Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Kejang Demam


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atasC)


38 tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat,
gangguan elektrolit atau metabolik lain (Saharso et al., 2009).
2.2.

Etiologi
Menurut Lumban Tobing (2005), etiologi kejang demam adalah:
1.

Demam itu sendiri, demam yang disebabkan oleh infeksi saluran


pernapasan, otitis media, pneumonia, gastroentritis dan infeksi saluran
kemih.
Efek produk toksik daripada mikroorganisme.

3.

Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

4.

Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5.

Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus ) yang ringan

2.3.

2.

Klasifikasi
The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology

and Prognosis, 1993), membuat klasifikasi kejang demam pada anak menjadi dua
yaitu kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan kejang demam
kompleks (complex febrile seizure).
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam sederhana berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

Universitas Sumatera Utara

Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang


demam (Saharto et al., 2009).

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)


Kejang demam yang berlangsung selama lebih dari 15 menit, kejang yang
berbentuk fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial. Kejang demam jenis ini berulang lebih dari 1 kali dalam waktu 24
jam (Saharto et al., 2009).

2.4.

Faktor Risiko
Faktor utama timbul bangkitan kejang demam adalah demam. Perubahan

kenaikan temperatur tubuh (suhu rektal >38C) berpengaruh terhadap nilai


ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh
pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu
tubuh 1C akan meningkatkan metabolisme karbohidrat 10% -15%, sehingga
dengan adanya peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan
glukosa dan oksigen. Pada demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan
termasuk jaringan otak. Kenaikan suhu tubuh yang mendadak menyebabkan
kenaikan kadar asam glutamat dan menurunkan kadar glutamin. Perubahan
glutamin menjadi asam glutamat dipengaruhi oleh kenaikan suhu tubuh. Asam
glutamat merupakan eksitator, sedangkan GABA sebagai inhibitor yang tidak
dipengaruhi oleh kenaikan suhu tubuh yang mendadak (Fuadi et al., 2010).
Faktor genetik juga merupakan salah satu faktor terjadinya kejang demam
pada anak. Ditemukan pada 25-40% kasus bahwa seorang anak yang mengalami
kejang demam mempunyai riwayat keluarga yang pernah menderita kejang
demam (Seinfeld dan Pellock, 2013).
Komplikasi ibu selama kehamilan, kelahiran prematur, dan berat lahir
yang rendah telah dihubungkan dengan peningkatan risiko kejang demam.
Merokok dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan janin dan memicu kepada
peningkatan risiko kejadian kejang demam pada anak. Tingkat pertumbuhan janin
berkurang jika golongan ibu terus merokok selama kehamilan dan tampaknya juga

Universitas Sumatera Utara

meyebabkan perubahan stuktur kecil di otak. Merokok dapat menyebabkan


peningkatan risiko kejang demam melalui perkembangan otak yang tidak optimal
(Visser et al., 2010).
Seterusnya adalah faktor usia, sebagian besar kejadian kejang demam
adalah pada usia kurang dari dua tahun. Pada usia ini, keadaan otak belum matang
reseptor untuk asam glutamat. Sebaliknya reseptor GABA (Gamma Amino
Buteric Acid) sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak yang belum matang
eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi corticotropin releasing hormone (CRH)
yang merupakan neuropeptida eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada
otak yang belum matang kadar CRH tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan
kejang apabila terpicu oleh demam (Fuadi et al., 2010).

2.5.

Manifestasi klinis
Tanda- tanda kejang demam meliputi:
1. Demam yang biasanya di atas (38,9 C).
2. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot).
3. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas).
4. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang.
5. Penurunan kesadaran.
6. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus.
7. Muntah.
8. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam
waktu yang singkat (Lyons, 2012).

2.6.

Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1 C akan menyebabkan

kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat


sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai
65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya

Universitas Sumatera Utara

lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada
tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu
tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38C, anak tersebut
mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40 C atau lebih
anak tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang
kejang yang rendah (Latief et al., 2007).

2.7.

Diagnosis

2.7.1. Anamnesis
Anamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang
demam. Perlu ditanyakan kepada orangtua atau pengasuh yang menyaksikan
anaknya semasa kejang yang berupa:
1. Jenis kejang, lama kejang, kesadaran (kondisi sebelum, diantara, dan
setelah kejang)
2. Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan
anak selepas kejadian kejang
3. Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA), infeksi saluran kemih (ISK), otitis media akut
(OMA), dan lain-lain)
4. Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah
mengalami kejang dengan demam atau tanpa demam, riwayat
perkembangan (gangguan neurologis), perlu ditanyakan pola tumbuh
kembang anak apakah sesuai dengan usianya, riwayat penyakit keluarga
perlu digali riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.
5. Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya muntah, diare, keluhan
lain yang menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak nafas yang
menyebabkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan
hipoglikemia). (Saharso et al., 2009)

Universitas Sumatera Utara

2.7.2. Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik, nilai keadaan umum dan kesadaran anak, apakah
terdapat penurunan kesadaran. Setelah itu dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital terutamanya suhu tubuh, apakah tedapat demam, yang dapat dilakukan di
beberapa tempat seperti pada axilla, rektal dan telinga. Pada anak dengan kejang
demam penting untuk melakukan pemeriksaan neurologis, antara lain:
1. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Kernique, Laseque, Brudzinski I
dan Brudzinski II.
2. Pemeriksaan nervus kranialis.
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB)
membonjol, papil edema.
4. Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, OMA, ISK dan lain lain.
5. Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, reflek patologis dan fisiologis
(Saharso et al., 2009).

