Resume Tugas Bangpol - Buku Riswandha
Resume Tugas Bangpol - Buku Riswandha
BAB I.......................................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................6
BAB III..................................................................................................................10
BAB IV..................................................................................................................14
BAB V....................................................................................................................18
BAB VI..................................................................................................................22
BAB VII.................................................................................................................28
BAB VIII................................................................................................................34
ANALISIS.............................................................................................................39
BAB I
PROBLEMATIKA PEMILU
dan
cara
pencapaian
yang
menyangkut
usaha
memaksimalkan
dalam proses politik tergantung laku atau tidak ide yang mereka jual kepada
masyakarakat. Dan tersedianya tenaga muda sangat menentukan suatu partai. Di
satu sisi, sistem rekrutmen politik kurang membuka kepentingan bagi tenaga
muda untuk ikut dalam proses politi, kalaupun ada yang ikut segelintir orang
tersebut hanya bersikap nderek bapak daripada mengemukakan ide mereka.
Beli Harimau Diberi Kucing
Isu penting yang mencuat dalam pemilu 1992 adalah regenerasi pemimpin,
semenjak Presiden Soeharto melontarkan semacam isyarat bahwa tahun 19881993 bakal menjadi tahun terakhir menjabat dirinya sebagai presiden. Segera
isyarat ini menjadi isu politik yang tidak pernah putus dibicarakan orang.
Setidaknya ada dua penyebab utama, yang pertama adanya satu kelompok
generasi yang demikian lama memegang kendali politik, kedua adanya hambatan
psichologis yang berasal dari kultur politik bangsa.
Secara umum ada enam faktor penting untuk memilih seorang pemimpin;
intellectual capacity, self-significance, vitality, training, experience, reputation
(Titus, 1986) dan tentunya keenam faktor ini saling berhubungan. Idealnya
seorang
pemimpin
memiliki
sifat
kepemimpinan,
kemampuan
untuk
mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama atau bertindak sesuai dengan
kehendak bersama. Pola rekrutmen politik indonesia tidak akan berubah selama
penggunaan vote getter. Saya tidak setuju dengan pola seperti ini sebab mereka
tidak memilik integritas pribadi sebagai bagian dari kualitas pribadi seorang
pemimpin. Penggunaan vote getter dalam pemilu adalah sebuah tindakan
membohongi pemilih khususnya. Karena pada dasarnya pemimpin yang baik
adalah mereka yang diwisuda oleh rakyat, karena itu harus diberi kesempatan
yang lebih luas kepada anggota masyarakat untuk menguji kualitas intelektual dan
kualitas pribadi si calon.
Dicari Balon Anti Kempes
Pemilu lahir dari dua arus pemikiran yang saling bertentangan tentang
terminologi yang paling laku dari ilmu politik, yakni demokrasi. Tidak heran
kalau pemilu kemudian dipandang sebagai pesta pora demokrasi. Para pakar ilmu
administrasi percaya bahwa syarat yang paling mutlak menjadi seorang pemimpin
adalah adanya integrated personality.
Persoalannya, kenapa banyak tokoh politik kita yang tidak memiliki
integrated personality, sebab banyak diantara mereka yang tidak memenuhi tiga
syarat utama menjadi seorang pemimpin yakni popularity, acceptability, dan
capability (Sergiovanni and Corbally 19860). Harus diakui bahwa selama ini jalan
yang abnormal yang paling banyak dilakukan dan berhasil menarik perhatian
massa. Dan itu yang menjadi salah satu persoalan mengenai figur pemimpin di
indonesia.
Fenomena Kampanye 1992
Dari segi isi (substansi) kampanye, dibedakan adanya tiga bidang isu yaitu
dibidang ekonomi mencakup kesenjangan, keleluasaan berusaha dan pemerataan.
Dibidang politik menyeruak isu pembatasan jabatan presiden dan penciptaan
kehidupan demokrasi yang lebih emansipatif dan responsif. Teori Hutington,
Zimmermann (1980) mengemukakan bahwa modernisasi akan membawa tiga
dampak, pertama frustasi sosial, kedua bentuk partisipasi politik langsung yang
tidak formal dan yang ketiga adalah dampak yang saling terkait dianatara kedua
dampak di atas tersebut. Jika dikaji ketiga dampak modernisasi yang digambarkan
tadi disebabkan oleh adanya konflik kepentingan. Masalahnya bagaimana kita
mengendalikan konflik yang ada, agar menguntungkan upaya pembangunan?
Etzioni (1961) mengemukakan tiga cara mengatasi konflik yaitu, coercive,
remunerative, dan normative.
BAB II
PROBLEMATIKA WAKIL RAKYAT
Presiden, Kedua kita selalu terkena Sindrome Calon Tunggal baik itu calom
Presiden ataupun Wakil Presiden.
3. Interupsi dan Voting
Sekalipun sudah dijaga dari segala penjuru, kasus interupsi terjadi lagi dalam
Sidang Umum MPR 1993. Ada dua hal yang perlu kita perhatikan seputar
kasus ini. Pertama Interupsi tidak akan terjadi bila proses pengambilan
keputusan dilakukan dengan demokratis. Kedua, kasus Sabam tidak akan
terjadi, bila didepan tiap anggota MPR ada alat komunikasi.
4. Sikap Mental Kita
Mungkin siu ini yang paling memprihatinkan. Coba saja disimak. Sejak awal
Presiden Soeharti sudah menyataakan bahwa masih ada kekurangan dalam
pelaksanaan tugasnya dan meminta untuk diawasi oleh rakyat dan DPR.
Namun kenyataanya tidak demikian.
Dilema Wakil Rakyat
Kalau dalam dunia sepak bola dikenal prinsip total football , maka saat ini
pelatih politik kita berhasil menelorkan prinsip total politics Tidak ada pola
yang dianut. Awut-awutan, ramai-ramai menyerang dan bila perlu ramai-ramai
bertahan.
Menyedihkan disaat kita mulai mengalami kemajuan di segala bidang, di
saat perlunya partisipasi aktif rakyat dijadikan tema pidato dimana-mana, disaat
kita menumbuhkan keberanian rakyat mengemukakan aspirasinya, di saat itu pula
wakil rakyat dibuat takut oleh permainan politik awut-awutan.
Untuk memainkan politik secara lebih demokratis, setidakya ada tiga
syarat utama. Pertama perlu proses politik transparan. Kedua Norma Politik yang
demokratis menghendaki jaminan aktor politik selalu mendapatkan informasi dari
tangan pertama. Permainan politik yang demokratis didukung orang sospol yang
independen.
BAB III
PROBLEMATIKA DEMOKRASI
MEMENCAR
Modernisasi adalah gejala yang tidak terhindarkan dalam kehidupan suatu
bangsa. Gejala ini tidak berjalan cylical (menuruti satu siklus, perputaran
zaman). Gejala ini diyakini akan berlangsung secara linear, dimana ujung
batasnya tidak pernah tampak.
EMPAT PILAR
Selama ini kekuatan besar itu disimbolkan oleh seseorang. Namun, seiring
12 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
1. Wahyu
Kekuasaan politik tidak lepas dari wahyu yang diterima dari seseorang.
Wahyu dating dari tuhan, dan tidak mungkin diberikan kepada dua orang pada
saat yang sama. Karena itu, logisnya hanya tuhan yang berhak memecat orang
yang berkuasa.
2. Waktu
Ibarat tanaman, kemunculan seorang elit mengikuti siklus dan irama alam
yang tak terbantahkan. Ada masa menguncup, meranum, sebelum akhirnya
masak untuk dipetik. Karena itu syarat mutlak menjadi pemimpin.
3. Satriya sinangling
Calon elit harus siap untuk tidak popular. Dia disekap tidak dimunculkan
dalam opini public, tapi bisa dipastikan dialah yang akan ditunjuk menjadi
seorang elit baru.
Nama Robert William Liddle mungkin lebih terkenal dibanding pemerhati
politik lokal. Nama ini telah menolarkan pakar politik Indonesia yang handal,
seperti Afan Gaffar dan kawan-kawan. Sosok yang sama telah melahirkan
serangkaian buku, makalah ilmiah, ataupun tulisan lepas lainnya mengenai
Indonesia. Salah satu bukti pikirannya adalah yang selalu dibicarakan orang,
adalah model kepolitikan orba yang digambarkan sebagai Piramida Orde Baru.
Dalam posisi seperti ini, setiap ungkapan pemikiran Liddle menjadi penting.
Apalagi kalau ungkapan itu mengundang reaksi luas dari masyakat, seperti
pernyataannya dalam sebuah konfrensi di Jakarta 30 Mei 1995 lalu, dan sebuah
diskusi di harian Jawa Pos seminggu kemudian. Di Jakarta Liddle mengemukakan
bahwa demokrasi bagi rakyat Indonesia masih merupakan impian (Kompas
1/6/95). Di Surabaya dia menyatakan secara tegas pengagum berat pak Harto,
dan secara tegas menyatakan bahwa pak Harto akan terpilih kembali secara
aklamasi dalam SU_MPR 1998 nanti (Jawa Pos, 6/6/95). Orang pun terkaget
mendengar pernyataanya ini sebab selama ini Liddle justru dikenal sangat kritikal
terhadap orba.
