Anda di halaman 1dari 7

GLOBALISASI

OLEH:

NURUL NABILA SANDHI


A11114311
ILMU EKONOMI

GLOBALISASI
Globalisasi sendiri merupakan suatu sistem saling ketergantungan antar negara
di seluruh dunia yang saling menguntungkan, baik dalam hal sospol maupun
pembangunan ekonomi yang didasari oleh aturan hukum. Sedangkan menurut IMF,
globalisasi merupakan pertumbuhan saling ketergantungan ekonomi antar negara
di seluruh dunia melalui peningkatan volume dan berbagai transaksi barang dan
jasa melalui lintas perbatasan dan arus modal internasional, dan juga melalui
penyebaran difusi teknologi yang cepat dan luas.
Perkembangan globalisasi di dunia tidak lepas dari pengaruh negara Barat.
Dimana secara tradisional perkembangan globalisasi dapat ditelusuri melalui jejakjejak pada jaman kolonisasi di negara Barat. Sedangkan secara eksternal kolonisasi
negara Barat tidak dapat diacuhkan, walau pada awalnya melalui kegiatan
perdagangan yang masuk ke wilayah Timur dengan misi kebudayaan dan
kemanusiaan. Hingga akhirnya misi ini menciptakan kolonisasi intelektual,
pembentukan sistem negara-bangsa, dan kontrol Eropa-Amerika dalam ekonomi
dan teknologi informasi.

GLOBALISASI EKONOMI
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan
perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar
yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara.
Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan
hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur
dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan
semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar
produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga
membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

Globalisasi yang dimaknai sebagai sebuah kolonialisme pada akhirnya di masa


kekinian bertransformasi menjadi Neo-Kolonialisme. Para ahli menegaskan bahwa
Neo-Kolonialisme mempunyai efek destruktif yang lebih besar daripada
kolonialisme. Seperti halnya kolonialisme, agent-agent Neo-Kolonialisme meliputi
kekuatan internal dan eksternal. Kekuatan eksternal adalah kekuatan negara-negara
Eropa besar dan United States, yaitu sebagai kekuatan Barat. Sedangkan kekuatan
internal termasuk di dalamnya beberapa elit- elit politik dan intelektual yang
mempunyai kepentingan pribadi. Karena itu, mereka beraliansi baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan kekuatan eksternal neo-kolonialisme.
Pada saat ini agenda free trade (perdagangan bebas) telah mendominasi semua
kebijakan ekonomi yang dijalankan di berbagai negara. Bahkan, free trade telah
mendefinisikan ulang semua hubungan internasional (bilateral dan regional) di
antara berbagai negara menjadi di bawah dominasi kesepakatan perdagangan
bebas.
Agenda Neo-Liberalisme Dalam Kesepakatan Free Trade
1. LIBERALISASI: membebaskan perusahaan-perusahaan swasta dari berbagai
aturan pemerintah yang mengikat. Perdagangan internasional dan investasi
dibuka sebesar-besarnya.
2. DEREGULASI: mengurangi peraturan-peraturan pemerintah yang bisa merugikan
kalangan pengusaha.
3. PRIVATISASI: menjual BUMN-BUMN di bidang barang dan jasa kepada investor
swasta, termasuk bank-bank, industri strategis, jalan raya, jalan tol, listrik,
sekolah, rumah sakit, bahkan air minum.
4. MEMOTONG PENGELUARAN PUBLIK dalam hal pelayanan sosial: pengurangan
anggaran sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur publik jalan,
jembatan, air bersih guna mengurangi peran pemerintah; untuk diberikan ke
swasta.
5. MENGHAPUS KONSEP BARANG PUBLIK: menghapus tanggung jawab pemerintah
atas kesehatan, pendidikan, jaminan sosial dan lainnya; menggantinya dengan
tanggung jawab individual.
6. FLEKSIBILITAS PASAR TENAGA KERJA: menghapuskan hak-hak pekerja lewat kerja
kontrak/out-sourcing, peniadaan tunjangan kerja dan pesangon, pemudahan
PHK, pelemahan Serikat Buruh dll.
Krisis Global Terjadinya 3 F
1. FINANCE: Krisis pasar keuangan dunia dipicu oleh bangkrutnya pasar sub-prime
mortgage AS sebesar $ 400 milyar, memicu kerugian korporasi-korporasi
keuangan. Krisis Dollar AS: jatuhnya $ terhadap Euro Akibat dari menggilanya
pasar spekulasi keuangan yang tak terkontrol (bubble economy), sementara
pasar riil stagnan.
2. FUEL: Krisis energi membuat harga minyak melambung tinggi, dari di bawah $
25 per- barrel sebelum perang Irak (2001) menjadi $ 127 per-barrel saat ini (dan
masih terus naik) .
3. FOOD: Krisis pangan karena naiknya harga-harga komoditas pangan: beras naik
217%; gandum 140%; jagung 125%; kedelai 110%.

