Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN DASAR BUDIDAYA TANAMAN

TANAM DAN POLA TANAM

Oleh :

Nama
NIM
Kelas
Asisten
Prodi

: Lizara Budi Asih


: 155040200111051
:R
: Akbar Hidayatullah Z.
: Agroekoteknologi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola tanam adalah usaha menanam pada sebidang lahan dengan mengatur
susunan, tata letak dan urutan tanaman selama periode tertentu. Pola tanam yang
biasa digunakan petani adalah pola tanam monokultur dan polikultur. Untuk
menentukan pola tanam yang akan dipakai, kita harus memperhatikan
karakteristik tanaman yang akan kita tanam.

Tidak semua tanaman cocok

dibudidayakan secara polikultur. Tanaman yang dibudidayakan secara polikultur


biasanya adalah tanaman yang kanopinya tidak terlalu lebar dan diantara tanamantanaman tersebut memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda, sehingga tidak terjadi
persaingan nutrisi.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh penanaman menggunakan pola
tanam tumpang sari dan monokultur pada tanaman jagung
manis.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Media Tanam
1. Tanam adalah kegiatan memindahkan bibit dari tempat penyemaian ke lahan
pertanaman untuk didapatkan hasil produk dari tanaman yg dibudidayakan.
Proses pemindahan ini tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, perlu
adanya metode agar tanaman dapat berlangsung hidup di media dan
lingkungannya yg baru (AAK, Dasar-Dasar Bercocok Tanam, 1985).
2. Tanam adalah menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada media
tanam baik media tanah maupun bukan media tanah dalam suatu bentuk pola
tanam (Vincent, 1998).
3. Tanam adalah menanam sesuatu yang bisa hidup yang disesuaikan dengan
daerah kondisi dan lingkungan serta keadaan sehingga dapat menghasilkan
sesuatu yang menguntungkan minimal bagi si penanam (Setjanata, 1983).
2.2Fungsi Pola Tanam
Pola tanam memiliki beberapa fungsi. Antara lain adalah untuk menekan
populasi hama, mengurangi terjadinya erosi, menambah kesuburan tanah, serta
untuk memutus siklus hidup hama atau penyakit. Pola tanam digunakan sebagai
landasan

untuk

meningkatkan

produktivitas

lahan.Hanya

saja,

dalam

pengelolaannya diperlukan pemahaman kaedah teoritis dan keterampilan yang


baik tentang semua faktor yang menentukan produktivitas lahan tersebut(Semeru,
1995). Biasanya, pengelolaan lahan sempit untuk mendapatkan hasil atau
pendapatan yang optimal maka pendekatan pertanian terpadu, ramah lingkungan,
dan semua hasil tanaman merupakan produk utama adalah pendekatan yang bijak
(Basri, 1998).
2.3 Macam Macam Pola Tanam
Menurut Karsono (1995), Dalam melakukan kegiatan tanam terdapat pola pola
penanaman yaitu :
a. Monokultur
Pertanian

monokultur

adalah

pertanian

dengan

menanam

tanaman

sejenis.Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai


saja.Tujuan menanam secara monokultur adalah meningkatkan hasil pertanian.

Penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian yang


tidakmantap.Buktinya tanah pertanian harus diolah, dipupuk dan disemprot
dengan insektisida. Jika tidak, tanaman pertanian mudah terserang hama dan
penyakit. Jika tanaman pertanian terserang hama, maka dalam waktu cepat
hama itu akan menyerang wilayah yang luas. Petani tidak dapat panen karena
tanamannya terserang hama. Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya
relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya
satu jenis. Di sisi lain, kelemahan sistem ini adalah tanaman relative mudah
terserang hama maupun penyakit.
b. Polikultur
Polikultur berasal dari kata poli yang artinya banyak dan kultur artinya budaya.
Polikultur ialah pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang
lahan yang terusun dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan yang
lebih baik. Dengan pemilihan tanaman yang tepat, sistem ini dapat memberikan
beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut :
1. Mengurangi serangan OPT (pemantauan populasi hama), karena tanaman
yang satu dapat mengurangi serangan OPT lainnya. Misalnya bawang
daun dapat mengusir hama aphids dan ulat pada tanaman kubis karena
mengeluarkan bau allicin.
2. Menambah kesuburan tanah. Dengan menanam kacang-kacangankandungan unsur N dalam tanah bertambah karena adanya bakteri
Rhizobium yang terdapat dalam bintil akar. Dengan menanam yang
mempunyai perakaran berbeda, misalnya tanaman berakar dangkal
ditanam berdampingan dengan tanaman berakardalam, tanah disekitarnya
akan lebih gembur.
3. Siklus hidup hama atau penyakit dapat terputus, karena sistem ini
dibarengi dengan rotasi tanaman dapat memutus siklus OPT,Memperoleh
hasil panen yang beragam. Penanaman lebih dari satu jenis tanaman akan
menghasilkan panen yang beragam. Ini menguntungkan karena bila harga
salah satu komoditas rendah, dapat ditutup oleh harga komoditas lainnya.
2.4 Teknik Budidaya Jagung

Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan


baik.Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutama
nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak.
Proses