2.7.3. Pemeriksaan penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi
kejang demam, diantaranya sebagai berikut.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain itu, glukosa
darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau
yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai (Farrell dan Goldman, 2011).

2. Pungsi lumbal

Universitas Sumatera Utara

Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan


untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein
kejang demam pertama (Soetomenggolo, 1999). Pungsi lumbal sangat
dianjurkan untuk bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan
dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan
pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak
berhasil (UKK Neurologi IDAI, 2006).

3. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam
sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang
yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi (Johnston,
2007). EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat
di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang
unilateral (Soetomenggolo, 1999).

4. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)


Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis
fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural
di otak (mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan tekanan
intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol,
paresis nervus VI, edema papil). (Saharso et al., 2009)

2.8.

Penatalaksanaan

2.8.1. Terapi farmakologi


Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.

Universitas Sumatera Utara

Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal.
Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang mempunyai berat badan lebih
dari 10 kg. Selain itu, diazepam rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk
anak yang dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.
Apabila kejangnya belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Anak
seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang, setelah
2 kali pemberian diazepam rektal. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/ menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti, dosis selanjutnya
adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika kejang belum
berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif.
Setelah kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan. Kedua
parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk mengurangi
kejadian kejang demam. Meskipun mereka tidak mengurangi risiko kejang
demam, antipiretik sering digunakan untuk mengurangi demam dan memperbaiki
kondisi umum pasien. Dalam prakteknya, kita menggunakan metamizole
(dipirone), 10 sampai 25 mg/ kg/ dosis sampai empat dosis harian (100 mg/ kg/
hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga sampai empat dosis harian
(sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia enam bulan, diberikan
ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga atau empat dosis terbagi
(sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200
mg). (Siqueira, 2010)
Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang
demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih dari 15

Universitas Sumatera Utara

menit, kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian kejang
misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental dan
hidrosefalus, dan kejadian kejang fokal. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika
kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi
kurang dari 12 bulan dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali per tahun.
Obat untuk pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/
hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3
dosis). Dengan pemberian obat ini, risiko berulangnya kejang dapat diturunkan
dan pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara
bertahap selama 1-2 bulan (Saharso et al., 2009).

2.8.2. Terapi non-farmakologi


Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et al.,
2011 dan Capovilla et al., 2009):
1. Baringkan pasein di tempat yang rata.
2. Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.
3. Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka
misalnya ikat pinggang.
4. Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.
5. Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.
5. Jangan memaksa pembukaan mulut anak.
6. Monitor suhu tubuh.
7. Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh
yang tinggi.
8. Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
9. Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
10. Menghentikan

kejang

secepat

mungkin

dengan

pemberian

obat

antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.


Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al., 2009):
1. Hilangkan obstruksi jalan napas.

Universitas Sumatera Utara

2. Siapkan akses vena.


3. Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan darah,
SaO2).
4. Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)
5. Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg
pada kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan menangguhkan ketika
kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang jika perlu, setelah 10 menit.
6. Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.
7. Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli anestesi,
ahli saraf) untuk pengobatan.

2.9.

Edukasi
Orangtua seharusnya dalam keadaan tenang dan tidak panik serta tetap
bersama pasien selama kejang. Kebanyakan orangtua menganggap bahawa
anaknya akan meninggal pada saat kejang. Kecemasan ini harus dikurangi
dengan cara memberi edukasi pada orangtua pasien kejang demam yang
diantaranya:
1. Memberi keyakinan pada orangtua bahwa kejang demam memiliki
prognosis yang baik.
2. Memberitahu cara penanganan.
3. Memberi informasi kemungkinan rekurensi kejang.
4. Jelaskan serinci mungkin kejadian kejang demam seperti insiden,
hubungan dengan usia, tingkat kekambuhan, kejadian dalam ketiadaan
relatif kerusakan otak, perbedaan dari epilepsi, risiko epilepsi
berikutnya dan prognosisnya (UKK Neurologi IDAI, 2006 dan
Capovilla et al., 2009).

2.10.

Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2010), pengetahuan adalah merupakan hasil dari

tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, misalnya indera

Universitas Sumatera Utara

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan merupakan


hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui
indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran
(telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(Overt Behavior).
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a. Tahu (know) adalah mengingat kembali (recall) suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang telah dipelajari adalah menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami

(comprehension)

adalah

sesuatu

kemampuan

untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat


meginterprestasi materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Application) adalah diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitnya satu sama lain. Analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini

Universitas Sumatera Utara

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan


kriteria-kriteria yang telah ada.

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.

Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan

ibu tentang kejang demam pada anak dan berikut adalah kerangka konsepnya:

Tingkat Pengetahuan
tentang kejang demam
pada anak
- Baik
- Cukup
- Kurang

Ibu yang berkunjung ke


Poliklinik Anak RSUP
Haji Adam Malik

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian tingkat pengetahuan ibu tentang kejang
demam pada anak.

3.2.

Definisi Operasional dan Variabel


Definisi Operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari

perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan masing-masing variabel penelitian.


Variabel pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang kejang
demam pada anak. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
3.2.1. Tingkat Pengetahuan tentang kejang demam

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai