com/read/20140327/78/214603/pembangunan-jalan-lintasselatan-jateng-baru-26
"Kita harap fisik segera digarap, nanti pembebasan jalan berjalan beriringan dengan progres
fisik," ungkapnya.
Proyek JLS Jateng, lanjutnya, membutuhkan pendanaan yang besar sehingga pemerintah pusat
yang berwenang dalam pembangunan fisik harus menggandeng lembaga keuangan internasional
IDC.
Adapun pembiayaan JLS segmen Cilacap akan ditarik dari pinjaman yang dikucurkan Asian
Development Bank.
"Kalau kredit bantuan dari luar negeri, regulasinya panjang. Saat ini sedang prakualifikasi, kalau
tidak ada hambatan pada Oktober akan dimulai konstruksi JLS Wonogiri-Kebumen," kata
Hanung.
Untuk itu, Pemprov Jateng akan mengusulkan agar pendanaan JLS segmen Kebumen senilai
Rp272 miliar diambilalih oleh pemerintah pusat melalui alokasi APBN.
"Kita usul bagaimana kalau di-handle APBN saja. Tapi mungkin tidak tahun ini karena belum
dianggarkan," ujarnya.
http://www.beritakebumen.info/2012/09/warga-ambal-ingin-jls-dibangun.html
Warga Ambal Ingin JLS Dibangun
potensial dikembangkan sebagai objek wisata," tegas Tino yang juga sebagai ketua
paguyuban 32 kepala desa di Kecamatan Ambal.
Karena potensi pertanian dan wisata pantai ada di sebelah selatan Jalan
Diponegoro, diharapkan dibangun jembatan penyeberangan di JLS untuk
memudahkan masyarakat menuju ladang maupun wisatawan yang hendak ke
pantai.
Desa Ambalresmi menjadi pusat kota Kecamatan Ambal yang berkembang pesat. Di
desa itu pula banyak dijumpai warung sate ambal yang sudah menjadi 'ikon' kuliner
di Kabupaten Kebumen. (Suk/krjogja)
http://selamatkanbumi.com/fasisme-kesurupan-pasir-besi/
Sebelum dikenal secara luas dengan nama Kebumen, daerah ini disebut dengan
nama Kabumian. Kata tersebut konon berasal dari sebuah tempat bermukimnya
seorang pelarian dari Mataram yang bernama Pangeran Mangkubumi (Kyai Bumi)
disaat berkuasanya Sunan Amangkurat I. Secara geografis, Kabupaten Kebumen
terletak pada 727-750 Lintang Selatan dan 10922-10950 Bujur Timur. Di
sebelah Timur, kabupaten Kebumen berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan
Wonosobo. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Banyumas dan Cilacap.
Di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan di bagian selatan
berbatasan dengan Samudera Indonesia (Wikipedia, 2010).
Secara administratif, Kabupaten Kebumen terdiri dari 26 kecamatan dengan luas
wilayah 128.110 Ha. Kabupaten yang berpenduduk 1.212.809 jiwa ini memiliki
karakter tofografi daerah pantai di bagian Selatan dan pegunungan di bagian Utara.
Daerah ini sebagian besarnya adalah dataran rendah. Dari luas keseluruhan wilayah
yang ada, 31,04 persennya dikategorikan sebagai lahan sawah dan pertanian yang
tersebar di wilayah dataran tinggi hingga dataran rendah. 1[1] Luas sisa 68.96
persen daerah tersebut dikategorikan sebagai lahan kering yang diperuntukkan
sebagai
areal
bangunan,
tegalan
dan
hutan
negara
(regionalinvestment.bkpm.go.id).
Pertanian Lahan Pantai Selatan Jawa Versus Urbanisasi
Dari 26 kecamatan yang tersebar di seluruh kabupaten Kebumen, 7 diantaranya
terletak di pesisir Selatan, yaitu Mirit, Ambal, Bulus Pesantren, Klirong, Petanahan,
Puring dan Ayah. Hampir dari keseluruhan penduduknya hidup dari pertanian lahan
pantai yang mulai berkembang sejak tahun 1980-an. Sistem pertanian tersebut
bermula dari ditemukannya sumber air tawar yang berlimpah di sepanjang pesisir
selatan Jawa yang berasal dari kandungan mineral berjenis Fe. Menurut Prof.
