Anda di halaman 1dari 30

BAB

HEAT TREATMENT

1.1 PENDAHULUAN

1.1.1
Latar
Belakang
Baja karbon mempunyai nilai kekerasan yang berbeda bergantung pada kadar karbon pada
suatu baja. Namun, pada kadar karbon yang sama juga bisa mempunyai nilai kekerasan yang
berbeda. Hal tersebut dapat terjadi akibat proses manufacturing yang berbeda-beda pada baja
kadar karbon sama. Sehingga, kita perlu mempelajari fenomena-fenomena pengerasan baja
karbon agar kita bisa mendapatkan baja karbon sesuai dengan spesifikasi yang kita inginkan.
Pada logam lain juga dapat mengeras jika diberi suatu perlakuan tertentu. Suatu logam dapat
berubah kekerasannya akibat dari faktor-faktor penentu kekerasan logam itu juga sehingga
kita perlu memahami faktor penetu kekerasan logam tersebut. Praktikan juga dituntut untuk
memahami mekanisme dan fenomena precipitation hardening pada paduan Al-Cu untuk
mengetahui perubahan kekerasan pada logam tersebut apabila diberiheat treatment [1]
1.1.2
Tujuan
Praktikum
1.
Menentukan
pengaruh
proses
pemanasan
terhadap
kekerasan
2. Menentukan kekerasan dari suatu material yang sesuai dengan kebutuhan.
3.
Mendapatkan
sifat
mekanik
material
yang
diinginkan.
4. Mengetahui pengaruh pendinginan dengan berbagai perlakuan dengan media udara, air dan
oli.
5.
Mengetahui
macam-macam
proses
heat
treatment.
6. Mengetahui berbagai aplikasi heat treatment dalam bidang industri. [2]
1.1.3
Manfaat
1. Dapat mengetahui sifat mekanik material yang diinginkan dengan malakukan Heat
Treatment
2. Dapat menentukan kekerasan dari suatu material yang sesuai dengan kebutuhan
3.
Dapat
Mengetahui
sifat
kekuatan
dan
keuletan
material
4. Dapat Mengetahui macam-macam proses heat treatment suatu material
5. Dapat Mengetahui berbagai aplikasi heat treatment dalam bidang industri.
6. Dapat Mengetahui pengaruh pendinginan dengan berbagai perlakuan dengan media udara,
air dan oli.
[2]
1.2 DASAR TEORI

1.2.1
Pengertian
Heat
Treatment
Heat Treatment merupakan proses pengubahan sifat logam, terutama baja, melalui
pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan pengaturan laju pendinginan. Heat
treatment merupakan mekanisme penguatan logam dimana logam yang akan kita ubah
sifatnya sudah berada dalam kondisi solid. Dalam heat treatment kita memanaskan specimen
sampai dengan temperature austenisasinya. [3]

Tujuan
dari
heat
treatment
adalah
:
1.
Mempersiapkan
material
untuk
pengolahan
berikutnya.
2.
Mempermudah
proses
machining.
3.
Mengurangi
kebutuhan
daya
pembentukan
dan
kebutuhan
energi.
4.
Memperbaiki
keuletan
dan
kekuatan
material
5. Mengeraskan logam sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat.
6.
Menghilangkan
tegangan
dalam.
7.
Memperbesar
atau
memperkecil
ukuran
butiran
agar
seragam.
8. Menghasilkan pemukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.
Dalam pengujian ini hanya dilakukan untuk menentukan kekerasan dari suatu material.
Kekerasan sendiri adalah suatu sifat mekanis yang berkaitan dengan kekuatan (strength) dan
merupakan fungsi dari kandungan karbon dalam logam. Pembentukan sifat-sifat dalam baja
tergantung pada kandungan karbon, temperatur pemanasan, sistem pendinginan, serta bentuk
dan ketebalan bahan.
1.
Pengaruh
unsur
karbon
Kekerasan baja ini tergantung dari pada jumlah karbon yang terkandung di dalam baja,
dimana makin tinggi prosentase karbonnya makin keras baja. Berdasarkan kandungan
karbonnya,
baja
dapat
dikelompokkan
menjadi
:
a. Baja karbon rendah (low carbon steel) yang mengandung karbon kurang dari 0.3%
b. Baja karbon sedang (medium carbon steel) yang mengandung karbon 0.3%-0.7%
c. Baja karbon tinggi (high carbon steel) kandungan karbon sekitar 0.7%-1.3%. [4]
2.
Pengaruh
suhu
pemanasan
Baja karbon rendah dipanaskan diatas titik kritis atas (tertinggi). Seluruh unsur karbon masuk
ke dalam larutan padat dan selanjutnya didinginkan. Baja karbon tinggi biasanya dipanaskan
hanya sedikit diatas titik kritis terendah (bawah). Dalam hal ini, terjadi perubahan perlit
menjadi austenit. Pendinginan yang dilakukan pada suhu itu akan membentuk martensit. Juga
sewaktu kandungan karbon diatas 0,83% tidak terjadi perubahan sementit bebas menjadi
austenit, karena larutannya telah menjadi keras. Sehingga perlu dilakukan pemanasan pada
suhu tinggi untuk mengubahnya dalam bentuk austenit. Lamanya pemanasan bergantung atas
ketebalan bahan tetapi bahan harus tidak berukuran panjang karena akan menghasilkan
struktur yang kasar.[5]
3.
Pengaruh
pendinginan
Jika baja didinginkan dengan kecepatan minimum yang disebut dengan kecepatan
pendinginan kritis maka seluruh austenit akan berubah ke dalam bentuk martensit. Sehingga
akan dihasilkan kekerasan baja yang maksimum. Adapun kecepatan pendinginan kritis adalah
bergantung pada komposisi kimia baja. Kecepatan pendinginan tergantung pada pendinginan
yang digunakan. Untuk pendinginan yang cepat digunakan larutan garam atau soda api yang
dimasukkan ke dalam air. Sementara itu, untuk pendinginan yang sangat lambat digunakan
embusan udara secara cepat melalui batas lapisannya. [5]
4.
Pengaruh
bentuk
Baja cair bila didinginkan melai membeku pada titik-titk inti yang cukup banyak. Atom-atom
yang tergabung dalam kelompok di sekitar suatu inti cenderung memiliki letak yang serupa.
Ukuran butir tergantung pada beberapa factor anatara lain laju pendinginan sewaktu
pembekuan. Baja dengan butiran yang kasar kurang tangguh dan kecenderungan untuk

distorsi. Besar butir dapat dikendalikan melalui komposisi pada waktu proses pembuatan ,
akan setelah baja jadi dapat dikendalikan melalui perlakuan panas.[6]
5.
Pengaruh
ketebalan
bahan
Pengaruh ketebalan bahan terhadap lama pemanasan atau penahanan pada suhu tertentu
adalah semakin tebal bahan yang akan di heat treatment maka semakin lama waktu
penahanan yang diperlukan.
Tabel
1.1
Pegaruh
Diameter (Thickness) of tool (mm)
Up to 20
21-40
41-60
Over 60

ketebalan

bahan
[7]
Holding time (hours)
1.0
1.5
2.0

2.5

Dari penjelasan di atas, secara umum pemanasan pada baja dapat dibuat skema transformasi
dekomposisi austenite seperti pada Gambar 1.1 di bawah ini.
Gambar 1.1 Transformasi yang Melibatkan Dekomposisi Austenit [8]
Selain karbon, pada besi dan baja terkandung Si, Mn, dan unsur pengotor lain seperti P, S,
dan lain-lain. Unsur-unsur tersebut tidak berpengaruh besar terhadap diagram fasa seperti
yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2, sehingga diagram fasa dapat dipergunakan tanpa
menghiraukan adanya unsur-unsur tersebut. Paduan besi karbon terdapat fasa karbida yang
disebut sementit dan grafit, grafit lebih stabil daripada sementit.
Gambar 1.2 Diagram Fasa Besi-Karbon [9]
Titik
penting
dalam
diagram
fasa
ini
adalah
:
A
:
Titik
cair
besi
B : Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan titik peritetik
H : Larutan padat alpha yang ada hubungannya dengan reaksi peritetik
J : Titik peritetik selama pendinginan austenit pada komposisi j fasa gamma terbentuk pada
larutan
padat
pada
cairan
dan
komposisi
pada
komposisi
B
N : Titik transformasi dari titik alpha menjadi titik gamma. Titik transformasi dari titik A4
dari
besi
murni
C : Titik eutetik selama pendinginan fasa gamma dengan komposisi C dan sementit pada
komposisi f terbentuk dari cairan pada komposisi C. Fasa ini disebut deleburit
E : Titik yang menyatakan fasa gamma ada hubungannya dengan titik eutetik.
G : Titik transformasi dari alpha menjadi gamma. Titik transformasi A3 untuk besi
P : Titik yang menyatakan ferit, fasa alpha ada hubungannya dengan reaksi eutektoid
S : Titik eutektoid selama pendinginan ferrit pada komposisi alfa dan sementit pada
komposisi terbentuk simultan dari austenit pada komposisi s. Reaksi eutektoid ini dinamakan
transformasi
A1
dan
fasa
eutektoid
ini
dinamakan
ferrit.
A2
:
Titik
transformasi
megnetik
untuk
besi
atau
ferit
A3
:
Titik
transformasi
magnetic
untuk
sementit
Dalam heat treatment yang terjadi pada baja terdapat fasa-fasa yang dialami oleh baja itu
sendiri pada saat proses berlangsung. Fasa pada baja dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel
1.2
Tabel
Fasa
pada
Baja
[10]
Fasa
dan
Simbol
Struktur
Penjelasan

MENURUT
KRISTAL
Austenit
()
FCC Paramagnetik dan stabil pada temperatur tinggi, titik mulur jelas, tidak getas pada saat
dingin.
Ferit
()
BCC Stabil pada temperatur rendah, kelarutan padat terbatas, dapat berada bersama Fe3C
(sementit) atau lainnya, titik mulur jelas, getas pada temperatur rendah.
Bainit
()
BCC Austenit metastabil didinginkan dengan laju pendinginan cepat tertentu, terjadi hanya
presipitasi Fe3C, unsur paduan lainnya tetap larut.
Martensit () BCT Metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat, semua unsur paduan
larut
dalam
keadaan
padat.
MENURUT
KEADAAN
Perlit
Lapisan ferit dan Fe3C.
Widmanstaetten
dan dalam orientasi pada presipitasi ferit
Dendrit
Berbentuk cabang-cabang seperti pohon, struktur ini terbentuk karena segregasi karbon pada
pembekuan
Sorbit
Sorbit
adalah
perlit
halus
Trosit trosit adalah bainit. Nama ini tidak bnayak dipakai.
Catatan:
FCC
BCC
=
BCT = Body Centered Tetragonal

Face
Body

Centered
Centered

Cubic
Cubic

1.2.2
Jenis-Jenis
Heat
Treatment
Heat
treatment
untuk
baja
terdiri
dari
dua
proses
utama,
yaitu:
I.
Hardening
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di atas daerah kritis
disusul dengan pendinginan yang cepat. Untuk proses ini dilakukan dengan input panas dan
transfer panas dalam waktu pendek. Tujuan hardening untuk merubah struktur baja
sedemikian rupa sehingga diperoleh struktur martensit yang keras. Prosesnya adalah baja
dipanaskan sampai suhu tertentu antara 770-830 C (tergantung dari kadar karbon) kemudian
ditahan pada suhu tersebut, beberapa saat kemudian didinginkan secara mendadak dengan
mencelupkan dalam air, oli atau media pendingin yang lain. Dengan pendinginan yang
mendadak, tidak ada waktu yang cukup bagi austenit untuk berubah menjadi perlit dan ferit
atau perlit dan sementit. Pendinginan yang cepat menyebabkan austenit berubah menjadi
martensit.
Hasilnya
keuletan
tinggi.[11]
Di dalam hardening baja hipoeutectoid dipanaskan 30-50 oC diatas upper critical temperatur,
sementara baja hypereutectoid dipanaskan 30-50 oC diatas lower critical temperatur.
Tergantung pada ketebalan dari komponen, baja ditahan pada temperatur ini untuk waktu
yang diperlukan dan kemudian didinginkan pada media pendinginan yang sesuai seperti
udara,
brine,
oil
dan
udara.