13 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
BAB IV
SEKITAR DINAMIKA PARPOL
secara
konstitusional
dominan.Pemerintah
Orde
Baru
pihak
eksekutif
bersikeras
untuk
negara
kita
sangat
segera
melaksanakan
14 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
15 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
adalah: Pers, Wiraswastawan muda, ilmuwan (muda), perwira militer muda, dan
cendikiawan muslim di perkotaan.
Pertama, perlawanan diam menjadi mode yang terbukti efektif akir-akhir
ini. Kedua, jenjang karir dalam tubuh Golkar dinilai jelas oleh para aktivisnya.
Ketiga, lemebaga legislatif (DPR ataupun DPRD) yang makin baik kualitas
kerjanya. Keempat, kesenjangan sosial yang makin meluas, faktor ini benar-benar
problematik buat Golkar.
Perlukah Opp Berkampanye?
Pertama, bentuk kampanye pawai kendaraan bermotor dilarang. Kedua,
akibat dar situasi politik, yang monolitik yang mulai terbentuk sejak pemilu 1971,
banyak anggota masyarakat merasa yakin bahwa pemilu 1992 tidak akan merubah
apa-apa. Kampanye baru memberikan arti manfaat kepada rakyat bila ada
kompetisi (baik dalam arti formal maupun substansial) antar kekuatan politik yang
ada.
Kampanye politik adalah kegiatan individual atau kelompok mempengaruhi
orang lain, agar mau memberikan dukungan (dalam bentuk suara) kepada mereka
dalam satu pemilihan umum (Pemilu). Dengan demikian, kegiatan kampanye
memiliki tiga dimensi: dagang, komunikasi politik, dan mobilisasi. Dalam ilmu
politik dikenal adanya empat teknik kampanye: door to door, group discusssion,
indirect mass-campaign, dan direct mass-campaign.
Kita sepakat bahwa seluruh kekuatan politik yang ada harus (dan sudah)
berazaskan Pancasila. Artinya, tidak ada alasan bagi bahwa akan terjadi kesalahan
penafsiran atas masalah sosial dan politik yang berkembang, atau ketidaksetiaan
terhadap bangsa dan negara Indonesia.
Bintang Berkelip Dengan Jenaka
Muktamar III PPP baru diadakan bulan Agustus 1994. Tapi saat ini, partai
berlambang
Bintang
sudah
berkelap-kelip,
justeru
16 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
karena
keinginannya
Sejak didirikan pada tahun 1973, kemelut selalu melanda tubuh PPP. Sama
halnya dengan PDI yang dilahirkan pada saat yang sama. Namun dalam kemelut
PPP terasa lebih menyesakkan dibanding PDI. Salah satu faktor yang
memungkinkan PPP menaikkan kembali suara mereka, adalah figur Buya yang
akomodatif, yang sanggup mengayomi bintang-bintang lain.
Warga PPP mencari tokoh yang memenuhi tiga syarat. Pertama, bisa
menghangatkan mesin politik mereka hingga siap untuk dibawa ngebut dalam
Pemilu 1997. Kedua, harus tokoh muda atau setidaknya dapat diterima oleh
kawula muda. Ketiga, harus memiliki saluran dukungan dari para ulama. Dan
mereka adalah Gusdur dan Kiai Zainuddin MZ.
17 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
BAB V
TYPOLOGI PARTAI HEGEMONI
18 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
usia 27 tahun ini Golkar dituntut untuk lebih dewasa; dalam arti boleh membuka
diri untuk berbagi tanggung jawab dengan kekuatan politik lain mengurus negara
kita. Ketiga, masih ada beberapa masalah yang belum tuntas diselesaikan Golkar.
Masalah ini, dalam jangka pendek, dapat memengaruhi perolehan suara Golkar
dalam pemilu 1992. Dalam jangka panjang, masalah ini dapat menjadi sumber
ketidakstabilan politik.
19 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
yang diambil. Setidaknya ada tiga Caucus yang berperan dalam Munas V Golkar,
yaitu: Ketua (Dewan Pembina), Kelompok Cendekiawan, dan ABRI.
Tokoh yang Dipilih Wibawa
Suasana jalannya Munas V Golkar sepi dan datar. Tiba-tiba mendekati akhir
Munas muncul kejutan. Dewan Pembina tiba-tiba secara eksplisit menunjuk
Harmoko dan Ary Mardjono. Dengan demikian maka berakhirlah spekulasi siapa
yang akan memimpin Golkar periode 1993-1998.
