Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merdeka itu belum sepenuhnya merdeka karena
belanda masih ingin menguasai indonesia yang sangat kaya ini, akan
tetapi warga indonesia tidak mau memberika apa yang sudah mereka
bangun dari nol sampai merdeka untuk belanda, maka dari itu para
pahlawan ingin berperang lagi melawan belanda yang ingin semenamena

mendapatkan

negara

indonesia.

Dalam

mempertahankan

indonesia yang masih belum kokoh menjadi negara, para pahlawan


berjuang mati-matian dengan berbagai cara, mereka harus berperang
lagi melawan belanda dan ada juga yang berdiplomasi kepada belanda
agar mengakui bahwa indonesia sebagai negara kesatuan yang utuh.
Diplomasi untuk mempertahankan negara indonesia
sangatlah

susah

karena

banyaknya

perjanjian-perjanjian

yang

memberatkan indonesia, tapi kita bisa melewati ringtangan tersebut


dengan usaha keras bapak presiden pertama kita ir. Suekarno dan
wakilnya moh. Hatta yang berfikir keras dalam perjanjian tersebut
supaya tidak merugikan negara indonesia.
Sejarah indonesia merupakan sejarah yang sangat berharga
bagi bangsa kita, perjuangan perjuangan para pahalawan melawan
belanda ketika indonesia sudah menjadi negara dan belum juga
pemberontak-pemberontak yang ingin mendirikan negara sendiri di
indonesia.
Maka dari itu kami membuat makalah ini untuk mengetahui
apa saja diplomasi-diplomasi yang dilakuakan oleh pejuang dan
diplomasi apa saja yang mereka ikuti sehingga membuat indonesia
menjadi negara yang kokoh, dan memberikan pelajaran pada diri kita
karena sejarah merupakan akar dari pohon yang kuat, maksutnya
sejarah adalah pelajaran baik dari segi kemajuan maupun dari segi
kemunduran maka dari itu kita harus menoleh kebelakang sehingga
kita tidak akan terjatuh pada lubang yang sama dan melestarikan
kemajuan-kemajuan yang telah dibuata oleh para pahlawan kita.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja upaya diplomasi untuk mendapatkan kedaulatan
republik indonesia?
C. Tujuan penulisan
1. Ingin mengetahui

upaya

kedaulatan republik indonesia

diplomasi

untuk

mendapatkan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 upaya diplomasi untuk mendapatkan kedaulatan republik
indonesia
Diplomasi adalah seni dan praktik bernegosiasi oleh seseorang
(biasanya disebut diplomat) yang biasanya mewakili sebuah negara atau
organisasi. Kata diplomasi sendiri biasanya langsung terkait dengan
diplomasi internasional yang biasanya mengurus berbagai hal seperti
budaya, ekonomi, dan perdagangan. Biasanya, orang menganggap
diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan kata-kata yang
halus. Perjanjian internasional umumnya dirundingkan dulu oleh para
diplomat sebelum disetujui oleh para pemimpin negara. Istilah diplomacy
diperkenalkan ke dalam bahasa inggris pada tahun 1796 oleh edward
burke, dari sebuah kata dalam bahasa prancis, diplomatie.
Indonesia pun memiliki sejarah diplomasi yang cukup panjang.
Sejarah diplomasi Indonesia, telah dimulai sejak bangsa ini baru saja lahir
pada tahun 1945, dimana pada zaman perang kemerdekaan (tahun 19451950) atau dimulai dari proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai pada
peristiwa pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Kerajaan
Belanda pada 27 desember 1949. Diplomasi adalah salah satu cara yang
ditempuh oleh bangsa Indonesia , selain perjuangan dengan fisik, berupa
pertempuran, diplomasi pun ditempuh untuk mendapatkan pengakuan
kedaulatan seutuhnya dari para kaum imperialis. Baik imperialis barat,
maupun imperialis timur.
Selanjutnya diplomasi Indonesia pun dibagi ke dalam beberapa
kurun waktu, diantaranya adalah zaman perang kemerdekaan, proses

integrasi dan disintegrasi beberapa daerah di Indonesia , gerakan


separatisme beberapa daerah, hingga pencaplokan wilayah dan
pergeseran batas wilayah oleh negara tetangga.

1.

Zaman Perang Kemerdekaan / Revolusi


Zaman perang kemerdekaan ini berlangsung selam 5 tahun antara
tahun 1945-1950, dimana saat itu, bangsa Indonesia harus berjuang
keras untuk terlepas dari penjajahan, baik dari imperialisme barat
maupun timur, juga berjuang agar kedaulatan negara ini dapat diakui
oleh dunia internasional. Beberapa proses diplomasi yang terjadi pada
kurun waktu ini antara lain:

A.

Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati adalah salah satu perundingan yang
diselenggarakan pada tanggal 10-15 november 1946. Namun, baru
diratifikasi oleh kedua negara pada 15 maret 1947. Dalam tujuan Bangsa
Indonesia untuk memperoleh statusnya sebagai bangsa yang merdeka.
Perundingan yang diselenggarakan di Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus,
Kabupaten Kuningan, sebagian dari rangkaian perundingan yang
dilakukan Kabinet Sjahrir dengan komisi Jenderal, sebagai wakil
Pemerintah Kerajaan Belanda. Perundingan ini sebenarnya bukan
merupakan perundingan pertama antara Bangsa Indonesia dan Belanda,
tetapi perundingan ini benar-benar mempunyai makna yang sangat
penting dalam sejarah Indonesia.
Makna penting Perundingan Linggarjati ada beberapa hal. Pertama,
tatanan dunia yang berlaku pada saat pasca Perang Dunia Kedua yang
direfleksikan dalam Piagam PBB, berbeda dengan tatanan nasional
Indonesia yang bercermin dalam Uud 1945. Hak self-determination
(menentukan nasib sendiri tidak dimaksudkan untuk merdeka.
Kemerdekaan dimungkinkan apabila negara penjajah dapat menyetujui
melalui sebuah kesepakatan, sedangkan kalau pihak yang lain tidak
setuju, maka kemerdekaan itu tidak akan ada.

Kedua, Perundingan Linggarjati menunjukkan bahwa adanya satu visi


yang sama dari para pemimpin Bangsa Indonesia saat itu dalam
menghadapi Belanda. Walauppun Perundingan Linggarjati adalah produk
Kabinet Syahrir, tetapi Presiden Soekarno memberikan dukungan yang
luar biasa dengan mempertaruhkan reputasi dan jabatannya, baik dalam
berhadapan dengan KNIP maupun dengan rakyat Indonesia.
Ketiga, Perundingan Linggarjati adalah kesepakatan internasional pertama
yang dihasilkan Republik Indonesia. Perjanjian ini dilakukan oleh delegasi
RI dan Belanda, tanpa campur tangan pihak ketiga.
Keempat, Perundingan Linggarjati menjadi modal dalam perjuangan
diplomasi Indonesia dalam menghadapi Belanda. Perundingan Renville
dan KMB pada dasarnya mempunyai inti yang tidak terlalu jauh berbeda
dengan Perundingan Linggarjati.
Sebagai sebuah perjanjian yang sangat penting karena akan
menentukan nasib dua bangsa, Perjanjian Linggarjati dapat dikatakan
mendapat persetujuan dalam waktu relatif singkat. Ini sebuah prestasi
luar biasa bagi Bangsa Indonesia.
Perundingan Linggarjati yang dilaksanakan pasca Perang dunia
Kedua memang mempunyai permasalahan. Di pihak Belanda terdapat Dr.
H.J van Mook, Letnan Gubernur Jenderal yang merasakan pahitnya
menjadi pengungsi akibat kalah perang dengan Jepang. Kemudian
pemerintah Kerajaan Denhaag yang dalam beberapa hal berbeda
pandangan dengan van Mook, serta ada Lord Louis Mountbatten, Panglima
Sekutu.
Ketiganya mempunyai kepentingan yang berbeda dalam
permasalahan kemerdekaan Indonesia. Mountbatten menginginkan
permasalahan Indonesia-Belanda segera selesai apapun bentuk akhirnya,
Pemerintah Kerajaan Belanda yang ingin mengembalikan Indonesia ke
dalam Negara jajahannya apapun resikonya, serta van Mook yang lebih
pragmatis dalam menghadapi kenyataan riil di lapangan.