Baja hypoeutectoid terdiri dari ferrit dan peaalit sementara baja hypereutectoid terdiri dari
pearlit dan cementit. Saat memanaskan diatas temperatur kritis, strukturnya terdiri dari unsur
pokok tunggal dinamakan austenit. Saat pendinginan cepat, austenit berubah menjadi unsur
pokok mikro dinamakan maartensit. Martensit mungkin disebut solusi titik jenuh dari karbon
pada -iron dimana sangat kuat dan rapuh. Kekerasan pada baja akibat dari martensit. Untuk
lebih jelasnya dapat melihat gambar 2.3. dimana di dalam gambar itu diterangkan tentang
hubungan antara kandungan karbon dengan temperatur kekerasan pada baja.
Gambar 1.3. Temperature hardening pada baja [12]
Menurut
proses
pengerasannya
hardening
dibagi
menjadi
dua,
yaitu:
1.
Surface
hardening
Surface hardening adalah proses pengerasan material pada permukaan bahan. Secara garis
besar surface hardening dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu surface hardening dengan
penambahan zat dan surface hardening tanpa penambahan zat.
A.
Surface
hardening
dengan
penambahan
zat
Surface hardening dengan penambahan zat dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a.
Karburasi
Karburasi adalah cara pengerasan agar baja yang memiliki kadar karbon rendah menjadi
keras pada lapisan luar atau memiliki kadar karbon tinggi pada lapisan luarnya. Biasanya
suhu pada proses karburasi adalah 1700o F. Setelah proses pendinginan maka pada
permukaan baja dapat dilihat dengan mikroskop bahwa terdapat bagian-bagian
hypereutektoid, zona yang terdiri dari perlit dengan jaringan sementit yang putih, diikuti zona
eutektoid, hanya terdiri dari perlit, dan terakhir adalah zone hypoeutektoid, yang terdiri dari
perlit dan ferrit, dimana jumlah ferrit meningkat hingga pusat dicapai (gambar 2.4).
Gambar 1.4 Permukaan Baja Setelah Proses Pendinginan [13]
Metode ini sering digunakan untuk mengeraskan permukaan baja. Pada metode ini digunakan
baja dengan kandungan karbon rendah sekitar 0,10% sampai 0,25%. Pada umumnya
karburisasi terjadi pada suhu 900-930C dan permukaan baja dan menghasilkan 0,7-0,9%
kandungan karbon pada permukaan baja. Pada proses ini karbon berbaur dengan baja melalui
pemanasan dan menjaga kontak antara baja dengan zat berkarbon lain yang dapat berbentuk
padat, cair atau gas. Tebal lapisan tergantung pada waktu dan suhu perlakuan panas. Proses
yang terjadi adalah membuat kontak antara material yang kaya akan karbon dengan dengan
logam yang akan dikeraskan. Atom-atom karbon tertarik dan berpindah dari material yang
kaya akan karbon menuju permukaan logam. Karburasi sendiri terdiri dari beragam cara
antara lain karburasi padat, karburasi cair dan karburasi gas. [9]
Gambar 1.5 Grafik hubungan antara kekerasan dan kandungan karbon pada saat
karburisasi(a)Non- alloyed steel (En 32), (b)C-Mn steel (En 201), (c)Ni-Cr steel (En351) [9]
1.
Karburasi
Padat
Karburasi padat (pack carburizing) adalah salah satu bentuk karburasi yang telah dikenal
sejak lama. Dalam proses ini baja mengalami pemanasan dengan menggunakan 80% batu
bara dan 20% BaCO3 sebagai nergy dalam kotak pemanas dan dipanaskan pada suhu 930C
dalam kotak pemanas elektrik dengan waktu tertentu tergantung pada kedalaman yang
diinginkan.
Temperatur yang tinggi pada alat tersebut membantu penyerapa karbon pada lapisan luar.
Reaksi
yang
terjadi
:

1. Penguraian nergy untuk memberikan gas CO pada permukaan baja


BaCO3

BaO
+
CO2
CO2
+
C

2CO
2.
Karbon
monoksida
bereaksi
dengan
permukaan
baja
2CO
+
Fe

Fe(c)
+
CO2
3.
Karbon
berdifusi
ke
dalam
baja
4. CO2 yang terbentuk dalam tahap (i) bereaksi dengan C pada batubara
CO2
+
C

2CO
Pada umumnya waktu karburasi bervariasi antara 6 sampai 8 jam dan kedalamannya antara 12 mm. Pada proses ini hasilnya bergantung pada kualitas batu bara. Pada proses ini kontrol
suhu
dan
kedalaman
lebih
kecil
daripada
karburisasi
cair
dan
gas.
1)
Kelebihan
sistem
karburasi
ini
adalah
1.
Memerlukan
biaya
yang
kecil
2. Sangat mudah dari pada teknik surface hardening yang lain.
2)
Kekurangannya
sistem
1.
Memakan
waktu
2. Merupakan proses hardening yang kotor.

karburasi
yang

ini
cukup

adalah
lama

Gambar 1.6 Proses Pack Carburizing [14]


Gambar 1.7 Penyusunan Benda pada Pelaksanaan [9]
2.
Karburasi
Gas
Karburasi gas (gas carburizing). Metode ini adalah karburasi yang paling sering digunakan.
Proses ini dilakukan pada tabung kimia, pendingin tertutup, atau tungku pemanas dengan
pendorong kontinu. Suhu gas untuk karburasi sekitar 870-950 C. Gas tersebut dihasilkan
dari cairan (metanol, isopropanol) atau gas hidrokarbon (propana dan metana). Generator gas
endotermik digunakan untuk menghasilkan gas endotermik. Senyawa propana atau metana
akan terpecah oleh udara pada tabung kimia pada generator endogas untuk membentuk gas
penghubung, dimana titik pengembunannya diatur pada +4C dengan rasio gas yang tepat.
Komposisi
gas
tersebut:
Nitrogen
40%
Hidrogen
40%
Karbon
monoksida
20%
Karbon
dioksida
0,3%
Metana
0,5%
Uap
air
0,8%
Oksigen
sisanya
Gas
tersebut
merupakan
gas
penghantar
dalam
proses
ini.
Tungku pemanas dipenuhi oleh gas tersebut sampai bertahan pada tekanan positif. Keadaan
ini akan mencegah infiltrasi udara dari atmosfer. Gas ini juga mencegah oksidasi baja selama
pemanasan.
Selama
karburasi
(i)
C3H8

(ii)
CH4
(iii)
CH4
(iv)
2CO

gas,
2CH4
+
+
+

reaksi
+
Fe
CO2
Fe

yang
C

berlangsung
adalah:
(pemecahan
hidrokarbon)

Fe(c)
+2H2

2CO
+2H2
Fe(c)
+
CO2

Karburasi terjadi sebagian besar meliputi konversi CO menjadi CO2 pada reaksi (iv).
Hidrogen bereaksi dengan CO2 dan meningkatkan konsentrasi CO dengan reaksi:
H2
+
CO2

CO
+
H2O
Oksigen
(O2)
dihasilkan
dari
reaksi:
2CO

2CO
+
O2
2CO + Fe Fe(c) + O2
Gambar 1.8 Proses Gas Carburizing [15]
Gambar 1.9 Tungku Karburasi Gas [15]
Gas digunakan sebagai bahan perantara yang sesuai untuk karburasi yang dilakukan terus
menerus. Hal itu akan menghasilkan suatu lapisan yang tebalnya sekitar 1 mm dan
memerlukan waktu sekitar 4 jam. Selama karburasi, peralatan dimasukkan ke dalam dapur
pemanas yang dipanaskan dengan gas karbon yang sesuai. Kandungan karbon di dalam
lapisan komponen dapat dikontrol dengan mengatur komposisi gas untuk karbonasi.
Pelaksanaan karbonasi yang memerluakan waktu lama akan menyebabkan terjadi
pertumbuahan butir-butir baru, kecuali kalau baja disepuh dengan perantaraan nikel.
Peralatan yang dikarbonasi dengan perantaraan perlakuan panas dan menghasilkan butiranbutiran adalah suatu baja yang akan mempunyai lapisan sekitar 0.83% karbon dan intinya
sekitar 0.15% karbon. Secara berangsur-angsur butiran akan berpindah dari lapisan luar ke
arah inti sekitar 0.5 mm. Suhu perlakuan panas untuk inti akan lebih tinggi daripada suhu
untuk lapisan, sehingga pengerjaan lapisan pada inti dilakukan secara terpisah. [9]
3.
Karburasi
Cair
Karburasi cair (liquid carburizing) menggunakan larutan sianida (CN) pada baja berkarbon
rendah yang dipanaskan dengan menggunakan belanga pemanas yang dipanaskan dengan
minyak atau gas. Suhunya kira-kira 815-900 C. Proses yang dilakukan dengan kontinu dan
otomatis akan memberikan hasil akhir yang baik. Permukaan larutan ditutup dengan grafit
atau batu bara untuk mengurangi hilangnya radiasi dan dekomposisi sianida yang berlebihan.
Selain sodium dan potassium sianida, larutan yang digunakan juga mengandung sodium dan
potassium klorida dan barium klorida yang berperan sebagai aktivator. Reaksi pada larutan
garam
sianida:
BaCl2
+
2Na
CN

Ba(CN)2
+
2NaCl
Ba(CN)2
+
Fe

Fe(c)
+
BaCN2
Difusi nitrogen berguna untuk oksidasi sianida (CN) menjadi CNO. Pada karburasi cair,
jangka waktu pemanasannya pendek dan perambatan panasnya cepat. Proses ini
menghasilkan lapisan karburisasi yang merata, tipis dan jernih (ketebalannya 0,08mm). Akan
tetapi, proses ini memerlukan pengawasan dan kehati-hatian untuk mencegah peledakan.
Gambar 1.10 Diagram Karburasi [9]
Kelebihan
:
1. Karena cairan mentransfer panas dengan cepat maka karbon yang ditambahkan juga lebih
cepat.
2.
Pengerasan
yang
dihasilkan
lebih
merata.
Kekurangan
:
1. Beberapa nitrogen terserap bersama-sama dengan karbon dan menyebabkan pengerasan
mendadak.

