Anda di halaman 1dari 19

1.

Syarat terjadinya pembakaran pada sebuah motor adalah tersedianya oksigen yang cukup,
bahan bakar yang cukup dan panas atau api yang baik.
a. Proses terjadinya pembakaran pada motor bensin.
Campuran bahan bakar-udara dihisap masuk ke dalam silinder. Selanjutnya
dikompresi oleh gerak naik piston. Campuran yang dikompresi itu, selanjutnya
dibakar oleh busi. Terjadilah ledakan yang akan mendorong piston kebawah,
selanjutnya memutar crankshaft melalui batang piston dan disalurkan ke roda gigi.
Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut: Sewaktu piston berada pada
titik mati atas (TMA), katup masuk membuka dan campuran bahan bakar diisap ke
dalam silinder. Saat piston sampai di titik mati bawah (TMB) katup masuk menutup
dan saat piston bergerak ke TMA gas akan dikompresikan. Pengapian terjadi seketika
pada TMA/sebelum TMA, sehingga menimbulkan peningkatan temperatur dan
tekanan gas yang cepat. Kemudian gas diekspansikan selama langkah usaha (TMATMB). Setelah itu piston bergerak dari TMB-TMA dan pada saat itu katup buang
membuka, dan gas akan ditekan keluar melalui lubang pembuangan.
Busi menghasilkan pijaran api diantara elektrodanya untuk membakar
campuran udara dan bahan bakar pada saat busi menerima tegangan tinggi dari Coil
pengapian. Saat campuran udara-bahan bakar meledak, temperatur naik sekitar
2500oC dan tekanan menjadi 50 kg/cm2 di ruang bakar.
b. Perkembangan teknologi untuk memperbaiki kualitas pembakaran.
1) EFI
EFI adalah sebuah sistem penyemprotan bahan bakar yang dalam kerjanya
dikontrol secara elektronik agar didapatkan nilai campuran udara dan bahan
bakar selalu sesuai dengan kebutuhan motor bakar, sehingga didapatkan daya
motor yang optimal dengan pemakaian bahan bakar yang minimal serta
mempunyai gas buang yang ramah lingkungan.
2) Multipoint Injection dan Direct Injection
Teknologi ini membuat mesin menjadi lebih efisien dengan menggunakan
satu injektor untuk tiap silindernya. Injektor bensin langsung menyemprotkan
kabut bensin ke dalam ruang bakar. Efeknya, pengabutan lebih sempurna pada
tiap silinder, dengan suplai bensin yang lebih sedikit, konsumsi bahan bakar
pun lebih irit.
3) Multivalve
Di akhir '80 an memang sudah diterapkan pada beberapa mesin dengan
katup lebih dari 2 pada tiap silindernya. Namun, perkembangannya menjadi