Dari sisi Indonesia-pun ada Kabinet Syahrir, ada Soekarno dan Hatta
sebagai Kepala Negara, ada KNIP sebagai parlemen, dan ada Kelompok
Persatuan Perjuangan. Kelompok Persatuan Perjuangan ini tidak mau
berkompromi. Mereka menuntut Indonesia merdeka 100%. Sementara
Kabinet Sjahrir lebih pragmatis dengan menerima pengakuan kedaulatan
hanya atas Jawa dan Sumatera.
Sjahrir berpendapat bahwa ini merupakan langkah awal menuju
kemerdekaan penuh seluruh Indonesia. Perundingan Linggarjati telah
terjadi dan hasilnyapun ada. Itulah fakta sejarahnya. Penilaian terhadap
perundingan itu terserah kepada persepsi masing-masing orang.
Terlepas dari kekurangan yang ada, Perundingan Linggarjati adalah
sebuah prestasi pada masanya dan masa-masa selanjutnya. Prestasi yang
menunjukan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab dan
mampu menyelesaikan permasalahannya dengan cara elegan.
Prestasi ini seharusnya mendapat penghargaan yang layak dari
Bangsa Indonesia yang dulu mereka pernah wakili dan perjuangkan.
Sayang sekali nama-nama mereka kurang dikenal karena penghargaan
kepada

mereka

masih

terbatas.

dan

hasil

dari

Perundingan

ini,

menghasilkan 17 pasal, dan 4 diantaranya adalah:


1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia , yaitu
Jawa, Sumatera, dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah Republik Indonesia paling lambat
pada 1 januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk Republik Indonesia
Serikat.
4. Dalam bentuk Republik Indonesia Serikat, Indonesia harus tergabung
dalam commonwealth/persemakmuran Indonesia -Belanda, dengan
raja/ratu Belanda sebagai kepalanya.

Di atas adalah rumah yang dibuat perundingan linggarjati dan keadaan


saat perundingan linggarjati.
Agresi Militer I Belanda
Agresi militer (operatie product) adalah suatu aksi polisionil yang
dijalankan terhadap Indonesia sebagai pelanggaran terhadap
Perundingan Linggarjati. Agresi ini terjadi pada 21 Juli-5 Agustus 1947.
Sebelumnya, pada 15 Juli 1947, Van Mook mengeluarkan ultimatum agar
Republik Indonesia menarik mundur pasukanya sejauh 10 Km dari garis
demarkasi yang telah ditetapkan. Namun, sebenarnya tujuan utama dari
serangan ini adalah untuk merebut daerah-daerah perkebunan kaya, dan
daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Sasaran utama dalam agresi militer ini adalah perkebunan
tembakau di sumatera timur, pantai utara di jawa tengah, dan
perkebunan tebu, serta pabrik gula di jawa timur.
Republik Indonesia juga secara resmi mengadukan penyerangan ini
ke PBB, karena agresi militer ini dianggap telah melanggar perjanjian
internasional. Australia dan India pun mendesak dewan keamanan PBB
untuyk menghentikan aksi kekerasan pihak Kerajaan Belanda ini. Dan,
pada 17 Agustus 1947, atas resolusi Dewan Keamanan PBB melakukan
aksi gencatan senjata, dan sepakat untuk bertemu kembali dalam meja
perundingan. Dan dibentuk pula suatu komite untuk menjadi penengah
antar Indonesia dan Belanda yang bernama commite of good office for
Indonesia (komite jasa baik untuk Indonesia ). Namun, lebih dikenal
sebagai komisi tiga negara (KTN) yang beranggotakan Australia (dipilih
Indonesia ) diwakili oleh Richard C Kirby, Belgia (dipilih oleh Belanda)
diwakili oleh Paul Van Zeeland, dan Amerika Serikat sebagai pihak netral
yang diwakili oleh Dr. Frank Graham.

B.

Perundingan Renville
Setelah Perundingan Linggarjati dianggap batal oleh adanya agresi
militer I Belanda, dan atas resolusi dewan keamanan PBB, maka Belanda-

Indonesia kembali dipertemukan di dalam meja perundingan.


