiko mencederai diri

Data subyektif
-

Klien mengatakan sebelum masuk panti, klien sendiri, orang lain dan
ngamuk dan memukul adiknya karena tidak diberi

lingkungan.

uang untuk membeli rokok, klien juga sering


menganggu lingkungan di sekitar rumahnya dengan
berteriak-teriak dan melempari rumah tetangga
dengan batu.
Data obyektif
-

Klien tampak tersenyum dan tertawa-tawa


sendirian, ekspresi wajah klien tampak tegang,
kontak mata ada kadang-kadang, pembicaraan klien
sering berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat
lain yang tidak ada kaitannya, klien tampak gelisah
dan duduknya tidak tenang, klien tampak usil
(agresif) setiap melihat temannya membawa sesuatu
klien selalu ingin meminta dengan cara merepaktnya
secara paksa.

Data subyektif :
-

Isolasi sosial ; menarik diri

Klien mengatakan di putus oleh pacarnya dan


putus sekolah karena tidak ada biaya.

Klien merasa malu bergaul dengan orang lain

Data obyektif :
-

Klien tidak kooperatif, perhatiannya mudah


berubah, kontak mata kurang dan lebih banyak
melihat orang disekitarnya dan tempat lain saat
diajak bicara.

Klien

tampak

tidak

mampu

memulai

pembicaraan

Data subyektif :-

Risti kerusakan komunikasi

Data obyektif :

verbal

- Pembicaraan

klien

berpindah-pindah

dari

satu

kalimat ke kalimat lain yang tidak ada kaitannya.


- Klien mudah beralih pokok pembicaraan bila di ajak
bicara
- Klien tidak mampu memulai pembicaraan dengan
orang lain.
4

Data subyektif : -

Risti Intoleransi aktivitas

Data obyektif :
-

Klien tampak gelisah, duduk tidak tenang dan


terlihat kurang aktif dalam kegiatan di ruangan.

Data subyektif :
-

Perubahan persepsi sensori:

Klien mengatakan mendengar suara-suara Halusinasi Pendengaran.


aneh, kata klien suaranya kadang laki-laki dan
perempuan yang menyuruh klien pergi, kadang
menertawakan dan berbisik-bisik tidak jelas.

Data obyektif :
-

Klien tampak tersenyum dan tertawa-tawa


sendirian, ekspresi wajah klien tampak tegang,
kontak mata ada kadang-kadang, pembicaraan klien
sering berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat
lain yang tidak ada kaitannya, klien tampak gelisah
dan duduknya tidak tenang.

Data subyektif :
Data obyektif :
-

Pembicaraan klien tampak meloncat-loncat


tidak sampai tujuan.

Risti perubahan proses pikir

- Klien mudah beralih pokok pembicaraan bila di ajak


bicara, tidak mampu berkonsentrasi dan berhitung
secara sederhana.
-

Klien tampak bingung bila di ajak interaksi,


klien tidak tahu hari, dan waktu.
Data subyektif :

Koping individu tidak efektif.

- Klien mengatakan dekat dengan Anya, bila ada


masalah klien bercerita dengan Anya, tetapi klien
cenderung tertutup dan pendiam, klien cenderung
lebih banyak berdiam diri di rumah.
Data obyektif :
- Klien tampak gelisah, duduk tidak tenang dan terlihat
kurang aktif dalam kegiatan di ruangan.
8.

Data subyektif :
-

Kurang pengetahuan.

Klien mengatakan Klien tidak tahu mengenai


obat-obatan yang diberikan kepadanya dan tidak
tahu sakit yang diderita.

Data obyektif :
-

Klien tampak gelisah, dan duduk tidak tenang

MASALAH KEPERAWATAN
NO
1.

MASALAH KEPERAWATAN
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

2.

Isolasi sosial ; menarik diri

3.

Kerusakan komunikasi verbal

4.

Intoleransi aktivitas

5.

Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran.

6.

Perubahan proses pikir

7.

Koping individu tidak efektif.

8.

Kurang pengetahuan.

TANDA TANGAN

POHON MASALAH
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Disorientasi waktu, orang

Perubahan persepsi sri ;


Halusinasngar
Gangguan proses pikir

Intoleransi ativitas
Isolasi sosial: menarik diri
Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Koping keluarga tidak efektif ---Koping individu tidak efektif

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama / Umur : Tn. A / 31 Tahun
Ruang / Kamar
NO
1

: Kakak tua

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan halusinasi dengar.

Perubahan

sensori

persepsi

halusinasi

pendengaran berhubungan dengan menarik diri.


3

Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan


harga diri rendah.

TANDA TANGAN

RENCANA KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn.A
Umur
: 31 tahun
DIAGNOSA
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
TUJUAN
KRITERIA
TINDAKAN KEPERAWATAN
Resiko mencederai diri, TUM:
orang lain dan lingkungan
Klien tidak mencederai orang
b.d
halusinasi
lain.
pendengaran.
TUK:
Data subyektif
Klien mengatakan
1.1
Kli 1.1.1.
Bina saling percaya 1.1.1.1
sebelum masuk panti, klien 1. Klien dapat membina
en dapat
hubungan
saling
percaya.
dengan mengungkapkan prinsip
ngamuk
dan
memukul
mengungkapkan
adiknya karena tidak diberi
perasaannya dan
komunikasi terapeutik
uang untuk membeli rokok,
keadaannya saat
- Salam terapetik.
klien
juga
sering
ini secara verbal
menganggu lingkungan di
dalam 1x
- Perkenalkan diri.
sekitar rumahnya dengan
pertemuan ditandai
- Jelaskan tujuan interaksi
berteriak-teriak
dan
dengan:
melempari rumah tetangga
- Klien kontak
- Ciptakan lingkungan yang tenang
dengan batu.
mata dengan
- Pakat kontrak yang jelas
perawat
Data obyektif
- Membalas
- Tepati waktu
Klien
tampak
sapaan perawat
tersenyum dan tertawa- Klien mampu
tawa sendirian
memulai
1.1.2.
Dorong dan beri 1.1.1.2
Ekspresi
wajah
pembicaraan
kesempatan
klien
klien tampak tegang, kontak
mata ada kadang-kadang,
menungkapkan perasaannya.
pembicaraan klien sering
berpindah-pindah dari satu
kalimat ke kalimat lain yang
tidak ada kaitannya
1.1.3.
Dengarkan ungkapan 1.1.1.3
Klien
tampak
klien dengan empati.
gelisah dan duduknya tidak
tenang, klien tampak usil
(agresif) setiap
melihat
temannya
membawa
sesuatu klien selalu ingin
meminta
dengan
cara
2.1.1
dapat
mengenal
2.1.1 Adakan kontak sering dan
merepaktnya secara paksa. 2. Klien

RASIONAL

Hubungan saling
percaya sebagai
dasar interaksi yang
terapetik perawatklien.

Ungkapan perasaan
klien kepada perawat
sebagai pakkti
bahwa klien mulai
mempercayai
perawat.
Rasa empati akan
meningkatkan
hubungan saling
percaya.

Mengura

halusinasinya

2.1

Klien

singkat secara bertahap.

ngi waktu kosong bagi

dapat
membedakan

klien sihingga dapat


hal

mengurangi frekuensi

nyata dan hal yang

halusinasi.

tidak nyata setelah


3-4 kali pertemuan 2.1.2

Observasi tingkah laku verbal/ 2.1.2

dengan

non verbal yang berhubungan

si harus dikenalkan

dengan

terlebih dahulu oleh

menceritakan

hal-

hal yang nyata.

halusinasi:

bicara

sendiri

Halusina

perawat agar intervensi


efektif.