2. Material harus dikeringkan setelah proses ini untuk menghindari korosi, hal tersebut
memakan waktu dan biaya. [9]
b.
Nitriding
Proses nitriding adalah proses pengerasan permukaan pada atmosphere yang mengandung
campuran gas ammonia dan dissociated ammonia. Efektivitas dari proses ini tergantung pada
formasi nitride dalam baja oleh reaksi nitrogen dengan unsur material. Nitrogen harus diubah
menjadi atom-atom karena molekul nitrogen tidak akan bereaksi. Suhu dinaikkan antara
925F-1050F selama 10-72h. Nitrogen yang diserap oleh logam membentuk nitride yang keras
yang
merata
pada
permukaan
logam.
Baja nitriding terjadi karena pengaruh unsur paduan tertentu lebih kuat daripada baja biasa
dan lebih mudah perlakuan panasnya. Nitriding adalah proses yang paling efektif untuk baja
campuran yang mengandung elemen pembentuk nitrida stabil seperti alumunium, chromium,
molybdenum, vanadium, dan tungsten. Logam dipanaskan sampai sekitar 510o C di dalam
lingkungan
gas
amonia
selama
beberapa
waktu.
Nitrogen yang diserap oleh logam membentuk nitrida yang keras yang tersebar merata pada
permukaan logam. Logam paduan khusus yang dibuat untuk proses ini. Aluminium sebanyak
11,5 %, berkombinasi dengan gas membentuk partikel yang stabil dan keras. Suhu
pemanasan
berkisar
antara
495-565o
C.
Reaksi
yang
berlangsung
:
2NH3

2[N]Fe
+
3H2
Nitriding diaplikasikan untuk mengeraskan permukaan poros poros baja , selain itu juga
diaplikasikan dalam pembuatan ring piston karena dapat meningkatkan ketahanan komponen
dengan menunda kerusakan lapisannya
Gambar 1.11 Tungku nitriding cair [16]
Gambar 1.12 Dapur Nitriding [9]
Gambar di atas menggambarkan seperti apa tempat yang dipakai proses nitriding beserta alur
kerjanya.
Proses nitriding cair ( liquid nitriding ) menggunakan garam sianida cair dan suhunya ditahan
didaerah transformasi. Penyerapan nitrogen lebih mudah sedangkan penyerapan karbon lebih
sedikit dibandingkan dengan proses cyaniding atau karburasi. Pengerasan dapat mencapai
ketebalan
0,03

0,3
mm.
Pada proses nitriding terbentuk lapisan permukaan yang sangat keras dengan kekerasan
antara 9001100 brinell. Baja nitriding karena pengaruh unsur paduan tertentu lebih kuat dari
pada baja biasa dan lebih mudah perlakuan panasnya. Sebaiknya jenis ini dibentuk dan
mengalami perlakuan panas sebelum nitriding karena selama nitriding tidak terbentuk kerak.
Perlakuan nitriding tidak mempengaruhi struktur dan sifatsifat bagian dalam karena tidak
diperlakukan pencelupan. Perlakuan luar tahan korosi, khususnya dalam air, kabut air garam,
alakali, minyak kasar atau gas alam. Kelebihannya permukaan material yang diproses
nitriding akan lebih tahan terhadap korosi, kemungkinan terjadinya distorsi atau retak kecil
sekali sedangkan kekurangannya proses ini memakan biaya yang mahal dan berjalan dengan
lambatorsi.
Nitriding tidak seperti carburizing, tidak memerlukan quenching untuk mendapatkan
kekerasan. Nitriding adalah proses yang paling efektif untuk baja campuran yang
mengandung elemen pembentuk nitrida stabil seperti alumunium, chromium, molybdenum,
vanadium dan tungsten. Proses ini tidak menghasilkan kerak dan tidak mempengaruhi
struktur dan sifat-sifat bagian dalam karena tidak diperlakukan pencelupan. Dari gambar di
bawah dapat kita lihat pengaruh dari nitrit.

Gambar 1.13 effek Nitriding [17]


Kelebihan:
1.
Mempunyai
resistensi
fatigue
(kelelahan)
2. Permukaan material yang diproses nitriding akan lebih tahan terhadap korosi
3.
Kemungkinan
terjadinya
distorsi
sangat
kecil.
Kekurangan:
1.
Prosesnya
lambat
2. Biayanya sangat mahal. [17]
c.
Boronizing
Boronizing adalah salah satu metode surface hardening baru. Ada dua macam tehnik
boronizing, yaitu dengan boronizing padat dan gas. Untuk boronizing padat, komponen
ditempatkan di dalam kotak tahan panas dan dicampur dengan butiran atau pasta boron
karbida atau senyawa boron lain dengan tambahan katalis pada suhu 900-1000C. Boron
berdifusi ke dalam dan membentuk lapisan besi borid (FeB dan Fe2B). Pada permukaan
paling luar akan terbentuk lapisan FeB dan pada bagian dalamnya terbentuk fase Fe2B.
Lapisan borid sangat keras, kekerasannya dapat mencapai lebih dari 1500 VPN. Lapisan ini
memiliki resistansi tinggi, dan digunakan untuk kompenen traktor, cetakan drop forging, dan
jig buses. [9]
Gambar 1.14 Borron carbide abrasive garade 60 sd 120 [18]
Gambar 1.15 Boronized Trimming Wheel for Tobacco Processing [19]
Kelebihan
:
1. Material hasil boronzing sangat keras memiliki resistensi tinggi ,case depth 0.025-0.075
mm
2.
Wear
resistance
,
biasa
digunakan
sebagai
tool
dan
die
steel
3.
Memiliki
ketahanan
korosi
Kekurangan
:
1.
Waktu
prosesnya
lama
2. Lapisan terluarnya labil dan gampang terkelupas [20]
d.
Carbonitriding
Carbonitriding adalah kombinasi antara gas carburizing dan nitriding. Carbonitriding, sianida
kering atau nikarbing adalah suatu proses pengerasan permukaan di mana baja dipanaskan di
atas suhu kritis di dalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan karbon dan nitrogen. Dapat
digunakan gas ammonia atau gas yang akan kaya karbon. Amonia dan gas alami dialirkan
mengenai material, material yang dihasilkan adalah kombinasi antara besi karbida (dari
karbon) dan besi nitrida (dari nitrogen). Lapisan yang tahan aus mempunyai ketebalan antara
0,08 sampai 0,75 mm. Keuntungan carbonitriding adalah bahwa kemampuan pengerasan
lapisan luar meningkat bila ditambahkan nitrogen sehingga dapat dimanfaatkan baja yang
relatif
murah.
Carbonitriding
diaplikasikan
pada
:
Komponen mesin untuk kendaraan bermotor, antara lain: steering gears, cylinder heads,
cylinder
liners,
valves
dan
valves
quiders,
connecting
rod
-komponen-komponen mesin perkakas termasuk dies, antara lain: cutting tools (high speed
steel), rolling tools, drawing tools, dies casting moulds, forging dies, dan lain-lain.

Gambar
1.16
Proses
Carbonitridin
[13]
Gambar di bawah ini merupakan contoh material yang telah mengalami proses
karbonitriding.
Gambar
1.17
Hasil
Karbonitriding
[19]
1. Kelebihan, karena dengan adanya nitrogen maka struktur austenit berubah. Perubahan ini
menyebabkan
penurunan
temperatur
dan
pendinginan
yang
lambat.
2. Kekurangannya, prosesnya memakan waktu yang lama dibandingkan karburizing [9]
e.
Cyaniding
Cyaniding adalah proses dimana terjadi absorbsi karbon dan nitrogen untuk memperoleh
permukaan yang keras pada karbon rendah yang sulit dikeraskan. Benda yang dikeraskan
dimasukkan ke dalam dapur yang mengandung garam sianida natrium, suhunya sedikit di
atas daerah Austenit, lama pemanasan tergantung pada permukaan yang dikeraskan. Benda
kemudian dicelupkan ke dalam air untuk mendapatkan permukaan yang keras. Tebal lapisan
antara
0.1
mm-0.4mm.
Reaksi
yang
terjadi
adalah
:
2NaCN
+
O2

2NaCNO
2NaCNO
+
O2

Na2CO3
+
CO
+
2N
2CO

CO2
+
C
Karbon dan nitrogen berdifusi dalam bentuk atom-atom ke dalam logam. Untuk ketebalan
0,13mm-0,35mm, dengan penahanan suhu pada 850o C, dibutuhkan konsentrasi sebagai
berikut:
NaCN
=
30%
NaCl
=
35%
Na2CO3 = 35%
Cyaniding biasa diaplikasikan dalam pembuatan baja khusus , salah satu contoh adalah dalam
pembuatan austenitic steel yaitu baja yang memiliki struktur mikro berupa austenite pada
suhu kamar , hal ini bertujuan untuk memperoleh kekerasan baja yang tinggi.
Gambar
1.18
salt
cyaniding
[22]
1. Kelebihan, biaya yang dihabiskan tidak mahal karena baja karbon biasa dapat digunakan.
2. Kekurangan, sangat berbahaya karena garam sianida sangat beracun dan berbahaya jika
terhirup. [9]
f.
Chromizing
Chromizing berbeda dari proses pengerasan yang lain, chromium carbide berdifusi ke dalam
logam , mengubah permukaan logam menjadi stainless steel. Stainless steel tersebut
mempunyai kekerasan yang tinggi dan koefisien friction (geser) yang rendah. Baja
mengandung jumlah nikel yang besar (kira-kira 15 20%) dan 0,1% karbon mempunyai
kekuatan dan keuletan yang besar serta sangat baik ketahanannya terhadap korosi ).
Chromizing digunakan untuk meningkatkan daya tahan logam terhadap korosi dan daya
tahan logam terhadap panas. Proses ini tidak dibatasi hanya pada logam yang terbuat dari besi
tetapi juga pada cobalt, nickel, tungsten, dan molybdenum. Proses chromizing mengandung
carbon 0.6%. Temperature pada proses ini biasanya berkisar antara 1650F-2000F. [9]
Chromizing biasa diaplikasikan pada bagian bagian dalam blok mesin seperti pada piston dan
di bagian penggerak pada motor seperti pada chain-kit (gear-set) , hal ini bertujuan untuk
meningkatkan ketahanan komponen tersebut dari keausan akibat beban fatigue (lelah).

Gambar
1.19
rantai
yang
telah
di
chromizing
[23]
Kelebihan
1. .material hasil proses akan meningkat daya tahan terhadap korosi
2. material hasil proses akan meningkat daya tahan terhadap panas
3.
Proses
ini
tidak
dibatasi
hanya
pada
logam
saja
4.
Memiliki
kekerasan
yang
tinggi
Kekurangan
1.
Proses
pengeringannya
memerlukan
waktu
yang
lama
2. Membutuhkan temperature pemanasan yang tinggi agar hasil akhir memiliki permukaan
yang halus
g.
Siliconizing
Siliconizing adalah proses pengerasan permukaan dimana silikon berdifusi pada permukaan
dasar logam. Silikon ini menghasilkan tebal lapisan antara 0,005-0,1 inci. Pemanasan
dilakukan dalam cairan yang mengandung campuran silikon karbida dan gas chlorine hingga
suhunya mencapai 1700-1850o F. Campuran cairan tersebut dimasukkan ke dalam sebuah
tank. Bagian yang akan dikeraskan dimasukkan ke dalam sebuah conveyor yang akan
melewati tank yang berisi cairan silikon karbida, dan gas chlorine. Tebal lapisan yang
terbentuk
tergantung
pada
lamanya
pemanasan.[40]
Siliconizing biasa di aplikasikan pada steel needle (jarum baja) , hal ini bertujuan untuk
melapisi bagian dalam dan bagian luar nya, pada prosesnya dilakukan pencelupan kedalam
conveyor yang berisi silicon karbida.
Kelebihan
1.
Memiliki
kekerasan
yang
tinggi
2. Tebal lapisan dapat diatur sesuai keinginan, tergantung dari waktu proses
Kekurangan
1. Silikon ini menghasilkan tebal lapisan antara 0,005-0,1 inci, sehingga akan mengubah
dimensi produk
Gambar 1.20 Siliconizing [24]
B.
Surface
hardening
tanpa
penambahan
Surface hardening tanpa penambahan zat dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

zat

1.
Flame
Hardening
Flame hardening adalah proses pemanasan permukaan yang menggunakan nyala api
oxyacetylene untuk pemanasan permukaan logam. Proses ini hanya dapat dilakukan untuk
logam yang mengandung kadar karbon tinggi atau sedang. Dasar penyalaan nyala api sama
dengan pengerasan induksi yaitu pemanasan yang cepat disusul dengan pencelupan
permukaan tebal lapisan yang mengeras tergantung pada kemampu pengerasan bahan, karena
selam pemanasan tidak ada penambahan unsure-unsur lain. Pada alat dipasangkan juga aliran
pendingin sehingga setelah suhu yang diinginkan tercapai permukaan langsung disemprot
dengan air.
Gambar 1.21 Flame hardening [9]
Dari Gambar 1.21 di atas diperlihatkan 2 metode yang berbeda dalam proses flame hardening
yaitu Progresive Flame Hardening (gbr.atas) dan Progresive Spin Hardening (gbr.bawah).
Namun
masih
ada
satu
metode
lagi
yaitu
Spot
Flame
Hardening.