Perundingan ini bernama Perundingan Renville, karena terjadi di atas
sebuah kapal perang milik amerika serikat bernama US. S . Renville yang
berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Perundingan ini dimulai pada 8
Desember 1947, dan ditandatangani pada 17 Januari 1948. Bertindak
sebagai wakil dari delegasi Indonesia adalah perdana menteri Mr. Amir
Sjarifudin, dan delegasi dari Kerajaan Belanda diwakili oleh Abdul Kadir
Widjojoatmojo, seorang kolonel KNIL. Sedangkan pihak Amerika Serikat
sebagai pihak mediator, dipimpin oleh Dr. Frank Porter Graham.
Pemilihan Mr. Amir Syarifudin dari partai sosialis dan tidak beragama
islam, walaupun namanya berasal dari bahasa arab. Melainkan beragama
kristen, dan pernah bekerja sama dengan Van Mook pada masa
pendudukan Jepang. Diharapkan Perundingan Renville dapat
menyelesaikan sengketa Indonesia -Belanda dengan baik (Suryanegara,
2010:241).\
Hasil Perundingan Renville antara lain:
1. Belanda hanya mengakui daerah Indonesia yang meliputi: Jawa Tengah
(Surakarta, Magelang, dan Purwodadi), Jogjakarta, Jawa Timur (Madiun,
Ponorogo, dan Kediri), serta sebagian kecil Jawa Barat (Banten).
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Republik
Indonesia dengan daerah pendudukan Belanda.
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah
pendudukan di jawa barat dan jawa timur Indonesia di jogjakarta.
Akibat dari Perundingan Renville ini, di Jawa Barat, sekitar 35.000
orang anggota divisi siliwangi harus ditarik ke jawa tengah melalui jalan
laut dan kereta api di bawah pimpinan Kol A.H Nasution. Namun, tidak
semua pejuang Jawa Barat yang mematuhi hasil perundingan ini. Seperti
Laskar Hizbullah di bawah kepemimpinan S.M Kartosuwiryo, dari daerah
Garut yang menolak keputusan perundingan ini. Ia kemudian mendirikan
Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia , dan kemudian pada 7 Desember
1949 mendirikan negara islam Indonesia (NII).Gerakan yang berhasil
menguasai sebagian besar wilayah pedalaman jawa barat ini, tetap
merupakan gerakan pemberontakan daerah sampai Kartosuwiryo
tertangkap dan dihukum mati pada tahun 1962.

Penandatanganan naskah perjanjian Renville menimbulkan akibat buruk


bagi pemerinthan republik Indonesia, antra lain sebagai berikut:
1. Wilayah Republik Indonesia menjadi makin sempit dan dikururung oleh
daerah-daerah kekuasaan belanda.
2. Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan para pemimpin republik Indonesia
yang mengakibatkan jatuhnya cabinet Amir Syarifuddin karena dianggap
menjual negara kepada Belanda.
3. Perekonomian Indonesia diblokade secara ketata oleh Belanda,
4. Indonesia terpaksa harus menarik mundur kesatuan-kesatuan militernya
dari daerah-daerah gerilya untuk kemudian hijrah ke wilayah Republik
Indonesia yang berdekatan.

Dalam usaha memecah belah Negara kesatuan republik Indonesia,


Belanda membentuk negara-negara boneka, seperti; negara Borneo
Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara jawa Timut.
Negara boneka tersebut tergabung dalam BFO (Bijeenkomstvoor Federal
Overslag).
Lagi lagi Perundingan Renville pun dianggap batal, ketika Belanda
kembali membuat pelanggaran dengan melakukan agresi militer Belanda
II, hanya berjarak sekitar 11 bulan dari penandatanganan perjanjian
renville.

Di atas adalah gambar dari kapal renvil dan keadan di dalam kapal
ketika rapat perjanjian renvil.
Agresi militer belanda
Aksi polisionil kedua Belanda ini dimulai pada 19 desember 1948.
Diawali dengan serangan terhadap Jogjakarta sebagai ibukota Indonesia

pada saat itu. Belanda tidak dapat menjumpai pimpinan PKI Amir
Syarifudin dan kawan-kawanya. Belanda hanya berhasil menangkap dan
menawan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan
beberapa Menteri lainya. Mereka juga tidak mampu menangkap Panglima
Besar Jenderal Soedirman (Suryanegara, 2010:261).
Dengan serangan agresi militer kedua tersebut berhasil
menangkap Presiden Soekarno, wakil presiden Mohammad Hatta, serta
beberapa menteri dibuang ke Bangka. Kecuali panglima besar soedirman,
yang tetap memimpin gerilya. Dengan keberhasilanya menangkap
Presiden dan Wakil Presiden bersama beberapa Menteri, Kerajaan
Protestan Belanda menargetkan berakhirnya Republik Indonesia
(Suryanegara, 2010:264).
Ternyata anggapan Belanda ini keliru, disaat terjadi kekosongan
kekuasaan (vacuum of power) ini, Presiden Soekarno mengirim sebuah
telegram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara, selaku menteri
kemakmuran Republik Indonesia (Masyumi) untuk membentuk
Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Bukit Tinggi, sumatera barat.
Namun, dalam kondisi perang, dimana keberadaan seseorang tidak dapat
diketahui dengan pasti, wakil presiden Hatta, dan menteri luar negeri H .
Agus Salim mengirimkan telegram kedua kepada Dr. Soedarsono, A. N
Palar, dan Mr. A.A Maramis di New Delhi, India untuk membentuk Exile
Government Republik Indonesia , tetapi tetap harus mengkomunikasikan
kepada Mr. Syafrudin Prawinegara sebagai Ketua Pemerintah Darurat
Republik Indonesia . Dan, Agresi Militer II ini dapat dipatahkan oleh
serangan umum 6 jam dipimpin oleh Panglima Soedirman, Letkol
Soeharto, dan Komandan Brigade 10 Wehkreise III pada 1 maret 1949.
Resolusi dewan keamanan pbb
Dunia internasional masih dapat melihat keberadaan Republik
Indonesia walaupun presiden dan wakil presidenya ditangkap dan
dibuang oleh Belanda. Tetapi, adanya Pemerintah Darurat Republik
Indonesia dan exile government, serta perjuangan A.N Palar, wakil
Indonesia , telah membuktikan bahwa Indonesia masih ada.