2.1.3

Gambarkan
halusinasi

tingkah
pada

klien

laku
apa 2.1.3

yang terdengar.

Klien
mungkin tidak mampu
untuk mengungkapkan
persepsinya, maka
perawat dapat
memfasilitasi klien untuk
mengungkapkan secara
terpakka.

2.1.4

Terima halusinasi sebagai hal


yang nyata bagi klien, tetapi 2.1.4
tidak bagi perawat.

Meningk
atkan orientasi realita
klien dan rasa percaya
klien.

2.2.1

Bers

ama
2.2

Klien

klien

mengidentifikasi

situasi yang menimbulkan dan

dapat menyebutkan

tidak menimpaklkan halusinasi:

situasi

sifat, isi, waktu, dan frekuensi

yang

menimpaklkan dan

2.2.1

serta aktif klien sangat


menentukan efektifitas

halusinasi.

tindakan keperawatan

tidak menimbulkan

yang dilakukan.

halusinasi: sifat, isi, 2.2.2


waktu,

Peran

frekuensi

Bers
ama klien menentukan faktor

halusinasi.

2.2.2

pencetus halusinasi apa yang

Memban
tu klien untuk

terjadi sebelum halusinasi

mengontrol
halusinasinya bila faktor
pencetusnya telah

2.2.3

Doro
ng

klien

perasaannya

diketahui.

mengungkapkan
ketika

sedang

2.2.3

halusinasi.

Upaya
untuk memutus
halusinasi perlu

3. Klien

dapat

dilakukan oleh klien

mengontrol

sendiri agar

halusinasinya
3.1

Klien

dapat 3.1.1

Identifikasi

bersama

menyebutkan tindakan

tindakan apa yang dilakukan

yang bisa dilakukan bila

bila sedang berhalusinasi.

sedang

halusinasinya tidak

klien

berlanjut.
3.1.1

berhalusinasi

setelah
pertemuan.

Tindakan yang
biasanya dilakukan

kali

klien merupakan
3.1.2

Beri pujian terhadap ungkapan

upaya mengatasi

klien tentang tindakannya.

halusinasi.
3.1.2

Memberikan hal yang


positif atau pengakuan

3.2

Klien

dapat 3.2.1

menyebutkan 2 dari 3
cara

Diskusikan

cara

memutus

halusinasi.

akan miningkatkan
harga diri klien.

memutus

3.2.1 Dengan halusinasi yang

halusinasi.

terkontrol oleh klien


3.2.2

Dorong

klien

menyebutkan

untuk

kembali

cara

memutus halusinasi.

maka resiko kekerasan


tidak terjadi.
3.2.2 Pengulangan hasil
diskusi yang dapat
dilakukan klien
merupakan suatu tanda

3.2.3

Beri pujian atas upaya klien.

konsentrasi piker dapat


difokuskan.
3.2.3 Pujian merupakan
pengakuan yang dapat

3.2.4

Dorong klien memilih tindakan

meningkatkan motivasi

apa yang akan dilakukan.

dan harga diri klien.


3.2.4 Memberi kesempatan
pada klien untuk
memutuskan tindakan

3.2.5

Dorong klien untuk mengikuti

meningkatkan harga diri

TAK.

klien.
3.2.5 Agar membantu klien
melupakan
halusinasinya dan

3.2.6

Beri

pujian

melakukannya.

bila

dapat

meningkatkan daya
konsentrasi klien.
3.2.6 Pujian merupakan

4. Klien dapat dukungan dari


keluarga dalam mengontrol

pengakuan yang dapat


memotivasi klien

halusinasinya.

4.1 Klien minum obat 4.1.


secara
teratur
sesuai
aturan
minum obat setelah
3 kali pertemuan.
4.2.

5. Klien dapat menggunakan


obat untuk mengendalikan
halusinasinya.

5.1

Diskusikan dengan
klien
tentang
obat
untuk
mengontrol halusinasi.

mengulangi hal positif.

4.1
Bantu klien untuk
memastikan
klien
telah
meminum obat secara teratur
untuk mengontrol halusinasinya.

4.2

Mneingkatka
n pengetahuan dan
motivasi klien untuk
minum obat secara
teratur.
Memastikan
bahwa klien minum obat
secara teratur.

Klien
dapat Dorong klien untuk memberitahu
dukungan keluarga
keluarga
ketika
timpakl
dalam mengontrol
halusinasi.
halusinasi setelah
5.1 Sebagai upaya latihan
di rumah.
Lakukan kunjungan rumah: kenalkan
klien sebelum berada di
keluarga pada halusinasi klien.
rumah.
Bantu
dalam
memutuskan
tindakan mengontrol halusinasi
5.2Keluarga yang mampu
klien, ajarkan cara merawat
merawat klien dengan
klien di rumah, informasikan
halusinasi paling efektif
cara memodifikasi lingkungan
mendukung kesempakhan
agar mendukung realitas dan
klien dengan masalah
dorong keluarga memanfaatkan
halusinasi.
fasilitas
kesehatan
dalam
mengontrol halusinasi klien.

RENCANA KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn.A
Umur
: 31 tahun
DIAGNOSA
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
TUJUAN
KRITERIA
TINDAKAN KEPERAWATAN
Perubahan
persepsi TUM:
sensori
:
halusinasi
Klien dapat berhubungan dengan
pendengaran b.d menarik
orang lain dan lingkungan
diri.
Data subyektif :
Klien
TUK:
mengatakan mendengar
dapat
mengenal
suara-suara aneh, kata 1. Klien
perasaan
yang
menyebabkan
klien suaranya kadang
menarik diri.
laki-laki dan perempuan
yang menyuruh klien
pergi,
kadang
menertawakan
dan
berbisik-bisik tidak jelas.
Data obyektif :
Klien tampak
tersenyum dan tertawatawa sendirian
Ekspresi wajah
klien tampak tegang,
kontak mata ada kadangkadang,
pembicaraan
klien sering berpindahpindah dari satu kalimat
ke kalimat lain yang tidak
ada kaitannya
klien
tampak
gelisah dan duduknya
tidak tenang.

1.1

Setelah 1
kali pertemuan klien
dapat menyebutkan
alasan menarik diri
pada dirinya.

1.1.1
pengetahuan klien
perilaku menarik diri.

1.1.2

Beri
kesempatan pada klien untuk
menggungkapkan perasaan
penyebab menarik diri.

1.1.3
an bersama klien
perilaku menarik diri.

1.1.4

Kaji
tentang

Diskusik
tentang

Beri
pujian terhadap kemampuan
klien
menggungkapkan
perasaannya.

RASIONAL

Mengetahui sejauh mana


pengetahuan klien tentang
menarik diri sehingga
perawat dapat
merencanakan tindakan
selnjutnya.
Mengetahui alasan klien
menarik diri.

Meningkatkan pengetahui
klien dan mencari
pemecahan bersama
tentang masalah klien.
Meningkatkan harga diri
klien sehingga berani
berhubungan dengan
lingkungan sekitar.

2. Klien dapat mengetahui


keuntungan berhubungan
dengan orang lain.

2.1 Klien dapat


menyebutkan dua dari
tiga manfaat
berhubungan dengan
orang lain:
Mendapatkan
teman.
Menggungkap
kan perasaan.
Membantu
memecahkan
masalah.

2.1.1 Meningkatkan
pengetahuan klien
tentang perlunya
berhubungan dengan
orang lain.
Diskusikan
tentang
manfaat
berhubungan dengan orang lain.

