Jurnal Bedah
Jurnal Bedah
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mencari rute invasi regional karsinoma adenoid
kistik nasofaring (NACC) melalui analisa hasil MRI dan perbandingan dengan
karsinoma sel skuamosa terkeratinisasi. Baik hasil MRI maupun rekam medik
dibahas secara retrospektif untuk 18 pasien yang menderita NACC dan 182 pasien
yang menderita KSCC. Rute metastasis dari NACC diidentifikasi dengan analisa
terhadap gambaran MRI pasien yang menjalani MRI. Terdapat perbedaan signifikan
pada invasi dasar tengkorak dan invasi sinus cavernosa (p= 0,020 dan 0,028)
sementara invasi rongga parafarings tidak terdapat perbedaan. Angka invasi
laringofaring dan invasi otot pterygoid eksterna lebih tinggi pada pasien NACC
dibandingkan pada pasien KSCC (16,7% vs 0,5%, p=0,002; 27,8% vs 11,0%,
p=0,040). Paralisis nervus kranial memiliki insidensi yang lebih tinggi pada
kelompok NACC dibandingkan kelompok KSCC (66,7% vs 8,2%, p < 0,001). Terdapat
perbedaan signifikan pada invasi foramen neural antara kelompok NACC dan KSCC
(66,7% vs 36,3%, p=0,020). Foramen ovale tempat invasi yang paling sering, jauh
lebih tinggi pada pasien NACC dibandingkan pada pasien KSCC (50,0% vs 24,1%,
p=0,018). Berdasarkan temuan MRI, sebuah contoh invasi regional dari NACC
dengan dua jalur yang memungkinkan telah dibuat, yaitu infiltrasi local yang agresif
disepanjang submucosa sampai laringofaring atau pterygoid eksterna, dan
memanjang dari cavum faringonasal, melalui kanal nervus kranialis sampai sinus
cavernosa. Perbedaan signifikan pada ketahanan hidup secara keseluruhan (OS)
antara dua jalur invasi yang berbeda dan angka rekurensi pada tempat berbeda
juga mendukung validitas dari model invasi tersebut.
Pendahuluan
NACC primer diklasifikasikan sebagai sebuah tipe patologis dari adenokarsinoma,
yang merupakan sebuah keganasan epiteloid yang mewakili 0,13% dari seluruh
keganasan nasofaring, tapi terjadi paling sering di kelenjar saliva. Bahkan di Cina
Selatan dimana terdapat insidensi tertinggi karsinoma nasofaring (NPC), keganasan
yang paling sering terjadi pada nasofaring yaitu NACC primer jarang dilaporkan.
Saat ini, hanya lima studi terhadap NACC dengan total sekitar 90 kasus yang telah
dilaporkan di seluruh dunia. NACC yang ditandai dengan pertumbuhan yang lambat,
seringnya rekurensi lokal dan penyebaran metastasis sebagaimana telah
disimpulkan oleh Liu at all sebagai ciri klinis, pendekatan penatalaksanaan serta
faktor prognostik pada sebuah institusi. Studi ini lebih berfokus pada pola invasi,
pendekatan penatalaksanaan dan faktor prognostik. Namun, jalur invasi regioanal
untuk NACC khususnya soal proliferasi dan keganasannya belum diselidiki dan
dilaporkan.
MRI digunakan secara luas mendiagnosis karsinoma kepala dan leher, karena
metode memberikan informasi morfologis yang memuaskan soal strukturnya. Oleh
karena itu, pada studi ini kami mencoba untuk mencari jalur invasi regional
menggunakan gambaran MRI dari NACC dengan membandingkannya terhadap
temuan MRI pada KSCC, yang dimana merupakan keganasan histologis utama dari
NPC primer. Berdasarkan analisa gambaran MRI, kami telah mengajukan dua
kemungkinan rute invasi regional NACC, yaitu infiltrasi lokal yang agresif dan
perluasan pada kanal nervus kranial.
tampak sebagai penebalan massa pada daerah submukosa dan menunjukkan signal
heterogen pada gambaran T2 weighted. Sebagai pembeda, kebanyakan lesi pada
kelompok KSCC menunjukkan hipointensitas pada gambaran T1 weighted,
hiperintensitas pada gambaran T2 weighted dan sangat jelas tanpa disertai batas
yang jelas pada gambaran T1 weighted dengan pemberian kontras.
Temuan Metastasis Tumor
Tingkat metastasis yang paling sering ialah ke daerah parafaring, basis tengkorak
dan sinus kavernosa, secara berurutan 77,8%, 66,7%, dan 33,3 % pada pasien
NACC dibandingkan dengan 81,3%, 53,3%, dan 13,7% pada pasien KSCC. Terdapat
perbedaan signifikan pada invasi basis tengkorak dan sinus kavernosa (p= 0,20 dan
0,28) sementara invasi daerah parafaring tidak signifkan. Tingkat invasi
laringofaring dan invasi otot pterygoid eksterna juga tinggi pada pasien NACC
dibandingkan pada pasien KSCC (16,7% vs 0,5%, p=0,002; 27,8% vs 11,0%, p=
0,040). Sebaliknya, tingkat metastasis limfonodus jauh lebih tinggi pada kelompok
KSCC (64,8% vs 11,1%, p < 0,001).