lebih meluas lagi dengan menggunakan 4 buah katup per silinder. Efeknya,
suplai bahan bakar maupun gas buang menjadi lebih banyak dan bisa
tersalurkan dengan optimal. Ditambah lagi, dengan adanya variable valve
timing, yaitu waktu buka/tutup katup yang disesuaikan dengan putaran mesin.
Cara kerja teknologi ini cukup simple, untuk menghitung waktu buka tutup
katup ( valve timing ) yang optimal, ECU ( Electronic Control Unit )
menyesuaikan dengan kecepatan mesin, volume udara masuk, posisi throttle
( akselerator ) dan temperatur air. Supaya target valve timing senantiasa
terwujud, Sensor posisi chamshaft atau crankshaft memberikan sinyal yang
menjadi respon koreksi. Mudahnya sistem VVT-i ini akan terus mengoreksi
valve timing atau jalur keluar masuk bahan bakar dan udara. Disesuaikan
dengan pijakan pedal gas dan beban yang ditanggung untuk menghasilkan
torsi optimal di tiap-tiap putaran dan beban mesin. Dengan begitu akan
menghasilkan tenaga yang optimal, hemat bahan bakar dan ramah lingkungan.
4) I-DSI (INTELLIGENT DUAL AND SEQUENTIAL IGNITION)
Mesin i-DSI sebagai teknologi pintar yang dirancang khusus untuk mobil
kompak, dengan 2 buah busi pada tiap silinder di dalam ruang pembakaran
dan pengontrolan waktu pembakaran secara cerdas, dapat mencapai ultra-high
fuel economy dengan pemakaian bahan bakar yang rendah dan ekonomis,
sekaligus menghasilkan torsi maksimal pada putaran RPM rendah sampai
menengah, sesuai kecepatan pada penggunaan sehari-hari. Mesin i-DSI
melakukan pembakaran yang lebih efisien, sehingga menghasilkan tenaga
mobil yang lebih responsif, pemakaian bahan bakar yang paling hemat di
kelasnya, dan emisi gas buang yang lebih bersih.
5) Forced Induction
Dalam sistem ini udara dimasukan ke dalam ruang pembakaran melalui
turbocharger dan supercharger pada tekanan yang lebih tinggi dari biasanya.
Sehingga membuat kompresi dan tenaga yang lebih besar pula.
2. Sensor merupakan komponen yang mendeteksi kondisi tertentu sebagai input bagi ECM.
a. Sensor yang memberi jumlah udara yang masuk ke selinder.
D-EFI
Sensor yang digunakan adalah MAP (manifold absolute pressure). Sensor
ini berfungsi untuk mengukur kevakuman di intake manifold. Kevakuman
pada intake manifold akan bervariasi seiring dengan besarnya pembukaan

katup throttle. Sinyal output MAP sensor digunakan ECM untuk menentukan
jumlah injeksi dan saat pengapian. MAP sensor dengan variasi tegangan
sering digunakan dalam sistem EFI. Sensor ini menggunakan piezoresistive
silicon chip sebagai komponen utama pendeteksi perubahan tekanan hisap
pada intake manifold. Voltage output sinyal berubah akibat perubahan nilai
tahanan yang disebabkan perubahan tekanan pada intake manifold yang diolah
oleh Integrated Circuit (IC) didalam MAP sensor. MAP sensor dihubungkan
dengan intake manifold menggunakan selang. MAP sensor menggunakan tiga
terminal kabel untuk mendeteksi perubahan tekanan pada intake manifold.
Terminal kabel tersebut berupa teminal input voltase untuk sensor yang
berasal dari ECM (Vc), terminal massa atau ground yang berasal dari ECM
(E2), dan terminal sinyal output dari sensor menuju ECM (PIM). Tegangan
pada sensor maksimal 5 volt untuk mengantisipasi supaya ketika terjadi drop
baterai sensor masih bekerja maksimal dalam mendeteksi kevakuman pada
intake manifold.

L-EFI
Sensor yang digunakan adalah Air Flow Sensor atau biasa juga disebut MAF
(Mass Air Flow) sensor. Sensor ini berfungsi untuk mengukur jumlah udara
yang masuk ke dalam ruang silinder. Perubahan jumlah udara ini seiring
dengan perubahan pembukaan throttle valve, perubahan jumlah aliran udara
yang masuk juga merubah besarnya sinyal output air flow sensor ke ECU. Air
flow sensor memanfaatkan tahanan yang berubah-ubah untuk merubah
tegangan output sesuai banyaknya aliran udara yang masuk. Air flow sensor
memilki dua tipe deteksi udara yaitu tipe deteksi langsung dan tipe deteksi
tidak langsung. Tipe deteksi langsung memiliki varian pendeteksi aliran udara

yaitu vane type air flow sensor dan karman vortek air flow sensor, serta
pendeteksi berat udara yaitu hot wire type dan hot film type. Dan tipe deteksi
tidak langsung memilki varian speed density type dan throttle speed type.
Kedua tipe ini hanya berbeda pada komponen pengukuran jumlah udara
masuk sebagai sinyal input. Sensor ini terletak pada saluran udara masuk
(antara katup gas dan filter udara). Kriteria yang harus dimiliki air flow sensor
: respon akurat terhadap berbagai aliran udara yang masuk, respon cepat
terhadap berbagai perubahan aliran udara, proses sinyal mudah.

b. Sensor yang member informasi posisi poros engkol, putaran mesin, dan saat
pengapian.
Crankshaft Position Sensor (CKP)
Sensor CKP sensor dipasang untuk mendeteksi posisi crankshaft. Sinyal
informasi yang dikirim sensor CKP ke ECU untuk ditentukan kapan waktu
penyemprotan bahan bakar, berapa lama penyemprotan, menghentikan bahan
bakar pada waktu deselerasi dan menentukan saat pengapian.

CKP sensor ini dipasang berdekatan pada fly wheel, puli depan, atau
ditempatkan pada distributor. Terdapat beberapa macam metode, bentuk dan

pemasangan sensor putaran dan sudut engkol ini. Beberapa model, CKP
sensor dipasang dekat dengan puli poros engkol atau di dekat fly wheel untuk
mendeteksi putaran mesin secara langsung ditambah Camshaft Position

Sensor (CMP) yang dipasang pada sumbu nok.


Camshaft Position Sensor (CMP)
CMP sensor terdiri atas komponen elektronik

yang

terdapat

di

dalam sensor case dan tidak dapat distel maupun diperbaiki. Sensor ini
mendeteksi posisi piston pada langkah kompresi melalui putaran signal
rotor yang

diputar

langsung

oleh camshaft untuk

mengetahui

posisi

pembukaan dan penutupan intake dan exhaust valve. Signal digital dari CMP
ini, oleh ECU digunakan untuk memproses kerja dari sistem EFI bersamasama dengan signal dari sensor CKP.

c. Sensor yang member informasi tentang temperature udara masuk dan temperature
mesin.
Intake Air Temperature (IAT)
Intake air temperatur sensor (IAT sensor) berfungsi untuk mengukur
temperatur udara yang masuk ke intake manifold, sinyal dari temperatur
digunakan ECU untuk mengatur jumlah penyemprotan bahan bakar di
injektor. IAT Sensor pada mesin L-EFI menyatu dengan Air flow sensor dan
berada disaluran antara filter udara dan throttle body, sedangkan pada mesin
D-EFI sensor ini berada di belakang air filter. Temperature kerja : -40 oC s/d
+120oC.

IAT Sensor menggunakan thermistor sebagai pendeteksi temperatur udara,


besar kecilnya tahanan pada thermistor berubah-ubah sesuai tingginya
temperatur udara. Resistansi antara temperatur dan tahanan pada IAT sensor
adalah berbanding terbalik. Semakin tinggi temperatur udara yang masuk ke

intake manifold tahanan thermistornya semakin rendah, dan sebaliknya,


Engine Coolant Temperature Sensor (ECT)
Biasanya juga disebut WTS (Water Temperature Sensor). Sensor ini
menggunakan bahan thermistor NTC. Sensor ini berfungsi untuk mengetahui
temperature mesin melalui suhu cairan pendingin untuk mengatur campuran
bahan bakar, sistem start dingin, mengatur saat pengapian, dan mengatur
putaran idle dingin. Temperature kerja sensor ini -40oC s/d +130oC.

Cara kerja :
ECT dihubungkan seri dengan tahanan dan diberi tegangan 5V. Bila tahanan
pada ECT berubah (karena temperature) maka tegangan yang ke ECU juga
berubah. Tegangan kerja 4,5 s/d 0,2 Volt dari dingin ke panas.
d. Gejala yang ditimbulkan jika sensor-sensor tersebut bermasalah.
MAF rusak : mesin tidak bisa dinyalakan atau bisa distarter tapi cuman

menyala sebentar, mobil mbrebet,


MAP rusak : mesin tidak bisa dihidupkan atau mesin distarter lama baru bisa
hidup, idle kasar, akselerasi buruk, mesin kehilngan tenaga, bahan bakar

boros, terjadi detonasi.


CKP/CMP rusak : mobil tidak bisa distater atau bisa distater tapi tidak bisa
menyala, tidak ada percikan api saat distater, tidak ada suplai bahan bakar saat
distater. Jika bisa nyala, bahan bakar boros, di knalpot timbul jelaga hitam

yang pekat, emisi buruk.