Supriyanto, Guru Besar Fakultas Pertanian UGM (2011), kandungan mineral pasir
besi (Fe) yang terdapat di sepanjang pesisir Selatan Jawa mampu mengikat unsurunsur senyawa dari besi yang kemudian menghasilkan air tawar sebagai sumber
irigasi dan mampu mencegah terjadinya abrasi sekaligus menjadi penjaga
ekosistem dan salah satu faktor penentu keberlangsungan pertanian pesisir.
1
Seiring dengan kemajuan teknologi, sistem irigasi air tawar sumur renteng lahan
pantai yang pada awalnya dikelola dengan teknik sederhana berkembang menjadi
lebih modern sehingga mampu mendongkrak produktifitas pertanian dalam skala
lahan yang lebih luas. Di penghujung tahun 1990, pola pertanian ini selain
berdampak pada peningkatan ekonomi rumah tangga petani juga mampu
menurunkan angka urbanisasi di sekitar wilayah pesisir Kebumen.
Menurut Chusni Ansori Dkk (2011), Pantai Selatan Jawa secara umum memiliki
potensi kandungan mineral pasir besi yang melimpah. Dalam penelitiannya, Chusni
menyebutkan bahwa di pantai selatan Yogyakarta, khususnya di sekitar muara
sungai Progo memiliki cadangan 605 juta ton Pasir Besi (Fe) dengan luas area pantai
sepanjang 22 KM dan lebar 1.8 KM. Selanjutnya, di dalam peta sebaran pasir besi di
sebagian wilayah Kabupaten Purworejo dan Kebumen, ia menyimpulkan pasir besi
terdapat pada areal sepanjang 39,16 km serta lebar variasi 1,8 km di bagian timur
hingga 3,4 km di bagian barat. 2[2] Di sebelah Barat Kebumen, tepatnya di
kabupaten Cilacap bagian Selatan juga memiliki kandungan mineral pasir besi yang
melimpah,
namun
sayangnya
mineral
tersebut
bukan
digunakan
untuk
Krisis ketersediaan tanah produktif untuk pertanian di Pulau Jawa yang disebabkan
oleh kepadatan populasi penduduk, penguasaan tanah untuk Properti, Real Estate,
kawasan industri, pertambangan, perkebunan dan hutan negara, kini terimbangi
dengan lahirnya bentuk pertanian baru dengan memanfaatkan lahan pesisir
pantai menjadi areal pertanian produktif.
Ancaman Mega Proyek Jaringan Jalan Lintas Selatan Jawa dan Kepentingan
Militer
Pasir besi merupakan salah satu jenis mineral yang tak terbaharui dengan
kegunaan yang cukup penting di dunia industri dan pertambangan. Bahan mentah
pasir besi dapat dimanfaatkan sebagai tambahan dalam industri semen dan industri
pembuatan baja (Chusni Anshori Dkk, 2011). Ribuan juta ton mineral ini tersebar di
seluruh pesisir selatan Jawa, pulau Sumatera bagian Barat, dan di beberapa wilayah
di Indonesia bagian Timur. Sebagian dari ribuan juta ton tersebut hampir
setengahnya berada di pulau Jawa bagian Selatan. Hal ini dipengaruhi secara
geografis oleh keberadaan gunung-gunung api aktif. Dalam penelitian Distribusi
Mineralogi Pasir Besi Pada Jalur Pantai Selatan Kebumen-Kutoarjo yang dilakukan
oleh
Chusni
keberadaan
Ansori,
sungai
Sudarsono
besar
yang
dan
Saefudin
berhulu
pada
(2011),
batuan
mengatakan
produk
bahwa
gunung
api,
tertentu
yang
terkandung
di
dalamnya,
kemungkinan
akan
tanah
lewat
berbagai macam regulasi dan represifitas aparatus negara (TNI-POLRI, serta milisimilisi sipil yang dibackup oleh negara-korporasi dan bahkan akhir-akhir ini diperkuat
oleh organisasi keagamaan. Tidak kurang dari 20 petani selama 2010-2012 telah
dikriminalisasi demi kepentingan pertambangan pasir besi di pesisir selatan Jawa
(FKMA, 2013).
penolakan tambang pasir besi, sebenarnya telah didahului oleh beberapa rentetan
peristiwa yang menjadi akar konflik. Dari hasil wawancara penulis selama penelitian
lapangan, setidaknya ada beberapa faktor pemicu yang menjadi akar konflik agraria
di pesisir selatan Kebumen.
