Syarat terjadinya pembakaran pada sebuah motor adalah tersedianya oksigen yang cukup,
bahan bakar yang cukup dan panas atau api yang baik.
a. Proses terjadinya pembakaran pada motor bensin.
Campuran bahan bakar-udara dihisap masuk ke dalam silinder. Selanjutnya
dikompresi oleh gerak naik piston. Campuran yang dikompresi itu, selanjutnya
dibakar oleh busi. Terjadilah ledakan yang akan mendorong piston kebawah,
selanjutnya memutar crankshaft melalui batang piston dan disalurkan ke roda gigi.
Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut: Sewaktu piston berada pada
titik mati atas (TMA), katup masuk membuka dan campuran bahan bakar diisap ke
dalam silinder. Saat piston sampai di titik mati bawah (TMB) katup masuk menutup
dan saat piston bergerak ke TMA gas akan dikompresikan. Pengapian terjadi seketika
pada TMA/sebelum TMA, sehingga menimbulkan peningkatan temperatur dan
tekanan gas yang cepat. Kemudian gas diekspansikan selama langkah usaha (TMATMB). Setelah itu piston bergerak dari TMB-TMA dan pada saat itu katup buang
membuka, dan gas akan ditekan keluar melalui lubang pembuangan.
Busi menghasilkan pijaran api diantara elektrodanya untuk membakar
campuran udara dan bahan bakar pada saat busi menerima tegangan tinggi dari Coil
pengapian. Saat campuran udara-bahan bakar meledak, temperatur naik sekitar
2500oC dan tekanan menjadi 50 kg/cm2 di ruang bakar.
b. Perkembangan teknologi untuk memperbaiki kualitas pembakaran.
1) EFI
EFI adalah sebuah sistem penyemprotan bahan bakar yang dalam kerjanya
dikontrol secara elektronik agar didapatkan nilai campuran udara dan bahan
bakar selalu sesuai dengan kebutuhan motor bakar, sehingga didapatkan daya
motor yang optimal dengan pemakaian bahan bakar yang minimal serta
mempunyai gas buang yang ramah lingkungan.
2) Multipoint Injection dan Direct Injection
Teknologi ini membuat mesin menjadi lebih efisien dengan menggunakan
satu injektor untuk tiap silindernya. Injektor bensin langsung menyemprotkan
kabut bensin ke dalam ruang bakar. Efeknya, pengabutan lebih sempurna pada
tiap silinder, dengan suplai bensin yang lebih sedikit, konsumsi bahan bakar
pun lebih irit.
3) Multivalve
Di akhir '80 an memang sudah diterapkan pada beberapa mesin dengan
katup lebih dari 2 pada tiap silindernya. Namun, perkembangannya menjadi
lebih meluas lagi dengan menggunakan 4 buah katup per silinder. Efeknya,
suplai bahan bakar maupun gas buang menjadi lebih banyak dan bisa
tersalurkan dengan optimal. Ditambah lagi, dengan adanya variable valve
timing, yaitu waktu buka/tutup katup yang disesuaikan dengan putaran mesin.
Cara kerja teknologi ini cukup simple, untuk menghitung waktu buka tutup
katup ( valve timing ) yang optimal, ECU ( Electronic Control Unit )
menyesuaikan dengan kecepatan mesin, volume udara masuk, posisi throttle
( akselerator ) dan temperatur air. Supaya target valve timing senantiasa
terwujud, Sensor posisi chamshaft atau crankshaft memberikan sinyal yang
menjadi respon koreksi. Mudahnya sistem VVT-i ini akan terus mengoreksi
valve timing atau jalur keluar masuk bahan bakar dan udara. Disesuaikan
dengan pijakan pedal gas dan beban yang ditanggung untuk menghasilkan
torsi optimal di tiap-tiap putaran dan beban mesin. Dengan begitu akan
menghasilkan tenaga yang optimal, hemat bahan bakar dan ramah lingkungan.
