Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka
perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.Sampai dengan
tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam
kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah
seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan
pihak perusahaan. Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang
dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim)
Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka
dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja.
Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan
keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu,
sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan
Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah
menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
HAK YANG DI LANGGAR
Kasus pembunuhan Marsinah merupakan pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) berat. Alasannya adalah karena telah melanggar hak hidup seorang
manusia. Dan juga karena sudah melanggar dari unsur penyiksaan dan
pembunuhan sewenang-wenang di luar putusan pengadilan terpenuhi. Dengan
demikian, kasus tersebut tergolong patut dianggap kejahatan kemanusiaan yang
diakui oleh peraturan hukum Indonesia sebagai pelanggaran HAM berat.
Jika merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI 1945), jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan upaya
berlebihan dalam menyikapi tuntutan marsinah dan kawan-kawan buruh. Jelas
bahwa tindakan oknum pembunuh melanggar hak konstitusional Marsinah,
khususnya hak untuk menuntut upah sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat dan
tersirat ditegaskan dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI tahun 1945, bahwa setiap
orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja.
PENYELESAIAN
Hak Asasi setiap manusia harus dihargai oleh manusia yang lain yang
dalam kasus ini adalah hak asasi berpendapat dan hak untuk hidup. Selain itu,
kasus marsinah yang tak kunjung usai ini diakibatkan oleh kurangnya transparansi
dan kredibilitas para penyidik. Seharusnya kredibilitas dan transparansi
penyidikan lembaga terhadap suatu kasus haruslah dijaga oleh para penegak
hukum sehingga tercipta keadilan dan ketentraman masyarakat Indonesia.
3. Peristiwa Pembunuhan Munir
PENYEBAB
10
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala
negara terkait.
10. G30 S/PKI
Di antara kasus-kasus pelanggaran berat HAM, perkara seputar peristiwa
G30S bagi KKR bakal menjadi kasus kontroversial. Dilema bisa muncul dengan
terlibatnya KKR untuk memangani kasus pembersihan para aktivis PKI.
Peneliti LIPI Asvi Marwan Adam melihat, kalau pembantaian sebelum 1 Oktober
1965 yang memakan banyak korban dari pihak Islam, karena pelakunya samasama sipil, lebih mudah rekonsiliasi. Anggaplah kasus ini selesai, jelasnya.
Persoalan muncul ketika KKR mencoba menyesaikan pembantaian yang terjadi
pasca G30S.
Asvi menjelaskan, begitu Soeharto pada 1 Oktober 1965 berhasil menguasai
keadaan, sore harinya keluar pengumuman Peperalda Jaya yang melarang semua
surat kabar terbit kecuali Angkatan Bersenjata (AB) dan Berita Yudha. Dengan
begitu, seluruh informasi dikuasai tentara. Berita yang terbit oleh kedua koran itu
kemudian direkayasa untuk mengkambinghitamkan PKI sebagai dalang G30S
yang didukung Gerwani sebagai simbol kebejatan moral. Informasi itu kemudian
diserap oleh koran-koran lain yang baru boleh terbit 6 Oktober 1965.
Percobaan kudeta 1 Oktober, kemudian diikuti pembantaian massal di
Indonesia. Banyak sumber yang memberitakan perihal jumlah korban
pembantaian pada 1965/1966 itu tidak mudah diketahui secara persis. Dari 39
artikel yang dikumpulkan Robert Cribb (1990:12) jumlah korban berkisar antara
78.000 sampai dua juta jiwa, atau rata-rata 432.590 orang. Cribb mengatakan,
pembantaian itu dilakukan dengan cara sederhana. Mereka menggunakan alat
pisau atau golok, urai Cribb. Tidak ada kamar gas seperti Nazi. Orang yang
dieksekusi juga tidak dibawa ke tempat jauh sebelum dibantai. Biasanya mereka
terbunuh di dekat rumahnya. Ciri lain, menurutnya, Kejadian itu biasanya
malam. Proses pembunuhan berlangsung cepat, hanya beberapa bulan. Nazi
memerlukan waktu bertahun-tahun dan Khmer Merah melakukannya dalam
tempo empat tahun.