Dorong klien untuk menyebutkan


kembali
manfaat
berhubungan
dengan orang lain.
Beri pujian terhadap kemampuan
klien dalam menyebutkan manfaat
berhubungan dengan orang lain.

2.1.2

Mengetahui tingkat
pemahaman klien
terhadap informasi
yang telah diberikan.

2.1.3

Reinforcement
positif dapat
meningkatkan harga
diri klien.

ANALISA PROSES INTERAKSI


Nama / Umur
Ruang / Kamar
Fase / Interaksi
Diagnosa Keperawatan

: Tn. A/32 tahun


: Kakak tua
:Orientasi/1
: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan b.d halusinasi pendengaran.

Tujuan Interaksi

: Klien dapat memperkenalkan diri


Terbina hubungan saling percaya dengan perawat dan menjelaskan alasan masuk RS
:Di kursi taman depan panti, duduk berhadapan agak serong, jarak 1 meter, suasana cukup tenang, beberapa klien
dan petugas panti tampak lalu-lalang
: 21 Sept05 pk. 09.00-09.15
:Klien tampak gembira, memakai baju putih lengan pendek, celana cream, tampak rapi, tidak memakai sandal,
ekspresi wajah klien tampak tegang, kontak mata kurang ada kadang-kadang, pembicaraan klien sering berpindahpindah dari satu kalimat ke kalimat lain yang tidak ada kaitannya, klien tampak gelisah dan duduknya tidak tenang.

Setting
Waktu
Gambaran singkat klien

Komunikasi Verbal

Komunikasi Non verbal

P;Selamat pagi pak


K: Selamat pagi
P

Perkenalkan nama saya w,


biasa dipanggil w, saya mahasiswi

P: Ramah, mendekati klien dan


mengulurkan tangan untuk berjabat
tangan sambil tersenyum
K: Kontak mata singkat, ragu-ragu
mengulurkan tangan, menghampiri
perawat, ekspresi gembira.

Teknik Komunikasi

Rasional

1. Salam terapeutik

1. Membina hubungan saling


percaya

2. Membuka diri dan mempakat


kontrak, mendengar

2. Membina hubungan saling


percaya

STIK Sint Carolus Jakarta, saya


praktek disini selama dua minggu
dari tanggal 19 sampai tanggal 30
september dari jam 08.00 sampai
jam 13.00 wib. Kehadiran saya
disini

untuk

membantu

Bapak,

bagaimana kalau kita berbincangselama 15 menit, apakah Bapak


bersedia?
K; iya, suster
P

Nama bapak siapa?, senang


dipanggil apa?

K:
Memperhatikan
perawat
kelihatan agak ragu, menunduk,
kontak mata singkat, pandangan
cepat beralih

3. Pertanyaan terbuka dan


mendengar

3. Membantu
klien
meluaskan
pembicaraan

untuk
topik

K: A, biasa di pangil A
P: berapa umur A dan asalnya dari

P: Memperhatikan
klien

tingkah

laku
4. Pertanyaan terbuka

4. Menggali informasi

mana
K; 34, asal dari condet
P

Bagaimana perasaan A pagi


ini?

P:
Kontak
mata,
bernada
memohon, tangan mempersilahkan
klien untuk bicara

5. Pertanyaan terbuka dan


eksplorasi

5. menggali
klien

penyebab

sakit

6. Menggali penyebab
bertindak
marah
menangis

klien
dan

K: Kontak mata singkat, pandangan


mata cepat beralih

K: Baik, suster
P: apakah A masih ingat kapan
masuk panti laras ini
K; sudah lima tahun
P; apa yang menyebabkan A di bawa
kesini?

P: Mengamati non verbal (mulut,


ekspresi wajah, sikap klien saat
bicara)

6. Pertanyaan terbuka dan


eksplorasi

K: ngamuk dan memukul adik karena


tidak dikasih uang untuk beli rokok
P

A mengatakan dibawa kesini


karena mengamuk dan memukul
adiknya karena tidak diberi uang

P:
Kontak
mata
hangat,
mendengarkan klien
K: Kontak mata singkat, bicara
pelan, suara lemah dan lancar

7. Validasi pernyataan klien


7. Pertanyaan terbuka

oleh A, boleh tahu apa penyebab


dari A mengamuk dan memukul
adiknya?
K: ngak tau
P: ngak tau apa maksudnya A,
apakah sebelumnya A mendengar
sesuatu atau ada suara-suara
K: iya, suara-suara
P

Apakah A dapat mengatakan


lebih

jelas

tentang

suara-suara

yang didengar?
K: suara-suara aneh dan ngak jelas,

P: Kontak mata hangat sambil


mempersilahkan bicara
P:
Kontak
mata,
mengamati
ekspresi klien
K: klien tertawa, mulut komatkamit,
kontak
mata
kurang,
cenderung melihat orang yang
lewat

8. focusing

8. memfokuskan
pembicaraan

topik

orang tertawa dan berbisik-bisik


P

Apakah

orang

lain

P: Mempertahankan kontak mata

mendengar suara-suara yang A


dengar?
K: ngak tau
P: apakah saat A mendengar suara-

K: Memperhatikan wajah perawat,


menunduk kemudian

suara orang lain juga mendengar atau


K: Kontak mata lama, bicara pelan
dan tidak jelas

ada orang lain di tempat itu.


K: ngak ada
P

Bagaimana

perasaan

P: Mengamati non verbal klien

setelah berkenalan dan ngobrol


P: Kontak mata, mendengarkan
dengan penuh perhatian

dengan saya tadi?


K; senang
P

A, kita tadi sudah ngobrol


dan berkenalan, sekarang coba
ulangi, nama suster siapa?,

K: Diam, pikiran menerawang


P: Mempertahankan kontak mata,
bicara jelas

K: suster Ita ya
P; pakkan, nama suster W
K; iya, suster w
P

Bagus,

apa

yang

dapatkan dari percakapan kita?

P: Kontak mata, mendengarkan


dengan penuh perhatian

K; bahagia
P

Kita kan tadi sudah ngobrol

9. Summarizing

dan berkenalan, nanti A bisa ingatingat lagi nama suster, ya?


K; iya
P

K: Diam, pikiran menerawang


A,

bagaimana

ngobrol-ngobrol
untuk

lagi

kalau
lagi

membicarakan

kita

besok,
cara

P: Mempertahankan kontak mata,


bicara jelas

9. Merangkum topic interaksi

mengenal halusinasi.
K; iya, besok ngobrol lagi ya, di kursi
depan
P

K: Kontak mata lama, ekpresi wajah


gembira

Baik lah besok kita bertemu


jam lagi jam jam 09.00 sampai jam
09.15wib, di kursi depan panti, A
setuju.

K; iya, besok ngobrol ya

P: Mempertahankan kontak mata,


bicara jelas

P; A sekarang boleh istirahat, sampai


ketemu besok ya
K; iya, suster

K: Kontak mata lama, tersenyum


membalas jabat tangan

ANALISA PROSES INTERAKSI


Nama / Umur
Ruang / Kamar
Fase / Interaksi
Diagnosa Keperawatan

: Tn. A/32 tahun


: Kakak tua
:Orientasi/2
: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan b.d halusinasi pendengaran.

Tujuan Interaksi
Setting

: Klien dapat mengenal halusinasi


:Di kursi taman depan panti, duduk berhadapan agak serong, jarak 1 meter, suasana cukup tenang, beberapa klien
dan petugas panti tampak lalu-lalang
: 22 Sept05 pk. 09.00-09.15
:Klien tampak gembira, memakai baju putih lengan pendek, celana cream, rampakt rapih, tidak memakai sandal,
ekspresi wajah klien tampak tegang, kontak mata kurang ada kadang-kadang, pembicaraan klien sering berpindahpindah dari satu kalimat ke kalimat lain yang tidak ada kaitannya, klien tampak gelisah dan duduknya tidak tenang.

