dipisahkan. Maka sains dan upaya mencapai kebenaran haruslah mempunyai arti bagi
manusia, juga hubungan manusia dengan moral dan agama haruslah bersentuhan
dengan realitas. Humanisme James tidak hanya berarti sains dan pikiran harus selalu
mempunyai nilai kemanusiaan, tetapi juga mencakup asumsi bahwa minat manusia
didalam nilai dan idea terutama dalam moral dan agama hanya dapat dijelaskan dan
dinilai secara pragmatis.
Hal pertama yang harus dipahami dalam filsafat moral James ialah bahwa kemauan
itu lebih dari sekedar karakter intelektual. Sekalipun kita harus mempunyai pandangan
moral tertentu. Pandangan moral hanya akan ada bila diperlukan oleh seseorang. Disini
kelihatan sifat individual pada filsafat James, kelihatan juga ciri pragmatisnya
(kegunaan) juga kelihatan meleoristisnya.
Filosof bisa saja membangun filsafat moralyang semata-mata intelektual dan
abstrak sebagai suatu sistem, tetapi usaha itu selalu gagal bila tidak mendapat tempat
didalam agama (keyakinan), kebutuhan dan tindakan yang disitu minat pokok manusia
berpusat. Rasionalisme dan Absolutisme dalam etika, seperti pada Royse yang
menggambarkan kaidah moral sudah ada (dibuat Tuhan umpamanya) dan bukan
diperlukan dan dibuat. Pragmatisme sebaliknya, menyatakan bahwa kebenaran juga
kebenaran moral. Bagi yang beragama ini sulit dipahami.
James menjelaskan ada tiga pertanyaan pokok tentang etika : psikologis, metafisis,
dan kasuistis. Pertanyaan psikologis menanyakan asal pengertian moral, pertanyaan
metafisis menanyakan makna pengertian itu dan pertanyaan kasuistis menanyakan cara
menetapkan mana yang baik dan aman yang buruk dalam nilai-nilai moral itu. Menurut
James, pragmatisme adalah yang terbaik dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Pengertian moral bergantung pada asalnya, yaitu respons manusia terhadap stimulus.
Respons-respons itu selalu terhadap situasi kehidupan seseorang dan selalu bersifat
teologis. Dengan demikian, asal usul pengertian moral haruslah diterangkan dari
pandangan pragmatisme.
terlalu
jauh.
Pragmatismenya
sebaiknya
dilihat
sebagai
suatu
usaha
menyeimbangkan dua sikap ekstrem dalam filsafat, rasionalisme dan empirisisme. Yang
diseutnya tender dan tought minded. Pahamnya yang berlawanan dengan monisme,
yaitu pluralisme juga amat menarik dari segi pemahaman. Penekananya tentang
perlunya mendekatkan filsafat dengan psikologi telah mempengaruhi filosof-filosof
eksistensinialisme.