Dasar pengerasan nyala adalah sama dengan pengerasan induksi yaitu pemanasan yang cepat
disusul dengan pencelupan permukaan tebal lapisan yang mengeras tergantung pada
kemampuan pengerasan bahan, karena selama proses pengerasan tidak ada penambahan
unsur-unsur lainnya. Pemanasan di lakukan dengan nyala oksiasitelin yang dibiarkan
memanasi logam sampai suhu kritis. Pada alat dipasangkan juga aliran pendingin sehingga
setelah suhu yang diinginkan tercapai permukaan langsung disemprot dengan air. Bila
dikendalikan dengan baik, bagian-bagian dalam tidak terpengaruh. Tebal lapisan yang keras
tergantung
pada
waktu
pemanasan
dan
suhu
nyala.
Metode
yang
umum
dilaksanakan
pada
flame
hardening
adalah:
1). Pengerasan stasioner : baik nyala maupun benda yang akan dikeraskan keduanya berada
dalam
keadaan
diam,
pengerasan
bersifat
setempat.
2). Pengerasan progresif : Nyala bergerak menuju ke benda yang diam; metode ini berguna
untuk mengeraskan bagian yang luas, contohnya gigi dari roda gigi yang besar.
3). Pengerasan spinning : Nyala tetap diam sedangkan benda berotasi Metode ini digunakan
untuk
pengerasan
bagian
melingkar.
4). Pengerasan progresif-spinning : Nyala bergerak pada benda yang berputar. Metode ini
digunakan untuk mengeraskan permukaan benda melingkar, contohnya rolling.
Proses ini menghasilkan permukaan yang keras dengan inti yang ulet. Benda-benda yang
lapisannya besar dapat dikeraskan tanpa memanaskan seluruh benda, tebal lapisan yang
dipanaskan
dikendalikan
dengan
baik.
1. Kelebihan, menghasilkan permukaan yang keras dengan cepat dengan mencapai ketebalan
antara
1/8-1/4
inch.
2. Kekurangan, tidak bisa diterapkan pada logam yang tipis, hanya dapat digunakan pada baja
yang berkarbon tinggi.[9]
Gambar 1.22 Flame Hardening [24]
2.
Laser
and
Electron
Beam
Hardening
Metode ini dapat digunakan untuk pengerasan secara selektif terhadap logam yang dapat
dikeraskan. Laser dan electron beam mempunyai kegunaan yang sama dengan nyala api pada
flame hardening atau induksi pada induction hardening. Metode ini hanya dapat digunakan
pada baja dengan kandungan karbon dan logam yang dapat di-quenching. Laser dan electron
beam digunakan untuk menaikkan suhu permukaan logam yang akan dikeraskan. Ukuran titik
pengerasan elektron ialah sekitar 0,010 hingga 0.015 in2. Sedangkan laser mempunyai
ukuran yang lebih besar daripada elektron, tetapi tidak lebih besar dari 0,150 in2
Gambar 1.23 Laser Beam Hardenin [22]
Gambar 1.24 Contoh Proses Laser Beam Hardening [26]
Keuntungan
metode
diatas
yaitu:
1. Kita dapat melakukan pengerasan secara selektif , jadi pengerasan hanya diberikan pada
bagian
bagian
yang
kita
inginkan
Kedua
metode
diatas
mempunyai
kekurangan
yang
sama,
yaitu:
1.
Biaya
peralatan
yang
mahal
2. Tidak dapat digunakan pada logam-logam yang termasuk high alloys. Metode ini terbatas
hanya
pada
plain
carbon
steels,
low
alloy
steels
dan
baja.
[27]
3.
Induction
Hardening
Induction hardening adalah metode yang mirip dengan flame hardening, dengan pengecualian
bahwa sumber panasnya adalah sentral listrik di dalam logam oleh sebuah aliran induksi

listrik. Yang dapat dikeraskan dengan metode ini adalah konduktor atau semikonduktor. Blok
induksi yang berfungsi sebagai kumparan primer transformator ditempatkan di sekeliling
benda yang akan dipanaskan. Arus berfrekuensi tinggi yang melewati blok ini akan
menimbulkan arus induksi pada permukaan benda. Blok indikator yang mengelilingi
permukaan yang dipanaskan dengan saluran air yang berlubang-lubang halus.
Gambar 1.25 Induction hardening [9 dan 27]
Aplikasi proses induction hardening akhir-akhir ini melalui penggunaan arus induksi dalam
industri mengalami kemajuan pesat, termasuk penggunaan arus listrik untuk pencairan logam,
pengerasan, dan perlakuan panas lainnya. Seperti pemanasan permukaan untuk penempaan,
pemanasan untuk sinter, brazing dan perlakuan jenis. Arus bolak-balik berfrekuensi tinggi
berasal dari konverter merkuri, osilator spark atau osilator tabung. Frekuensi pada umumnya
tidak melebihi 500.000 Hz. Untuk benda yang tipis digunakan frekuensi yang tinggi,
sedangkan untuk benda yang tebal digunakan frekuensi yang rendah. Pemanasan induksi
memberikan hasil yang cukup baik pada pengerasan permukaan kurkas dan yang harus tahan
aus. Berbeda dengan pengerasan permukaan biasa, disini susunan kimia baja tidak berubah
karena pemanasan berlangsung sangat cepat dan pencelupan permukaan tidak berpengaruh
pada bagian dalamnya. Pengerasan yang diperoleh melalui pengerasan induksi sama dengan
pemanasan
biasa
dan
tergantung
pada
kadar
karbon.
Setelah baja dipanaskan sampai suhu yang tepat disemprotkan air sehingga terjadi proses
pencelupan.
1. Kelebihan, kecepatan untuk memanaskan baja sampai kedalaman 3,2 mm hanya beberapa
detik saja, permukaan logam bebas kerak, distorsi minimal, dan bisa digunakan pada material
yang
tipis.
2. Kekurangan, hanya dapat digunakan pada logam yang bersifat konduktor atau yang
semikonduktor. [9]
2.
Quenching
Quenching adalah proses pendinginan secara cepat setelah mengalami pemanasan. Untuk
mengilustrasikan sebuah kurva pendinginan dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Gambar 1.26 Typical cooling curve for a small cylinder quenched [13]
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat tiga tingkatan pendinginan, yaitu:
1.
Vapor-blanket
Cooling
stage
Tahap pertama, suhu logam sangat tinggi sehingga medium quenching menguap pada
permukaan
logam.
2.
Vapor-transport
Cooling
Stage
Proses ini dimulai ketika logam didinginkan pada suhu uap air dan film tidak stabil.
Permukaan logam basah oleh medium quenching dan titik didih yang tinggi. Tahapan ini
merupakan
proses
pendinginan
yang
paling
cepat.
3.
Liquid
Cooling
Stage
Proses ini dimulai ketika suhu permukaan logam mencapai titik didih. Tahapan ini merupakan
proses yang paling lambat.
Gambar 1.27 Kurva Time Temperature Transformation [28]
Laju reaksi, transformasi isotermal ditunjukan dalam diagram TTT. Pada gambar terlihat data
waktu untuk reaksi pada baja eutektoid (AISI-SAE1080). Garis yang terdapat di sebelah kiri

menyatakan waktu yang diperlukan untuk memulai dengan dekomposisi. Garis yang terdapat
disebelah kanannya menyatakan waktu berakhirnya reaksi ( + C ) Garis-garis yang
terdapat pada gambar tersebut dinamakan dengan diagram transformasi Isotermal atau
diagram T-I. Gambar T-I diperoleh dari : potongan-potongan contoh baja eutektoid yang
dipanaskan sampai mencapai suhu austenit dan dibiarkan untuk waktu tertentu agar
transformasi ke austenit selesai sepenuhnya. Potongan-potongan sampel kemudian
dicelupkan lebih lanjut sampai mencapai suhu ruang. Perubahan ( + C ) tidak terjadi
pada contoh yang dibiarkan pada suhu 6200C selama kurang dari satu detik, dan transformasi
sempurna menjadi + karbida baru terjadi setelah 10 detik berlalu.
Dengan diagram T-I membuktikan bahwa transformasi austenit berlangsung dengan lambat,
baik pada suhu tinggi (dekat suhu eutektoid) maupun suhu rendah . Reaksi yang lamban pada
suhu tinggi disebabkan karena tidak cukup pendinginan lanjut yang dapat menimbulkan
nukliasi
ferit
dan
karbida
baru
dari
austenit
semula.[29]
Menurut media pendinginnya, quenching dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1)
Quenching
air
Air adalah media yang paling banyak digunakan untuk quenching, karena biayanya yang
murah, dan mudah digunakan serta pendinginannya yang cepat. Air khususnya digunakan
pada baja karbon rendah yang memerlukan penurunan temperatur dengan cepat dengan
tujuan untuk memperoleh kekerasan dan kekuatan yang baik. Air memberikan pendinginan
yang sangat cepat, yang menyebabkan tegangan dalam, distorsi, dan retakan. [29]
Gambar 1.28 Quenching dengan Media Air [30]
2)
Quenching
dengan
media
oli
Oli sebagai media pendingin lebih lunak jika dibandingkan dengan air. Digunakan pada
material yang kritis, antara lain material yang mempunyai bagian tipis atau ujung yang tajam.
Karena oli lebih lunak, maka kemungkinan adanya tegangan dalam, distorsi, dan retakan
kecil. Oleh karena itu medium olo tidak menghasilkan baja sekeras yang dihasilkan pad
medium air. Quenching dengan media air akan efektif jika dipanaskan pada suhu 30-60
derajat Celcius.[29]
Gambar 1.29 Grafik quenching dengan media oli [21]
3)
Quenching
dengan
media
udara
Quenching dengan media udara lebih lambat jika dibandingkan dengan media oli maupun air.
Material yang panas ditempatkan pada screen. Kemudian udara didinginkan dengan
kecepatan tinggi dialirkan dari bawah melalui screen dan material panas. Udara
mendinginkan material panas lebih lambat dari daripada medium air dan oli. Pendinginan
yang lambat kemungkinan adanya tegangan dalam dan distorsi. Pendinginan udara pada
umumnya digunakan pada baja yang mempunyai kandungan paduan yang tinggi. [9]
Gambar 1.30 Quenching media udara [9]
Dari proses quenching juga dapat dihasilkan diagram TTT (time, temperature,
transformation), seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 1.31 Diagram TTT Proses Quenching [32]
Diagram tersebut menjelaskan tentang kaitan produk transformasi yang berhubungan dengan
waktu dan teperatur. Dari diagram ini jelas bahwa dari dekomposisi austenit dapat diperoleh

berbagai variasi struktur pada baja, struktur mungkin terdiri dari 100% perlite kasar, baja
bersifat lunak dan ulet, atau martensit penuh, ketika baja bersifat keras dan getas. Karena
transformasi baja dapat menghasilkan berbagai sifat maka baja tetap merupakan material
konstruksi utama untuk keperluan rekayasa. Adakalanya baja yang akan diproses tidak
mempunyai kekerasan yang cukup. Oleh karena itu perlu dilakukan proses hardening.
Dengan melakukan hardening maka akan didapatkan sifat kekerasan yang lebih tinggi.
Semakin tinggi angka kekerasan maka sifat keuletan akan menjadi rendah dan baja akan
menjadi getas. Baja yang demikian tidak cukup baik untuk berbagai pemakaian. Oleh karena
itu biasanya atau hampir selalu setelah dilakukan proses pengerasan kemudian segera diikuti
dengan tempering [33]
Gambar
1.32
Kurva
Quenching
4) Quenching dengan media air garam

Dengan

Berbagai

Media

[32]

Gambar 1.33 Quenching media air garam [58]