Rezim Keuangan Global


1. Modal swasta mendominasi total arus keuangan ke negara berkembang. Dari $
285 milyar di tahun 1996, modal swasta merupakan $ 244 milyar (lebih dari
80%).
2. Arus modal swasta 5x lebih besar dari arus modal ofisial. Di tahun 1990 arus
swasta baru $ 44,4 milyar, tetapi di tahun 1996 sudah $ 234,8 milyar.
Sedangkan arus pembiayaan ofisial di tahun 1990 $ 56,3 milyar, dan tahun 1996
malah turun menjadi $ 40,8 milyar.
3. Dalam hal komposisinya, maka didominasi investasi asing langsung (FDI),
investasi portofolio dan pinjaman bank komersial. Muncul instrumen keuangan
baru yang dipakai para spekulan (hedge fund), seperti transaksi derivatif,
obligasi internasional, Eurobonds, dana pensiun, GDR, dan lain-lain.
4. Investasi portofolio inilah yang bersifat jangka pendek dan mudah menguap
(volatile) karena dapat cepat ditarik dan dipindahkan ke tempat lain (karena itu
disebut pula hot money).
Rezim Perdagangan Global
1. Perluasan akses pasar dan mekanisme pasar: pembukaan akses pasar untuk
semakin terbuka seluas-luasnya di suatu negara adalah dasar utama dari
perdagangan bebas. Untuk itu dijalankan melalui penghapusan atau penurunan
tarif atas suatu produk hingga 0%. Demikian pula dijalankan penghapusan atas
subsidi dan dukungan negara yang menghambat bekerjanya mekanisme pasar.
2. Harmonisasi Tarif: Seluruh hambatan di perbatasan harus dirubah hanya menjadi
tarif. Karenanya secara terjadual akan dihapuskan seluruh hambatan-hambatan
non-tarif yang ada.
3. Most Favoured Nation (MFN). Mengharuskan pemerintah memperlakukan semua
negara, investasi dan perusahaan asing secara sama dari segi hukum atau non
diskriminasi. Misalnya, Negara tidak dapat menghentikan impor daging sapi dari
Eropa bila ia tetap mengimpor daging sapi dari negara lain.
4. National Treatment (NT). Mengharuskan semua negara untuk memperlakukan
sama antara investor asing dengan perusahaan domestik. Jadi pemerintah tidak
boleh memberikan perlakuan beda yang lebih menguntungkan perusahaan lokal,
misalnya.
5. Penghapusan restriksi kuantitatif. Melarang penggunaan restriksi selain tarif dan
bea. Negara tidak boleh membatasi ekspor atau impor dengan menetapkan
kuota untuk membatasi arus barang.
6. Liberalisasi progresif: seluruh sektor ekonomi didorong untuk melakukan
liberalisasi, termasuk autonomous liberalization (liberalisasi yang dilakukan
secara sukarela).
Rezim Investasi Global
1. Investasi asal mulanya adalah kegiatan yang terkait dengan perdagangan dalam
rejim kolonial.

