I. Isu Etik
A) Berdasarkan Autonomy pasien
1) Mendukung breaking bad news
Pasien sebagai manusia memiliki hak untuk tahu apa yang terjadi pada
kesehatannya dan opsi apa yang tersedia untuk tatalaksananya, menghargai
autonomy pasien menandakan menghormati/menghargai pilihan dari pasien
mengenai hidupnya tanpa ikut campur tangan orang lain yang mungkin dapat
menyebabkan akhir yang tidak diinginkan pasien. Menyembunyikan informasi dari
pasien menandakan kurangnya menunjukan rasa hormat kepada keiinginan pasien
untuk mengatur dirinya sendiri mengenai tatalaksana, dan rencana kehidupannya
2) Bertentangan dengan autonomy pasien
Pasien dengan jelas mengatakan untuk tidak ingin mengetahui hasil temuan
dokter tentang kesehatannya. Dibeberapa situasi dan kondisi, individu yang
dinilai berkompetent memilih untuk tidak diberitahu tentang kondisinya.
Argumen kedua yang bertentangan adalah pasien tidak sanggup untuk mamahami
informasi. Argumen ini ditujukan kepada pasien yang mengalami cognitivively
impaired, confused atau emotionally distress.
B) Berdasarkan Beneficience dan Nonmaleficence
1) Mendukung breaking bad news
Keterbukaan membangun kepercayaan antara pasien dan tenaga medis.
Mengetahui dan memahami diagnosa dan prognosis yang dikomunikasikan
dengan harpan dapan memberikan suport psikologis. Pembicaraan dengan harapan
bahwa tindakan dilakukan untuk menolong pasien dapat mengurangi pemikiran
terburuk dan rasa takut tentang perjalanan penyakitnya. Mengetahui bahwa terapi
dan pengatur rasa sakit tersedia untuk penyakitnya pasien akan mencari bantuan
kepada tenaga medis, perawat, dan anggota keluarga. Membohongi ataupun
menyembunyikan informasi dari pasien menghalangi dampak positif tersebut dan
dapat menciptakan situasi kerahasiaan antara tenga medis, anggota keluarga, dan
teman dari pasien yang membuat pasien lebih terisolasi dan tidak mendapatkan
suport yang mungkin dibutuhkan dalam mempersiapkan kematian pasien.
II.
Sosial Budaya
Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab
seorang dokter yang harus dikerjakan dalam praktek kedokteran. Menyampaikan
berita buruk merupakan keterampilan komunikasi yang penting dan menantang.
Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi dokter untuk bersikap sensitif dan
sikap yang tepat dalam menyampaikan berita buruk. Secara medikolegal dokter
berkewajiban menyampaikan atau menginformasikan diganosis yang secara
potensial berakibat fatal. Jika dokter tidak menyampaikan dengan tepat, komunikasi
tentang berita buruk akan berakibat pada munculnya perasaan ketidakkepercayaan,
kemarahan, ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri pasien.
Hal-hal tersebut dapat berefek konsekuensi emosional jangka panjang pada
keluarga pasien. Terdapat hubungan yang kuat antara persepsi pasien yang menerima
informasi adekuat tentang penyakit dan pengobatannya dengan penyesuaian
psikologis pasien dalam jangka waktu yang lebih lama. Pasien yang menyadari
mereka menerima terlalu banyak atau terlalu sedikit informasi mempunyai risiko
lebih besar untuk mengalami stress atau berkembang menjadi cemas dan atau
depresi.
Dokter sering merasa kesulitan dalam menyampaikan berita buruk terutama
untuk penyakit yang mengancam jiwa. Alasannya antara lain merasa tidak siap dan
tidak mempunyai pengalaman dalam menyampaikan berita buruk, khawatir berita
tersebut akan membuat stress dan memberi efek negatif pada pasien dan
keluarganya, serta akan mengganggu hubungan terapetik. Dokter merasakan bahwa
tugas tersebut tidak menyenangkan dan tidak nyaman; dokter tidak ingin
menghilangkan harapan pasien, khawatir dengan reaksi emosional pasien dan atau
keluarganya, atau merasa tidak yakin bagaimana menghadapi respon emosi yang
sangat dalam. Hal-hal tersebut sering dijadikan alasan dokter untuk menunda
menyampaikannya.
Menyampaikan berita buruk sebenarnya bukan merupakan hal yang baru
dalam dunia kedokteran, namun bagaimana sikap seorang dokter dalam
menyikapinya telah mengalami banyak perubahan besar dalam 30 tahun terakhir.
Pergeseran tersebut diakibatkan karena saat ini otonomi pasien sudah jauh lebih
besar, sehingga gaya paternalistik sudah tidak terlalu cocok lagi untuk digunakan.
Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan pengetahuan yang dimiliki pasien (beserta
keluarga pasien ).
Gaya paternalistik merupakan konsep lama yang digunakan untuk
menyampaikan berita buruk pada pasien (gaya ini masih umum dan masih banyak
dipraktekkan sampai saat ini)4.
