Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

LUKA BAKAR

Tutor:
dr. Anasthasia , Sp Bp
Disusun oleh:
Julius Tanaca
20110710058

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA
PERIODE 19 OKTOBER - 27 DESEMBER 2015

BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Sn

Usia

: 53 Tahun

Alamat

: Desa Losari Lor

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: -

Status

: Menikah

ANAMNESIS
Keluhan utama
Kulit wajah, badan, kedua lengan, pinggul, pantat dan kedua kaki melepuh karena terkena
api sejak satu jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang
Satu jam sebelum masuk rumah sakit, pasien sedang ingin memasak. Pada saat
menghidupkan kompor tiba-tiba kompor gas dari dalam dapur meledak dan membakar
baju pasien. Pada saat api menyambar pasien, pasien berusaha mematikan kompor dan api
yang ada di tubuh pasien dengan menyiram tubuh pasien. Pasien berada di ruang tertutup
tetapi pasien mengakui bahwa tidak terhirup asap. Pasien tidak mengeluhkan sesak nafas,
pasien juga tidak mengeluhkan pingsan, pusing, mual, muntah dan suara serak. Pasien
kemudian dibawa ke gawat darurat RSPAD.
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes melitus dan asma.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes melitus dan asma.

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran compos mentis
Primary survey
A : Bebas.
B : Spontan, frekuensi nafas 24x/menit, reguler, kedalaman cukup
C : Akral hangat, CRT < 2, tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nadi 108x/menit,
suhu 36OC
D : GCS 15, E4M6V5
E

: Adanya luka bakar 42.5 persen pada wajah, leher, badan, pinggul, ekstremitas atas,

ekstremitas bawah dan gluteus


Secondary survey
Kepala&wajah

: deformitas (-), tampak kemerahan dan bula pada wajah, bulu mata,

alis

mata pasien terbakar.

Mata

: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Leher

: pembesaran KGB (-)

THT

: sekret (-), bulu hidung pasien terbakar, laring tidak tampak hiperemis
maupun edema

Dada

: simetris dalam diam dan pergerakan

Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)


Paru

: vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen

: datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal

Ekstremitas

: lihat status lokalis

Status lokalis
persen
Kepala
Leher
Trunkus Anterior
Trunkus Posterior
Esktremitas
atas

2A
3%
0.25%
1%
0.75%
4.5%

kanan
Ekstremitas atas kiri 4.5%
Ekstremitas bawah 10.25%

2B
-

3
-

0.5%
1%

1%

kanan
2

Ekstremitas

bawah 9.25%

kiri
Gluteus
Genitalia
Total

4.5%
38%

1%

1%

2.5%

2%

PEMERIKSAAN PENUNJANG
RUTIN

SGOT

: 42 U/L

Hemoglobin

: 16 g/dL

SGPT

: 53 U/L

Hematokrit

: 48 %

Albumin

: 4.2 gr/dL

Leukosit

: 32290/L

Trombosit

: 543000/L

GDS

: 193 mg/dL

MCV

: 86 fl

Na

: 143 meq/L

MCH

: 29 pg

: 4,1 meq/L

MCHC

: 33 g/dL

Cl

: 105 meq/L

ANALISA GAS DARAH

PT

: 9.9 detik

PT kontrol

: 11.3 detik

pH

: 7,307

APTT

: 29.0 detik

pCO2

: 34.4 mmHg

pO2

: 102,2 mmHg

HCO3

: 17.3 mmol/L

KIMIA DARAH
Ureum

: 41 mg/dL

Kelebihan Basa (BE): -7.5mmol/L

Creatinin

: 0.7 mg/dL

Saturasi O2

: 97.3%

DIAGNOSIS KERJA
Luka bakar

42.5 % TBSA skala II-III regio wajah, leher, trunkus anterior, trunkus

posterior, extremitas superior, inferior bilateral, gluteus et causa api.

TATALAKSANA
- Pro rawat ULB
- IVFD: 3 x 60 kg x 42.5% = 7650 cc
(3825 cc dalam 8 jam pertama, dan 3825 cc sisanya 16 jam selanjutnya)
- Pemasangan kateter ( target urine 0.5-1 cc/kg/jam)
- Ceftriaxone 2 x 1 gr
- ketorolac 3 x 30 mg
- omeprazole 2 x 40 mg
- ATS, TT
PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: Bonam