IAT rusak : susah distater, boros bahan bakar, tenaga mesin berkurang
ECT rusak :susah distater, mesin susah idle saat kondisi mesin dingin, suhu
mesin tinggi (overheat), kipas tidak mau menyala meskipun suhu mesin
tinggi.

Jika sensor mengalami kerusakan maka sinyal yang dikirimkan ke ECU juga
bermasalah tidak sesuai dengan keadaan yang semestinya sehingga ECU memberi

perintah kepada actuator juga tidak sesuai sehingga mesin tidak bekerja dengan
semestinya seperti yang disebutkan di atas. Cara memeriksanya adalah :

Memeriksa MAF
Coba copot soket MAF dalam kondisi mesin mati...kemudian nyalakan mesin
mobil. Apabila mesin sehat, maka mesin bisa distarter...walaupun rpm mesin
terdengar kurang terkendali...(kayak enggak bisa digas..). Nah, kemudian coba
soket MAF dipasang kembali...apabila mesin berangsur-angsur mati atau tibatiba mati...maka tandanya (kemungkinan besar) MAF sudah rusak.
1) Pemeriksaan Suplai Tegangan Air Flow Sensor

Menggunakan multitester dengan menyambungkan jarum + ke


B+ dan jarum ke ground dengan sett multitester pada pegukuran volt
2) Pemeriksaan Sirkuit Bawah Air Flow Sensor

Menghubungkan dengan multitester pada pegukuran Ohm


3) Pemeriksaan Operasi Air Flow Sensor

Menghubungkan jarum multitester pada bagian tengah (ground),


menghubungkan

jarum

pada

kabel

sinyal

(VG),

dan

menghembuskan udara menuju sensor.


Memeriksa MAP
Sebuah Sensor MAP yang baik harus membaca tekanan udara beromatrik
ketika kunci dihidupkan sebelum mesin di"Start". Nilai ini dapat dibaca pada
alat scan dan harus dibandingkan dengan tekanan baromatrik yang sebenarnya
membaca untuk melihat apakah mereka cocok. Periksa selang vakum sensor
untuk memeriksa kebocoran. Kemudian menggunakan pompa vakum
genggam untuk memeriksa kebocoran sensor itu sendiri. Sensor harus terus
vakum, kebocoran adalah pertanda sensor minta diganti dengan yang baru.
Kerusakan langsung dari MAP Sensor, hilangnya sinyal sensor karena
masalah kabel atau snyal sensor yang berada diluar rentang tegangan atau
frekuensi yang normal, biasanya ini akan menetapkan kode diagnostik
kerusakan (DTC) dan menghidupkan lampu "Check Engine". Pemeriksaan
MAP sensor :
1) Putar kunci kontak pada posisi ON (mesin dalam keadaan mati).
2) Lepaskan socket terminal pada MAP sensor.
3) Periksa tegangan antara terminal A dan C pada socket.
4) Jumper (+) Voltmeter pada terminal A dan Jumper (-) pada terminal C.
Bila tegangan menunjukan antara 4,2 5 Volt, maka kondisi rangkaian
kelistrikan baik. Bila tegangan menunjukan kurang dari 4,2 Volt, maka
kerusakan bisa terjadi pada rangkaian kelistrikannya.

