Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Etika dan norma bisnis adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam kegiatan bisnis yang dilakukan oleh para pelaku-pelaku bisnis. Apabila
moral pengusaha maupun pelaku bisnis merupakan suatu yang pendorong orang
untuk melakukan kebaikan, maka etika bertindak sebagai rambu-rambu yang
merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Etika
didalam bisnis merupakan hal yang harus disepakati oleh orang-orang yang
berada dalam kelompok bisnis tersebut serta kelompok terkait lainnya.
Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar,
asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi,
dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis kepentingan dan hak-hak orang
lain yang akan berkaitan dengan bisnis tersebut perlu diperhatikan.
Namun, dalam praktiknya masih terdapat kasus-kasus pelanggaran etika
dalam berbisnis termasuk di Indonesia. Permasalahan tersebut tidak hanya
disebabkan oleh faktor kepentingan laba tapi juga politik. Sehingga pihak yang
terkait tidak hanya antar pebisnis tapi juga antara pebisnis dan pemerintah yang
akan berdampak pada masyarakat bahkan lingkungan. Oleh karena itu, dalam
makalah ini penulis tertarik menganalisa berbagai macam pelanggaran yang telah
terjadi dan dampak yang ditimbulkannya dengan mengambil sampel kasus-kasus
pelanggaran etika bisnis yang terjadi di Indonesia dalam waktu tiga tahun terakhir.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja kasus pelanggaran bisnis yang terjadi di Indonesia?
2. Apa permasalahan dari kasus tersebut ditinjau dari sudut pandang etika
bisnis?
3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari kasus tersebut?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai kasus
pelanggaran

berbisnis

yang

ada

di

Indonesia

dan

dampak

yang

ditimbulkannya.

BAB II
LADASAN TEORI

2.1. Teori Etika


2.1.1 Etika Deontologi
Istilah deontologi dari kata Yunani (deon) yang berarti kewajiban. Karena itu
etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk berbuat baik. Menurut
teori ini, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat
atau tujuan baik dari tindakan itu. Dengan kata lain, tindakan itu bernilai moral
karena dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan.

2.1.2 Etika Teleologi


Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai
dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbul-kan oleh tindakan
itu. Suatu tindakan dinilai baik, kalau bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau
kalau akibat yang ditimbulkannya baik dan berguna. Kesulitan pada teori ini
adalah saat mengukur akibat yang ditimbulkan dan menentukan baik buruknya
tujuan apakah pribadi atau universal. Hal ini memunculkan dua teori teologi :
1. Aliran Egoisme
Tindakan seseorang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi
dan memajukan diri sendiri. Hal ini akan menjadi negatif bila untuk mengejar
kepentingan pribadi secara lahiriah. Hal itu dicapai dengan mengorbankan hak
dan kepentingan orang lain.
2. Etika Utilitarianisme

Prinsip dari etika utiliatirianisme adalah mengutamakan manfaat atau kegunaan


dari suatu tindakan sebagai hasil dari sebuah keputusan dengan memperhatikan
3 (tiga) prinsip :
1. Manfaat bagi semua pihak
2. Manfaat terbesar
3. Manfaat universal bagi semua pihak, dengan langkah :
4. a) mempertimbangkan berbagai alternatif.
5. b) mengevaluasi setiap alternatif
6. c) memilih alternatif paling menguntungkan/bermanfaat
7. d) Merencanakan tindakan yg tepat utk realisasi allternatif
2.2. Pengertian Keadilan dan Jenis Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal,
baik menyangkut benda atau orang. Keadilan merupakan suatu hasil pengambilan
keputusan

yang

mengandung

kebenaran,

tidak

memihak

dapat

dipertanggungjawabkan serta memperlakukan setiap orang pada kedudukan yang


sama didepan hukum.
Ada tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan tertuju pada orang lain:
Pertama keadilan selalu tertuju pada orang lain atau keadilan sealau di tandai oleh
berbagai hal yang dilakukan orang tersebut (J. Finnis). Masalah keadilan atau
ketidak adilan hanya timbul dalam konteks antar manusia untuk itu perlu
diperlakukan sekurang-kurangnya dua orang manusia bila pada suatu saat hanyya

tinggal satu manusia di bumi ini, masalah keadilan atau ketidak adilan tidak
berperan lagi. Kedua keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan, jadi keadilan
tidak diharapkan saja atau dianjurkan saja sehingga kita mempunya kewajiban dan
cirri khas yang khusus disebabkan karena keadilan selalu berkaitan dengan hak
orang lain. Kita akan memberikan sesuatu karena alas an keadilan. Kita harus
selalu atau wajib memberikan sesuatu karena alas an lain, kita tidak akan wajib
dan akan memberikannya. Ketiga keadilan menurut persamaan atau equality, atas
dasar keadilan kita harus memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi
haknya, tanpa kecuali. Orang baru pantas disebut orang yang adil, bila ia berlaku
adil terhadap semua orang. Beberapa jenis keadilan yang kita ketahui,
diantaranya:
1. Keadilan

Komutatif

(iustitia

commutativa)

yaitu

keadilan

yang

memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya


berdasarkan hak seseorang (diutamakan obyek tertentu yang merupakan
hak seseorang).
2. Keadilan Legal (iustitia Legalis) yaitu keadilan berdasarkan UndangUndang (obyeknya tata masyarakat) yang dilindungi UU untuk kebaikan
bersama.
3. Keadilan Distributif (iustitia distributiva) yaitu keadilan yang memberikan
kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya berdasarkan asas
proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan kecakapan, jasa atau
kebutuhan.

4. Keadilan

Vindikatif

(iustitia

vindicativa)

adalah

keadilan

yang

memberikan kepada masing-masing orang hukuman atau denda sesuai


dengan pelanggaran atau kejahatannya.
5. Keadilan Kreatif (iustitia creativa) adalah keadilan yang memberikan
kepada masing-masing orang bagiannya berupa kebebasan untuk mencipta
sesuai dengan kreatifitas yang dimilikinya di berbagai bidang kehidupan.
6. Keadilan Protektif (iustitia protective) adalah keadilan yang memberikan
perlindungan kepada pribadi-pribadi dari tindakan yang sewenang-wenang
pihak lain.
7. Keadilan Sosial menurut Franz Magnis Suseno, keadilan socsal adalah
keadilan yang pelaksanaannya tergantung dari struktur proses ekonomi,
politik, social, budaya dan ideologis dalam masyarakat. Maka struktur
social adalah hal pokok dalam mewujudkan keadilan social. Keadilan
social tidak hanya menyangkut upaya penegakkan keadilan-keadilan
tersebut melainkan masalah kepatutan dan pemenuhan kebutuhan hidup
yang wajar bagi masyarakat.
2.3. Corporate Social Responsibility
2.3.1

Pengertian Corporate Social Responsibility


Corporate Social Responsibility dalah komitmen perusahaan atau dunia

bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan


dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan

pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial dan


lingkungan (Irham Fahmi, 3013).
2.4. Fraud
2.4.1.
Definisi Fraud
Fraud (kecurangan) merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara
disengaja dan itu dilakukan untuktujuan pribadi atau kelompok, dimana
tindakan yang disengaja tersebut telah menyebabkan kerugian bagi pihak
tertentu atau institusi tertentu. Dalam fraud itu sendiri dapat diartikan
dengan berbagai makna yang terkandung didalamnya sebagai:
a. Kecurangan
b. Kebohongan
c. Penipuan
d. Kejahatan
e. Penggelapan barang-barang
f. Manipulasi data-data
g. Rekayasa informasi
h. Mengubah opini publik dengan memutarbalikan fakta yang ada
i. Menghilangkan barang bukti dengan sengaja
2.4.2.
Etika Bisnis dan Fraud
Ada hubungan yang erat antara etika bisnis dan fraud. Bahwa segala
sesuatu tindakan yang bersifat fraud bisa dikatakan sebagai pelanggaran
etika. Dari definisi diatas dapat diapahami bahwa fraud merupakan
tindak kejahatan yang bersifat disengaja baik langsung maupun tidak
langsung.

BAB III
STUDI KASUS

3.1. Contoh Kasus Permasalahan Etika Bisnis di Indonesia


3.1.1. Jejak Korupsi Global pada Panama Papers

Sebuah kebocoran dokumen finansial berskala luar biasa mengungkapkan


bagaimana 12 kepala negara (mantan dan yang masih menjabat) memiliki
perusahaan

di

yuridiksi

bebas

pajak

(offshore)

yang

dirahasiakan.

Setidaknya ada 128 politikus dan pejabat publik dari seluruh dunia yang namanya
tercantum dalam jutaan dokumen yang bocor ini. Mereka terkait dengan berbagai
perusahaan gelap yang sengaja didirikan di wilayah-wilayah surga bebas pajak.
Total catatan yang terbongkar mencapai 11,5 juta dokumen. Keberadaan semua
data ini memberikan petunjuk bagaimana firma hukum bekerjasama dengan bank
untuk menjajakan kerahasiaan finansial pada politikus, penipu, mafia narkoba,
sampai

miliuner,

selebritas

dan

bintang

olahraga

kelas

dunia.

Temuan itu merupakan hasil investigasi sebuah organisasi wartawan global,


International Consortium of Investigative Journalists, sebuah koran dari Jerman
SddeutscheZeitung dan lebih dari 100 organisasi pers dari seluruh dunia. Satusatunya media di Indonesia yang terlibat dalam proyek investigasi ini adalah
Tempo.

Data yang bocor berisi informasi sejak 40 tahun lalu, sejak 1977 sampai awal
2015. Keberadaan dokumen ini memungkinkan publik untuk mengintip
bagaimana dunia offshore bekerja, bagaimana fulus gelap mengalir di dalam jagat
finansial global secara rahasia, mendorong lahirnya banyak modus kriminalitas
dan merampok pundi-pundi negara dari pajak yang tak dibayarkan.

Kebanyakkan jasa yang ditawarkan perusahaan offshore tidak melanggar hukum,

jika digunakan oleh warga negara yang taat hukum. Namun dokumen ini
menunjukkan bagaimana bank, kantor pengacara dan pelaku dunia usaha kerap
tidak mengikuti prosedur hukum yang berlaku untuk memastikan klien mereka
tidak terlibat korupsi, pelarian pajak atau kegiatan kriminal lainnya.

Jutaan dokumen ini menunjukkan bahwa bank-bank besar adalah motor utama di
balik pendirian perusahaan-perusahaan di British Virgin Islands, Panama, dan
surga bebas pajak lain, yang sulit dilacak penegak hukum. Ada daftar sekitar
15.600 perusahaan papan nama (paper companies) yang dibuatkan oleh bank
untuk klien mereka yang ingin keuangan mereka tersembunyi. Di antara bank
tersebut

adalah

UBS

dan

HSBC.

Mossack Fonsesca adalah salah satu pembuat perusahaan cangkang (shell


companies) terbaik di dunia. Perusahaan cangkang adalah sebuah struktur
korporasi yang bisa digunakan untuk menyembunyikan kepemilikan aset
perusahaan. Total ada 214.488 nama perusahaan offshore di dokumen yang bocor
ini. Ratusan ribu perusahaan itu terhubung dengan orang-orang dari 200 negara.
ICIJ akan mempublikasikan seluruh nama perusahaan ini pada awal Mei 2016.

Data ini mencakup email, tabel keuangan, pasport dan catatan pendirian
perusahaan, yang mengungkapkan identitas rahasia dari pemilik akun bank dan
perusahaan di 21 wilayah/yuridiksi offshore, mulai dari Nevada, Singapura
sampai

British

Virgin

Islands.

Di Indonesia, nama-nama para miliarder ternama yang setiap tahun masuk dalam
daftar orang terkaya versi Forbes Indonesia juga bertebaran dalam dokumen
Mossack Fonseca. Mereka membuat belasan perusahaan offshore untuk keperluan
bisnisnya. Salahsatunya adalah Sandiaga Uno, pebisnis terkemuka yang kini
tengah

mencalonkan

diri

menjadi

calon

Gubernur

DKI

Jakarta.

Memiliki perusahaan offshore bukanlah sesuatu yang otomatis ilegal. Untuk


sejumlah

transaksi

merupakan

internasional,

sebuah

pilihan

memiliki
yang

perusahaan
logis

offshore

secara

bahkan

bisnis.

Namun, dokumen Mossack Fonseca mengindikasikan bahwa klien dari firma itu
meliputi penipu skema ponzi, mafia narkoba, penggelap pajak, dan setidaknya
satu terpidana kasus pelecehan seks yang sedang dipenjara. Di Indonesia, dua
nama yang kerap dicari penegak hukum untuk kepentingan penyidikan kasus
korupsi, yakni Muhammad Riza Chalid dan Djoko Soegiarto Tjandra, juga
tercantum dalam dokumen yang bocor ini.
Sumber : https://investigasi.tempo.co/panama

3.1.2. Pihak Ketiga Mainkan Tender Petral (Kasus Mafia Migas


Indonesia)
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said
mengungkapkan, ada pihak ketiga yang memainkan proses tender pengadaan
bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah di Pertamina Energy Trading Ltd

10

(Petral). Dia menyebutkan, berdasarkan catatan dari hasil audit (forensik) yang
telah rampung, pihak ketiga tersebut bukan berasal dari Petral maupun PT
Pertamina (Persero). "Satu yang terbukti, tercatat dari berbagai dokumentasi, ada
pihak ketiga yang bukan bagian dari manajemen Petral dan Pertamina," ujarnya di
Jakarta,

Minggu

(8/11/2015).

Pihak ketiga yang ikut campur serta melakukan intervensi dalam proses
pengadaan dan jual-beli minyak mentah maupun produk BBM ini terbukti
mengatur

tender

di

Petral

Mantan bos PT Pindad (Persero) ini menyatakan, audit Petral sudah selesai pada
Kamis (5/11/2015) kemarin, dan sudah didiskusikan dengan Menteri BUMN Rini
Soemarno. Hasil audit tersebut sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo
(Jokowi).

"Jumat besoknya, kami diskusikan dengan Menteri BUMN dalam

perjalanan ke Lampung. Sudah berikan brief ke Presiden juga dalam garis besar,"
pungkasnya.
Sumber : http://ekbis.sindonews.com
Reporter: Yanuar Riezqi Yovanda
Publikasi: Minggu, 8 November 2015

3.2. Analisis Kasus Permasalahan Etika Bisnis di Indonesia


3.2.1. Kasus Pertama: Jejak Korupsi Global pada Panama Papers
Saat ini pajak merupakan sumber penerimaan yang dominan dalam struktur
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hampir 70 persen
penerimaan berasal dari sektor pajak. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan data
yang diperoleh dari website resmi kemenkeu pada tahun 2015 penerimaan
11