Waktu
Gambaran singkat klien

Komunikasi Verbal
P

Komunikasi Non verbal

Selamat pagi A

K; selamat pagi suster


P

Bagaimana perasaan A hari


ini?

P:
Menghampiri
klien
dan
tersenyum, tangan terpakka untuk
berjabat tangan
K:
menatap
perawat
sambil
tersenyum
P: mempertahankan kontak mata

Teknik Komunikasi
1. Salam terapeutik
2. Mempakka diri dan
membuat kontrak,
mendengar

Rasional
1. Membina hubungan saling
percaya
2. Membina hubungan saling
percaya

K; baik, pusing
P

Apakah

masih

ingat

dengan suster?
K; iya, suster
P; suster siapa coba kalau masih

K: kontak mata kurang


P: kontak mata dan menyentuh
tangan pasien sambil tersenyum

ingat
K; suster Ita
P; saya namanya suster W
K; suster w
P; iya, bagus
P

Sesuai dengan janji kita, pagi


ini kita akan bertemu jam jam 09.00

K: menatap ke arah orang yang


lewat dan pikiran menerawang
P: mempertahankan kontak mata
dan bicara dengan jelas
K: menggoyangkan badan sambil
menggangguk setuju
P: mempertahankan kontak mata,
bicara jelas

3. sentuhan, menghadirkan
diri
4. restarting

3. meningkatkan rasa nyaman


klien dan menghargai klien
4. mengingatkan
kembali
memori klien mengenai
pembicaraan sebelumnya

sampai jam 09.15wib selama 15


menit, di bangku depan kita akan
ngobrol-ngobrol

tentang

cara

K: kontak mata kurang, pandangan


cepat beralih
P:
menatap
pasien
sambil
menggangguk

mengenal halusinasi.
K; iya, nasi

P: mempertahankan kontak mata,


bicara pelan dan jelas
K: mengangguk

P; halusinasi atau suara-suara

5. Pertanyaan terbuka dan


mendengar

5. Membantu
klien
meluaskan
pembicaraan

6. Pertanyaan terbuka

6. Menggali informasi

7. Pertanyaan terbuka dan


eksplorasi

7. menggali informasi

8. Pertanyaan terbuka dan


eksplorasi

8. Menggali informasi

9. Pertanyaan terbuka

9. menggali informasi

10. pertanyaan terbuka

10. menggali informasi

K; suara-suara
P

Suster lihat A tersenyum


dan

tertawa

sendirian,

apakah

suster boleh tahu A tersenyum

P: mempertahankan kontak mata,


bicara pelan dan jelas
K: ekspresi wajah sedih dan
tertunduk

dan tertawa dengan siapa?


K; ngak ada, eh suara laki-laki dan

P: mempertahankan kontak mata,


bicara pelan dan jelas

perempuan yang menyuruh pergipergi,

kadang

tertawa

dan

K: ekspresi wajah sedih


tertunduk sambil merenung

dan

berbisik-bisik tidak jelas.


P

Tadi
mendengar

suara,

mengatakan
kalau

suster

boleh tahu kapan A mendengar


suara-suara tersepakt dan berapa
kali dalam sehari?
K; malam hari jam tiga
P

Bagaimana perasaan A saat


suara-suara tersepakt terdengar?

K; kesal dan marah

P: mempertahankan kontak mata,


bicara pelan dan jelas sambil
memegang tangan klien
K: ekspresi wajah sedih dan
tertunduk sambil merenung
P: mempertahankan kontak mata,
bicara pelan dan jelas sambil
memegang tangan klien
K;
menggerakan
jari
sambil
menjawab
P: mempertahankan kontak mata,
bicara pelan dan jelas

P; sekarang A masih dengar suarasuara


K; ada, tapi ngak jelas
P; ketika A mendengar suara-suara
apakah

orang

lain

juga

K: menggerakan tangan sambil


menyatakan pendapat, ekspresi
wajah tenang
P: mempertahankan kontak mata
sambil tersenyum

untuk
topik

mendengarnya
K; ngak
P;

dari

hasil

mengenal

pembicaraan

suara-suara

kita

yang

11. memberi informasi

11. meningkatkan pemahaman


klien mengenai masalah
yang dihadapi

12. pertanyaan tertutup

12. mendapat jawaban cepat

dengar, yang dikenal dengan istilah


halusinasi pendengaran

K:
termenung
sambil
menggangguk, kontak mata kurang

K; iya, nasi
P; pakkan nasi, tapi halusinasi atau
suara-suara yang di dengar tapi tidak
ada sumbernya dan orang lain tidak
mendengarnya.
K; suara-suara ya
P; iya, suara-suara, yang disebabkan
karena

sering

melamun

dan

menyendiri, sehingga ketika pikiran


kosong maka muncul suara-suara
K; iya, sendiri
P

Setelah kita ngobrol-ngobrol


selama 15 menit, apa yang A
rasakan/ di dapat dari ngobrolngobrol kita tadi?

K; senang dan bahagia


P

Apakah

dapat

menyebutkan kembali, kapan dan


berapa

kali

mendengar

suara-

suara?
K; malam hari dengar suara-suara,
tiga kali
P

apakah A tahu akibat dari

pada suara-suara yang di dengar


tadi?
K; kesal, jengkel dan marah
P; iya, A kesal karena suara-suara
tersepakt menganggu sehingga A
tidak bisa tidur
K; iya
P

A, kapan kita akan bertemu


lagi, bagaimana kalau besok pagi
kita bertemu lagi dibangku depan
jam 10.00 sampai jam 10.15 wib
selama

15

membicarakan
halusinasi.

menit,
cara

untuk

mengontrol

EVALUASI KEPERAWATAN
Nama / Umur : Tn.A / 32 tahun
Ruang / Kamar : Kakak tua
Tanggal

Evaluasi (SOAP)

21-09-05

S: klien mengatakan senang


berbicara

Tanda Tangan

dengan

perawat
O:

klien

belum

mampu

menyebutkan

nama

perawat secara spontan


ekspresi wajah klien lebih
cerah

setelah

selesai

berbicara
A:

Bina

hubungan

saling

percaya tercapai
P: TUK sebelumnya di ulangi
dan

lanjutkan

TUK

berikutnya
22-09-05

S:

Klien

mengatakan

mendengar

suara-suara

aneh, kata klien suaranya


kadang

laki-laki

perempuan
menyuruh
kadang

dan
yang

klien

pergi,

menertawakan

dan berbisik-bisik tidak


jelas.
O: klien belum mampu secara
spontan menyebutkan isi,
waktu dan penyebab dari
suara-suara

yang

didengarnya
A:

Klien

belum

mengenal

mampu

suara-suara

yang didengarnya
P: Ulangi TUK ke 2
23-09-05

S:

Klien

mengatakan

mendengar

suara-suara

aneh, kata klien suaranya


kadang

laki-laki

dan

perempuan
menyuruh
kadang

yang
klien

pergi,

menertawakan

dan berbisik-bisik tidak


jelas.
O: klien belum mampu secara
spontan menyebutkan isi,
waktu dan penyebab dari
suara-suara

yang

didengarnya
A: Klien mampu mengenal
suara-suara

yang

didengarnya
P: Lanjutkan TUK berikutnya

BAB IV

PEMBAHASAN
Setelah melakukan pengamatan langsung selama 5 hari ditemukan adanya
kesenjangan dan persamaan antara teori dengan kajian kasus di lapangan. Pada klien
skizofrenia tipe paranoid dengan halusinasi pendengaran disebabkan oleh faktor psikososial.
Jadi untuk konsep model yang digunakan yaitu pendekatan model interpersonal dengan
meninjau teori perkembangan Eric Erickson. Pada teori ini dikemukakan bahwa yang menjadi
basic anxietas seperti takut ditolak, kebutuhan rasa aman dan puas, dan pada klien hal ini
ditemukan.
Hal ini didukung oleh adanya data pengkajian masa lalu : keluarga tidak harmonis
(orang tua bercerai), putus sekolah, kehilangan pekerjaan, dan kehilangan orang yang
dikasihi. Adapun presipitasi penyebab penyakit klien belum begitu jelas karena dari pihak
klien sendiri sepertinya sudah tidak ingat lagi dan informasi yang akurat dari pihak panti atau
keluarga juga tidak bisa di dapatkan (tidak ada dokumentasi). Adanya faktor presipitasi yang
tidak jelas tersebut menyebabkan kecemasan klien semakin meningkat. Mekanisme koping
yang digunakan klien pada awalnya menurut petugas panti saat ini yaitu menarik diri,
menghindar. Sedangkan mekanisme koping saat ini yang ditemukan antara lain represi,
marah, mekanisme koping represi digunakan klien untuk menekan masalah yang terjadi
kealam bawah sadarnya, sehingga sampai saat ini klien cenderung melupakannya atau lupa
kejadian-kejadian yang sudah dialaminya.
Dampak dari koping yang maladaptif yang tampak pada klien meliputi 4 aspek yaitu
kognitif, persepsi, perilaku, afektif. Komplikasi yang terjadi pada klien adalah resiko
mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, karena klien berada pada fase ke- 3
halusinasi dimana halusinasinya menguasai dan mengontrol klien sehingga klien menjadi
terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasi, klien disini sulit berhubungan dengan orang
lain, perintah halusinasi ditaati, perhatian terhadap lingkungan kurang atau hanya beberapa
detik.
Terapi medis yang diberikan pada klien antara lain Chlorpromazine, Trihexilperidine
yang berguna sebagai anti Parkinson dimana Parkinson dapat terjadi akibat pemakaian
Chlorpromazine dan Haloperidol.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien adalah resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran dan perubahan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri. Diagnosa ini

diangkat karena adanya kecenderungan klien untuk berprilaku kekerasan, agresif, gelisah,
tidak mampu berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan kognitif. yang di sebabkan masih
asyiknya klien mendengarkan halusinasinya sehingga kemampuan klien mengontrol
emosinya masih labil sehingga perilaku kekerasan bisa saja suatu saat terjadi.
Intervensi yang belum dilakukan pada diagnosa keperawatan resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran yaitu
informasi mengenai mengontrol halusinasi dan obat untuk mengontrol halusinasi karena
pada pelaksanaan klien baru sampai pada TUK II yaitu mengenal halusinasi. Sedangkan
dalam melibatkan keluarga tidak dilakukan karena klien tidak pernah mendapat kunjungan
keluarga. Terapi aktivitas kelompok yang sudah dilakukan oleh pihak panti adalah dengan
melibatkan klien dalam terapi kognitif untuk lebih mengenal dan mengontrol halusinasi. Terapi
aktivitas yang dapat diberikan pada klien yaitu terapi kognitif dan terapi kerja karena pada
klien dengan halusinasi dengar salah satu teknik mengontrol halusinasi adalah adanya
kegiatan rutin sehingga meminimalkan klien untuk menyendiri. Halusinasi dengar dapat
muncul bila klien sendirian dimana rangsangan internal lebih dominan. Teknik komunikasi
yang paling sering digunakan adalah mengunakan focusing, informasi dan eksplorasi karena
menurut klien selama ini jarang dikunjungi oleh petugas sehingga pengetahuan tentang
penyakitnya kurang. Klien juga cenderung menarik diri sehingga perlu eksplorasi.
Implementasi yang dapat dilakukan hanya sampai TUK II, itu pun dilakukan berulang
kali dengan kontak yang sering karena keterbatasan kognitif klien dan klien kurang
kooperatif, selain itu adanya keterbatasan waktu untuk melaksanakan implementasi
selanjutnya.
Evaluasi dilakukan setiap hari dan setiap kali interaksi. Secara umum didapatkan
gambaran evaluasi klien menunjukkan perkembangan terhadap masing-masing diagnosa
keperawatan. Hal ini terlihat ketika klien mengatakan suara-suara yang di dengar semakin
jarang dan klien mampu mengenal halusinasi yang datang, dimana ekspresi wajah klien
tampak lebih tenang, klien mau memulai perkenalan dan pembicaraan pada perawat dan
klien lain. Klien tampak mulai mengikuti aktivitas ruangan dan tidak menyendiri.

BAB V

KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pada pengkajian klien Tn.A, klien mengalami gangguan jiwa kemungkinan
sejak di putuskan oleh pacarnya yang merupakan orang yang sangat di cintainya
selain itu tidak adanya kesibukkan atau kegiatan yang klien lakukan di rumah
mengakibatkan klien murung dan menyendiri di rumah yang pada akhirnya apabila
klien mempunyai keinginan dan tidak terpenuhi klien menjadi marah, mengamuk,
menganggu lingkungan dan sering bicara sendiri serta sulit diatur, klien akhirnya di
bawa ke Panti Sosial Bina Laras.
Selama pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis, Klien mulai kooperatif
bila di ajak bicara dengan teknik focusing dan emosinya mulai terkendali, klien juga
mau bekerja sama dengan petugas walaupun dengan paksaan dan dilakukan
berulang-ulang, klien terkadang masih sering menyendiri di kamar sehingga klien
terkadang masih mengalami halusinasi, bicara dan tersenyum sendiri, ADL dapat
dilakukan oleh klien tanpa bantuan perawat, klien juga mau membantu membersihkan
lingkungan panti seperti mencapakt rumput walaupun hasilnya belum maksimal.
Dukungan keluarga dan petugas panti masih dirasakan kurang, Terapi yang dberikan
untuk mengontrol halusinasi seperti CPZ tidak diberikan secara teratur sehingga hal
tersebutt dapat menghambat kesembuhan klien secara maksimal.
Evaluasi

keperawatan

yang

didapat

setelah

melaksanakan

asuhan

keperawatan terhadap Tn.A, penulis dapat melakukan hubungan saling percaya


dengan klien dan klien telah mengenal halusinasi dan mengetahui cara mengontrol
halusinasi.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran yang
mungkin dapat berguna bagi diri penulis sendiri maupun bagi peningkatan kualitas
pemberian asuhan keperawatan di Panti Sosial Bina Laras ini, khususnya pada
pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran.
Adapun saran-saran dari penulis adalah:

Untuk Penulis: Penulis harus lebih banyak lagi belajar tentang konsep dasar
gangguan jiwa secara umum dan khususnya pada klien dengan perubahan

persepsi sensori: halusinasi serta sering melakukan teknik berkomunikasi secara


terapeutik.

Untuk klien : Klien harus lebih banyak berinteraksindengan klien lainnya serta
dilibatkan dalam kegiatan kelompok yang diadakan oleh Panti.

Untuk perawat :Perawat di panti

sebaiknya sering mengadakan kontak

dengan klien dan melibatkan klien dalam setiap kegiatan yang berorientasi
dengan realita, perawat lebih dioptimalkan dalam melakukan intervensi
keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan jiwa, selain itu sebaiknya dAat
pendokumentasian catatan keperawatan dengan lengkap untuk mengevaluasi
kemajuan perkembangan klien dan perlunya keterlibatan keluarga dalam proses
keperawatan.

Untuk Keluarga : Keluarga sebaiknya memberikan support dan mau terlibat


dalam asuhan keperawatan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Fortinash, Katherine M, Psychiatric Nuring care Plans, Second Edition, Mosby Year Book
Inc, 1995.
Carpenito, lynda, juall, Pakku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 6, Jakarta, EGC, 1998.
Depkes RI, Keperawatan Jiwa: Teori dan Tindakan Keperawatan, Jakarta, Depkes RI, 2000
Hawari Dadang, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa, Jakarta, FKUI, 2001.
Keliat dkk, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta, EGC, 1999.
Keltner. at.all, Psychiatric Nursing, 3 rd ed, Misouri, Mosby Inc, 1999.
Maslim Rusdi, Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III, Jakarta, FKUNIKA
Atmajaya, 2001.
Rasmun, SKp, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, PT
Fajar Interpratama, Jakarta, 2001.
Stuart and Laraia, Principles and Practice of Psychiatric Nursing, Seventh Edition, Mosby,
St.Louis, Philadelphia, 2002.
Stuart, G.W dan Sundeen, SJ, Pakku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi3, Jakarta, EGC, 1998.
Tim Keperawatan jiwa FKUI, Kumpulan Proses Keperawatan Jiwa, Bagian keperawatan jiwa
Komunitas FKUI, Jakarta, 1999.
Townsend,Marry,C, Pakku Saku Diagnosa Keperawatan
jiwa Pada Keperawatan
Psikiatri,pedoman untuk pempakatan rencana keperawatan. Edisi 3.EGC,Jakarta, 1998.

Lampiran :
STRATERGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Pertemuan 1
Tgl : 21 September 2005
A. Proses keperawatan.
1. Kondisi Klien
Data subyektif :
Klien mengatakan sebelum masuk panti, klien ngamuk dan memukul adiknya
karena tidak diberi uang untuk membeli rokok, klien juga sering menganggu
lingkungan di sekitar rumahnya dengan berteriak-teriak dan melempari rumah
tetangga dengan batu.
Data obyektif
Klien tampak tersenyum dan tertawa-tawa sendirian, ekspresi wajah klien tampak
tegang, kontak mata ada kadang-kadang, pembicaraan klien sering berpindahpindah dari satu kalimat ke kalimat lain yang tidak ada kaitannya, klien tampak
gelisah dan duduknya tidak tenang, klien tampak usil (agresif) setiap melihat
temannya membawa sesuatu klien selalu ingin meminta dengan cara merebutnya
secara paksa.
2. Diagnosa Keperawtan
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan b.d halusinasi pendengaran.
3. Tujuan Khusus
TUK : 1 Klien dapat membina hubungan saling percaya
4. Rencana Keperawatan
a. Salam terapeutik
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Pertahankan kontak mata dan tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Terima klien apa adanya, tunjukan sikap empati dan penuh perhatian terhadap
klien
g. Beri reinforcement positif pada tiap pertemuan (topik yang dibicarakan, waktu
dan tempat)
h. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya

B. Strategi Komunikasi.
1.
a. Salam Terapeutik

Fase Orientasi

Selamat pagi Pak?


b. Evaluasi / Validasi
Bagaimana keadaan Bapak pagi ini?
c. Kontrak topik
Pak, bagaimana kalau sekarang selama 5 menit kedepan kita berkenalan
agar mengenal, Bapak bersedia?. Baik, menurut Bapak kita ngobrolnya
dimana ? bagaimana kalau kita ngobrol di taman depan panti selama 15 menit
dari jam 09.00 09.15 wib.
2.

Fase Kerja
Perkenalkan pak, nama saya Sr. Retnowulan, biasa dipanggil suster Wulan, saya
dari mahasiswa Carolus. Saya praktek disisni tgl 19 sampai 30 September 2005.
Saya dinas dari jam 08.00 13.00 wib.
Kehadiran saya disini untuk membantu Bapak, kalua boleh saya tahu nama Bapak
siapa? biasa dipanggil apa? Apakah Bapak sudah berkeluarga? Bapak berapa
bersaudara? Sekarang bisakah A ceritakan ke suster, apa yang menyebabkan A
dirawat disini? Siapa yang mengatar Bapak kesini? Apakah A senang tinggal
disini.

3.

Fase Terminasi
a) Evaluasi Respon klien setelah tindakan
1. Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan A setelah berkenalan dengan suster tadi
2. Evaluasi Objektif
Bisakah A menyebutkan kembali nama suster dan darimana asal
suster?, iya nama suster W, Bagus, nanti diingat lagi ya?
b) Rencana Tindakan Lanjut
A tadi kita sudah berkenalan, bagaimana kalau nanti kita bertemu lagi. Tapi
nanti selama kita berpisah, coba A ingat kembali nama dan asal suster, nanti
suster tanyakan lagi, bagaimana?
c) Kontrak yang akan datang (topik, waktu,dan tempat)
Topik : A, tadi kita sepakat untuk bertemu lagi. Kira-kira apa yang kita
diskusikan?bagaimana kalau tentang nama dan asal suster,
bagaimana?
Waktu : Jam berapa kita akan bertemu? Bagaimana kalau jam 11. berapa
lama kita akan bertemu? Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat: Menurut A dimana kita akan berdiskusi? Bagaimana kalau di
taman?. Baik sekarang kita berpisah dulu, selamat pagi!

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Pertemuan 2
Tgl : 22 September 2005
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subyektif :
Klien mengatakan sebelum masuk panti, klien ngamuk dan memukul adiknya karena
tidak diberi uang untuk membeli rokok, klien juga sering menganggu lingkungan di
sekitar rumahnya dengan berteriak-teriak dan melempari rumah tetangga dengan
batu.
Data obyektif
Klien tampak tersenyum dan tertawa-tawa sendirian, ekspresi wajah klien tampak
tegang, kontak mata ada kadang-kadang, pembicaraan klien sering berpindah-pindah
dari satu kalimat ke kalimat lain yang tidak ada kaitannya, klien tampak gelisah dan
duduknya tidak tenang, klien tampak usil (agresif) setiap melihat temannya membawa
sesuatu klien selalu ingin meminta dengan cara merebutnya secara paksa.
2. Diagnosa keperawatan
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan b.d halusinasi pendengaran.
3. Tujuan Khusus
TUK : 2 Klien dapat mengenal halusinasi
4. Tindakan Keperawatan
a. Adakah kontak sering singkat secara bertahab
b. Observasi

tingkah

laku

verbal,

non

verbal

yang

berhubungan

dengan

halusinasinya
c. Memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika
halusinasi timbul
d. Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu dan
frekuensi halusinasi
e. Bantu klien untuk mengenal halusinasinya
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi

a. Salam Terapeutik
Selamat pagi A!
b. Evaluasi Validasi
Bagaiman perasaan A pagi ini? A masih ingat dengan suster?
c. Kontrak (Topik, Waktu, dan tempat)
A, bagaimana kalau sekarang kita ngobrol-ngobrol lagi? Baik A sesuai dengan
janji kemarin, hari ini kita akan membahas tentang suara-suara yang sering A
dengar, bagaimana, A? Dimana kita akan ngobrol-ngobrol? Oh ditaman, kira-kira
berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?.
2. Fase Kerja
A kemarin kita sudah berkenalan dan kita sudah saling kenal, nah sekarang
apakah A sering mendengar suara-suara? Apakah isi suara itu? Bagaimana
perasaan A saat mendengar suara itu biasanya apa saja suara-suara itu dan kapan
saja suara-suara itu muncul?
3. Fase Terminasi
a.