Namun ada tiga nuansa penting yang harus disimak, yaitu kenyataan bahwa
sampai mendekati akhir Munas, Harmoko ternyata masih belum sepenuhnya
diterima oleh DPD, kemudian tindakan Dewan Pembina ini memberi indikasi
terjadinya perpecahan pada lapisan elit Golkar, dan tindakan itu merupakan
indikasi terjadinya kemerosotan kepekaan elit Golkar dalam menangkap sinyalsinyal tidak langsung dari Dewan Pembina.
Ketika Politik Menjadi Panggung Teater
Sebagian peserta Munas V Golkar datang dengan semangat membuat
Golkar semakin responsif terhadap tuntutan rakyat. Mereka sadar bahwa masalah
Golkar tidak sebatas masalah Ketua Umum dan Sekjen saja. Tetapi apa boleh
buat, perhatian sangat terpusat pada suksesi Ketua Umum Golkar. Sebagaimana
layaknya satu seminar, kesimpulannya sudah dibuat sebelum Munas berakhir.
Bahkan, mungkin, sebelum Munas dilaksanakan.
Kalau
benar
politik
hanyalah
sebuah
teater
kehidupan,
sulit
menempatkannya ke dalam salah satu bentuk yang ada. Karena batas antara
keseriusan dengan main-main sungguh sangat tipis. Hal-hal yang kita anggap
lelucon, bisa berubah menjadi sesuatu yang serius.
Mencermati Sketsa Golkar
Melihat susunan DPP-Golkar, terkesan bahwa justru Golkar meniupkan
kembali isu patrimonialisme dan nepotisme. Padahal semangat yang menyelimuti
20 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
21 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
Umumnya orang mengatakan PPP dan PDI tidak mandiri. Tapi sebenarnya
Golkar selama ini juga tidak mandiri. Bidang lain tidak. Hal-hal lain yang
dikatakan sebagai program Golkar selama ini, tidak lebih dari program pemerintah
yang dijual Golkar.
BAB VI
SEPAK TERJANG SANG BANTENG
Saat PDI sukses menaikan suara dalam Pemilu 1987 dan 1992, masih saja
dituding sebagai satu keberuntungan. Melihat hasil Pemilu 1971 sampai dengan
1992, tidak bisa dipungkiri bahwa penampilan PDI mulai membaik dalam dua
Pemilu terakhir. PPP saja meraih suara yang anjlok 4,86 persen. Lonjakan suara
PDI mencapai angka 35.33 persen. Sedangkan penurunan suara Golkar sebesar
6.69 persen. Basis PDI ada di Indonesia Bagian Timur. Bila hasil ini dikaitkan
dengan isu pembangunan tampak bahwa PDI mendapati simpati di daerah yang
relatif belum terbangun selama ini.
Dapat
saja
kenyataan
ini
dihubungkan
dengan
isu
keberhasilab
22 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
23 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
perhatian amat besar dari para wartawan. Kalau para elit PDI "mengerti", sang
Banteng sebenarnya sudah mulai memenangkan Pemilu 1997 nanti.
Sebagai ajang eksperimen demokrasi di Indonesoa, kita berharap banyak
konsep lahir dari kandang Banteng yang terbuka. Karena itu, tepat bila Kongres
IV PDI di Medan "dibuka" dan tidak perlu "ditutup".
Mega Dibendung Mega Melambung
Mega bisa masuk dan resmi menjadi salah satu calon. Kalau tidak, hampir
pasti Budi Hardjono yang akan memimpin PDI. Penentu dari skenarion yang akan
dimainkan adalah sistem pemilihan ketua umum. Ada dua sistem yang
diperdebatkan, floor atau formatur. Mendagri Yogie S. Memet secara tegas
menganjurkan agar KLB PDI menggunakan sistem formatur. Masalahnya, cara ini
sangat manipulatif. Penentuan formatur akancsangat kritikal, sebab seseorang
pasti ditunjuk untuk memilih siapa saja yang bisa jadi anggota formatur. Cara ini
akan sangat menguntungkan posisi Budi Hardjono untuk menjadi ketua umum.
Sangat sulit untuk dibantah, bahwa sebenarnya Pemerintah tidak berkenan dengan
kemungkinan Mega menjadi Ketua Umum PDI. Masalahnya, opini warga PDI
terlanjur terbentuk bahwa sistem floor merupakan cara terbaik (sesuai dengan azas
demokrasi). Mereka belajar dari kenyataan selama ini, bahwa sistem formatur
selalu melahirkan elit yang kurang aspiratif terhadap dinamika partai. Yang jelas,
upaya yang makin transparan untuk membendung mega, justru akan
melambungkan popularitas megawati.
Ini Democracy Atau Democrazy?
Demokrasi dianggap sebagai sarana sekaligus tujuan yang hendak dicapai
dalam berpolitik. Menurut Winston Churchill, demokrasi dipilih karena kadar
kejelekan prinsip ini sedikit lebih rendah daripada prinsip politik yang lain.
Demokrasi identik dengan kebebasan dalam arti yang sangat longgar. Di sini
orang akan sangat mudah terlempar dari pengertian demokrasi, dan tergelincir ke
prinsip liberalisasi. Kalao sampai sikap liberal ini dikemas ke dalam kata
24 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
demokrasi, makan yang akan tercipta adalah democrazy (massa yang gila). Persis
seperti yang kita saksikan saat ini di arena KLB PDI 1993.
Hari kedua, kekacauan sudah merebak di tiap acara sidang. Hari ketiga,
wartawan dilarang meliput jalannya sidang. Penulis mengira elit PDI sadar betul
akan jasa besar pers. Tapi mereka juga sadar betul bahwa kehadiran pers, dapat
menyulut semangat liberalisme yang tinggi. Dibandingkan dengan meliput Munas
V Golkar. Mengapa? Sebab tidak ada resikonya. Dua hari pertama pelaksanaan
KLB masih nelum berhasil membuktikAn bahwa kata "demokrasi" dari nama PDI
itu benar-benar bermakna. Kata ini masih terasa sebagai ornamen dari sekelompok
orang yang bersikap liberal.
Elit PDI yang mengaku matang berpolitik, kelewat faham dengan ajaran
dengan demokrasi, gagal menunjukkan sikap seorang Demokrat sejati. Karena
yang terlihat di Sukolilo justru kebalikannya, di mana DPP Caretaker memanggil
pimpinan ke-27 DPD PDI. Tujuannya tidak lain adalah agar cara pemilihan tetap
di dasarkan oleh cara formatur dan sedapat mungkin menghalangi Mega menjadi
Ketua Umum PDI. Bila cara formatur tetap dilakukan dan Mega tidak terpilih,
maka pendukung Mega akan sangat mudah untuk memunculkan democrazy.
Jalan Terjal Megawati
Melihat masalah Abstrak yang ada dalam tubuh PDI, sama seperti melihat
sebuah lukisan abstrak. Di antara coreng-cemorengnya warna yang ada, kita
sebenarnya mengetahui gambar yang disajikan. Kita tidak melihat bentuk nyata,
tapi kita bisa merasakannya. Kitatidak bisa tahu garis pertamanya yang harus
siikuti untuk menelusuri gambar yang dihadapi. Semua warna bersifat frontal dan
terkesan memiliki arti yang sama pentingnya.
Kita tahu di PDI ada masalah fusi. Tapi kita tidak bisa mengatakannya
sebagai masalah yang utama. Ada juga masalah kaderisasi. Tapi tidak bisa
dikatakan bahwa masalah ini merupakan akibat dari tidak tuntasnya fusi.bisa jadi
masalah kaderisasi ini yang menjadi ganjalan terhadap terciptanya fusi yang utuh.
25 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
26 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
27 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
terhadap aspirasi yang dating dari bawah. Yang kedua, PDI harus menciptakan
mekanisme kerja yang lebih demokratis. Dan yang ketiga, PDI harus segera
menemukan formula gaya kepemimpinan khas milik PDI.
BAB VII
REFLEKSI KEPEMIMPINAN
28 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
hidup dan taraf pendidikan penduduk, membuka cakrawala pandang yang lebih
luas lagi, meningkatkan kapasitas intelektual penduduk, membuka kesempatan
mendapat latihan tambahan dan pengalaman baru, serta meningkatkan vitalitas
kerja. Kualitas pemimpin harus jauh lebih baik dibandingkan rata-rata penduduk,
yang didukung dengan kuantitas pendukung.
Ada dua penyebab pandangan umum mengenai lahirnya pemimpin tidak
berlaku di Indonesia: nilai budaya politik, dan ambisi untuk segera menjadi negara
industri baru (NIB). Nilai budaya politik adalah kekuasaan politik yang
merupakan anugerah Tuhan, namun pola pikir seperti ini tidak sesuai dengan
ajaran demokrasi politik, sebab kekuasaan politik berasal dari rakyat, bergantung
pada akar bawah. Banyak ahli yang memandang persoalan politik di Indonesia
lebih merupakan persoalan mendapatkan pulung daripada mendapat dukungan
rakyat. Selain itu pola dasar kita menyebabkan kita percaya bahwa satu
panggung tidak boleh ada dua primadona. Cara pandang bahwa kekuasaan
merupakan milik individual menyebabkan kepemimpinan dalam masyarakat
kita diwarnai oleh faktor ego merasa diri penting. Perlu diingat, dari sudut budaya
politik keberadaan para pelaksana itu didasari oleh pulung yang dimiliki.
Ala Kepiting? Alat analisa yang ,menjadi cerminan aspirasi yang
berkembang dalam masyarakat, yang dikumpulkan dan dirumuskan oleh patai
politik, yang dijual kembali kepada masyarakat melalui Pemilu untuk
mendapatkan
dukungan
suara
sebanyak-banyaknya.
Setelah
itu
parpol
29 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
munculnya
tokoh-tokoh
berkaliber
nasional.
Negara
kita
kepemimpinan
Rudini,
beliau
banyak
mengutarakan
ide
30 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
hak warga negara untuk berbeda pendapat. Perbedaan ini bertambah kompleks
dalam masyarakat yang semakin modern
Ide Pemerintahan, Jabatan Gubernur hanya untuk periode saja, hal ini untuk
memaksimalkan program pembangunan yang sangat padat selama 5 tahun. Selain
itu juga
kemampuannya.
Susahnya Jadi Pemimpin
Hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin itu erat sebagai
hubungan pribadi. Pemimpin tidak lain adalah orang yang dipercaya oleh
angggota kelompok, untuk memimpin kelompok itu mewujudkan tujuan dan citacita bersama.Kepercayaan terhadap seseorang untuk memimpin satu kelompok
berkaitan dengan kemampuan orang yang bersangkutan dan karakteristik
kelompok yang dipimpin. Masalah yang sering dihadapi oleh seorang pemimpin
adalah bila dia ingin memimpin kelompok yang lebih besar lagi. Seseorang boleh
populer di kelompok kecilnya, tetapi tidak cukup populer dalam keompok besar.
Setiap pemimpin harus memberi konsen si terhadap kelompok lain yang menjadi
unsur kelompok besar. Tujuan dan kepentingan kelompok aslinya haruslah siap
dikorbankan oleh tujuan dan kepentingan baru dari kelompok besarnya. Dilema
ini dapat kira temui di negara-negara berkembang, berbenturan antara ikatan
primordialisme yang masih cukup kuat.
Sekelumit Kepemimpinan Soekarno
Obsesi Bung Karno adalah pada persatuan dan kemerdekaan Indonesia yang
membuatnya tegar dan tidak minder berhadapan dengan bangsa Belanda.lalu dia
mencari alat perjuangan yang sesuai dengan alam pikirannya sendiri. Salah
satunya adalah NASAKOM, PARTAI PELOPOR, ataupun FRONT NASIONAL,
bukti kerjad Bung Karno dalam kehadirannya dalam sejarah politik di Indonesia.
Bung Karno adalah seorang orator yang sanggup memainkan enosi massa sesuai
dengan yang diinginkannya. Dia sanggup membakar semangat perlawanan pada
penjajah di dada pemuda Indonesia. Sikal politiknya sangatlah akomodatif. Bung
31 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
Karno dapat dikatakan berada jauh jaraknya dari ilmu politik. Namun, sebagai
pelaku politik Bung Karno telah memberi warna terhadap dunia ilmu
politik,khususnya Indonesia. Bahkan acuan seorang orator tidak lain dan tidak
bukan pastilah mengacu pada gaya Bung Karno. Kepemimpinan di dunia politik
sangat ditentukan oleh kepercayaan (trustees) yang diterima dari rakyat. Bentuk
konkritnya adalah bahwa rakyat percaya bahwa sang pemimpin benar-benar
berpikir tentang nasib mereka. Menurut Glenn Paige, ada tiga hal yang
menentukan muncul dan berhasilnya pemimpin dalam dunia politik. Pertama, dia
harus merasa kehadirannya sangat dibutuhkan oleh sekelompok orang. Kedua,
Mitos seorang pemimpin politik membutuhkan mitos sebagai dasar pembentukkan
kewibawaannya. Ketiga, memiliki ptensi kreativitas yang tinggi. Dari tiga hal
tersebut nampaknya Soekarno secara lahiriah telah memenuhi syarat-syarat
tersebut secara penuh.
Bung karno telah wafat 26 tahun lalu, lalu apakah yang akan dikatakannya
bila melihat politik Indonesia pada saat ini? mungkin pertama dia akan
menanyakan tentang etika politik kita yang mengendor. Bukan berpikir tentang
bagaimana melayani masyarakat, tetapi malah minta dilayani oleh masyarakat.
mekanisme perekrutan yang semakin buruk, menjadikan lebih kuat keatas dan
malah lemah ke bawah. Ditambah munculnya sikap feodalisme baru yang
menghambat upaya pelaku politik untuk mengenal siapa masyarakatnya. Sebagai
salah seorang bapak bangsa, Bung Karno mungkin akan berpesan agar kita
mampu dan menjaga diri ditengah gencarnya arus modernisasi saat ini.