pajak sebesar Rp 1201,7 triliun atau 67 persen dari seluruh penerimaan negara
dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (ABPN) 2015. Namun, sayangnya
pendapatan pajak belum terserap dengan maksimal karena masih banyak warga
negara Indonesia yang berpenghasilan tinggi menyembunyikan kekayaannya
pada negara tax havens, hal ini dapat dibuktikan dengan ribuan daftar nama
warga negara Indonesia pada dokumen Panama Papers.
Terkait adanya sejumlah pejabat Indonesia yang tertuang dalam skandal
panama papers, tentunya melanggar etika seorang pemimpin. Karena jika kita
mengarah ke undang-undang maka tercatat jelas bahwa setiap negara wajib
memberikan kemakmuran kepada masyarakatnya.
Kemudian jika mengarah pada Pancasila tertuang jelas dikatakan bahwa
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tentunya kasus panama papers
telah melanggar etika UU, karena pemerintah telah mendesak setiap warga
negara untuk membayar pajak.
Kasus Panama Papers yang menyeret para pebisnis dan sebagian pejabat di
Indonesia yang menyimpan kekayaannya pada firma mossack fonseca dapat
tergolong management fraud bahkan organized crime apabila indikasi bahwa
penyimpanan kekayaan tersebut bertujuan untuk menghindari pajak dan
bentuk kejahatan seperti pencucian uang telah terbukti.
3.2.2. Kasus Kedua: Pihak Ketiga Mainkan Tender Petral (Kasus Mafia
Migas Indonesia)
Dalam kasus Petral terdapat peran pihak ketiga (eksternal) yang bekerjasama
dengan pihak internal perusahaan Petral yang memainkan proses tender
pengadaan bahan bakar minyak dan minyak mentah sehingga menyebabkan Petral

12

tidak dapat memperoleh harga terbaik dalam jual beli minyak mentah maupun
bahan bakar.
Jikaa dilihat dari perspektif teori etika bisnis, kasus Petral merupakan bentuk
kejahaan kolusi (collusion) karena kecurangan yang dilakukan dalam kasus Petral
melibatkan lebih dari dua orang dengan tujuan untuk menguntugkan orang-orang
tersebut, tapi merugikan perusahaan atau pihak ketiga. Pada kasus Petral, pihak
yang dirugikan adalah Petral sendiri karena akibat adanya kebocoran informasi
yang dilakukan pihak internal demi keuntungan pribadi kepada pihak luar
menjadikan Petral kehilangan kesempatan untuk bersaing di pasar minyak.
Oleh karena itu, sebaiknya pihak Petral melakukan reshuffle organisasi dan
melakukan sistem pengendalian intern yang kuat sebagai upaya kebocoran
informasi internal perusahaan tidak terjadi lagi

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar,

asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak.


Namun, dalam praktiknya masih terdapat kasus-kasus pelanggaran etika dalam

13

berbisnis termasuk di Indonesia. Permasalahan tersebut tidak hanya disebabkan


oleh faktor kepentingan laba tapi juga politik. Dari berbagai kasus yang telah
dibahas pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran etika bisnis
dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk apapun. Pada kasus Panama Papers
yang tergolong manajemen fraud, pihak yang dirugikan adalah negara karena
mengurangi pendapatan nasional melalui pajak, nyatanya pajak merupakan
penyokong terbesar dalam APBN dan berfungsi sebagai pemerataan serta
stabilisasi perekonomian suatu negara. Sementara pada kasus Petral yang
tergolong kolusi, pihak yang dirugikan adalah perusahaan itu sendiri sehingga
menyebabkan terancamnya kelangsungan usaha Petral.

DAFTAR PUSTAKA
Fahmi, Irham.2013.Etika Bisnis Teori, Kasus dan Solusi.Bandung:Alfabeta.
http://www.merdeka.com, diakses pada tanggal 27 Maret 2016
https://investigasi.tempo.co/panama, diakses pada tanggal 27 Maret 2016

14

Sumber : http://ekbis.sindonews.com, diakses pada tanggal 27 Maret 2016


www.gurupendidikan.com, diakses pada tanggal 28 Maret 2016
http://www.kemenkeu.go.id, diakses pada tanggal 28 Maret 2016
https://id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 27 Maret 2016
www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 28 Maret 2016

15

Anda mungkin juga menyukai