2. Dimulai dengan investasi kolonial, yaitu (1) investasi lama untuk eksploitasi
sumberdaya alam dan pertanian; (2) investasi baru untuk menguasai pasar lokal
serta penguasaan bahan baku dan buruh murah agar kompetitif di pasar
internasional.
3. Aturan-aturan investasi dengan begitu lebih mengenai rejim perdagangan,
bukan mengenai hubungan yang kompleks antara investor dengan negara
penerima investasi. Ini adalah konsep yang sempit tentang investasi.
Dampak Ekonomi Pada Kebijakan Neo-Liberalisme
1. Hilangnya ruang pengambilan kebijakan (The loss of policy space) pemerintah
lama kelamaan tidak lagi dapat menentukan kebijakan yang tepat sesuai
kebutuhan masyarakatnya;
2. Negara-negara tersebut tidak lagi dapat menikmati pendapatan dari
pemberlakuan tarif;
3. Banyak negara ini mengalami proses de-industrialisasi dimana banyak sektor
industri yang mati atau gulung tikar (mis. tekstil, alas kaki, elektronik, dll.);
4. Semakin meluasnya kemiskinan, kelaparan dan pengangguran; Kerusakan
lingkungan meluas.
GLOBALISASI SOSIAL-BUDAYA
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak
mengenal batas wilayah. Sosial adalah bermasyarakat, hubungan interaksi dengan
orang lain. Budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yanng meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat-istiadat, dan
kemampuan lain serta yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Jadi pengaruh globalisasi terhadap sosial budaya adalah suatu proses tatanan
masyarakat yang tidak mengenal batas wilayah yang bisa mempengaruhi terhadap
hubungan masyarakat dan budaya.
Akhir-akhir ini kita melihat bahwa kesadaran kemanusiaan mengalami
penurunan. Konformisme pada perilaku kolektif mendominasi kehidupan sehari-hari.
Kekasaran, kekerasan, kebrutalan, dan sadisme terus terjadi. Seolah-olah bangsa ini
sedang melakukan berbagai eksperimen dalam berperilaku.
Perubahan yang demikian drastis sejak terjadinya krisis ekonomi 1997, yang
berkembang menjadi krisis multidemensi termasuk di dalamnya sosial budaya,
membuat suatu pilihan tentang apa yang telah dilakukan oleh masyarakat
Indonesia. Pilihan dimaksud adalah reformasi, transformasi atau deformasi.
Sepertinya ketiga pilihan sudah diambil oleh masyarakat kita, coba perhatikan :
1. Reformasi : Pada hakekatnya reformasi adalah pilihan utama rakyat Indonesia,
hal ini terjadi karena terfokusnya elit politik pada era orde baru, sehingga
masyarakat dengan dipelopori oleh kalangan kampus (mahasiswa) merubah
tatanan yang tidak semestinya dilakukan, dengan memformulasikan aturanaturan baru, dengan memegang pada nilai-nilai lama yang diharapkan dapat
mengentaskan Indonesia dari keterpurukannya.

2. Transformasi : Kadang-kadang apa yang dilakukan oleh masyarakat karena


harapannya ingin cepat mencapai hasil, maka tanpa disadari apa yang terjadi
adalah merupakan transformasi.
3. Deformasi :
Yang lebih parah lagi adalah apa yang kenyataannya terjadi pada
lapisan masyarakat pada awal reformasi, tindakan kekerasan baik berupa
perkosaan terhadap etnis cina, penjarahan mal-mal disertai dengan
pembakaran, kerusuhan massa yang terjadi di Jakarta, Solo, Semarang, sampai
dengan mengarahnya pada kondisi disintegrasi di Aceh, Papua, Maluku/Ambon,
karena munculnya gerakan separatisme bersenjata. Yang kalau kita lihat
kenyataan di atas merupakan deformasi.
Dilihat dari 7 unsur universal kebudayaan, maka kondisi sosial budaya Indonesia
saat ini adalah sebagai berikut :
1. Bahasa : sampai saat Indonesia masih konsisten dalam bahasa yaitu bahasa
Indonesia. Sedangkan bahasa-bahasa daerah merupakan kekayaan plural yang
dimiliki bangsa Indonesia sejak jaman nenek moyang kita. Bahasa asing (Inggris)
belum terlihat popular dalam penggunaan sehari-hari, paling pada saat seminar,
atau kegiatan ceramah formal diselingi denga bahasa Inggris sekedar untuk
menyampaikan kepada audien kalau penceramah mengerti akan bahasa Inggris.
2. Sistem teknologi : perkembangan yang sangat menyolok adalah teknologi
informatika. Dengan perkembangan teknologi ini tidak ada lagi batas waktu dan
negara pada saat ini, apapun kejadiannya di satu negara dapat langsung dilihat
di negara lain melalui televisi, internet atau sarana lain dalam bidang
informatika.
3. Sistem mata pencarian hidup/ekonomi : Kondisi pereko-nomian Indonesia saat ini
masih dalam situasi krisis, yang diakibatkan oleh tidak kuatnya fundamental
ekonomi pada era orde baru. Kemajuan perekonomian pada waktu itu hanya
merupakan fatamorgana, karena adanya utang jangka pendek dari investor
asing yang menopang perekonomian Indonesia.
4. Organisasi Sosial : Bermunculannya organisasi sosial yang berkedok pada agama
(FPI, JI, MMI, Organisasi Aliran Islam/Mahdi), Etnis (FBR, Laskar Melayu) dan Ras.
5. Sistem Pengetahuan : Dengan adanya LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia) diharapkan perkembangan pengetahuan Indonesia akan terus
berkembang sejalan dengan era globalisasi.
6. Religi : Munculnya aliran-aliran lain dari satu agama yang menurut pandangan
umum bertentangan dengan agama aslinya. Misalnya : aliran Ahmadiyah, aliran
yang berkembang di Sulawesi Tengah (Mahdi), NTB dan lain-lain.
7. Kesenian : Dominasi kesenian saat ini adalah seni suara dan seni akting (film,
sinetron). Seni tari yang dulu hampir setiap hari dapat kita saksikan sekarang
sudah mulai pudar, apalagi seni yang berbau kedaerahan. Kejayaan kembali
wayang kulit pada tahun 1995 1996 yang dapat kita nikmati setiap malam
minggu, sekarang sudah tidak ada lagi. Seni lawak model Srimulat sudah
tergeser dengan model Extravagansa. Untuk kesenian nampaknya paling
dinamis perkembangannya.

GLOBALISASI POLITIK
Globalisasi politik adalah proses masuknya suatu pola atau nilai-nilai yang
diterimasecara menyeluruh Karen amembawa pembaharuan dan menguntungkan
di bidang politik,seperti kerja sama-kerja sama politik antar Negara dengan
membentuk suatu organisasiinternasional multilateral. Globalisasi politik disebut
juga global governance.
Globalisasi memudahkan manusia dalam berhubungan, termasuk dalam
menjalin kerja sama dalam bidang diplomatic dengan Negara-negara lain. Hal ini
dimungkinkan karena kerja sama, baik dalam perdagangan maupun dalam politik
mampu membuat negeri kita dikenal oleh bangsa lain dengan lebih baik dengan
adanya kunjungan dan komunikasi baik langsung maupun tidak langsung, mampu
mempererat hubungan antara dua Negara atau lebih. Jadi, jika sebuah Negara tidak
mau terasing oleh masyarakat dunia, kita harus mau membuka diri supaya tidak
tertinggal dalam hal apapun. Globalisasi memungkinkan untuk menjadikan Negaranegara yang lebih terbuka dengan ekonomi kita dan bahkan dalam hal ratifikasiratifikasi undang-undang tertentu.
Kekuatan demokrasi (yang dipahami sebagai kekuatan massa) memakai media
partai sebagai corong pembelaan ideologinya. Partai sendiri mencoba untuk
mengatur kesejahteraan anggota partainya masing-masing. Untuk itu perlu
stabilitas politik yang mantap. Konsep stabilitas politik yang mantap, bukan hanya
trade mark penganut Rostowian, fenomena negara-negara komunis pun
menunjukkan hal yang serupa. Sebagai langkah taktis maka negara telah membuat
beberapa kerangka kebijakan. Kebijakan tersebut dijabarkan oleh Waters (1995)
menjadi pertama pembangunan kapasitas negara itu sendiri, sehingga
pemberdayaan swasta menjadi sektor yang penting. Di titik ini negara hanya
berperan untuk mancerdaskan masyarakatnya dengan melakukan pendidikan
politik. Kedua tempat atau kekuasaan negara menjadi tersembunyi dibalik
kekuasaan para birokrat. Ketiga intervensi dari negara cenderung merusak
kestabilan dan mekanisme pasar. Keempat negara tidak mampu lagi memberikan
kemanan seperti terorisme, sindikat obat-obatan, AIDS dan lingkungan. Kelima
Dengan persekutuan internasional, negara menjadi lebih berbahaya dari keamanan.
Hal ini membagi dunia kepada permusuhan dimana komitmen pengadaan teknologi
militer mempunyai satu tujuan.
Globalisasi politik ini menjadikan negara mengalami disetisasi atau pelemahan
negara. Kelompok pendukung negara mulai melokal. Komunitas perdagangan
menjadi mengecil dan digantikan oleh kepentingan lokal dan menjadi inisiatif warga
negara.
Akibat globalisasi, ada beberapa masalah yang dulu dianggap lokal menjadi
masalah global. Isu masalah ini sangat sensitif dan krusial, sehingga sering kali
mengundang intervensi dari suatu negara ke negara lain. Padahal setiap negara
mempunyai hak yang absolut untuk menentukan otonomi dari suatu negara.
Masalah hak-hak manusia (atau disebut dengan etatocentric) akan membawa
dan mengangkat kemampuan manusia untuk melawan kedaulatan negara.
Pelembagaan etatosentrik dari legal secara politik sampai kepada ekonomi telah