Sepuluh pasien pada kelompok NACC menunjukkan invasi neuropore tengkorak dan
59 pasien kelompok KSCC menujukkan adanya invasi foramen neural, dimana
mengindikasikan tingkat invasi yang lebih tinggi pada kelompok NACC (55,6% vs
32,4%, p = 0,049). Lebih lanjut lagi, segmen orbit dan segmen medial dari nervus
kranialis kemungkinan merupakan daerah resiko tinggi dari pasien NACC (44,4% vs
15,4%, p= 0,002). Invasi yang paling sering terjadi ialah pada foramen ovale,
dimana jauh lebih tinggi pada pasien NACC dari pada pasien KSCC (50,0% vs 24,1%,
p= 0,018). Terdapat juga perbedaan signifikan pada tingkat invasi sinus kavernosa
dari kedua kelompok (38,9% vs 13,7%, p= 0,005). Pada kelompok NACC, 7 pasien
mengalami kelumpuhan nervus kranialis (12 nervus, 66,7%): nervus trigeminal
pada 8 pasien (44,4%), nervus abducens pada 2 pasien (11,11%), nervus
hypoglosus pada 1 pasien (5,6 %), dan nervus facialis pada 1 pasien (5,6%).
Sebagai perbandingan kelompok KSCC 11 pasien yang menunjukkan kelumpuhan
nervus kranialis (15 nervus, 8,2%): nervus trigeminal pada 10 pasien (5,5%), nervus
abducens pada 3 pasien (1,6%), nervus hypoglosus pada 2 pasien (1,1%), dan
nervus oculomotoris pada 1 pasien (0,5%). Sebagai tambahan, tingkat kelumpuhan
nervus kranialis jauh lebih tinggi pada kelompok NACC (66,7% vs 8,2%, p < 0,001).
Prognosis dari Kedua Jalur Invasi
Pada model invasi regional yang baru, dua rute berbeda dari KSCC diajukan. Rute
pertama dimulai dari kavum faringonasal melalui ruang parafaring, sampai nervus
trigeminal, foramen ovale dan akhirnya sampai ke sinus kavernosus, atau melalui
daerah parafaring ke fossa pterygopalatine dan akhirnya sampai ke pterygoideus
eksterna. Jalur kedua dimulai dari kavum faringonasal, melalui orofaring dan
berakhir pada laringofaring. Rerata waktu ketahanan hidup pasien yang memiliki
rute invasi pertama ialah 35,9 bulan sementara rerata waktu untuk rute kedua
112,3 bulan. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua rute invasi p < 0,05.
Angka Rekurensi
Pada waktu setelahnya terdapat 13 pasien (72,2%) yang mengalami rekurensi pada
pasien NACC sementara 86 pasien (47,3%) pada pasien KSCC (p < 0,05). Rekurensi
yang paling sering terjadi ialah pada daerah parafaring, basis tengkorak dan sinus
kavernosus sebesar 61,1%, 55,6%, dan 27,8% secara berurutan pada pasien NACC,
dibandingkan pada pasien KSCC sebesar 78,6%, 39,0%, dan 17,0%. Terdapat
perbedaan signifikan pada invasi basis tengkorak dan sinus kavernosus (p < 0,05).
Tingkat invasi laringofaring dan tingkat invasi otot pterygoid eksterna juga lebih
tinggi pada pasien NACC dibandingkan pada pasien KSCC (p < 0,05). Hasil ini sama
dengan tingkat invasi sebelum dilakukannya penangan.
Pembahasan
NACC merupakan keganasan yang jarang terjadi dengan pola invasi yang sangat
spesifik dibandingkan dengan NPC lainnya. Laporan-laporan sebelumnya
kebanyakan berfokus pada penangan dan tampakan MRI dari keganasan ini.
Beberapa laporan mempelajari pola perluasan dan hanya mencirikan NACC dengan
pertumbuhannya yang lambat, seringnya rekurensi lokal, dan penyebaran
metastatik. Namun, jalur invasi regional tidak terpetakan secara jelas. Oleh karena
itu, kami mengumpulkan seluruh data MRI yang memungkinkan dari pasien yang
didiagnosa dengan NACC dalam 10 tahun, kami periksa kembali dan analisa kembali
data MRI tersebut untuk membuat model invasi terhadap jalur invasi regional NACC.
Data yang kami kumpulkan menujukkan bahwa pasien wanita melebihi jumlah
pasien pria dengan rasio wanita terhadap pria 5:4. Rerata usia ialah 47,1 tahun.