TERMINAL

KONDISI
SOKET

KONDISI
KUNCI
KONTAK
IGNITION

E2 &VC

DILEPAS

E2 & PIM

DIPASANG ON Vakum

ON
IGNITION

NILAI

DIREKOMENDASIKAN
5 Volt

0,3-0,5 Volt

0,13bar
IGNITION
E2 & PIM

DiPASANG

ON Vakum 0,7-0,9 Volt


0,27bar
IGNITION

E2 & PIM

DIPASANG ON Vakum 1,1-1,3 Volt


0,40bar
IGNITION

E2 & PIM

DIPASANG ON Vakum 1,5-1,7 Volt


0,54bar
IGNITION

E2 & PIM

DIPASANG ON Vakum 1,9-2,1 Volt


0,67bar

Memeriksa CKP

YANG

1) Pastikan roda direm parkir dan ganjal roda belakang dengan balok,
dongkrak mobil dan posisikan jack stand pada titik tumpuan jack
stand.
2) Lepaskan konektor pada coil pengapian. Hal ini penting! Jangan
melanjutakan pengetesan jika belum melepas konektor pada coil
pengapian.
3) Cari letak sensor CKP pada mesin, keluarkan kabel yang ditutupi
dengan plastik selongsong warna hitam atau solasi kabel hitam.
4) Jika kesulitan mengeluarkan kabel dari selongsong, saya sarankan
melepas konektor sensor CKP terlebih dahulu. Apabila sudah kabel
sudah terlepas dari plastik pelindung, pasang kembali konektor ke
posisi semula. Sensor CKP harus terhubung dengan arus listrik untuk
mengetes sensor bekerja atau tidak
5) Posisikan multimeter ke mode tegangan DC, sobek atau tusuk kabel no
1 dengan peniti, dan tempelkan Lead multimeter yang berwarna merah
ke kabel no 1 (yang mengirim sinyal ke CKP ke PCM)
6) Pasangkan LEAD meltimeter hitam ke body mesin (Ground)
7) Setelah itu putar pulley crankshaft searah jarum jam, amati layar
multimeter. jangan sekali-kali mengenkol mesin dengan motor starter
atau memutar kunci kontak ke posisi "START", karena hal ini
meyebabkan hasil pengetesan tidak akurat.
8) Jika sensor CKP bekerja dengan benar, multimeter akan menunjukkan
tegangan On sebesar 5 Volt, dan saat posisi off akan menghasilkan
tegangan sebesar 0.5 Volt. Kunci utama untuk melihat perubahan
tegangan adalah memutar pulley crankshaft secara perlahan dan stabil

Test CKP (Mememriksa tegangan)


Dalam langkah ini, anda akan memverivikasi tegangan pada sensor CKP.
PENTING : Anda harus sangat hati-hati dengan kabel ini, jangan sampai
konslet atau menempel dengan

ground. Karena jika terjadi konslet

beresiko akan merusak PCM/ECU, dan jangan menggunakan test lampu,


gunakanlah multimeter yang baik. Langkah-langkah pengetesan sensor
CKP sebagai berikut :
1) Posisikan multimeter pada mode DC, hubungkan kabel no 3 dengan
LEAD berwarna merah pada multimeter. Jangan memeriksa
tegangan kabel pada konektor sensor, tusuk kabel dengan alat yang
tepat.
2) Tempelkan LEAD hitam pada multimeter ke body mesin (ground)
3) Putar kunci kontak ke posisi ON. Jika semua rangkaian bagus,
multimeter akan menunjukkan 5 - 8 Volt
Test CKP (Memeriksa Ground)
Langkah-langkah pengetesan sensor CKP 3 sebagai berikut :
1) Multimeter dalam posisi DC, hubungkan LEAD hitam pada
multimeter ke kabel no 2
2) Tempelkan LEAD merah pada multimeter ke terminal baterai
positif
3) Putar kunci kontak ke posisi ON. Jika sirkuit (rangkaian) bagus,
maka multimeter akan menunjukkan tegangan baterai sebasar 12

volt ke atas.
Memeriksa CMP
Cara pemeriksaan CMP hampir sama dengan pemeriksaan sensor CKP.
Memeriksa IAT

Pemeriksaan terbuka pada sensor suhu


1) putar kunci kontak pada posisi ON ( mesin dalam keadaan mati )
2) lepaskan socket pada terminal IAT

3) periksa tegangan antara terminal 15 dan 46 pada socket. Jumper ( + )