Air garam adalah media yang sering digunakan pada proses quenching terutama untuk alatalat yang terbuat dari baja. Beberapa keuntungan menggunakan air garam sebagai media
adalah:
a.
Suhunya
merata
pada
air
garam
b.
Proses
pendinginan
merata
pada
semua
bagian
logam
c. Tidak ada bahaya oksidasi, karburisasi, atau dekarburisasi selama proses pendinginan [29]
Gambar 1.34 Beberapa teknik quenching [35]
5)
Quenching
dengan
media
brine
Kurva berikutnya berhubungan dengan gulf super-quench oil pada suhu 125 F. Media ini
memiliki tahap penguapan yang relatif panjang, dan memasuki tahap mendidih setelah 7
detik, tahap ketiga gulf super-quench oil dicapai setelah 15 detik. [9]
Gambar 1.35 Peralatan untuk quenching dengan media brine [36]
6)
Quenching
dengan
media
solusi
air
dan
oli
Kurva berikutnya berhubungan dengan gulf super-quench oil pada suhu 125 F. Media ini
memiliki tahap penguapan yang relatif panjang, dan memasuki tahap mendidih setelah 7
detik, tahap ketiga gulf super-quench oil dicapai setelah 15 detik. [9]
Gambar 1.36 Peralatan quenching dengan media campuran oli dan air [36]
7)
Cryogenic
Quench
Cryogenic atau deep freezing bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada austenit yang
tertahan selama quenching. Austenit yang ada akan berubah semuanya.[29]
Gambar
1.37
Cryogenic
Quench
[37]
8)
Polimer
Quench
Polimer quench pendinginannnya berada diantara air dan oli, kecepatan pendinginan dapat
terpengaruh oleh variasi komponen dalam campuran yang mana tersusun atas air dan glycol
polimer. Polimer quench berkemampuan untuk menghasilkan benda kerja dengan tingkat
korosi yang rendah dari pada air dan resiko kebakaran yang rendah pada oli. Tapi hasil yang
demikian hanya akan diperoleh bila komposisi kimia material quench selalu konstan.

Gambar 1.38 Gambar Polimer Quench [38]


Sesuai dengan diagram medium pendinginan, urut-urutan media pendingin berdasarkan
kemampuan
menghasilkan
kekrasan
tertinggi
adalah
:
1.
Air
dengan
10%
sodium
chloride
(brine).
2.
Larutan
garam
3.
Air
yang
mengalir
(disemprotkan
dengan
tekanan
tinggi).
4.
Oli
+
air.
5.
Oli.
Untuk keseluruhan penggunaan media quenching di atas dapat kita gambarkan diagram ITnya (Gambar 2.36). Kurva pendinginan yang didapatkan melalui media yang berbeda di
tengah-tengah stainless steel berdiameter 0,5 inci. Kurva yang menjorok ke kiri adalah solusi
air asin 10% pada suhu 75o F. Media quenching ini memiliki tingkat penguapan yang sangat
pendek yang berlangsung antara satu detik kemudian jatuh dengan cepat pada tahap
mendidih, dimana angka pendinginan bergerak sangat cepat. Dan kemudian masuk ke tahap
ketiga saat 10 detik. Dengan melihat kurva pendinginan tap water pada 75o F, tahap
penguapan lebih lama jika dibandingkan dengan air asin. Tahap ketiga dicapai sekitar 15
detik. Pada kurva media pendingin air garam dapat diperhatikan bahwa pada kurva tersebut
memiliki tahapa penguapan yang sangat lambat. Akan tetapi angka pendinginan selama tahap
mendidih tidak bergerak secepat yang terjadi pada air asin atau tap water, dan akan mencapai
tahap
ketiga
setelah
10
detik.
Dua kurva selanjutnya berhubungan dengan oli, Garis bertitik adalah Gulf Super-Quench oli
pada 125o F dan garis kontinu tipis adalah slow oil. Keduanya menunjukkan tingkat
penguapan yang relatif lama. Tahap ketiga dicapai Gulf Super-Quench setelah sekitar 15
detik dan sekitar 22 detik untuk slow oil. Kurva pendinginan terakhir adalah udara tetap pada
suhu 82o F tidak pernah keluar dari tahap penguapan dan oleh karenanya menunjukkan angka
pendinginan yang sangat lambat. [9]
Gambar 1.39 Kurva pendinginan stainless steel diameter 0,5 inci dan panjangnya 2,5 inci [13]
Angka pendinginan untuk berbagai macam media dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1 .3 Angka pendinginan pada specimen stainless steel berdiameter 0,5 inci dan
panjangnya 2,5 inci diquench dari 1500o F [39]
II.
Softening
Proses ini merupakan proses heat treatment yang bertujuan untuk melunakkan.
Softening
dibagi
atas
beberapa
bagian,
yaitu:
A.
Annealing
Annealing adalah proses heat treatment dimana bahan mengalami pemanasan sampai
temperatur yang sesuai dengan jenis anealling yang akan dilakukan kemudian menahannya
pada suhu tersebut (holding time) selama satu jam tiap satu inci dengan pendinginan yang
perlahan-lahan. Tujuan dari proses ini adalah pelunakkan sehingga baja yang keras dapat
dikerjakan melalui proses permesinan atau pengerjaan dingin.
Tujuannya
adalah:
1.
Menghilangkan
ketidak
homogenan
struktur
2.
Memperhalus
ukuran
butir
3.
Menghilangkan
tegangan
sisa
4.
Menyiapkan
struktur
baja
untuk
proses
perlakuan
panas
Sebagai contoh pada besi cor, annealing mengakibatkan meningkatnya keuletan dan kadang-

kadang pelunakan (berkurangnya kekerasan) dipersamakan dengan keuletan.Anealling dapat


dibedakan menjadi beberapa bagian berdasarkan perlakuan suhu, fase transformasi dan
berdasarkan tempat perlakuannya. Berdasarkan perlakuan suhunya annealing dapat dibagi
menjadi tiga bagian yaitu, full annealing, partial annealing, dan subcritial annealing. Untuk
full annealing, baja dipanaskan di atas suhu kritis (A3) maksimum dan kemudian didinginkan
secara lambat. Untuk partial annealing, baja dipanaskan diantara suhu kritis maksimum (A3
or Acm) dan suhu kritis minimum (A1). Sedangkan pada subcritial annealing, baja
dipanaskan di bawah suhu kritis (A1), dapat dilihat pada Gambar 2.37 di bawah ini.[9]
Gambar
1.40
Klasifikasi
annealing
berdasarkan
suhu
pada
annealing
1.
Proses
Annealing
:
Dalam proses annealing, material dipanaskan pada suhu antara 10500 F sampai 13000 F,
kemudian didinginkan. Hal tersebut akan menghilangkan tegangan sisa pada material, dan
menghilangkan tegangan internal, tetapi tidak semuanya. Proses annealing seringkali
digunakan sebagai proses heat treatment lanjutan selama pembuatan material tersebut. Proses
annealing dilakukan beberapa kali dengan beberapa proses penarikan. Setelah proses
pemotongan kasar dengan mesin, material di-anneal untuk membebaskan tegangan yang
diakibatkan oleh pemotongan. Setelah pembebasan tegangan sisa dapat dilanjutkan dengan
pemotongan halus yang megakibatkan sedikit tegangan.[9]
Gambar 1.41 Diagram Annealing [40]
2.
Tahap-tahap
proses
Annealing
:
a.
Recovery
Recovery is a process by which deformed grains can reduce their stored energy by the
removal or rearrangment of defects in their crystal structure. Kekurangan ini, dislokasi secara
mendasar, dikenalkan oleh deformasi plastis dari material dan bertindak untuk meningkatkan
yield strength dari material. Sejak recovery mengurangi the dislocation density proses ini
secara normal diikuti dengan reduksi kekuatan material dan meningkat serentak pada
keuletan. Sebagai hasil, recovery mempertimbangkan keuntungan atau detrimental tergantung
pada the circumstances. Recovery berhubungan dengan proses yang sama dari rekristalisasi
dan grain growth. Recovery bersaing dengan rekristalisasi, yang keduanya digerakkan oleh
energi yang tersimpan, but is also thought to be a necessary prerequisite for the nucleation of
recrystallised
grains.
b.
Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah sebuah proses yang mana grains yang cacat digantikan dengan set yang
baru dari grain yan tidak cacat yang nucleate dan tumbuh sampai grains yang asli dapai
dipakai. Rekristalisasi biasanya diiringi oleh reduksi dalam kekuatan dan kekerasandari
logam dan terjadi peningkatan dalam pembuluhnya. Dengan demikian, proses dikenalkan
sebagai sebuah langkah pertimbangan dalam pemrosesan logam atau mungkin sebuah ketidak
inginan oleh produk dengan langkah pemrosesan yang lain. Penggunaan paling penting dalam
industri adalah softening logam secara keras dengan cold work, yang menghilangkan
pembuluhnya,
dan
mengontrol
struktur
dari
grain
pada
hasil
akhir.
c.
Grain
growth
Grain Growth mengacu pada peningkatan ukuran dari grain (Crystallities) dalam material
pada suhu yang tinggi. Ini terjadi ketika recovery dan rekristalisasi lengkap dan reduksi lebih
jauhdalam energi internal hanya dapat dicapai dengan mengurangi total area dari batas grain.
Keadaan ini biasanya digunakan dalam metalurgi tapi juga digunakan dalam hubungannya
dengan
keramik
dan
mineral.

Tahapan-tahapan perubahan material dapat kita lihat dari diagaram fasanya seperti yang
terlihat pada Gambar di berikut ini. [9]
Gambar 1.42 Diagram Tahap Annealing [41]
Gambar 1.43 Proses Annealing 59 [29]
Untuk lebih jelasnya, berbagai jenis annealing akan dibahas di bawah ini :
a.
Full
Annealing
Tujuan dari annealing adalah untuk memperkecil butir, membuat baja lebih ulet, dan untuk
meningkatkan kemmpuan baja untuk dimesin. Prosesnya dapat dilihat pada gambar 2.37 di
bawah. Baja terdiri dari butiran kasar yang mengandung 0.2% carbon (hipoeutektoid) dan
akan diubah ukurannya menjadi butiran yang halus melalui proses annealing. Aplikasi full
annealing pada dunia industry di peruntukkan salah satunya untuk pembuatan plat baja , plat
baja yang akan digunakan untuk membuat bagian bagian body mobil harus memiliki keuletan
yang
tinggi
sehingga
dapat
dilakukan
proses
permesinan.
Ketika baja dipanaskan, tidak akan ada perubahan yang terjadi hingga A1 (lower critical)
dilewati. Pada suhu ini perlit akan bertranformasi menjadi butiran austenit oleh reaksi
eutektoid tetapi pada suhu ini butiran ferrit yang kasar belum berubah, dan pendinginan pada
garis suhu ini tidak akan memperkecil butiran. Dilanjutkan dengan pemanasan dengan suhu
berada di antara A1 dan A3 yang mengakibatkan butiran ferrit bertranformasi menjadi
austenit. [42]
Gambar 1.44 Siklus Annealing Sempurna [43]
Kemudian menaikkan suhu untuk hipoeutektoid kira-kira 50o F di atas garis A3. Perubahan
ukuran butir hipereutektoid akan terjadi 50o F di atas garis A3. Pemanasan di atas suhu ini
akan memperkasar ukuran butir austenitic yang kalau didinginkan akan berubah menjadi
daerah perlit yang luas. Mikrostruktur hipereutektoid akan tetap karena butiran lamellar
perlite dikelilingi oleh jaringan preutektoid sementit. Karena jaringan sementit mudah rusak
dan cenderung menjadi bahan yang lemah, annealing tidak akan pernah berakhir menjadi heat
treatment untuk hipereutektoid. Daerah hipoeutectoid dan hipereutectoid dapat dilihat pada
gambar 1.41 di bawah ini.
Gambar 1.45 Temperatur Annealing dan Spheroidizing [46]
b.
Partial
Annealing
Pada proses partial annealing, baja dipanaskan diantara suhu A1 dan A3. Yang diikuti dengan
proses pendinginan lambat. Pada umumnya yang dipakai untuk perlakuan ini adalah baja
hipereutektoid, yang strukturnya terdiri dari perlit dan sementit halus. Hipoeutektoid juga
dipakai untuk proses ini untuk meningkatkan kemampuan di mesin. Tetapi tidak semua jenis
baja hipotektoid dapat digunakan untuk proses ini, baja yang mempunyai struktur perlit dan
ferrit yang kasar tidak dapat digunakan untuk proses ini. Aplikasi Partial Annealing salahg
satunya biasa digunakan juga pada industri plat baja untuk spare part body otomotive [48]
Gambar 1.46 Stability zone, partial annealing zone and total annealing zon [44]
c.
Stress-relief
Annealing
Stress reliefing adalah proses heat treatment yang digunakan untuk menghilangkan tegangan
internal tanpa mengurangi kekuatan suatu material secara signifikan. Proses ini digunakan