Maka, pada 28 januari 1949, dikeluarkanlah resolusi dewan


keamana PBB yang isinya antara lain:
1. Belanda menghentikan agresi militer Belanda kedua
2. Republik Indonesia , dan Kerajaan Belanda, akan berunding kembali
dalam Konferensi Meja Bundar
3. Mengembalikan pemimpin Republik Indonesia dari tempat pembuangan
ke Jogjakarta
4. Menyiapkan undang-undang dasar Negara Indonesia sementara paling
lambat 1 juli 1949
5. Komisi Tiga Negara akan diganti oleh unites commission for Indonesia
(UNCI) yang beranggotakan Merle Cochran (Amerika Serikat), Critchley
(Australia), dan Harremans (Belgia).
C.

PERUNDINGAN ROEM-ROYEN
Pada pukul 17.00 tanggal 7 Mei 1949 telah tercapai suatu
persetujuan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda yang disebut
Persetujuan Roem-Royen Persetujuan Roem-Royen merupakan salah satu
peristiwa penting dari serangkaian perundingan yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia menuju pengakuan kedaulatan dalam Konferensi
Meja Bundar pada tanggal 27 Desember 1949.
perjanjian Roem-Royen diawali dengan perundingan republik indonesiabelanda pada tanggal 17 April 1949 atas inisiatif Komisi PBB untuk
Indonesia. Perundingan diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dipimpin oleh
Merle Cochran. Delegasi
Indonesia diketuai oleh Mr. Moh. Roem dan wakilnya adalah Mr. Ali
Sastroamidjojo.
Adapun anggotanya adalah sebagai berikut ini dr. Leimena, Ir. Djuanda,
Prof. Dr. Mr. Supomo, Mr. Latuharhary, Yang disertai dengan lima orang
penasihat.
sedangkan Belanda diketuai oleh Dr. J.H. van Royen dan anggotanya
adalah sebagai berikut ini Mr. N.S. Blom, Mr. A. Jacob, Dr. J.J. van der Velde,
dan empat orang penasihat.
Wakil republik indonesia dalam pidatonya menuntut agar
perundingan ini lebih dahulu menyetujui pengembalian pemerintah

republik indonesia ke Yogyakarta setelah itu baru akan dibahas mengenai


soal-soal lainnya. Pihak Belanda bersedia mendahulukan perundingan
mengenai syarat-syarat untuk kemungkinan kembalinya pemerintah
republik indonesia ke Yogyakarta, namun tiap kewajiban yang mengikat
yang mungkin timbul dalam perundingan harus ditunda hingga dicapainya
kesepakatan

tentang

penghentian

perang

gerilya

dan

perjanjian

pelaksanaan KMB.
Kedua belah pihak tetap teguh pada pendirian masing-masing
sehingga perundingan berjalan amat lambat. Pihak republik indonesia
sebenarnya bukanlah menuntut pengembalian Presiden Soekarno dan
Wakil Presiden Moh. Hatta dari pengasingan ke Yogyakarta, tetapi
menuntut pengembalian pemerintah republik indonesia disertai dengan
pengakuan kedaulatan atas wilayah tertentu dari pihak Belanda.
Hal tersebut dilakukan karena pihak Belanda terus-menerus
menggerogoti wilayah republik indonesia yang diakui secara de facto
dalam Persetujuan Linggajati dengan mendirikan negara-negara boneka di
wilayah

yang

dikuasainya.