4) I-DSI (INTELLIGENT DUAL AND SEQUENTIAL IGNITION)
Mesin i-DSI sebagai teknologi pintar yang dirancang khusus untuk mobil
kompak, dengan 2 buah busi pada tiap silinder di dalam ruang pembakaran
dan pengontrolan waktu pembakaran secara cerdas, dapat mencapai ultra-high
fuel economy dengan pemakaian bahan bakar yang rendah dan ekonomis,
sekaligus menghasilkan torsi maksimal pada putaran RPM rendah sampai
menengah, sesuai kecepatan pada penggunaan sehari-hari. Mesin i-DSI
melakukan pembakaran yang lebih efisien, sehingga menghasilkan tenaga
mobil yang lebih responsif, pemakaian bahan bakar yang paling hemat di
kelasnya, dan emisi gas buang yang lebih bersih.
5) Forced Induction
Dalam sistem ini udara dimasukan ke dalam ruang pembakaran melalui
turbocharger dan supercharger pada tekanan yang lebih tinggi dari biasanya.
Sehingga membuat kompresi dan tenaga yang lebih besar pula.
2. Sensor merupakan komponen yang mendeteksi kondisi tertentu sebagai input bagi ECM.
a. Sensor yang memberi jumlah udara yang masuk ke selinder.
D-EFI
Sensor yang digunakan adalah MAP (manifold absolute pressure). Sensor
ini berfungsi untuk mengukur kevakuman di intake manifold. Kevakuman
pada intake manifold akan bervariasi seiring dengan besarnya pembukaan
katup throttle. Sinyal output MAP sensor digunakan ECM untuk menentukan
jumlah injeksi dan saat pengapian. MAP sensor dengan variasi tegangan
sering digunakan dalam sistem EFI. Sensor ini menggunakan piezoresistive
silicon chip sebagai komponen utama pendeteksi perubahan tekanan hisap
pada intake manifold. Voltage output sinyal berubah akibat perubahan nilai
tahanan yang disebabkan perubahan tekanan pada intake manifold yang diolah
oleh Integrated Circuit (IC) didalam MAP sensor. MAP sensor dihubungkan
dengan intake manifold menggunakan selang. MAP sensor menggunakan tiga
terminal kabel untuk mendeteksi perubahan tekanan pada intake manifold.
Terminal kabel tersebut berupa teminal input voltase untuk sensor yang
berasal dari ECM (Vc), terminal massa atau ground yang berasal dari ECM
(E2), dan terminal sinyal output dari sensor menuju ECM (PIM). Tegangan
pada sensor maksimal 5 volt untuk mengantisipasi supaya ketika terjadi drop
baterai sensor masih bekerja maksimal dalam mendeteksi kevakuman pada
intake manifold.
L-EFI
Sensor yang digunakan adalah Air Flow Sensor atau biasa juga disebut MAF
(Mass Air Flow) sensor. Sensor ini berfungsi untuk mengukur jumlah udara
yang masuk ke dalam ruang silinder. Perubahan jumlah udara ini seiring
dengan perubahan pembukaan throttle valve, perubahan jumlah aliran udara
yang masuk juga merubah besarnya sinyal output air flow sensor ke ECU. Air
flow sensor memanfaatkan tahanan yang berubah-ubah untuk merubah
tegangan output sesuai banyaknya aliran udara yang masuk. Air flow sensor
memilki dua tipe deteksi udara yaitu tipe deteksi langsung dan tipe deteksi
tidak langsung. Tipe deteksi langsung memiliki varian pendeteksi aliran udara
yaitu vane type air flow sensor dan karman vortek air flow sensor, serta
pendeteksi berat udara yaitu hot wire type dan hot film type. Dan tipe deteksi
tidak langsung memilki varian speed density type dan throttle speed type.
Kedua tipe ini hanya berbeda pada komponen pengukuran jumlah udara
masuk sebagai sinyal input. Sensor ini terletak pada saluran udara masuk
(antara katup gas dan filter udara). Kriteria yang harus dimiliki air flow sensor
: respon akurat terhadap berbagai aliran udara yang masuk, respon cepat
terhadap berbagai perubahan aliran udara, proses sinyal mudah.
b. Sensor yang member informasi posisi poros engkol, putaran mesin, dan saat
pengapian.
Crankshaft Position Sensor (CKP)
Sensor CKP sensor dipasang untuk mendeteksi posisi crankshaft. Sinyal
informasi yang dikirim sensor CKP ke ECU untuk ditentukan kapan waktu
penyemprotan bahan bakar, berapa lama penyemprotan, menghentikan bahan
bakar pada waktu deselerasi dan menentukan saat pengapian.
CKP sensor ini dipasang berdekatan pada fly wheel, puli depan, atau
ditempatkan pada distributor. Terdapat beberapa macam metode, bentuk dan
pemasangan sensor putaran dan sudut engkol ini. Beberapa model, CKP
sensor dipasang dekat dengan puli poros engkol atau di dekat fly wheel untuk
mendeteksi putaran mesin secara langsung ditambah Camshaft Position
yang
terdapat
di
dalam sensor case dan tidak dapat distel maupun diperbaiki. Sensor ini
mendeteksi posisi piston pada langkah kompresi melalui putaran signal
rotor yang
diputar
langsung
mengetahui
posisi
pembukaan dan penutupan intake dan exhaust valve. Signal digital dari CMP
ini, oleh ECU digunakan untuk memproses kerja dari sistem EFI bersamasama dengan signal dari sensor CKP.
c. Sensor yang member informasi tentang temperature udara masuk dan temperature
mesin.
Intake Air Temperature (IAT)
Intake air temperatur sensor (IAT sensor) berfungsi untuk mengukur
temperatur udara yang masuk ke intake manifold, sinyal dari temperatur
digunakan ECU untuk mengatur jumlah penyemprotan bahan bakar di
injektor. IAT Sensor pada mesin L-EFI menyatu dengan Air flow sensor dan
berada disaluran antara filter udara dan throttle body, sedangkan pada mesin
D-EFI sensor ini berada di belakang air filter. Temperature kerja : -40 oC s/d
+120oC.
Cara kerja :
ECT dihubungkan seri dengan tahanan dan diberi tegangan 5V. Bila tahanan
pada ECT berubah (karena temperature) maka tegangan yang ke ECU juga
berubah. Tegangan kerja 4,5 s/d 0,2 Volt dari dingin ke panas.
d. Gejala yang ditimbulkan jika sensor-sensor tersebut bermasalah.
MAF rusak : mesin tidak bisa dinyalakan atau bisa distarter tapi cuman
Jika sensor mengalami kerusakan maka sinyal yang dikirimkan ke ECU juga
bermasalah tidak sesuai dengan keadaan yang semestinya sehingga ECU memberi
perintah kepada actuator juga tidak sesuai sehingga mesin tidak bekerja dengan
semestinya seperti yang disebutkan di atas. Cara memeriksanya adalah :
Memeriksa MAF
Coba copot soket MAF dalam kondisi mesin mati...kemudian nyalakan mesin
mobil. Apabila mesin sehat, maka mesin bisa distarter...walaupun rpm mesin
terdengar kurang terkendali...(kayak enggak bisa digas..). Nah, kemudian coba
soket MAF dipasang kembali...apabila mesin berangsur-angsur mati atau tibatiba mati...maka tandanya (kemungkinan besar) MAF sudah rusak.
1) Pemeriksaan Suplai Tegangan Air Flow Sensor
jarum
pada
kabel
sinyal
(VG),
dan
TERMINAL
KONDISI
SOKET
KONDISI
KUNCI
KONTAK
IGNITION
E2 &VC
DILEPAS
E2 & PIM
DIPASANG ON Vakum
ON
IGNITION
NILAI
DIREKOMENDASIKAN
5 Volt
0,3-0,5 Volt
0,13bar
IGNITION
E2 & PIM
DiPASANG
E2 & PIM
E2 & PIM
E2 & PIM
Memeriksa CKP
YANG
1) Pastikan roda direm parkir dan ganjal roda belakang dengan balok,
dongkrak mobil dan posisikan jack stand pada titik tumpuan jack
stand.
2) Lepaskan konektor pada coil pengapian. Hal ini penting! Jangan
melanjutakan pengetesan jika belum melepas konektor pada coil
pengapian.
3) Cari letak sensor CKP pada mesin, keluarkan kabel yang ditutupi
dengan plastik selongsong warna hitam atau solasi kabel hitam.
4) Jika kesulitan mengeluarkan kabel dari selongsong, saya sarankan
melepas konektor sensor CKP terlebih dahulu. Apabila sudah kabel
sudah terlepas dari plastik pelindung, pasang kembali konektor ke
posisi semula. Sensor CKP harus terhubung dengan arus listrik untuk
mengetes sensor bekerja atau tidak
5) Posisikan multimeter ke mode tegangan DC, sobek atau tusuk kabel no
1 dengan peniti, dan tempelkan Lead multimeter yang berwarna merah
ke kabel no 1 (yang mengirim sinyal ke CKP ke PCM)
6) Pasangkan LEAD meltimeter hitam ke body mesin (Ground)
7) Setelah itu putar pulley crankshaft searah jarum jam, amati layar
multimeter. jangan sekali-kali mengenkol mesin dengan motor starter
atau memutar kunci kontak ke posisi "START", karena hal ini
meyebabkan hasil pengetesan tidak akurat.
8) Jika sensor CKP bekerja dengan benar, multimeter akan menunjukkan
tegangan On sebesar 5 Volt, dan saat posisi off akan menghasilkan
tegangan sebesar 0.5 Volt. Kunci utama untuk melihat perubahan
tegangan adalah memutar pulley crankshaft secara perlahan dan stabil
volt ke atas.
Memeriksa CMP
Cara pemeriksaan CMP hampir sama dengan pemeriksaan sensor CKP.
Memeriksa IAT
Saat injeksi tiap selinder dapat tepat pada langkah akhir buang sampai awal
langkah hisap, dengan demikian waktu menunggu pada katup masuk terbuka tidak
terlalu lama, sehingga homogenitas campuran lebih baik dan katup masuk lebih
bersih. Model penginjeksian sequential (independen) atau berurutan adalah model
yang banyak dipakai pada mesin-mesin mobil EFI. Pada setiap silinder mendapatkan
suplay bahan bakar dengan urutan yang sama seperti pada firing order (FO). Timing
injeksi dilayani secara individual pada masing-masing injektor sesuai perintah ECU.
Untuk lebih jelasnya silahkan lihat gambar berikut ini :
b. Memeriksa Injektor
Tahanan Lilitan
1) Melepas socket pada injector.
2) Melepas injector dari mesin jika diperlukan.
3) Menyiapkan AVOmeter.
4) Menyetel AVOmeter pada Ohm.
5) Mengubungkan kabel merah ke salah satu terminal di injector.
6) Menghubungkan kabel hitam ke terminal satunya.
7) Membaca berapa nilai tahanan yang dibaca oleh AVOmeter.
Nilai tahanan di injector sekitar 12-15 ohm.
Volume injeksi
Salah satu cara mengetahui volume injeksi injector adalah menggunakan injector
tester. Alat tersebut termasuk alat yang canggih, terdapat variable-variabel yang dapat
diatur. Pada alat ini juga terdapat gelas ukur untuk mengetahu berapa jumlah bahan
bakar yang disemprotkan oleh injector.
Cara sederhananya adalah injector harus dilepas dari mesin, kemudian injector
diletakkan di injector tester. Jangan lupa menghubungkan injector dengan cable
connector. Setelah diatut variablenya, langkah selanjutnya memencet tombol power
Cara mengeceknya :
1) Injector diberi tekanan kerja selama 1 menit.
2) Jika ada tetesan pada injector, maka tandanya ada kebocoran di injector.
c. Volume injeksi melebihi spesifikasi.
Penyebab
1) Terjadi masalah pada saluran induksi udara yang terdapat beberapa
terlalu kecil.
Dampak
1)
2)
3)
4)
Fungsi
1) Mengatur
rotary
dan
selenoid.
Selenoid
difungsikan
untuk
3) Duty Control
ISC tipe duty control menggunakan selenoid sebagai pembangkit
kemagnetan dan katup saluran by-pass dan pegas pengembali.
Karakter ISC tipe ini ketika normal menutup (normaly closed) dan
akan bekerja ketika mendapat sinyal dari ECM. ISC tipe ini tidak
dapat difungsikan sebagai choke elektrik untuk membantu pemanasan
mesin ataupun saat mesin distarter, ISC hanya bekerja ketika mesin
mendapat beban seperti saat AC pertama dihidupkan atau beban
kelistrikan lain. Saat mesin mendapat beban ECM akan mengirim
sinyal ke selenoid, sinyal pada selenoid akan diubah menjadi
kemagneten sehingga selenoid dapat menarik katup penutup saluran
by-pass. Apabila putaran mesin sudah kambali stabil kemagnetan akan
semakin hilang seiring dengan berkurangnya sinyal dari ECM, katup
akan kembali mentupu dobantu oleh pegas pengembali.