Pertama, Klaim sejarah sepihak yang dilakukan TNI AD terhadap tanah. TNI AD
mengklaim berhak atas tanah di pesisir selatan Kebumen yang
merupakan
Kedua, meninggalnya 5 orang anak petani yang terkena bom aktif TNI AD pada
tahun 1997, tragedi ini bermula ketika mereka mencoba menendang sebuah benda
yang tidak
lain adalah bom yang masih aktif di areal latihan TNI AD. Ketiga,
penjajahan
JLLS ini akan berhadapan dengan pembebasan lahan penduduk di 30 desa di tujuh
kecamatan wilayah kabupaten Kebumen. Klaim TNI AD yang menyatakan berhak
atas tanah 500 meter dari bibir pantai sepanjang 22.5 km dengan sangat jelas
diduga oleh warga merupakan skenario untuk mendapatkan bagian dari dana
pembebasan lahan JLLS yang dianggarkan mencapai ratusan miliyar rupiah
sekaligus mempermudah korporasi pertambangan pasir besi bercokol di atas tanah
tersebut. Struktur pendanaan JLLS yang terbangun lewat Asian Development Bank
(ADB) melalui Islamic Development Bank (IDB) dapat mengisyaratkan munculnya
kelompok-kelompok atas nama Islam dari luar wilayah pesisir selatan Kebumen
yang berjihad secara mati-matian mendukung rencana pertambangan di pesisir
selatan Kebumen.
Relasi Sekamar Korporasi Semen dan Pasir Besi
Telah disebutkan dalam uraian diatas bahwa kandungan mineral Fe (pasir besi)
dalam bentuk bahan mentah (raw material) yang terdapat di sepanjang pesisir
selatan Jawa selain dibutuhkan untuk kepentingan industri baja juga digunakan
sebagai bahan tambahan dalam industri semen. Senada dengan ini, maka tidak
salah jika analisa tersebut dikaitkan dengan meningkatnya angka pertumbuhan
pendirian pabrik semen di pulau Jawa.
Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Widodo Santoso dalam keterangannya di
rapat kerja Kementrian Perindustrian, 12 Februari 2013, menyatakan industri semen
akan tumbuh 10 persen pada tahun 2013. Total konsumsi semen pada tahun 2012
mencapai 55 juta ton, maka dengan kenaikan 10 persen, konsumsi tahun 2013 akan
mencapai
60
juta
ton
(Tempo,
2013).
Peningkatan
ini
dipengaruhi
oleh
mencapai 67 juta ton. Pada tahun 2013 PT Semen Gresik akan beroperasi di Sorong,
Papua Barat. Di Sulawesi Selatan, PT. Semen Tonasa akan mengoperasikan pabrik
barunya di Pangkep dengan produksi 2,5 juta ton. Dan di Banyuwangi, Jawa Timur,
akan
hadir
PT
Semen
Bosowa
yang
akan
menghasilkan
produksi
semen
setelah
tragedi
16
April
yang
menggegerkan
negeri
Kabumian,
lebar
kepada
korporasi
pertambangan
untuk
menjamah
dan
phospat dan kalsit akan berlokasi di Kecamatan Ayah dan Buayan. Di bagian ayat c
(batuan) dan d (batu bara) pertambangan jenis andesit dan batu bara juga berlokasi
di Kecamatan Ayah dan Buayan. Kecamatan Ayah dan Buayan merupakan 2 wilayah
yang dominan untuk peruntukan wilayah pertambangan, terutama jenis emas dan
batu bara.
Konsentrasi pertambangan yang pada mulanya hanya diperkirakan terjadi di bagian
pesisir selatan Kebumen ternyata meluas hingga ke arah utara. Hal ini patut
diwaspadai sebagai ancaman yang nyata bagi keseluruhan penduduk yang telah
mengantungkan hidupnya dari pertanian. Karena tidaklah mungkin pertambangan
dan pertanian dapat berdiri sejajar. Konflik agraria yang pada abad 20 ditandai
dengan ketimpangan struktur kepemilikan tanah kini pada abad 21 telah meluas
hingga isu-isu kerusakan ekologis dikarenakan meluasnya industri pertambangan.