memberikan
kesempatan
kepada
porsi
nilai-nilai
kemanusiaan
dalam
pembangunan. Dalam posisi ini negara harus tunduk kepada beberapa konvensi
hak asasi manusia dan beberapa turunannya dalam konvensi hak PBB. Implikasinya,
sebuah negara harus bersikap demokratis dan siap untuk merubah beberapa
kebijakan yang melanggar etatosentrik. Internasionalisasi etatosentrik lebih
cenderung mengambarkan keberpihakan politik negara maju kepada negara dunia
ketiga.
Isu lingkungan hidup menggambarkan kecemasan dunia barat terhadap perilaku
negara dunia ketiga dalam mengeksplorasi sumber dayanya. Pemanasan global,
polusi, efek rumah kaca dan kelangkaan flora fauna dijadikan komoditas politik
negara maju dalam mengatur kebijakan politik dan ekonomi negara dunia ketiga.
Sebuah bantuan (baca : hutang) luar negeri negara dunia ketiga, acap kali dibumbui
proposal lingkungan hidup (termasuk demokratisasi tentunya) dengan versi negara
investor. Standarisasi ini menjadikan negara dunia ketiga menjadi tidak independen
dalam menentukan sikap politik negara masing-masing.
Kebutuhan akan agenda dan masalah bersama di antara negara-negara di dunia
mengerucut kepada ide untuk membentuk organisasi internasional. Konsensus dari
organisasi internasional ini telah membawa kesadaran kolektif beberapa negara
tehadap permasalahan yang dihadapinya. Sebuah pembangunan di kawasan akan
berhadapan dengan perbedaan budaya, kebutuhan dan cara pandang suatu negara
terhadap sikap sosial, politik, ekonomi, budaya sampai pertahanan dan kemanan.
Komunitas professional juga mempunyai kebutuhan bersama terhadap ratifikasi
traktat atau konvensi yang diberikan oleh PBB. Pada akhirnya, jaringan organisasi
ini lebih mudah untuk digunakan dari pada kemampuan kekuatan diplomatik antara
negara.
Fenomena cukup menarik ditunjukkan bahwa globalisasi politik berimplikasi
pada model hubungan internasional, secara spesifik dengan globalisasi tiga dunia
(kapitalis, sosialis maupun dunia ketiga) dapat bersatu. Perang dingin telah menjadi
sejarah, dan kepentingan untuk membentuk dunia baru telah menjadi kepentingan
bersama. Interpretasi dari analisis ini ditunjukkan Waters (1995). Pertama
pembangunan liberalisasi demi menunjukkan meleburnya kekuatan super power
(pasca Soviet). Kedua Kemenangan USA dalam perang dingin dan perang di Kuwait
(dan terbaru di Afghan) merupakan kombinasi antara negara adi daya militeristik
dengan negara yang kuat pendanaan. Ketiga kepentingan dunia yang multipolar
telah berganti menjadi model hubungan internasional.

Anda mungkin juga menyukai