Untuk

menghindari

kebuntuan

dalam

perundingan, pihak republik indonesia melakukan langkah lain. Wakil


Presiden Moh. Hatta pada tanggal 24 April 1949 datang ke Jakarta untuk
melakukan perundingan informal dan langsung dengan pihak Belanda
disaksikan oleh Merle Cochran
Keesokan harinya perundingan itu dimulai. Hatta menyatakan bahwa
perundingan itu untuk membantu memberikan penjelasan kepada wakil
Belanda mengenai tuntutan republik indonesia. Perundingan lanjutan pun
dilakukan sebanyak dua kali, tanggal 28 April dan 4-5 Mei 1949.
Pemerintah Belanda akhirnya dapat menyetujui pengembalian pemerintah
indonesia ke Yogyakarta, dengan syarat penghentian perang gerilya.
Namun, Belanda hanya mengakui wilayah republik indonesia seluas lima
mil persegi. Hal tersebut menimbulkan keberatan pihak republik indonesia
karena wilayah seluas lima mil persegi adalah sangat berbahaya bagi
keamanan. Pihak indonesia menuntut daerah seluas Yogyakarta termasuk
lapangan terbang Maguwo dan batas selatan Samudra Indonesia.

Namun tuntutan indonesia itu ditolak Belanda. Kesepakatan


akhirnya dicapai pada tanggal 7 Mei 1949. Ketua wakil Indonesia Mr. Moh.
Roem atas nama Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta
menyatakan kesanggupan untuk memudahkan

Pengeluaran perintah

kepada pengikut indonesia yang bersenjata untuk menghentikan perang


gerilya, Kerja sama dalam hal pengembalian perdamaian dan menjaga
ketertiban dan keamanan, Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan
maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguhsungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak
bersyarat.
Ketua wakil Belanda Dr. van Royen selanjutnya membacakan
pernyataan

yang

antara

lain

berisi

wakil

Belanda

menyetujui

pembentukan satu panitia bersama di bawah pengawasan Komisi PBB


dengan tujuan untuk mengadakan penyelidikan dan persiapan yang perlu
sebelum kembalinya pemerintah indonesia mempelajari dan memberikan
nasihat tentang tindakan yang diambil dalam melaksanakan penghentian
perang gerilya dan kerja sama mengembalikan perdamaian serta menjaga
keamanan dan ketertiban.
Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah indonesia harus bebas dan
leluasa melakukan jabatan sepatutnya dalam satu daerah meliputi
Keresidenan
bersyarat

Yogyakarta.

Pemerintah

pemimpin-pemimpin

Belanda

Indonesia

membebaskan

tidak

dan tahanan politik

yang

tertangkap sejak tanggal 19 Desember 1948. Pemerintah Belanda


menyetujui republik indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia
Serikat (NIS).
Konferensi Meja Bundar di Den Haag akan dilaksanakan
secepatnya setelah pemerintah indonesia dikembalikan ke Yogyakarta.
Pada konferensi tersebut diadakan pembicaraan tentang bagaimana caracara mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh-sungguh dan
lengkap kepada Negara Indonesia Serikat (NIS). Dan adapun hasil
perundinganya adalah antara lain:
Pemerintah Republik Indonesia bersedia:
1. TNI segera menghentikan perang gerilya
2. Kerjasama menciptakan perdamaian dan ketertiban serta keamanan

3.Bersedia ikut serta dalam perundingan konferensi meja bundar (KMB) di


denhaag, Belanda.
Sedangkan, Pemerintah Kerajaan Protestan Belanda bersedia:
1. Menyetujui kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke jogjakarta
2. Menghentikan aksi militer Belanda kedua dan membebaskan kembali
segenap tahanan politik.
3. Tidak mendirikan lagi negara boneka sesudah 19 desember 1948
4. Menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia
Serikat
5. Menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar sesudah pemerintah
Republik Indonesia kembali ke Jogjakarta.

Di atas adalah kondisi ketika diadakan perjanjian roem royen.

KONFERENSI INTER INDONESIA


Untuk menghadapi konferensi meja bundar, pihak republik
Indonesia merasa perlu menyamakan langkah antara sesama rakyat
Indonesia dan BFO (bijeenkomst voor federale overleg). Konferenspai ini
dilaksanakan pada 19-22 juli 1949 di jogjakarta, dan 31 juli-2 agustus di
jakarta, yang menghasilkan keputusan antara lain:
Pertemuan di jogjakarta pada 19-22 juli 1949 menghasilkan:
1. Negara Indonesia serikat disetujui dengan nama republik Indonesia
serikat (RIS).
2. Republik Indonesia serikat (RIS) akan dipimpin oleh seorang presiden
yang dibantu oleh menteri-menteri.
3. Republik Indonesia serikat (RIS) akan menerima kedaulatan, baik dari
republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda.