Masa depan pertanian pesisir selatan dan utara Kebumen terlihat secara jelas
dalam sebuah wilayah konflik yang pasti. Jalan keluar yang tidak bisa ditawar lagi
adalah sebuah perlawanan sosial. Perlawanan yang tidak lagi menggantungkan
keberhasilan pada sebuah gaya kepemimpinan yang feodal/messianistik. Lebih dari
2 abad sejarah perlawanan petani membuktikan perlawanan-perlawanan bergaya
kharismatik tersebut mati seiring dengan ditangkapnya pemimpin-pemimpin
gerakannya. Di sisi lain, memilih perlawanan gaya legal, perlawanan yang bertumpu
pada jalur-jalur legal dengan memanfaatkan negara sebagai instrument untuk
mencapai keadilan juga kerap berbuah pahit. Walapun lembaga-lembaga peradilan
memutuskan secara de Jure memenangkan gugatan petani tetapi secara de Facto
petani tetap tidak diperbolehkan menguasai tanah menang di atas kertas.
Menurut pengamatan penulis dari penelitian yang dilakukan di sebuah wilayah yang
bernama Deli, Propinsi Sumatera Utara, setengah dari 32 kelompok tani yang
berhasil mendapatkan kembali tanahnya yang dirampas korporasi perkebunan
adalah kelompok-kelompok yang tidak berjuang di jalur legal. Walaupun tidak bisa
disederhanakan secara pasti, namum setengah dari kelompok-kelompok yang
berhasil adalah kelompok yang tidak pernah berjuang di meja peradilan dan tidak
bermitra dengan NGO. Dengan gaya yang disebut oleh penulis sebagai perlawanan
ektra legal, petani lebih memilih melakukan pelumpuhan terhadap komoditas
produksi perkebunan, walaupun cara yang demikian akan dicap illegal oleh hukum
positif (negara).
Di dalam kapitalisme yang matang, untuk menstabilkan modal-modal di negaranegara dunia ketiga, maka dibutuhkan kekuatan penyeimbang. Kekuatan
penyeimbang
tersebut
adalah
NGO,
kekuatan
untuk
membuat
kapitalisme
demokratik tetap dapat bekerja. Di arena konflik, NGO kerap memainkan peran
sebagai pengkritik kebijakan pemerintah, namun di sisi lain juga berperan sebagai
agen
untuk
memberikan
penjelasan
kepada
masyarakat
tentang
kebijakan
pemerintah ataupun isu-isu masyarakat sipil, HAM dan demokrasi yang dalam arti
luas memainkan peran untuk mengurangi peran negara namun memperbesar peran
pasar. Hal itu untuk mengurangi ongkos produksi (kapitalisme) yang selama ini
banyak dikorupsi oleh birokrasi negara. Maka tidaklah heran jika jutaan dolar
digelontorkan untuk para penggiat NGO setiap tahunnya demi tetap menstabilkan
modal dan mencuci pikiran masyarakat agar tetap dapat terkontrol di ranah yang
telah ditentukan.
Tidak ada salahnya untuk kembali merenungkan bagaimana perlawanan sosial
dibangun secara mandiri tanpa harus bergantung kepada kelompok-kelompok lain
yang sama sekali tidak berhubungan langsung dengan alat produksi. (M. Afandi,
Relawan FKMA)
Catatan pustaka :
1. Chusni Ansori Dkk, Distribusi Mineralogi Pasir Besi Pada Jalur Pantai Selatan
Kebumen-Kutoarjo, Makalah, Buletin Sumber Daya Geologi vol. 6. 2011.
2. www.kontras.org/buletin/indo/newsletter.
3. Id.wikipedia.org.
4. www.regionalinvestment.bkpm.go.id
5. Dokumen Sejarah FKMA, 2011-2013.
6. www.tempo.co.id.
http://www.perpustakaan-stpn.ac.id/buku/?id=5810
RAHMI HAYATI
Penerbit :
STPN Yogyakarta
Tahun terbit :
2011
Tebal :
91 halaman