Yang mendasari gaya paternalistik adalah :
1) Nasehat dari Hippocrates dalam mengabarkan berita buruk :
Sembunyikanlah beberapa hal dari pasien saat anda menjumpainya. Berikan
saja perintah perintah seperlunya dengan tetap tenang dan ramahjangan
ungkapkan kondisi pasien sekarang atau masa yang akan datang......sebab bagi
sebagian pasien, kondisi mereka akan semakin bertambah buruk bila mereka
mengetahui kondisi tidak baik yang akan menimpa mereka
Dari penelitian lain tahun 1982 terhadap 1.251 warga Amerika; diketahui
bahwa 96%-nya berharap akan diberitahu keadaan yang sesungguhnya oleh dokter
apabila mereka sampai terdiagnosis menderita kanker, 85% pasien menginginkan
penjelasan untuk prognosis penyakit, termasuk tentang seberapa lama lagi mereka
masih bisa bertahan atau bisa hidup. Penelitian ini didukung dengan banyak
penelitian lain pada tahun tahun berikutnya.
Penelitian yang sama juga telah dibuat di Eropa, dan hasilnya tidak jauh
berbeda dengan penelitian di Amerika. Pasien di sana menginginkan penjelasan yang
jujur mengenai penyakit mereka (kanker), termasuk tentang kesempatan yang bisa
diperoleh dari terapi yang mereka jalani (seberapa persen kemungkinan
keberhasilannya), juga mengenai efek samping terapi.
Penelitian di Asia (China) ternyata juga tidak jauh berbeda. Mayoritas pasien
ingin diberikan informasi mengenai situasi / penyakit mereka yang sebenarnya.
Namun perlu sedikit modifikasi dalam penyampaiannya, karena umumnya di Asia
pembicaraan soal kematian masih dianggap sebagai tabu, juga karena adanya peran
keluarga yang cukup besar dan berpengaruh. Namun demikian, dalam hal
penyampaian berita buruk tetap disarankan untuk mendengar apa yang diinginkan
pasien, dan bukan keinginan keluarga. Menyembunyikan informasi tentang kondisi
pasien dan kemungkinan yang dialami dapat menyebabkan
III.
Agama
1) Islam
Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sadiy rahimahullah menfsirkan ayat ini,
.
.
.
ini adalah pengajaran dari Allah kepada Hamba-Nya bahwa perbuatan mereka
[menyebarkan berita tidak jelas] tidak selayaknya dilakukan. Selayaknya jika
datang kepada mereka suatu perkara yang penting, perkara kemaslahatan umum
tetapi
madharatnya
lebih
besar,
maka
mereka
tidak
menyebarkannya. (Taisir Karimir Rahmah hal 170, Daru Ibnu Hazm, Beirut,
cetakan pertama, 1424 H)
Hai orang-orang yang beriman, jika dating kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti. [Al-Hujurat : 6].
Maksudnya mintalah bukti kebenaran suatu berita dari si pembawa berita. Jika
ia bisa mendatangkan buktinya, maka terimalah. Jika ia tidak bisa membuktikan,
maka tolaklah berita itu di depannya; karena ia seorang pendusta.
untuk bertanya. Kita perlu menyediakan waktu yang cukup agar keadaan pasien
benar-benar dapat dimengerti. Harapan dan ketakutan sebaiknya dinyatakan
dengan terbuka. Kita harus siap menghadapi bermacam-macam reaksi ketika
menyampaikan berita buruk dan untuk itulah seorang Kristen dapat memperoleh
kekuatan dari kristus.
Kesimpulan:
Sebagai seorang dokter penting untung memberitahukan ke pasien tentang
kondisinya yang sebenarnya. Karena setiap orang menerima suatu berita dengan
reaksi yang berbeda-beda, perlu diperhatikan dalam cara penyampaian berita
yang akan kita lakukan. Perlu juga dikondisikan tempat dan waktu untuk kita
menyampaikan berita buruk tersebut, dan harus dijelaskan keadaan serta kondisi
pasien sampai pasien mengerti.
3) Budha
Kejujuran adalah sifat baik yang berkaitan dengan sikap mental positif,
terutama terkait dengan kualitas seseorang ketika ia berbicara. Kejujuran adalah
sifat baik yang sangat selaras dengan ajaran Buddha. Agama Buddha sangat
menghargai kejujuran dan sifat jujur. Semangat kejujuran di dalam agam Buddha
tertuang di dalam jalan suci Atthangika magga khususnya point ke 3, yaitu:
Samma Vacca : ucapan benar.
Semangat kejujuran juga tertuang dalam pancasila buddhis, khususnya di
sila ke 4 yang berbunyi:
Musayada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Yang memiliki arti bahwa saya bertekad melatih diri menghindari
kebohongan. Sila ke 4 ini memberi inspirasi pada kita agar membiasakan untuk
berbicara dengan motivasi yang baik dan berbicara dengan energi kasih saying
sehingga setiap kata-kata yang kita ucapkan memunculkan keyakinan dan sukacita.
Kesimpulan:
Agama Buddha sangat menghargai kejujuran. Kita diharapkan dapat
terbiasa berbicara dengan motivasi yang baik dan berbicara dengan kasih
sayang sehingga setiap kata-kata yang kita ucapkan memunculkan
keyakinan dan suka-cita. Begitu juga dengan konsep breaking bad news
yang kita diharuskan untuk berbicara jujur terhadap pasien kita,
menyampaikan berita sekaligus memberikan motivasi untuk pasien, dan
pentingnya bersifat empati terhadap pasien.
IV.
HUKUM
1) Paragraf 6 dan 7 dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran secara jelas menyebutkan mengenai hak dan kewajiban dokter dan
hak dan kewajiban pasien yang di antaranya memberikan penjelasan dan
mendapatkan informasi
2) Paragraph 2 dalam undang undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran secara jelas mengenai persetujuan tindakan dokter terhadap pasien
salah satunya memberitahu diagnosis penyakit
3) Pasal 79 undang undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi
yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.