Megahnya Kepemimpinan Megawati
Fakta bahwa ingatan masyarakat akan selalu hangat akan nama Proklamator
RI, Bung Karno
Banteng. Di tengah maraknya kejadian sosial dan politk yang marak terjadi, di
dalam maupun luar negeri. Bila nama Mega secara khusus dikaitkan dengan nasib
PDI, bisa jadi menempatkan si banteng di simpang jalan. Berkaitan pula dengan
keterkaitan batin pemilih yang dikenal sebagai Soekarnoiesme. Popularitas
merupakan kelengkapan yang harus dipenuhi bila seseorang ingin menjadi
32 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
pemimpin politk. Dan persoalan besar yang dimiliki Mega adalah, pembuktian
bahwa dia memiliki kapabilitas yang diperlakukan untuk memimpin organisasi
politik sebesar PDI.
Faktor internal yang paling potensial akan mengganggu KLB PDI adalah
rivalitas antar elit yang tetap berlangsung sebagai akibat fusi yang belum tuntas.
Lalu dari rivalitas inilah nantinya akan membuka jalan masuk kepada faktorfaktor luar untuk memengaruhi jalannya KLB PDI. Selama ini elit PDI hanya
terpaku pada satu isu, yaitu menggeser Soerjadi
Ketika Soerjadi tersingkir melalui pengakuan pemerintah pada Caretaker
PDI, sudah banyak elit PDI yang bersiap untuk naik ke posisi Ketua. Setidaknya
ada dua faktor yang menentukan jalannyya KLB PDI, dan sekaligus menentukan
Mega naik atau tidak. Pertama, mengenai persepsi pemerintah terhadap
Sukarnoisme. Pemerintah sadar bahwa Soekarnoisme ini merupakan salah satu
faktor pendongkrak perolehan suara PDI. Apalagi dengan kondisi ketika Mega
yang akan maju. Kedua derajat kekecewaan ABRI terhadap hasil Munas V
Golkar. Akibat rasa tidak puas dan kekecewaan ABRI, yang bisa saja membuat
ABRI memindahkan fokus dukungannya ke PDI, yang kebetulan munasnya di
lakukan setelah Munas V Golkar. Sebagai pemegang kekuasaan politik, ABRI
tidak suka kalau kehadirannya di PDI hanya sebatas sebagai penggembira atau
hiasan. Peran yang dianggap cocok ialah peran yang menentukan, yang bisa
dimainkan secara langsung, dalam artian mendukung seorang anggotanya untuk
menjadi Ketua PDI.
pencarian elit PDI yang akomodatif yang kemungkinan besar penulis anggap akan
diambil, mengingat keterikatan historis antara Golkar dan ABRI. Dengan melihat
kemungkinan-kemungkinan yang ada, akan sangat bijaksana bila Mega tidak
mengangkat tinggi-tinggi benderanya, karena kita belum tau bagaimana
kelanjutan dari proses ini.
33 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
BAB VIII
REFLEKSI MANUSIA INDONESIA
suka, ICMI akan menjadi alat politik mendudukan wakil cendekiawan muslim
dalam jajaran pemerintahan, agar suara mereka diperhatikan.
Ironi Nasionalisme Medali
Dalam kancah politik, nasionalisme ini diterjemahkan kedalam keharusan
memiliki tatanan politik sendiri, merdeka, dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain
dimuka bumi. Rasa bangga haruslah dikontrol. Sebab, bila tidak, rasa bangga itu
akan memunculkan Chauvenisme, rasa bahwa bangsa kita yang paling hebat
dimuka bumi ini (Smith, 1991). Untunglah para pendiri Republik Indonesia sudah
berpikir akan bahaya chauvenisme ini. Mereka menempatkan Nasionalisme
Indonesia ke dalam satu rangkaian logika Pancasila. Jadi jelas, bahwa secara
prinsip nasionalisme Indonesia tidak mungkin menjelma menjadi chauvenisme.
Masalahnya prinsip ini dioperasikan dalam lingkup budaya politik, yang justru
membuka kemungkinan munculnya chauvenisme.
Kita masih bersikap mendua. Kita menjalankan demokrasi, namun tidak
menghendaki kondisi-kondisi dimana demokrasi itu dapat berjalan. Infra struktur
dioperasikan diatas landasan yang kurang mendukung (kondusif) bagi kehidupan
demokratis. Kita terlalu memalingkan diri ke dunia Barat. Ketergantungan
terhadap bantuan internasional, telah menyoret bangsa kita di kancah ekonomi
internasional yang di dominasi pemikiran liberal. Nilai-nilai kesetiakawanan
sosial terancam oleh gelombang modernisasi. Situasi inilah yang menunjukkan
terjadinya erosi terhadap nilai nasionalisme Indonesia.