Cribb menambahkan, ada empat faktor yang menyulut pembantaian masal
itu.Pertama, budaya amuk massa, sebagai unsur penopang kekerasan. Kedua,
konflik antara golongan komunis dengan para pemuka agama islam yang sudah
berlangsung sejak 1960-an. Ketiga, militer yang diduga berperan dalam
menggerakkan massa. Keempat, faktor provokasi media yang menyebabkan
masyarakat geram.
Peran media militer, koran AB dan Berita Yudha, juga sangat krusial. Media
inilah yang semula menyebarkan berita sadis tentang Gerwani yang menyilet
kemaluan para Jenderal. Padahal, menurut Cribb, berdasarkan visum, seperti
diungkap Ben Anderson (1987) para jenazah itu hanya mengalami luka tembak
dan memar terkena popor senjata atau terbentur dinding tembok sumur. Berita
tentang
kekejaman
Gerwani
itu
memicu
kemarahan
massa.
10
11
11
12
tak tahu menahu masalahnya. Mereka, tambah Hardoyo, juga bagian dari korban
sejarah dalam berbagai bentuk dan sisinya.
Bisa jadi memang benar, dalam soal G30S atau soal PKI pada umumnya,
peran KKR kelak harus memilah secara tegas, pasca 1 Oktober versus sebelum 1
Oktober.
Pelanggaran HAM yang terjadi Di Jawa Barat
1. Penghinaan terhadap kota Bandung (5 September 2014)
Kata-kata bernada hinaan terhadap Kota Bandung yang dilontarkan pemilik
akun Twitter @kemalsept membuat Wali Kota Bandung Ridwan Kamil geram.
Melalui akun Twitter-nya, @ridwankamil, pria yang akrab disapa Emil tersebut
akan melaporkan pemilik akun @kemalsept ke kepolisian.
Menurut Emil, kicauan @kemalsept telah melanggar Pasal 27 UU No 11
Tahun 2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik (ITE). "@kemalsept anda
secara resmi sy laporkan ke kepolisian, utk twit2 penghinaan. psl 27 UU 11 thn
2008," tulis Emil dalam akun Twitter-nya, @ridwankamil.
Adapun isi Pasal 27 UU Nomor 11 Tahun 2008 adalah "Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana
Pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."Diatur pula dalam
KUHP Pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
Dalam akun Twitter-nya, Emil sengaja menampilkan foto capture yang
mengabadikan tulisan kasar dan hinaan yang disampaikan @kemalsept terhadap
Kota Bandung dan Wali Kota Bandung. Diberitakan sebelumnya, setelah kasus
penghinaan terhadap warga Yogyakarta yang dilakukan mahasiswi S-2 Universitas
Gadjah Mada, Florence Sihombing, mencuat melalui akun jejaring sosial Path,
kali ini giliran akun Twitter milik Kemal Septiandi yang menjadi sorotan warga
Kota Bandung.
Melalui akun Twitter-nya, @kemalsept, dia menghina Kota Bandung dengan
sebutan kota yang penuh dengan pelacur. Tak hanya satu kali, Kemal tercatat
melakukan empat kali kicauan berisi penghinaan terhadap Kota Bandung di akun
Twitter-nya.
Selain penghinaan terhadap Kota Bandung, @kemalsept juga menyebut
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dengan kata "kunyuk". "@olegunnnn UDAH
P*R*K MAH P*R*K AJA SALAM F**K BUAT SI KUNYUK @ridwankamil
YANG ABIS NG*W* SAMA ARIEL GAY CUIH LOL HAHAHA BANDUNG
P*R*K," tulis @kemalsept. "@olegunnnn BANDUNG KOTA P*R*K SAMPAH
HAHHA", "@olegunnnn BANDUNG KOTA P*R*K HAHAHA," sambungnya
dalam waktu yang sama.
Tak berselang lama, akun @kemalsept kembali berkicau. Dalam kicauannya
yang terakhir terkesan menantang. "BANDUNG SAMPAH KOTA P*R*K
12
13
13
14
14
15
15