4. Angkatan perang republik Indonesia serikat (RIS), adalah angkatan


perang nasional, dan presiden RIS adalah panglima tertinggi angkatan
perang RIS
5. Pertahanan negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS, negaranegara bagian tidak akan mempunyai.
Sedangkan pertemuan di Jakarta pada 31 Juli-2 Agustus menghasilkan:
1.
2.
3.
4.

Bendera Republik Indonesia Serikat adalah bendera merah putih.


Lagu Kebangsaan adalah Indonesia raya.
Bahasa resmi adalah bahasa Indnesia.
Presiden Republik Indonesia Serikat dipilih wakil Republik Indonesia dan
BFO. Sedangkan pengisian MPRS diserahkan kepada kebijakan negaranegara bagian yang jumlahnya 16 negara bagian.

D. PERUNDINGAN KONFERENSI MEJA BUNDAR


Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan sebuah perundingan
tindak lanjut dari semuaperundingan yang telah ada. KMB dilaksanakan
pada 23 Agustus 1949 sampai 2November 1949 di Den Haag, Belanda.
Perundingan ini dilakukan untuk meredam segala bentuk kekerasan yang
dilakukan oleh Belanda yang berujung kegagalan pada pihakBelanda. KMB
adalah sebuah titik terang bagi bangsa Indonesia untuk
memperolehpengakuan kedaulatan dari Belanda, menyelesaikan sengketa
antara Indonesia-Belanda,dan berusaha menjadi negara yang merdeka
dari para penjajah.
Suasana KMB:
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh perwakilan dari Indonesia, Belanda,
danperwakilan badan yang mengurusi sengketa antara Indonesia-Belanda.
Berikut ini paradelegasi yang hadir dalam KMB:
1. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr.
Soepomo.
2. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.

3. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.


4. UNCI diwakili oleh Chritchley.

Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari


konferensi
tersebut. Berikut merupakan hasil KMB:
1. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
2. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30
Desember 1949.
3. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1
tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
4. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni
Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
5. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan
catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
6. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang
TentaraKerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan
catatan bahwa paraanggotanya yang diperlukan akan dimasukkan
dalam kesatuan TNI.
Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup
menggembirakan bagibangsa Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari
KMB berpihak pada bangsa Indonesia,sehingga dampak positif pun
diperoleh Indonesia. Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja
Bundar bagi Indonesia:
a. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat
dimulai.

c. Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.

d. Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi


Kemerdekaan 17 Agustus1945.
Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif,
yaitu belum diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga
Indonesia masih berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian
Barat merupakan bagian dari NKRI.
Dan ternyata yang jarang kita tahu. ketika Ir Soekarno dan Drs M
Hatta menyatakan kemderdekaan RI, Pemerintah Kolonial Belanda tidak
mengakuinya, apalagi menyerahkan kedaulatan republik baru ini. Belanda
mengajukan beberapa syarat untuk dipenuhi, dan selama beberapa tahun
terus mengganggu secara milter, dengan beberapa agresi KNIL. Akhirnya,
sejarah menunjukkan pada kita, terjadilah perundingan itu, 1949, dengan
nama Konferensi Meja Bundar (KMB).
Melalui Konferensi Meja Bundar (KMB), 1949, disepakatilah
beberapa kondisi pokok agar RI dapat pengakuan Belanda. Pertama,
penghentian Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 sebagai bank sentral
republik, dan digantikan oleh N.V De Javasche Bank, sebuah perusahaan
swasta milik beberapa pedagang Yahudi Belanda, yang berganti nama
menjadi Bank Indonesia (BI). Kedua, dengan lahirnya bank sentral baru itu
pencetakan Oeang Republik Indonesia (ORI), sebagai salah satu wujud
kedaulatan republik baru itu dihentikan, digantikan dengan Uang Bank
Indonesia (direalisasikan sejak 1952). Ketiga, bersamaan dengan itu,
utang pemerintahan kolonial Hindia Belanda sebesar 4 miliar dolar AS
kepada para bankir swasta itu tentunya - diambilalih dan menjadi "dosa
bawaan" republik baru ini. Kondisi ini berlangsung sampai pertengahan
1965.
Mungkin tidak banyak yang tahu, jika ada perjanjian terselubung
di balik Konferensi Meja Bundar (KMB). Siapa sangka, di balik peristiwa
sejarah yang disebut-sebut menjadi tonggak pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia itu, tersembunyi perjanjian pembayaran utang-utang
penjajah kolonial Belanda.

Fakta mencengangkan dari perjanjian yang digelar di Den Haag


Belanda, 23 Agustus 1949, itu diceritakan Pengamat Ekonomi, Revrison
Baswir, saat mengisi sebuah seminar di Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI). Hal itu tak urung membuat peserta seminar yang umumnya
mengaku tidak mengetahui fakta tersebut tercengang.
Menurut Revrison, untuk mengakui kedaulatan Republik Indonesia,
pemerintah Belanda mengajukan beberapa persyaratan. Salah satunya,
Indonesia harus mau mewarisi utang-utang yang dibuat Hindia Belanda,
sebesar 4 miliar dolar AS. Indonesia yang saat itu diwakili Mochamad
Hatta, menyetujui syarat tersebut.
"Sebelumnya, Hatta telah mendapat lampu hijau dari Soekarno
untuk menyetujuinya. Indonesia menyetujui syarat tersebut untuk
mendapat pengakuan kedaulatan. Namun, rencananya, Indonesia tidak
akan membayar utang tersebut dan tetap membiarkannya menjadi
tanggungan pemerintah Hindia Belanda," tutur Revrison.
Indonesia pun menjalankan rencana tersebut. Pada kurun waktu
1949-1965, Indonesia tidak membayar utang tersebut. Akibatnya,
munculah Agresi Militer Belanda I dan II. Setelah berkali-kali mengalami
kegagalan, akhirnya Belanda pun menyerah untuk memaksakan
kehendaknya agar Indonesia membayar utang tersebut.
Namun, lanjut Revrison, Belanda tidak berhenti sampai di situ.
Mereka mulai menyusun rencana lain, dengan cara lebih halus, antara lain
dengan pembentukan Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI). Dari
sejarah, diketahui jika kelompok yang diketuai Belanda itu didirikan untuk
membantu pembangunan Indonesia.
"Ternyata, di balik pendirian IGGI pun ada udang di balik batu.
Logikanya sederhana. IGGI dibentuk, Belanda ketuanya, dengan syarat
Indonesia harus mau membayar utang peninggalan Hindia Belanda.
Akhirnya, pada 1967-1968, pemerintah kita yang saat itu dikepalai
Soeharto, melakukan reschedulling pembayaran utang tersebut," ujarnya.
Ujungnya, lanjut Revrison, pada 1968 disepakati jika utang Hindia
Belanda akan dicicil Indonesia dalam tempo 35 tahun. "Utang tersebut

baru lunas pada 2003. Sekarang, utang Indonesia di luar utang Hindia
Belanda bersisa 66,8 miliar dolar AS. Dengan utang sebesar ini, mau
lunasnya kapan?" katanya.
Namun, terlepas dari utang yang saat ini dimiliki Indonesia,
menurut Revrison, Indonesia telah lama dibohongi melalui penggelapan
sejarah. Hampir setiap buku pelajaran sejarah di Indonesia, tidak ada
yang mencantumkan perihal perjanjian pembayaran utang tersebut.
Dan inilah gambar ketika terjadinya konfersi meja bundar (kmb)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diplomasi adalah seni dan praktik bernegosiasi oleh seseorang (biasanya disebut
diplomat) yang biasanya mewakili sebuah negara atau organisasi. Kata diplomasi sendiri
biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan perdagatkan keuntungan
dengan. Namun biasanya orang menganggap diplomasi sebagai cara mendapatkan
keuntungan dengan kata-kata yang halus. Perjanjian inte5rnasional umumnya dirundingkan
dulu oleh para diplomat sebelum disetujui oleh para pemimpin negara.
Diplomasi di indonesia terbagi menjadi beberapa kurun waktu, diantaranya adalah
zaman perang kemerdekaan, proses integrasi dan disintegrasi beberapa daerah di Indonesia ,
gerakan separatisme beberapa daerah, hingga pencaplokan wilayah dan pergeseran batas
wilayah oleh negara tetangga.

zaman perang kemerdekaan atau revolusi, ditandai dengan beberapa peristiwa penting
tentang keutuhan kedaulatan negara ini, proses diplomasi melawan Belanda diantaranya
adalah Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, Perundingan Roem-Royen, dan
Konferensi Meja Bundar. Yang sangat penting buat kebaikan negara kita saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
Nasuion, A.H . 1979. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia . Bandung: Angkasa
Ricklefs, M.C. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Penerjemah: tim penerjemah
serambi. ______:PT. Serambi Ilmu Semesta.
http://indonesian-treasury.blogspot.com/2012/04/meja-bundar-indonesian-begining-debt.html

Anda mungkin juga menyukai