pada situasi dimana pengawasan dimensional secara ketat diperlukan dalam proses
pengelasan, penempaan, pengecoran, dan lain-lain. Pemanasan dilakukan pada suhu dibawah
garis
kritis
minimum
(1000-1200o
F).
(Sumber: William D. Callister. Materials Science And Engineering. halaman 225) [82]
Stress-relief Annealing dalam prosesnya biasa digunakan dalam dunia industry , salah satu
contoh aplikasinya yaitu untuk menghilangkan tegangan sisa pada komponen setelah
mengalami pengelasan , dengan cara menghilangkan tegangan sisa nya.
Gambar 1.47 Stress-relief Annealing [45]
d.
Spherodizing
Spheoridzing adalah proses heat treatment yang menghasilkan sebuah struktur yang terdiri
dari bola-bola kecil atau spheroid carbide di dalam matriks ferrit. Bahan yang digunakan
untuk spherodizing adalah baja karbon tinggi, seperti bantalan peluru. Proses dari
spherodizing adalah bila bahannya adalah perlit maka dipanaskan selama 16-24 jam pada
suhu eutektoid sedangkan bila bahannya martensit dipanaskan selama 1-2 jam pada suhu
yang sama. Tujuan dari spherodizing adalah untuk meningkatkan ketangguhan baja yang
rapuh. Pada baja tentunya diperlukan adanya kadar karbida yang tinggi agar daya tahanan
arus meningkat. Dengan struktur mikro perlit ketangguhan akan rendah sekali. Dimana
aplikasinya digunakan pada alat alat potong, alat alat pahat, roda gigi atau kontruksi
mesin yang sering mengalami kontak antara bahan satu dengan bahan lainnya .[9]
Gambar 1.48 Struktur mikro Spheroidizid[46]
Gambar 1.49 Diagram Spheroidizing, Full Annealing dan Normalizing[47]
e.
Rekristalisasi
Rekristalisasi dilakukan pada logam yang mengalami pengerjaan dingin. Tujuannya adalah
untuk meniadakan pengerasan regangan. Pemanasan sekitar 0,3 Tm sampai 0,6 Tm agar
waktu pemanasan wajar ditinjau dari segi produksi. Rekristalisasi berlangsung cepat dalam
logam murni dibandingkan dengan paduan. Makin besar deformasi (regangan) makin cepat
proses rekristalisasi. Dalam hal ini lembaran baja dan kawat baja jangan diekristalisir pada
suhu di atas eutectoid kecuali bila ada usaha khusus untuk pendinginan perlahan-lahan. Bila
tidak maka akan terbentuk martensit yang rapuh. [49]
Gambar 1.50 Rekristalisasi [49]
f.
Anil
Dilakukan pada material gelas untuk menghilangkan tegangan tegangan sisa dan
menghindarkan terjadinya retakan panas (benda mula dan benda akhir tidak berubah
kekerasannya). Prosedur pelaksanaannya berubah dengan komposisi gelas karena suhu
pemanasan harus mendekati suhu transisi gelas agar memungkinkan penurunan tegangan
tanpa melampaui titik regangan dimana viskositas = 10 13,5 Pa. Dibawah suhu titik regangan
dimana ada peningkatan viskositas sebanyak 30 kali, pendinginan dapat berlangsung dengan
epat karena tidak mungkin terjadi tegangan sisa yang baru. Pada proses ini tidak ada
perubahan struktur mikro. Aplikasinya untuk softening baja yang terkandung pada mesinmesin industri. [9]
Gambar 1.51 Proses anil [50]

B.
Normalizing
Normalizing dilakukan dengan pemanasan baja di atas suhu kritis bagian atas (A3 atau Acm)
yang diikuti dengan pendinginan pada suhu kamar. Tujuan dari normalizing adalah untuk
meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja jika dibandingkan dengan full annealing, untuk
beberapa pemakaian normalizing bisa saja menjadi akhir dari heat treatment. Oleh karena itu
untuk baja hipereutektoid harus dilakukan pemanasan di atas suhu A3 untuk memutuskan
jaringan sementit.
Gambar
1.52
Normalizing
untuk
hipoeutectoid
dan
hipereutectoid
steel
[46]
Normalizing juga digunakan untuk meningkatkan kemampuan baja untuk di mesin,
memperhalus butiran, dan meningkatkan homogenitas struktur baja. Gambar 4.38 di bawah
ini menunjukkan mikrostruktur baja 0,5 % karbon dari proses normalisasi.
Gambar 1.53 Normalized 0.5 % carbon-steel. Proeutectoid ferrite surrounding pearlite area.
[13]
Pada kondisi annealing baja tersebut mempunyai 62 % perlit dan 38 % proeutektoid ferrit.
Pada pendinginan udara baja tersebut akan mempunyai 10 % proeutektoid ferrit, dimana
jaringan yang berwarna putih mengelilingi daerah perlit yang gelap. Untuk baja
hipereutektoid, normalizing akan mengurangi jaringan proeutektoid sementit. [13]
C.
Tempering
Tempering adalah pemanasan kembali antara 100-400 derajat Celcius, yang bertujuan untuk
menurunkan kekerasan, pendinginan dilakukan di udara. Dalam proses tempering atom-atom
akan berganti menjadi suatu campuran fasa-fasa ferrit dan sementit yang stabil. Melalui
tempering kekuatan tarik akan menurun sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat.
Untuk proses quenching setelah hardening dilakukan mendadak, sedangkan setelah tempering
pendinginan dilakukan dengan udara. Proses pendinginan ini jelas akan berakibat berubahnya
struktur
logam
yang
diquench.
Tempering dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:
a.
Tempering
suhu
rendah
(150-300
C)
Tujuannya untuk mengurangi tegangan kerut dan kerapuhan baja. Digunakan pada alat kerja
yang tak mengalami beban berat seperti alat potong dan mata bor kaca.
b.
Tempering
suhu
menengah
(300-500
C)
Tujuannya menambah keuletan dan sedikit mengurangi kekerasan. Digunakan pada alat kerja
yanga
mengalami
beban
berat
seperti
palu,
pahat
dan
pegas.
c.
Tempering
suhu
tinggi
(500-650
C)
Tujuannya untuk memberikan daya keuletan yang besar dan kekerasannya menjadi lebih
rendah.
Digunakan
pada
roda
gigi,
poros,
batang
penggerak.
[9]
Tiga dasar pengerasan untuk perkembangan martensit, tempered martensite, dan bainite
adalah conventional hardening and tempering, martempering dan austempering.
Gambar 1.54 Tempering [13]
1.
Conventional
Hardening
dan
Tempering
Conventional dan Tempering saling berhubungan, perbedaannya adalah bahwa pada
Tempering medium quenching lebih terkontrol. Jika sebuah logam dipanaskan pada suhu
austenit kemudian didinginkan pada air dingin, perbedaan suhu di pusat dan permukaan akan

menyebabkan retakan pada logam dan ada kemungkinan akan terjadi distorsi. [9]
2.
Martempering
Martempering adalah salah satu solusi untuk untuk mencegah terjadinya distorsi dan retakan.
Martempering mirip dengan conventional hardening, kecuali bahwa dalam quenching suhu
logam dikurangi hingga 400o F, atau sedikit di atas garis martensit, Ms. Pada saat suhu ini
ditahan hingga suhu pada pusat/inti sama dengan suhu pada permukaan, kemudian logam
didinginkan pada suhu kamar. Logam dibiarkan dalam medium quenching hingga suhu pad
logam sama, kemudian didinginkan pada suhu yang sedang, biasanya di udara. Pendinginan
yang merata dapat mencegah terjadinya tegangan sisa. [9]
Gambar 1.55 Martempering [46]
3.
Austempering
Proses austempering mengubah austenit menjadi stuktur yang lebih keras yang disebut
dengan bainit. Pada austempering, logam didinginkan dalam media garam pada suhu 450800o F. Pada saat suhu ini dimaksudkan untuk memperoleh struktur logam yang ulet dan
keras. Ketika suhu yang konstan dipertahankan untuk beberapa waktu tertentu selama
transformasi austenit akan dihasilkan struktur bainit. Tetapi proses ini hanya dapat dilakukan
pada logam yang mempunyai kekerasan yang baik seperti, mata pisau dan kawat. Baja yang
mengandung karbon 0,6 % sangat mudah untuk diaustemper.[9]
Gambar 1.56 Austempering (bainite tempering) [53]
Gambar 1.57 Proses pada tempering [42]
Untuk lebih singkatnya, dapat dilihat pada Tabel 1.3 Proses tarnsformasi untuk baja berikut.
[54]
Proses
Tujuan
Prosedur
Fasa
Anil
Pelunakan
Pendinginan
lambat
dari
daerah

stabil

+
karbida
Celup
Pengerasan
Celup
yang
lebih
cepat
daripada
CRm
Martensit
Celup Terputus Pengerasan tanpa retak Celup disusul dengan pendinginan lambat dari Ms ke
Mf
Martensit
Austemper
Pengerasan
tanpa
pembentukan martensit rapuh Celup disusul dengan transformasi isotermal diatas Ms +
karbida
Temper
Peningkatan
ketangguhan
(biasanya
dengan
pelunakan minimal) Pemanasan ulang dari martensit + karbida
1.2.3 Jenis Jenis Tungku Pembakaran
1. Car bottom furnace
Gambar 1.58 Car bottom furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki dasar yang bergerak (car). Car dapat keluar dari tungku dan dapat
dimuat atau dibongkar dengan melalui perbaikan. Metode pemanasan ini dengan
memanfaatkan resistensi listrik atau bahan bakar / gas. Car Bottom Furnace cocok untuk
sebagian besar operasi berbagai perlakuan panas.