Evaluasi respon klien setelah tindakan


1) Respon Subjektif
Bagaimana perasaan A sekarang setelah menceritakan tentang suara-suara
itu pada suster?
2) Respon Objektif
Sekarang apakah A masih ingat apa yang kita bicarakan tadi?

b. Rencana tindakan lanjut


A sudah menceritakan masalah-masalah suara-suara yang sering didengar,
bagaimana kalau nanti kita bertemu lagi? Sebelum kita berpisah, suster ingin A
mengingat kembali apa yang sudah kita bicarakan tadi, bagaimana, A?

c. Kontrak yang akan datang

Topik :

A, tadi kita sepakat untuk bertemu lagi, kira-kira apa yang akan kita
diskusikan? Bagaimana kalau tentang cara mengontrol halusinasi atau
suara-suara yang sering A dengar?

Waktu :

Jam berapa kita besok akan bertemu lagi? Bagaimana kalau jam
09.00?

Tempat:

Dimana tempat yang A inginkan?, di taman depan, baiklah kalau


begitu besok kita ketemu di taman depan ya A, selamat istirahat dan
sampai ketemu besok pagi

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Pertemuan ke 3
Tgl 23 September 2005
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif
Data subyektif :
Klien mengatakan sebelum masuk panti, klien ngamuk dan memukul adiknya karena
tidak diberi uang untuk membeli rokok, klien juga sering menganggu lingkungan di
sekitar rumahnya dengan berteriak-teriak dan melempari rumah tetangga dengan
batu.
Data obyektif
Klien tampak tersenyum dan tertawa-tawa sendirian, ekspresi wajah klien tampak
tegang, kontak mata ada kadang-kadang, pembicaraan klien sering berpindah-pindah
dari satu kalimat ke kalimat lain yang tidak ada kaitannya, klien tampak gelisah dan
duduknya tidak tenang, klien tampak usil (agresif) setiap melihat temannya membawa
sesuatu klien selalu ingin meminta dengan cara merebutnya secara paksa.
2. Diagnosa keperawatan
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi dengar.
3. Tujuan Khusus
TUK : 3 Klien dapat mengontrol halusinasi
4. Rencana Keperawatan
a.

Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyAkkan diri).

b.

Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat berikan pujian.

c.

Diskusikan cara memutuskan/ mengontrol halusinasinya

d. Katakan : Saya tidak mau mendengar kamu (Saat halusinasi datang)


e. Mencari perawat atau orang lain untuk bercakap-cakap
f.

Meminta teman atau perawat menyapa bila klien sendirian dan melamun.

g. Melakukan kegiatan seperti menyapu, mengepel dll

h. Beri kesempatan untuk memilih cara memutuskan halusinasi secara bertahap,


beri pujian bila berhasil.
B.

Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam TerapeutikSelamat pagi A!
b. Evaluasi Validasi
Bagaiman perasaan A pagi ini? A masih ingat dengan suster?
c. Kontrak (Topik, Waktu, dan tempat)
A sesuai dengan janji kemarin sekarang kita akan berbicara tentang cara
mengontrol halusinasi A, selama 15 menit di taman depan, A setuju?
2. Fase Kerja
A sesuai dengan janji kita kemarin sekarang kita akan berbicara tentang cara
mengontrol halusinasi atau suara-suara yang A dengar. Biasanya apa yang A
lakukan bila suara-suara itu datang?
Ohbagus itu, selain ngobrol apa lagi yang A lakukan? Baiklah sekarang saya akan
memberitahu apa saja yang dapat A lakukan bila suara itu datang. Misalnya berdoa,
mencari perawat atau teman untuk ngobrol atau A juga boleh mengatakan saya
tidak mau dengar kamu! A juga dapat melakukan kegiatan seperti menyapu,
mengepel lantai. Bagaimana A, apakah A bisa? Kira-kira mana yang A suka?
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap perawat
1) EvaluasiSubjektif
Bagaimana perasaan A setelah berbincang-bincang dengan suster?
2) Respon Objektif
Bisakah A menyebutkan kembali cara-cara yang bisa dilakukan bila suara itu
datang?
b. Rencana tindakan lanjut
A tadi kita sudah bicara bagaimana cara mengontrol atau memutuskan suarasuara yang A dengar. Tetapi sebelum berpisah saya ingin A mengingat dan

melakukan apa yang telah kita diskusikan. nanti bila bertemu saya akan
menanyakannya lagi, bagaimana A?
c. Kontrak yang akan datang
Topik :

A, besok pagi Kita sepakat untuk bertemu lagi, untuk membicarakan


dan berdiskusi manfaat minum obat dan cara minum obat, A mau?

Waktu :

Jam berapa? Jam 11.

Tempat:

Dimana tempat yang A inginkan? di taman itu, baiklah. Sampai


bertemu ya A, selamat siang A.

STRATEGI PELAKSANAAN I
A.

Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Nama klien

: Tn.A

Umur

: 31 tahun

Klien datang ke panti bina laras diantar oleh Anya, karena mengamuk dan memukul
adiknya karena tidak diberi uang oleh Anya.
Data subyektif :
-

Klien mengatakan mendengar suara berbisik-bisik ditelinganya.

Klien mendengar suara-suara yang menyuruhnya pergi.

Data obyektif :
-

Bicara kacau

Kontak mata kurang

Afek tumpul

Gelisah

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi dengar.
3. Tujuan khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya
4. Tindakan keperawatan

B.

Bina hubungan saling percaya

Beri kesempatan klien menungkapkan perasaannya

Dengarkan ungkapan klien dengan empati

Strategi Komunikasi

Fase Orientasi
1.

Salam Terapeutik
-

Selamat pagi pak

Perkenalkan nama saya w, biasa dipanggil w, saya mahasiswi STIK Sint Carolus
Jakarta, saya praktek disini selama dua minggu dari tanggal 19 sampai tanggal 30
september dari jam 08.00 sampai jam 13.00 wib.

2.

Nama bapak siapa?, senang dipanggil apa?,


Evaluasi/ Validasi

Bagaimana perasaan A pagi ini?


3.

Kontrak topik
Topik: A pada pertemuan pertama ini, maunyan A ngobrol masalah apa?, bagaimana
kalau kita ngobrol tentang alasan A masuk ke panti ini?
Waktu: A maunya jam berapa?, bagaimana kalau jam 09.00 sampai jam 09.10 wib,
selama 10 menit.
Tempat: A tempatnya mau dimana, bagaimana kalau dibanggku depan bawah pohon
mangga.

Fase kerja
-

Apa yang terjadi di rumah sampai A dibawa ke panti?

A mengatakan dibawa kesini karena mengamuk dan memukul adiknya karena


tidak diberi uang oleh A, boleh tahu apa penyebab dari A mengamuk dan
memukul adiknya?

Apakah A dapat mengatakan lebih jelas tentang suara-suara yang didengar?

Apakah orang lain mendengar suara-suara yang A dengar?

Fase Terminasi
1. Evaluasi respon
Evaluasi respon subyektif

Bagaimana perasaan A setelah berkenalan dan ngobrol dengan saya tadi?


Evaluasi respon obyektif

A, kita tadi sudah ngobrol dan berkenalan, sekarang coba ulangi, nama suster
siapa?, Bagus, apa yang A dapatkan dari percakapan kita?
2. Tindak lanjut

Kita kan tadi sudah ngobrol dan berkenalan, nanti A bisa ingat-ingat

lagi nama suster siapa?