Hubungan NACC terhadap infeksi EBV tampaknya rendah atau lemah (16,7% vs
90,1%, p < 0,001). Karakteristik ini mirip dengan yang dilaporkan pada studi
sebelumnya. Data yang kami kumpulkan juga menunjukkan bahwa stadium T4 lebih
sering didapatkan pada pasien NACC (38,9% vs 14,3%, p= 0,007), yang
mengindikasikan bahwa infiltrasi lokal merupakan pola invasi yang lebih sering
terjadi pada pasien NACC. Lebih lanjut lagi, metastasis jauh (stadium IV) terjadi
lebih sering pada pasien NACC dibandingkan pada pasien KSCC (44,4% vs 16,5%,
p= 0,004), mengindikasikan bahwa metastasis jauh merupakan pola invasi lainnya
yang terjadi pada kelompok NACC. Sebagai pembeda semakin tinggi N0
mengindikasikan bahwa metastasis limfonodus makin rendah pada NACC (88,9% vs
34,6%, p < 0,001). Sebagai kesimpulan, baik infiltrasi lokal yang agresif maupun
metastasis jauh lebih dimungkinkan dibanding metastasis limfatik pada pasien
NACC, sementara metastasis limfonodus lebih sering terjadi pada pasien KSCC.
Observasi selanjutnya didapatkan sesuai dengan laporan-laporan yang telah ada
sebelumnya.
Dibandingkan dengan KSCC, NACC lebih cenderung kepada dua pola invasi yakni
invasi regional dan metastasis jauh. Namun, jalur invasi regional belum pernah
terpetakan. Pada penelitian ini kami mencoba membuat model invasi regional
berdasarkan analisa gambaran MRI dan observasi histologis. Kami menemukan
bahwa invasi daerah parafaring (77,8% vs 81,3%), basis tengkorak (66,7% vs
36,3%), otot pterygoideus eksterna (27,8% vs 11,0%), laringofarings (16,7% vs
0,5%) dan sinus kavernosus (33,3% vs 13,7%) lebih sering dideteksi pada pasien
NACC disbanding KSCC. Frekuensi invasi yang lebih tinggi pada struktur ini sesuai
dengan laporan Liu et All bahwa invasi lokal terjadi pada atap atau dinding posterior
dari nasofaring (69,2%), dinding lateral nasofaring (46,2%), daerah parafaring
(15,4%), dan basis tengkorak (42,3%) pada pasien NACC. Dari temuan ini, frekuensi
invasi regional selanjutnya telah terpetakan.
Studi ini juga mengindikasikan bahwa infiltrasi neural juga sering didiagnosis pada
pasien NACC dan tingkat invasi neural pada pasien NACC lebih tinggi daripada
pasien KSCC. Invasi nervus trigeminal dan invasi foramen neural lebih sering
dideteksi pada pasien NACC dibanding pada pasien KSCC. Tingkat kelumpuhan
nervus kranialis pada pasien NACC jauh lebih tinggi daripada pasien KSCC dan
kelumpuhan nervus trigeminal merupakan yang paling sering dideteksi pada pasien
NACC. Temuan kami tampaknya tidak disetujui oleh laporan Soprani et All bahwa
persentasi awal dari parese nervus kranial dan sindrom horner tidak sering
didapatkan pada pasien NACC. Alasan terhadap rendahnya tingkat invasi neural
yang dilaporkan oleh Soprani et All kemungkinan dikarenakan tidak adanya gejala
neural khas pada stadium dini invasi neural. Beberapa jenis resistensi terhadap
invasi tumor dapat menahannya menyebabkan pemeriksaan neurologis negatif
pada nervus kranialis.
Temuan ini telah mengarahkan kami untuk membuat model invasi regional yang
baru. Pada model ini, dua jalur berbeda dari KSCC diajukan. Satu jalur dimulai dari
kavum faringonasal (100%), melalui ruang parafaring (77,8%), ke nervus trigeminal
(66,7%), foramen ovale (50%) dan akhirnya ke sinus kavernosa (38,9%), atau
melalui ruang parafaring (77,8%) ke fossa pterygopalatina (38,9%) dan akhirnya
sampai otot pterygoideus eksterna (27,8%). Rute lainnya dimulai dari kavum
faringonasal (100%), melalui orofaring (22,2%) dan berakhir di laringofaring
(16,7%). Kedua jalur ini memberikan peta yang jelas terhadap invasi regional dan
pengetahuan baru untuk menangani NACC dengan cara yang lebih efesien. Untuk
memperkuat kesimpulan kami, kami juga menganalisa prognosis pasien dengan
jalur invasi berbeda. Kami dapat menemukan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan pada keseluruhan lama ketahanan hidup pada rute invasi berbeda (p <
0,05), yang memberikan informasi penting terhadap model invasi. Tingkat rekurensi
dari NACC dan KSCC juga mendukung model invasi regional yang baru tersebut.
Kesimpulan
Studi ini membangun sebuah model terhadap invasi regional NACC, yang dimana
merupakan malignansi nasofaring yang jarang terjadi. Pola invasi yakni infiltrasi
lokal dan metastasis jauh berbeda dari yang diobservasi pada NPC lainnya. Pada
model yang baru, kami secara jelas memetakan rute invasi regional dari NACC yang
didukung oleh lama ketahanan hidup yang berbeda, dimana akan memberikan
informasi penting terhadap penatalaksanaan dan bionomik NACC.