2. Bell Type Furnace


Gambar 1.59 Bell Type Furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki lonceng pemanas vertikal yang bergerak dan stasioner. Metode
pemanasan
dengan
resistensi
listrik
atau
bahan
bakar
/
gas.
Tungku jenis Bell ini cocok untuk anil strip yang digulung dan perawatan panas lainnya
termasuk operasi di atmosfer terkendali
3. Vertical Pit Furnace
Gambar 1.60 Vertical Pit Furnace [60]
Tungku jenis ini digunakan untuk perbaikan panas poros seperti bagian (generator rotor, rotor
turbin uap) yang dimuat secara vertikal melalui bagian atas tungku.Metode pemanasan ini
dengan resistensi listrik atau bahan bakar / gas.
4. Belt Furnace
Gambar 1.61 Belt Furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki mesh conveyor belt yang bergerak melalui tabung panjang seperti
tungku. Metode pemanasanya dengan listrik (resistansi atau induksi) atau bahan bakar / gas.
Tungku Belt cocok untuk perlakuan panas bagian-bagian yang elative kecil.
5. Roller Furnace
Gambar 1.62 Roller Furnace [60]
Tungku jenis ini telah rol baja tahan panas memindahkan bagian melalui tabung panjang
seperti tungku. Metode pemanasan mungkin baik listrik atau bahan bakar / gas. Tungku
Roller cocok untuk perlakuan panas lembaran, tabung dan bagian panjang lainnya.
6. Pusher Furnace
Gambar 1.63 Pusher Furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki pendorong yang terletak di ujung tungku dan memindahkan
bagian-bagian melalui tungku. Metode pemanasan ini dengan listrik atau bahan bakar / gas.
Tungku Pendorong umumnya digunakan untuk pemanasan suatubagian sebelum deformasi
panas.
7. Continuous strip annealing furnace
Gambar 1.64 Continuous strip annealing furnace [60]
Strip Coled berguling di daerah uncoiled melewati tabung panjang seperti tungku yang
dilingkarkan dengan atmospere terkendali (umumnya campuran dari Hidrogen dan Nitrogen)
mencegah
oksidasi
dari
permukaan
baja
Metode pemanasan ini dengan listrik atau bahan bakar / gas.[9]

1.2.4
Aplikasi
Heat
Treatment
Dalam proses pembuatan velg mobil yang menggunakan bahan utama paduan aluminium
silikon (aluminium silicon alloy) AI-7Si atau A356.0, produk hasil cetakan (as-cast) tidak
dapat dipakai langsung karena sifat mekaniknya masih rendah. Untuk meningkatkan sifat
mekanik sesuai kebutuhan dilakukan proses heat treatment T6 yang meliputi : solution heat
treatment,quenching dan aging. Dari ketiga rangkaian proses heat treatment tersebut saling
berhubungan untuk menentukan hasil akhir terhadap sifat mekanik yang akan dihasilkan.
Solution treatment berfungsi untuk melarutkan elemen-elemen penguat kedalam matrik aaluminium sehingga akan terjadi penguatan. Temperatur solution (Ts) yang dipakai adalah
540C, 550 C, 560C dan holding time (ts) 4, 5 dan 6 jam.Artificial Aging merupakan
proses pengerasan presipitasi dengan cara memanaskan kembali material diatas temperatur
kamar yang masih berada dibawah garis solvus dan dibiarkan pada temperatur tersebut
sehingga membentuk presipitasi yang halus dan mempunyai formasi yang koheren dengan
matrik larutan a-aluminium. Temperatur aging (TaJ yang dipakai adalah 150C, 160 C,
170C dan holding time (taJ 2.5, 3.5, dan 4.5jam. [55]
Gambar 1.65 Aplikasi heat treatment [1]
1.3 METODOLOGI

1.3.1
Bahan
Percobaan
Bahan yang digunakan dalam praktikum heat treatment ini adalah :
a.
Besi
cor
non
perlakuan
b.
Besi
cor
perlakuan
panas
dengan
pendinginan
udara
c.
Besi
cor
perlakuan
panas
dengan
pendinginan
air
d.
Besi
cor
perlakuan
panas
dengan
pendinginan
oli
e.
Baja
ST-40
non-perlakuan
f.
Baja
ST-60
non-perlakuan
g.
Baja
ST-40
perlakuan
panas
dengan
pendinginan
udara
h.
Baja
ST-60
perlakuan
panas
dengan
pendinginan
udara
i.
Baja
ST-40
perlakuan
panas
dengan
pendinginan
air
j.
Baja
ST-60
perlakuan
panas
dengan
pendinginan
air
k.
Baja
ST-40
perlakuan
panas
dengan
pendinginan
oli
l. Baja ST-60 perlakuan panas dengan pendinginan oli
Gambar 1.66 Bahan uji [56]
1.3.2
Peralatan
Peralatan
yang
digunakan
dalam
praktikum
heat
a. Sebuah perangkat Furnace Chamber HOFFMANN TYPE KL

treatment

percobaan
adalah
:

Gambar 1.67 Furnace Chamber HOFFMANN TYPE KL [56]


Gambar 1.68 Panel control Furnace Chamber HOFMANN TYPE KL [56]
Spesifikasi
1.
2.

alat

Chamber
Tipe

Tahun

pembuatan

Hofman;
KL
1991

3.
Temperatur
Alat
20

900
4.
Waktu
mulai
penundaan
0

9999
menit
5.
Ramp
End,
Skip
,
4

700C/h
6.
Dwell
0-9999
menit
7.
Pendinginan
skip
4
-700C
8.
End
0-9999
menit
ditahan
Keterangan
:
1.
Display
adalah layar yang yang digunakan untuk menampilkan keterangan suhu, kecepatan
pemanasan,
waktu
penahanan,
maupun
kecepatan
pendinginan.
2.
Unit
Bagian yang menunjukkan satuan-satuan dari angka-angka yang ditampilkan pada bagian
display.
3.
Program
Number
Program number merupakan untuk tiap program yang ada dalam mesin tersebut.
4.
Heating
Program
Diagram pemanasan dimana pada diagram tersebut terlihat adanya kenaikan suhu dan
penahanan
suhu.
A Mengontrol waktu tunggu yang telah disimpan samapi memulai proses pemanasan.
B, D, F Mesin pemanas memanasi dg kecepatan yang telah disimpan, dapat dipilih dari 4oC
700oC.
C,
E,
G,
I
Suhu
tidak
merubah
waktu
tunggu.
H
Mesin
pemanas
menurunkan
suhu
dengan
kecepatan
normal
5.
Relais
Indikator untuk mengontrol sirkulasi udara luar mesin, nilai magnetik, dan penghubungnya
6.
Program
Button
Adalah tombol untuk memilih-milih program yamg dinginkan, yang selanjutnya akan
ditampilkan
pada
layar
program
number
(3).
7.
Segment
Button
Tombol yang digunakan untuk memindahkan tahapan-tahapan suhu yang dapat dilihat pada
diagram
pemanasan.
8.
Up/down
button
Tombol untuk menaikkan atau menurunkan suhu, kecepatan pemanasan seperti yang
ditampilkan
pada
display
(1).
9.
Key
Button
Adalah tombol untuk mengunci bila kita menginginkan program tersebut menjadi salah satu
program
dalam
mesin.
10.
Relais
button
Untuk mengontrol sirkulasi udara luar mesin, nilai magnetik, dan penghubungnya.
11.
Comsumption
button
Untuk mengetahui energi pemakaian pada proses pemanasan sejak dimulai program dan
ditampilkan
pada
display
12.
Start
stop
button
Tombol
untuk
memulai
jalannya
program
dan
menghentikannya
b. Rockwell Hardness Tester HR 150A
Dial indicator
penetrator pengatur pembebanan

Anvil handle pelepas


handle pembeban
handwell
Gambar
2.57
Rockwell
Hardness
Tester
Model
HR-150A
(Laboratorium
Metalurgi
Fisik
Jurusan
Teknik
Fakultar
Teknik
UNDIP
Gambar
1.69
Rockwell
Hardness
Tester
Model
HR-150A
[56]
c. Mesin ampelas/ grinding
Gambar 1.70 Mesin ampelas/ grinding 57 [56]
d. Vernier caliper
Gambar 1.71 Vernier Calliper [56]
e.

Oli

Media

pendingin
Air
Udara

1.3.3
Langkah
Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam praktikum heat treatment.
2. Memasukkan spesimen ke dalam Furnace Chamber sampai temperatur 9000 C dan ditahan
selama 10 menit.
T=
900
C/h,
t=10
m
v=
300
C/h
T=
600
C,
t=
15
m
v=
300
C/h
v=
300
C/h
T=300
C,
t=15
m
v=
300C/h
T=24
C
T=
24
C
Jika ingin memanaskan benda uji sampai suhu 30oC dengan kecepatan 300oC lh dan waktu 5
, tekan tombol program maka angka 1 muncul lalu tekan segmen pada pilihan suhu yang akan
dicapai pertama .Masukan angka 600oC Tekan tombol segmen pada pilihan ke 4batas
masukan angka 300oC/h. Tekan segmen pada pilihan lama penahan 5s . Tekan tombol
segmen pada pilihan pencapaian suhu ke 5 masukan 900oC Tekan segmen pada pilihan
kecepatan bakar.Masukkan angka 300oC/h segmen pada pilihan lama pembakaran masukkan
angka 5 tekan tombol segmen pada suhu pendinginan masukan angka 50oC. Lalu tekan
tombol kunci lalu tekan steel.
3.
Mendinginkan
spesimen
dengan
media
pendingin
4.
Melakukan
pengampelasan
sampai
spesimen
rata
5. Menguji kekerasan spesimen dengan Rockwell Hardness Tester model HR 150A .
6.
Mengulangi
uji
kekerasannya
sampai
tiga
kali
7.
Mengulangi
uji
kekerasan
untuk
spesimen
lain.
8. Membandingkan pada spesimen yang sama untuk media pendingin yang berbeda.

1.3.4 Digram alir percobaan


1.4 HASIL DAN PEMBAHASAN

1.4.1
Data
hasil
Berikut
adalah
data
nilai
kekerasan
a.
Material
Non
No
Baja
ST
40
Baja
ST
1
53
54
2
54
54.5
3
55
56
Rata-rata 54 54.83 53.66
b.
Perlakuan
panas
No
Baja
ST
40
1
52
2
53.5
3
53.5
Rata-rata 53 53.83 78.16
Perlakuan
panas
No
Baja
ST
40
1
65
2
63
3
75
Rata-rata 67.66 73.33 52.33
Perlakuan
panas
No
Baja
ST
40
1
62.5
2
63
3
62
Rata-rata 62.5 57.66 74.33

Material
dengan
Baja

yang
60

percobaan
diperoleh
:
Perlakuan
Besi
Cor
54
53.5
53.5

pendinginan
ST

60

Besi

53
54
54.5
dengan
Baja

pendinginan
ST

60

Besi

74
73
73
dengan
Baja

pendinginan
ST

60
51
61
61

Besi

Perlakuan
udara
HRA
Cor
78
78
78.5
air
HRA
Cor
52
52
53
oli
HRA
Cor
74
74
75

1.4.2
Analisa
Data
Setelah dilakukan percobaan pada baja ST 40, baja ST 60 dan besi cor dengan non perlakuan
dan perlakuan dengan berbagai media seperti media air,oli dan juga udara dan di dapat nilai
kekerasannya tiap-tiap material tersebut maka dapat dibuat suatu analisa :
1. Dari penjelasan teori di atas media pendinginan quenching sangat mempengaruhi
kekerasan suatu material, bahwa hasil pendinginan menggunakan media air akan lebih keras
dari pada media quenching lainnya. Berdasarkan urutan kekerasannya dapat diurutkan
perlakuan panas pendinginan air > pendinginan oli > Non perlakuan > perlakuan udara.
2. Dari hasil percobaan didapatkan hasil bahwa pendinginan dengan air menghasilkan tingkat
kekerasan material yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendinginan dengan udara. Hal ini