Voltmeter pada terminal 15 dan jumper ( ) pada terminal 46.
4) Bila tegangan menunjukan antara 4,2 45 Volt, maka kondisi
rangkaian kelistrikan dan ECM baik.
5) Bila tegangan menunjukan kurang dari 4,2 maka kerusakan biasa
terjadi pada rangkaian kelistrikan / pada ECM nya.
Pemeriksaan rangkaian terbuka pada ECM
1) putar kunci kontak pada posisi ON ( mesin dalam keadaan mati )
2) lepaskan socket pada terminal IAT
3) periksa tegangan antara terminal 15 dan 46 pada ECM. Jumper ( + )
Voltmeter pada terminal 15 dan jumper ( ) pada terminal 46.
4) Bila tegangan menunjukan antara 4,2 5 Volt, maka kondisi ECM
baik.
5) Bila tegangan menunjukan kurang dari 4,2 maka kerusakan terjadi
pada ECMnya.
Pemeriksaan rangkaian kelistrikan
1) putar kunci kontak pada posisi OFF
2) lepaskan socket pada terminal IAT
3) lepaskan soket pada terminal ECM.
4) periksa hubungan antara terminal 15 pada socket terminal IAT dan
pada terminal 46 pada socket terminal ECM.
5) Periksa rangkaian kelistrikan terhadap hubungan singkat, rangkaian
putus atau kemungkinan kondisi kabel sudah mempunyai nilai

hambatan yang tinggi.


Memeriksa WTS
Ketika memeriksa sensor temperatur cairan pendingin mesin dalam air, tidak
diperbolehkan air berhubungan terminal. Setelah pemeriksaan, keringkan
sensor. Ukur tahanan sensor temperatur cairan pendingin mesin

3. Aktuator (injector dan ISC)


a. Wiring control injector tipe independen
Pola injeksi independent merupakan pola yang paling ideal karena setiap injector
dikontrol oleh ECU secara individual dengan cara meng on off kan transistor
pada ECU. Tiap injector berhubungan dengan 1 transistor yang di kontrol secara
mandiri.

Saat injeksi tiap selinder dapat tepat pada langkah akhir buang sampai awal
langkah hisap, dengan demikian waktu menunggu pada katup masuk terbuka tidak
terlalu lama, sehingga homogenitas campuran lebih baik dan katup masuk lebih
bersih. Model penginjeksian sequential (independen) atau berurutan adalah model
yang banyak dipakai pada mesin-mesin mobil EFI. Pada setiap silinder mendapatkan
suplay bahan bakar dengan urutan yang sama seperti pada firing order (FO). Timing
injeksi dilayani secara individual pada masing-masing injektor sesuai perintah ECU.
Untuk lebih jelasnya silahkan lihat gambar berikut ini :

b. Memeriksa Injektor
Tahanan Lilitan
1) Melepas socket pada injector.
2) Melepas injector dari mesin jika diperlukan.
3) Menyiapkan AVOmeter.
4) Menyetel AVOmeter pada Ohm.
5) Mengubungkan kabel merah ke salah satu terminal di injector.
6) Menghubungkan kabel hitam ke terminal satunya.
7) Membaca berapa nilai tahanan yang dibaca oleh AVOmeter.
Nilai tahanan di injector sekitar 12-15 ohm.
Volume injeksi
Salah satu cara mengetahui volume injeksi injector adalah menggunakan injector
tester. Alat tersebut termasuk alat yang canggih, terdapat variable-variabel yang dapat
diatur. Pada alat ini juga terdapat gelas ukur untuk mengetahu berapa jumlah bahan
bakar yang disemprotkan oleh injector.

Cara sederhananya adalah injector harus dilepas dari mesin, kemudian injector
diletakkan di injector tester. Jangan lupa menghubungkan injector dengan cable
connector. Setelah diatut variablenya, langkah selanjutnya memencet tombol power

untuk memulai pengetesan.