3. Kontrak yang akan datang
Topik: A, bagaimana kalau kita ngobrol-ngobrol lagi lagi besok, untuk membicarakan
cara mengenal halusinasi.
Waktu: Besok maunya A, kita bertemu jam berapa?, bagaimana kalau kita ketemu
jam 09.00 sampai jam 09.15wib selama 15 menit.
Tempat: Bagaimana kalau tempatnya di banggu depan.

STRATEGI PELAKSANAAN II
A.

Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subyektif :
-

Klien mengatakan mendengar suara berbisik-bisik ditelinganya.

Klien mendengar suara-suara yang menyuruhnya pergi.

Data obyektif :
-

Bicara kacau

Kontak mata kurang

Klien tersenyum dan tertawa sendiri

Klien gelisah dan duduknya tidak tenang (sebentar duduk dan berdiri)

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi dengar.
3. Tujuan khusus 2
Klien dapat mengenal halusinasi.
4. Rencana Tindakan keperawatan
a.

Lakukan kontak sering dan singkat

b.

Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya

c.

Bantu klien untuk mengenal halusinasinya

d.

Diskusikan dengan klien ; situasi yang menimpaklkan halusinasi, waktu, dan


frekuensi terjadinya halusinasi.

e.

Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi.

B.

Strategi Komunikasi
Fase Orientasi
1. Salam Terapeutik :
Selamat pagi A
2. Evaluasi/ Validasi
Bagaimana perasaan A hari ini?
Apakah A masih ingat dengan suster?
3. Kontrak topik
Sesuai dengan janji kita, pagi ini kita akan bertemu jam jam 09.00 sampai jam
09.15wib selama 15 menit, di bangku depan
kita akan ngobrol-ngobrol tentang cara mengenal halusinasi.
Fase kerja
-

Suster lihat A tersenyum dan tertawa sendirian, apakah suster boleh tahu A
tersenyum dan tertawa dengan siapa?

Tadi A mengatakan mendengar suara laki-laki yang berbisik-bisik, kalau suster


boleh tahu kapan A mendengar suara-suara tersepakt dan berapa kali dalam
sehari?

Bagaimana perasaan A saat suara-suara tersepakt terdengar?

Fase Terminasi
1. Evaluasi respon
Evaluasi respon subyektif

Setelah kita ngobrol-ngobrol selama 15 menit, apa yang A rasakan/ di dapat dari
ngobrol-ngobrol kita tadi?
Apakah A dapat menyebutkan kembali, kapan dan berapa kali mendengar suarasuara?
2. Tindak lanjut
Bagaimana menurut A, bila mendengar suara-suara tersepakt?

3. Kontrak yang akan datang


A, kapan kita akan bertemu lagi, bagaimana kalau besok pagi kita bertemu lagi
dibangku depan jam 10.00 sampai jam 10.15 wib selama 15 menit, untuk
membicarakan cara mengontrol halusinasi.

STRATEGI PELAKSANAAN III


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subyektif :
-

Klien mengatakan mendengar suara berbisik-bisik ditelinganya dan tidak jelas


sumbernya.

Klien mendengar suara-suara yang menyuruhnya pergi.

Data obyektif :
-

Bicara kacau

Kontak mata kurang

Afek tumpul

Gelisah

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi dengar.
3. Tujuan khusus 3
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4. Rencana Tindakan keperawatan
a.

Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi.

b.

Diskusikan mafaat cara yang dilakukan jika terjadi halusinasi.

c.

Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol timpaklnya halusinasi.

d.

Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.

e.

Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.

f.

Anjurkan dan libatkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok.

B. Strategi Komunikasi
Fase Orientasi
1. Salam Terapeutik :
Selamat pagi A
2. Evaluasi/ Validasi
Bagaimana keadaan A hari ini?
Apakah A masih ingat dengan suster?
3. Kontrak topik
Sesuai dengan janji kita kemarin, pagi ini kita akan membicarakan tentang cara
mengontrol halusinasi, selama 10 menit, di ruang aula, A setuju ?

Fase kerja
-

Bagaimana A apakah semalam masih mendengar suara-suara?

Biasanya apa yang A lakukan bila suara-suara itu datang?

Iya, bagus itu, selain menutup telinga apa lagi yang A lakukan?

Baiklah, sekarang Suster akan memperkenalkan cara baru yang dapat dilakukan
bila suara-suara itu datang, misalnya dengan berdoa, ngombrol dengan teman
atau petugas di sini, A juga bisa mengatakan saya tidak mau dengar kamu

Selain itu A, juga dapat melakukan kegiatan seperti nyapu, ngepel dan
ngerumput

Bagaimana A, apakah bisa?

Kira-kira mana yang A suka ?

Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap perawat
Evaluasi respon subyektif

Setelah kita ngobrol-ngobrol selama 10 menit, bagaimana perasaan A?


Evaluasi Respon obyektif

Bisakah A menyebutkan kembali cara-cara yang bisa dilakukan bila suara-suara


itu datang?
2. Rencana tindak lanjut
A tadi sudah bicara bagaimana cara mengontrol atau memutuskan suara-suara yang
di dengar, sebelum berpisah saya ingin A mengingat dan melakukan apa yang telah
kita diskusikan. Nanti bila bertemu saya akan menanyakannya lagi, bagaimana A?
3. Kontrak yang akan datang
Topik:

Kita

sepakat

akan

bertemu

lagi

besok

untuk

membicarakan

dan

mendiskusikan manfaat minum obat dan cara minum obat, A mau ?


Waktu: Kira-kira jam berapa A bisa?, jam 09.00 ya
Tempat Dimana tempat yang A inginkan?, di bawah pohon manga depan, baiklah,
sampai ketemu besok pagi ya A dan selamat istirahat.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.A

DENGAN DIAGNOSA SKIZOFRENIA RESIDUAL


DAN MASALAH UTAMA HALUSINASI DENGAR DI RUANGAN
KAKAK TUA PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 02
CIPAYUNG JAKARTA TIMUR

DISUSUN OLEH
THEODORA RETNOWULAN
NIM : 200416029

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS


PROGRAM PROFESI JALUR B
JAKARTA

2005
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Tn.A dengan Diagnosa Skizofrenia Tak
Tergolongkan dan Masalah Utama Halusinasi Dengar Di Ruangan Kakak Tua Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 02 Cipayung Jakarta Timur.
Makalah ini dapat tersusun dan selesai pada waktunya karena bantuan serta kerjasama
dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Drs. Nur Pakdiman Taufik, MM selaku Kepala Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 02 Cipayung Jakarta Timur beserta staf yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk memberikan asuhan keperawatan langsung kepada pasien.
2. Yulia Wardhani, MAN, selaku koordinator dan pembimbing profesi Keperawatan Jiwa.
3. Ns. Stevanus Andang, S.Kep, selaku pembimbing profesi Keperawatan Jiwa.
4. Ellen Panggabean, SKp, selaku pembimbing profesi Keperawatan Jiwa.
5. Ns. Antonius Gaharpung, S.Kep, selaku pembimbing profesi Keperawatan Jiwa.
6. Temanteman se-angkatan pada praktek profesi dan semua saja yang telah ikut serta
menyumbangkan saran serta dukungan selama menjalankan praktek profesi dan
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka semua bentuk
kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan senang hati untuk menyempurnakan
isi dan sistematika penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa keperawatan pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Jakarta, September 2005
Penulis

Anda mungkin juga menyukai