Quo ad Functionam

: Bonam

Quo ad Sanactionam : Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan cedera yang sering terjadi di lingkungan pekerjaan dan
rumah tangga. Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat kecacatan yang
relatif tinggi. Berdasarkan laporan kasus di Amerika serikat, kurang lebih 250000 orang
mengalami luka bakar, tetapi di Indonesia belum ada angka pasti mengenai luka bakar,

tetapi dengan semakin berkembangnya industri di Indonesia, meningkat juga insidensi dari
kejadian luka bakar.
DEFINISI DAN ETIOLOGI
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.
Penyebab dari luka bakar dapat dibagi berdasarkan penyebabnya dimana terjadinya
luka bakar dapat dibagi menjadi:

Paparan api
o Benda panas (kontak)
o Api
Air panas
Uap panas
Gas panas
Aliran listrik
Zat kimia (asam atau basa)
Radiasi
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

KLASIFIKASI LUKA BAKAR


Luka bakar ditentukan oleh tinggi nya suhu, lamanya pajanan suhu tinggi. Selain
api yang langsung menyambar tubuh, pakaian yang ikut terbakar juga memperparah luka
bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar
derajat I, II, atau III:

Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan
untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 57 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema
dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka
bakar derajat I adalah luka bakar akibat matahari.

Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat
epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut
misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.
Dengan adanya jaringan yang masih sehat tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan
eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai
rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik,
dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera
berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.

Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan
yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi

dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit
harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun
bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah
tidak intak.

BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR


Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan
pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga
akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46 oC. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar
menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak,
permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma
meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat
menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon
terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan
dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan
luas luka bakar, yaitu:
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya
dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.

Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa


Pada dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan,
paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%.
Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya
permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10
untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

PEMBAGIAN LUKA BAKAR


1. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada poin pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka
bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan,
kaki, dan perineum)
PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di
dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas
menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan
ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng
luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan
gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi
di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang
terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas
dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat
jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang
berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini
sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami
trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri,
10

juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan
rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak
yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal
dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram
negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin
lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi
pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman
memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering
dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik;
akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman
menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan
menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan
terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka
bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram
negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat
menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin
kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang
masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal
rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang
nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh
sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang
atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat
menurun karena kekurangan ion kalium.

11

Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang
sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein
menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan
infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan.
Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari
otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan
menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut
penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai
wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi
prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.

INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR


Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat
inap bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,
genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah
kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor
lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS
12

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR


Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi
sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau
kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak
dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang
terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih
daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang
tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka
bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas tersembunyi. Oleh karena itu, setelah
mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas
lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka
bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi.
Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam
evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan
radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi
adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari
luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah
mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang
mengkonstriksi.
Tatalaksana resusitasi luka bakar
a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
1. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi
obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas
pemelliharaan jalan nafas.
2. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan

morbiditas

lebih besar dibanding intubasi.

Krikotiroidotomi
13

memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan


bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
3. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas
yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar
karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas
yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
4. Perawatan jalan nafas
5. Penghisapan sekret (secara berkala)
6. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas
dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi
umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan
bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu
seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi
asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru
b. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan
tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat
meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status
volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh
sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan
kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik,
koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang
tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi
fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa
cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

Cara Evans
14

1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam


2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

c.

Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak
dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi
dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung
10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal
ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili
usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu
mencegah terjadinya SIRS dan MODS.

Perawatan luka bakar


Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin
dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan maintenance
5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam).
Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8
jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar
dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau
methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini

15

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement)
yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera
termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a.

Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan


dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah
sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah
dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut
ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin
lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk

b.

penyembuhan.
Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis
yang melepaskan burn toxic (lipid protein complex) yang menginduksi

c.

dilepasnya mediator-mediator inflamasi.


Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan
banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan
eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro organisme patogen yang akan
menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan
eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan

melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II
dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga skin grafting
(dianjurkan split thickness skin grafting). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi
mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
-

Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari

3 minggu.
Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior.
2. Skin grafting

16

Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini
adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar
pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang
berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan
tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah
donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien
secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin
graft. Bedanya dari teknik teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil
sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor
tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang lubang pada kulit donor (seperti
jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin.
Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi
luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya
pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan
dengan mesin dermatome ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau
Goulian.

Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor

(larutan epinefrin) dan juga anestesi.


Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari
eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan
eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian
perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting
adalah:
-

Kulit donor setipis mungkin


Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan
grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben

PROGNOSIS

17

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor
letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan
kecepatan penyembuhan.
Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar
antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik
dan kontraktur.