disebabkan karena proses pendinginan dengan media pendinginan air terjadi sangat cepat
karena dilakukan secara mendadak sehingga terbentuk struktur martensit yang lebih keras,
karena martensit itu sendiri merupakan butiran yang berbentuk jarum dan mempunyai sifat
yang sangat keras dan tidak stabil. Struktur kristal dari martensit bukan BCC (Body Centered
Cubic) melainkan BCT (Body Centered Tetragonal).
Gambar 1.72 Struktur Kristal BCT ( Body Centered Tetragonal ) [49]
Struktur ikatan martensit tersebut dikarenakan kehadiran dari karbon yang terjebak ditengahtengah struktur usteni. Karena pendinginan yang cepat, maka atom-atom logam tidak
mengalami transformasi secara difusi. Dengan pendinginan yang sangat cepat maka tidak
ustenit waktu bagi ustenite untuk berubah maupun menjadi ferrit. Sedangkan pada
pendinginan udara yang merupakan jenis proses quenching, prosesnya berlangsung sangat
lambat sehingga ustenite berubah menjadi perlit maupun ferrit yang lunak.
3. Baja ST-40 merupakan baja karbon rendah dengan kadar C + 0,3 %. Pada diagram fasa Fe
C dibawah, letak ST 40 pada garis warna merah. Sehingga perubahan fase selama proses
heat treatment dapat dilihat pada diagram tersebut. Baja ST- 60 merupakan baja karbon
sedang dengan kandungan C antara 0,3 0,65 % pada diagram fasa dibawah letaknya antara
garis merah dan biru sehingga perubahan fase pada waktu heat treatment dapat dilihat pada
diagram fase Fe C dibawah.
Gambar1.73 Letak Baja ST-40 dan ST-60 dalam Diagram fasa Fe C[49]
Gambar 1.73 Representasi struktur mikro baja ST-40 dan ST-60 dalam proses heat treatment
[49]
Tabel 2.7. Perbandingan berbagai sifat baja ST-40 dan ST-60 setelah proses Heat Treatment
Perlakuan
Panas
Baja
ST-40
Baja
ST-60
Besi
Cor
Non
Perlakuan
Sifatnya lebih keras dibandingkan dengan baja ST-40 dengan pendinginan udara tapi lebih
ulet dibandingkan ST-40 pendinginan air dan oli Kekerasan lebih besar dibandingkan dengan
baja ST 60 pendinginan udara tapi lebih ulet dibandingkan ST-40 pendinginan air dan oli
Kekerasannya lebih besar dibandingkan dengan besi cor pendingianan air tetapi lebih ulet
bila dibandingkan dengan besi cor pendinginan oli dan medium udara
Pendinginan Udara Paling rendah kekerasannya bila dibandingkan dengan baja ST 40 non
perlakuan, pendinginan air dan pendinginan oli . Paling rendah kekerasannya bila
dibandingkan dengan baja ST 60 non perlakuan , pendinginan air dan pendinginan oli. Paling
tinggi kekerasannya bila dibandingkan dengan besi cor non perlakuan, pendinginan air, dan
pendinginan
oli
Pendinginan air Paling keras bila dibandingkan dengan baja ST 40 non perlakuan,
pendinginan udara dan oli Paling keras bila dibandingkan dengan baja ST 60 non perlakuan,
pendinginan udara dan oli. Kekerasannya paling rendah bila di bandingkan dengan besi cor
non
perlakuan
,pendinginan
udara
dan
oli
Pendinginan Oli Kekerasannya lebih besar di bandingkan dengan S T 40 Pendingianan udara
dan non perlakuan tapi lebih ulet dibandingkan pendinginan air Kekerasannya lebih besar di
bandingkan dengan ST 60 Pendingianan udara dan non perlakuan tapi lebih ulet
dibandingkan pendinginan air Kekerasanya lebih besar bila dibandingkan dengan besi cor
pendinginan air dan non perlakuan tapi lebih ulet dibandingkan pendinginan udar

4.
Penyimpangan-penyimpangan
yang
terjadi
:
a. Nilai rata-rata kekerasan besi cor non perlakuan 53.66 skala HRA dan nilai kekerasan baja
ST 60 non perlakuan 54.83 skala HRA,artinya nilai kekerasan baja cor non perlakuan lebih
kecil
daripada
nilai
kekerasan
baja
ST-60
non
perlakuan.
b. Nilai rata-rata kekerasan besi cor pendinginan air 52.23 skala HRA dan nilai kekerasan
baja cor pendinginan oli 74.33 skala HRA,artinya nilai kekerasan baja cor pendinginan oli
lebih besar dari pada air
5. Penyimpangan-penyimpangan ini dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut :.
a. Kekurang telitian praktikan dalam melihat nilai kekerasan yang terlihat pada Rockwell
tester.
b. Kekurang telitian praktikan dalam melihat waktu pada saat dilakukan gaya penekanan pada
material. Kurang ratanya atau kurang halusnya permukaan material pada saat mengamplas
sehingga terjadi perbedaan distribusi gaya yang diterima pada permukaan material.
c. Jarak identitor penetrasi dengan berikutnya terlalu dekat, sehingga nilai kekerasannya
kurang tepat. Oleh karena itu jarak antara diameter indentor yang satu dengan yang lain harus
minimal
3
(tiga)
kali
diameter
indentor
d. Kurang ratanya atau kurang halusnya permukaan material pada saat mengamplas sehingga
terjadi perbedaan distribusi gaya yang diterima pada permukaan materia
1.5 KESIMPULAN DAN SARAN

1.5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan analisa data, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :
a. Heat treatment adalah proses pendinginan dan pemanasan yang terkontrol terhadap logam,
yang
disesuaikan
dengan
tujuan
pemakaiannya.
b.
Tujuan
dari
heat
treament
antara
lain
:
1.
Untuk
mempersiapkan
material
untuk
pengolahan
berikutnya.
2.
Mempermudah
proses
machining.
3. Untuk mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan energi.
4. Memperbaiki sifat keuletan material dan kekuatan material, dimana dalam hal ini
merupakan fungsi dari kandungan karbon yang terkandung dalam material.
5.
Meningkatkan
kekerasan
dan
tegangan
tarik.
c. Pendinginan yang cepat akan meningkatkan kekerasan sedangkan pendinginan lambat
kekerasannya
kurang
optimal.
d. Proses-proses dalam Heat treatment pada suatu material antara lain :
1.
Untuk
memperbaiki
sifat
kekerasan
material
(
hardening
)
:
1)
Surface
Hardening(pengerasan
permukaan)
1.
Dengan
penambahan
zat
a.
Karburasi
b.
Nitriding
c.
Karbonitriding
d.
Sianiding
e.
Chromizing
f.
Siliconizing
g.
Boronizing
2.
Tanpa
Penambahan
Zat
a.
Flame
Hardening

b.
c.
Laser
2)
Untuk
memperbaiki
a.
b.
c. Tempering

and
sifat

Induction
Electron
keuletan

material

Hardening
Beam
Hardening
Quenching
(
softening
)
:
Anneling
Normalizing

e.
Dari
data
hasil
percobaan
didapat
nilai
kekerasan
:
1. Baja ST 40 non perlakuan > perlakuan air > perlakuan oli > perlakuan udara
2. Baja ST 60 non perlakuan > perlakuan air > perlakuan oli > pelakuan udara
3. Besi cor perlakuan air > perlakuan oli > non perlakuan > perlakuan udara
1.5.2 Saran
1. Waktu dan temperatur setiap material supaya diperhatikan selama proses Heat Treatment.
2. Pada saat proses pendinginan setelah heat treatment, supaya diperhatikan temperatur setiap
perlakuan
pada
material
tersebut.
3. Sebelum digunakan, alat harus dikalibrasi terlebih dahulu agar hasil sesuai dengan standar.
4. Perhatikan juga proses pengukuran dan kehalusan permukaan benda saat proses
pengamplasan.
5. Praktikan seharusnya sungguhsungguh dalam pelaksanaan praktikum, teliti dalam
pengamatan
dan
cermat
dalam
pengukuran
maupun
perhitungan
6. Praktikan harus jeli dan teliti serta harus mengingat spesimen yang sedang diamati
sehingga tidak terjadi kekeliruan atau tertukarnya spesime
DAFTAR PUSTAKA

1.
Modul A Heat Treatment
Laboratorium
Metalurgi Teknik
Material
2.
B.H.
Amstead.
Teknologi
Mekanik.1992
3.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perlakuan_panas
4.
Arifin
Syamsul.
Ilmu
Logam
Jilid
1.
Halaman
5.
Amani
Hari
dan
Daryanto.
Ilmu
Bahan
.
Halaman
6. B.H. Amstead, Philip F Ostwald dan Myron L. Brgman, Teknologi Mekanik jilid I, 1981
7.
Prof.
Y.
Lakhtin.Engineering
Physical
Metallurgy.1977)
8. William J Callister, jr, Materials Science and Engineering edisi V
9. Rajan T.V., C.P. Sharma dan Ashok Sharma Heat Treatment Principles And Techniques.
10.
William
D.
Callister.
Materials
Science
And
Engineering
11. Adhy Prayitno, Ismet Inonu .Pengaruh Perbedaan Waktu Penahanan Suhu Stabil Terhadap
Kekerasan.1999
12.
Ashok
Sharma,
Heat
Treatment
Principles
and
Techniques
13.
Sidney
H
Avner,
Introduction
To
Physical
Metallurgy)
14.
http://www.asosiasi-politeknik.or.id//2-7-2002-4.gif
15.
www.
Cfthermal.com
16.
http://heatreaters-engineers.com/images/Liquid
Nitriding
Plant.html
17.
D.
Landau,
Fatigue
of
Metals,
The
Nitrollopy
corp.,1942
18.
http://sandblastingabrasives.com/boron-carbides60.html
19.
http://www.vaporkote.com

20.
http://sgdmaterial.com/pelapisan-baja-tipe-st-37-dengan-nano-powder-pack-boronkarbida.html
&
http://rakacahya.blogspot.com/2009_06_01_archive.html
21.
H
Avner,
Introduction
To
Physical
Metallurgy
22.
http://www.sdsc.edu/tmf/Vis98Notes/SffForSciVis.html
23.
http://heatreaters-engineers.com/images/chomizing.html
24.
Richard
A
Little,
Metalworking
Tecnology
25.
http://www.sdsc.edu/tmf/Vis98Notes/SffForSciVis.html
26.
http://www.info.lu.laser
beam
hardening.edu
27.
http://www.info.lu.farmingdale.edu
28. Callister Jr. William D. 1994. Material Science and Engineering edisi V
29.
Van
Vlack,
Lawrence
H.
1994.
Ilmu
dan
Teknologi
Bahan
30.
http://www.sdsc.edu/tmf/Vis98Notes/SffForSciVis.html
31.
http://www.industrialheating.com/Articles/Column
32.
http://www.rpdrc.com
33. Referensi : Smallman,R.E, Bishop,R.J. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa
Material.1995.hal:300
34.
http://www.rpdrc.com
35.
http://www.fecrco.com/magnetic-property-of-high
36.
http://www.sargeantandwilbur.com/water.htm
37.
http://www.witchblades.com/making/jelly8.html
38.
http://www.nitrofreeze.com/eta_carbide.html
39.
http://www.google.co.id/imglanding?q=Polimer+Quench
40.
Richard
A
Little,
Metalworking
Technology
41.
Ashok
Sharma,
Heat
Treatment
Principles
and
Techniques
42.
http://www.info.lu.farmingdale.edu
43.
William
D.
Callister.
Materials
Science
And
Engineering.
44.
Teknologi
Mekanika
45.
http://www.kueps.kyoto-u.ac.jp.htm
46.
http://www.durferrit.de
47.
http://info.lu.farmingdale.edu/depts/met/met205
48. T Layman editor Amercan society for metal.metal handbook 1948
49. Sumber: William D. Callister. Materials Science And Engineering edisi VII
50.
http://www.scielo.br
51.
http://www.mdru.ubc.ca
52.
http://info.lu.farmingdale.edu/depts/met/met205/
53.
Sidney
A
Havner,Introduction
To
Physical
Metallurgy
54.
Richard
A
Little,
Metalworking
Technology
55.
solution
treatment,
holding
time,
quenching,
dan
Aging
56.
http://asroni-asbak.blogspot.com/2010/02/perlakuan-panas_5597.html
57. Laboratorium Metalurgi Fisik Jurusan Teknik Fakultar Teknik UNDIP
58.
Sumber:
http:www.google.com/Quenching+air+garam)
59. (Sumber: G. Sachs and K. R. Van Horn, Practical Metallurgy, Applied Metallurgy and the
Industrial Processing of Ferrous and Nonferrous Metals and Alloys, American Society for
Metals,
1940,
p.
139.)
60. Jenis jenis tungku substech.com

Anda mungkin juga menyukai