Ketika Musim Terkejut Tiba
Ilmuwan dan pengamat politik Indonesia sering dibuat frustasi oleh gejalagejala sosial-politik yang saling bertentangan. Banyak gejala yang tidak cocok,
bahkan bertentangan dengan aturan yang umum dipahami. Untuk memahami
politik di Indonesia, kita tidak boleh sekedar faham akan struktur dan bagaimana
seharusnya struktur itu berfungsi. Aspek budaya memainkan peran yang sangat
penting dalam melakukan interpretasi. Nilai-nilai tradisional masih sangat kental
dan prinsip tradisional memainkan peran lebih penting dibanding prinsip lain.
36 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
37 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
38 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
39 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
ANALISIS
BAB I
Bab ini menjelaskan tentang Problematika Pemilu. Dijelaskan bahwa pemilu
yang demokratis itu bukan hanya dari adanya kemunculan partai politik, tapi
bagaimana partai politik itu dapat bersaing secara baik dan bebas di dalam pemilu.
Namun kenyataannya pada pemilu tahun 1971 bisa dilihat dimana cuma partai
Golkar yang mendominasi, sehingga partai lain seperti PDI dan PPP tidak mampu
berkompetisi. Padahal untuk melihat apakah negara tersebut sudah demokratis
atau belum bisa dilihat dari bagaimana partai-partai di negara itu bisa
berkompetisi dengan baik. Dari penjelasan tersebut, pada pelaksaan pemilu tahun
1971 jelaslah tidak sehat karena hanya satu partai yang mendominasi. Itu
menunjukkan bahwa pada saat itu negara ini tidaklah demokratis dan cenderung
apatis.
BAB II
Bab ini membahas mengenai dilema wakil rakyat. Munculnya generasi
baru wakil rakyat, tapi generasi baru itu berasal dari golongan menengah keatas,
sehingga muncul kesenjangan. Wakil rakyat dijadikan boneka politik. Ada dua
bahaya yang mengintai, yaitu mengenai pertanggung jawaban presiden dan baik
capres maupun cawapres rawan terkena sindrom calon tunggal. Dalam hal ini,
mungkin adalah Soeharto. Lalu ada isu tentang sikap mental. Dilema wakil rakyat
yang terjadi adalah wakil rakyat yang tidak memenuhi dan mematuhi perintah
maka dia akan di hapus keanggotaannya oleh DPR karena tidak sesuai dengan
keinginan penguasa di zaman itu.
BAB III
Bab ini menjelaskan tentang demokrasi di Indonesia. Keseluruhannya
membahas tentang apa saja hambatan-hambatan demokrasi di Indonesia,
bagaimana jalannya demokrasi di Indonesia, apakah demokrasi dan birokrasi itu
40 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u
BAB VII
Bab ini membahas tentang refleksi kepemimpinan. Terdapat empat dari
enam syarat pemimpin yang berhubungan dengan modernisasi. Modernisasi akan
meningkatkan taraf hidup dan taraf pendidikan penduduk, membuka cakrawala
pandang yang lebih luas lagi, meningkatkan kapasitas intelektual penduduk,
membuka kesempatan mendapat latihan tambahan dan pengalaman baru, serta
meningkatkan vitalitas kerja. Kualitas pemimpin harus jauh lebih baik
dibandingkan rata-rata penduduk, yang didukung dengan kuantitas pendukung.
Cara pandang bahwa kekuasaan merupakan milik individual menyebabkan
kepemimpinan dalam masyarakat kita diwarnai oleh faktor ego merasa diri
penting. Perlu diingat, dari sudut budaya politik keberadaan para pelaksana itu
didasari oleh pulung yang dimiliki.
BAB VIII
Bab ini membahas tentang refleksi manusia Indonesia. Disini dijelaskan
tentang bagaimana kesiapan manusia Indonesia dalam menghadapi modernisasi.
Dimana modernisasi ternyata tidak membawa perubahan cukup mendasar dari
sikap dan nilai kemasyarakatan yang sesuai dengan modernisasi itu sendiri.
Selanjutnya masalah nasionalisme. Saat ini kita bersikap mendua. Kita
menjalankan demokrasi, namun tidak menghendaki kondisi-kondisi dimana
demokrasi itu dapat berjalan. Kita juga ketergantungan terhadap bantuan
internasional dalam pembangunan. Dan nantinya gelombang modernisasi
akhirnya akan menyebabkan erosi terhadap nilai nasionalisme Indonesia.
42 | M e m b e d a h P o l i t i k O r d e B a r u