18

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Ny. Sn, usia 53 tahun datang dengan keluhan kulit wajah, badan, kedua lengan,
pinggul, pantat dan kedua kaki melepuh karena terkena api sejak satu jam sebelum masuk
rumah sakit. Kulit yang melepuh diakibatkan tersambar api dari kompor gas yang tiba-tiba
meledak dan menyambar pasien dan pakaian pasien. Pasien terkurung dalam ruangan tetapi
pasien mengakui tidak terhirup asap. Pasien tidak mengeluhkan sesak nafas, pingsan,
pusing, mual, muntah, dan suara serak.
Pasin dibawa ke gawat darurat RSPAD dalam fase akut luka bakar. Maka perlu
diperhatikan ABCDE dari pasien dimana jalan nafas pasien bebas, pernafasan pasien tidak
ditemukan kelainan, pasien sadar total dan adanya luka bakar seluas 42.5 % TBSA pada
daerah wajah, leher, badan, pinggul, ekstremitas atas, ekstremitas bawah dan gluteus. Dari
pemeriksaan inspeksi ditemukan alis mata, bulu mata, bulu hidung yang terbakar. Hal ini
dapat mengarahkan adanya cedera inhalasi. Tetapi pernapasan normal dan tidak ada eskar
melingkar yang dapat menghalangi pergerakan pernapasan dan pada laringoskop tidak
ditemukan laring hiperemis maupun edema. Tekanan darah pasien sedikit menurun yaitu
100/60 mmHg dengan frekuensi nadi yang meningkat yaitu 108x/menit. Hal ini dapat
menunjukkan adanya gangguan pada sistem kardiovaskular akibat terjadinya hipovolemik
yang diakibatkan penguapan berlebih dan keluarnya cairan intravaskular.
Pada tubuh ditemukan luka bakar dejarat dua pada kepala 3%, leher 0.25%, trunkus
anterior 1%, trunkus posterior 0.75%, ekstremitas atas kanan 4.5%, ekstremitas atas kiri
5%, ekstremitas bawah kanan 11.25%, ekstremitas bawah kiri 10.25%, gluteus 4.5% dan
derajat tiga pada ekstremitas bawah kanan 1% dan ekstremitas bawah kiri 1%. Dimana luas
luka ditentukan menurut diagram rules of nine dari Wallace. Total luas luka bakar
mencapai 42.5% dengan kedalaman derajat II dan III
Luka bakar pada pasien ini digolongkan derajat II dan III sebab kerusakan meliputi
epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi inflamasi akut dan proses eksudasi,
ditemukan bula, dasar luka berwarna merah dan nyeri akibat iritasi ujung saraf sensorik.
Juga adanya luka bakar juga digolongkan dalam derajat III sebab pada luka bakar dijumpai
kulit terbakar berwarna abu-abu dan pucat dan tidak dijumpai rasa nyeri/hilang sensasi
akibat kerusakan total ujung serabut saraf sensoris.

19

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah resusitasi cairan. Dengan cara Baxter dapat
dihitung kebutuhan cairan pasien yaitu:
4 x BB x % luka bakar = 4 x 60 x 42.5% = 7650 cc / 24 jam
Pada 8 jam pertama pasien diberikan 3825 cc. Kemudian pada 16 jam kemudian diberikan
cairan sebanyak 3825 cc dan jumlah cairan iv line dikurangi dengan asupan cairan yang
diminum oleh pasien. Pada hari kedua diberikan cairan sebanyak setengah cairan pertama
yaitu 3825 cc /24 jam. Pada hari ketiga jumlah cairan kembali dikurangi setengahnya
menjadi 1912 cc/24 jam. Dengan pemantauan, jumlah cairan dapat dikurangi bahkan
dihentikan bila diuresis pasien memuaskan dan pasien dapat minum tanpa kesulitan.
Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar. Luka bakar dibersihkan dengan air
hangat yang mengalir. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menurunkan suhu di daerah
cedera. Untuk menutup luka, digunakan kasa lembab steril menggunakan cairan RL atau
salep untuk mencegah penguapan. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam.
Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah bonam karena penyakit ini sudah
didiagnosis dan saat ini tidak mengancam nyawa. Prognosis ad functionam pada pasien ini
adalah bonam karena sesuai dengan luas dan kedalaman luka, penyembuhan dapat terjadi
secara spontan dan telah dilakukan terapi pengobatan yang adekuat terhadap luka bakar.
Prognosis ad sanactionam pada pasien ini adalah bonam karena faktor penyebab dapat
dihindari dan tidak ada angka rekurensi.

20

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong


W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005. h. 73-5.

2.
3.

Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.


Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK,
Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartzs principal surgery. 8 th

4.

ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.


Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F,
Hirshon

JM,

Halamka

J,

Adler

J,

editors.

Diunduh

dari:

http://www.emedicinehealth.com. 28 Agusuts 2009.

21

Anda mungkin juga menyukai