Kebocoran injector

Cara mengeceknya :
1) Injector diberi tekanan kerja selama 1 menit.
2) Jika ada tetesan pada injector, maka tandanya ada kebocoran di injector.
c. Volume injeksi melebihi spesifikasi.
Penyebab
1) Terjadi masalah pada saluran induksi udara yang terdapat beberapa

sensor di dalamnya, sehingga sensor tersebut mengirimkan sinyal yang


tidak tepat kepada ECU sehingga ECU memberi perintah ke injector
juga tidak sesuai.
2) Terjadi masalah pada pompa dan pressure regulator. Tekanan bahan
bakar terlalu tinggi mengakibatkan volume bahan bakar semakin
banyak.
3) Terjadi masalah pada injector. Misalnya needle valve rusak, solenoid

coil rusak, lubang injector terkikis, nilai resistensi(ohm)diinjektor

terlalu kecil.
Dampak

1)
2)
3)
4)

Campuran menjadi kaya


Warna busi menjadi hitam
Pembakaran tidak sempurna
Daya mesin menurun
5) Emisi gas buang yang buruk.
d. ISC

Fungsi

1) Mengatur

pembukaan saluran by-pass pada intake manifold dari

tegangan yang diberikan oleh ECM


2) Mengatur volume udara yang masuk ke dalam intake manifold melalui
saluran by-pass yang dikontrol oleh ECM.
3) Meningkatkan dan menurunkan putaran idle ketika mesin mendapat
beban seperti beban dari sistem AC, beban dari transmisi otomatis,
ataupun beban kelistrikan yang lain.
4) Sebagai choke elektrik.
5) Membatu saat start dingin
6) Mengatur putaran idle dengan membuka katup gas sedikit yang

diterapkan pada single point injector.


Macam-macam ISC
1) Stepper Motor
ISC valve tipe ini memanfaatkan motor stepper yang dikontrol ECM
untuk mengatur volume udara yang masuk ke dalam intake manifold
melalui saluran by-pass. Ketika putaran idle dan mesin mendapat

beban ECM akan mengirim sinyal sinyal ke Stepper motor untuk


membuka by-pass valve dengan cara memutarkan rotor pada motor,
sehingga batang katup tertarik dan saluran membuka udara. Semakin
banyak jumlah udara yang masuk maka ECM akan menambah jumlah
penginjeksian bahan bakar dan RPM mesin akan meningkat. Ketika
kerja mesin dapat mengimbangi beban pada kendaraan maka katup
ISC akan memperkecil saluran by-pass sehingga udara yang masuk
sedikit dan injeksi bahan bakar berkurang dan RPM mesin akan
menurun.

2) Rotary Selenoid Control


ISC tipe ini prinsip kerjanya sama dengan stepper motor, hanya
komponen yang digunakan untuk mengatur besanya saluran by-pass
adalah

rotary

dan

selenoid.

Selenoid

difungsikan

untuk

membangkitkan kemagnetan sehingga rotary dapat berputar, rotary


ketika berputar berfungsi untuk mengatur saluran by-pass yang dibantu
plat bimetal yang difungsikan sebagai penyeimbang dan pegas
pengembali. ISC tipe ini bentuknya lebih kecil dan lebih baik dalam
mengontrol udara yang masuk melalui saluran by-pass ketika throttle
tertutup.

3) Duty Control
ISC tipe duty control menggunakan selenoid sebagai pembangkit
kemagnetan dan katup saluran by-pass dan pegas pengembali.
Karakter ISC tipe ini ketika normal menutup (normaly closed) dan
akan bekerja ketika mendapat sinyal dari ECM. ISC tipe ini tidak
dapat difungsikan sebagai choke elektrik untuk membantu pemanasan
mesin ataupun saat mesin distarter, ISC hanya bekerja ketika mesin
mendapat beban seperti saat AC pertama dihidupkan atau beban
kelistrikan lain. Saat mesin mendapat beban ECM akan mengirim
sinyal ke selenoid, sinyal pada selenoid akan diubah menjadi
kemagneten sehingga selenoid dapat menarik katup penutup saluran
by-pass. Apabila putaran mesin sudah kambali stabil kemagnetan akan
semakin hilang seiring dengan berkurangnya sinyal dari ECM, katup
akan kembali mentupu dobantu oleh pegas pengembali.

e. ISC tidak bekerja.


Gejalag

Anda mungkin juga menyukai