Pertumbuhan

dan

Perkembangan pada tanaman

Jagung di

pengaruhi oleh pola tanam,apabila pola tanam tersebut telah sesuai dengan pola
tanam yang sudah di tentukan maka proses pertumbuhan tanaman jagung akan
baik,begitu juga sebalikya. Pada pengamatan ini di dapatkan hasil bahwa tanaman
jagung dapat tumbuh dengan baik apabila pola tanamnya di atur dengan jarak
yang telah ditentukan .Tanaman jagung memiliki beberapa syarat untuk hidup
salah satunya pola tanam terbaik untuk pertumbuhan tanaman jagung.(Hartono,
2006).
Menurut Mc.Naugton dan Wolf (1990), Di alam beberapa faktor lingkungan
yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman antara lain
cahaya, tunjangan mekanik, suhu udara, air dan unsur hara. Untuk mendapatkan
faktor lingkungan yang optimal, sehingga memungkinkan tanaman untuk dapat
tumbuh dengan baik, dapat dilakukan dengan pengaturan jarak tanaman atau pola
tanam. Pengaturan jarak tanam berkaitan erat dengan radiasi, pengaturan tanaman
maupun kerapatan populasi memegang peranan penting, sehingga persaingan
terhadap radiasi surya dapat dikurangi dan tanaman dapat menggunakan radiasi
surya secara efisien. Di samping itu kerapatan populasi juga mempengaruhi
persaingan di antara tanaman dalam menggunakan lenggas tanah dan unsur hara.
Perbedaan jumlah daun dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Mimbar
(1999),

kompetisi merupakan suatu peristiwa yang sangat umum dan sering

terjadi dalam kehidupan sehari hari tanaman. Pada kondisi lapangan, kompetisi
biasanya mulai terjadi setelah tanaman mencapai pertumbuhan tingkat tertentu
dan kemudian semakin keras dengan pertambahan ukuran tanaman dan umur.
Dengan makin lanjut pertumbuhan tanaman, tajuknya semakin rimbun dan sistem
perakarannya semakin padat sehingga tanaman tanaman yang tumbuh
berdekatan terjadi kompetisi,maka di perlukan sistim jarak tanam atau pola tanam.
Adapun beberapa teknik dalam budidaya tanaman Jagung menurutBalai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian(2008) sebagai berikut:

Varietas Unggul
Memilih varietas hendaknya melihat deskripsi varietas terutama potensi
hasilnya, ketahanannya terhadap hama atau penyakit, ketahanannya terhadap
kekeringan, tanah masam, umur tanaman, warna biji dan disenangi baik
petani maupun pedagang.

Benih Bermutu
Penggunaan benih bermutu merupakan langkah awal menuju keberhasilan
dalam

usahatani

jagung.Gunakan

benih

bersertifikat

dengan

vigor

tinggi.Sebelum ditanam hendaknya dilakukan pengujian daya kecambah


benih.Benih yang baik adalah yang mempunyai daya tumbuh lebih dari
95%.Hal ini penting karena dalam budidaya jagung tidak dianjurkan
melakukan penyulaman tanaman yang tidak tumbuh dengan menanam ulang
benih pada tempat tanaman yang tidak tumbuh.
Sebelum ditanam, hendaknya diberi perlakuan benih (seed treatment) dengan
metalaksil (umumnya berwarna merah) sebanyak 2 gr (bahan produk) per 1
kg benih yang dicampur dengan 10 ml air.Larutan tersebut dicampur dengan
benih secara merata, sesaat sebelum tanam.Perlakuan benih ini dimaksudkan
untuk mencegah serangan penyakit bulai yang merupakan penyakit utama
pada jagung.Benih jagung yang umumnya dijual dalam kemasan biasanya
sudah diperlakukan dengan metalaksil (warna merah) sehingga tidak perlu
lagi diberi perlakuan benih.
c

Penyiapan Lahan
Pengolahan tanah untuk penanaman jagung dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu olah tanah sempurna (OTS) dan tanpa olah tanah (TOT) bila lahan
gembur. Namun bila tanah berkadar liat tinggi sebaiknya dilakukan
pengolahan tanah sempurna (intensif).Pada lahan yang ditanami jagung dua
kali setahun, penanaman pada musim penghujan (rendeng) tanah diolah
sempurna dan pada musim tanam berikutnya (musim gadu) penanaman dapat
dilakukan dengan tanpa olah tanah untuk mempercepat waktu tanam.

Penanaman
Cangkul/koak tempat menugal benih sesuai dengan jarak tanam lalu beri
pupuk

kandang

atau

kompos

1-2

genggam

(+50-75

gr)

tiap

cangkulan/koakan, sehingga takaran pupuk kandang yang diperlukan adalah


3,5-5 t/ha. Pemberian pupuk kandang ini dilakukan 3-7 hari sebelum tanam.
Bisa juga pupuk kandang itu diberikan pada saat tanam sebagai penutup benih
yang baru ditanam/ditugal Jarak tanam yang dianjurkan ada 2 cara adalah: (a)
70 cm x 20 cm dengan 1 benih per lubang tanam, atau (b) 75 cm x 40 cm
dengan 2 benih per lubang tanam). Dengan jarak tanam seperti ini populasi
mencapai 66.00071.000 tanaman/ha.
e

Pemupukan
Cara pemberian pupuk, ditugal sedalam kira-kira 5 cm sekitar 10 cm di
samping pangkal tanaman dan ditutup dengan tanah.
Bagan warna daun hanya digunakan pada waktu pemberian pupuk ketiga.
Sebelum pemupukan, dilakukan Teknologi Budidaya Jagung 6 BB
Pengkajian pembacaan BWD dengan cara menempelkan daun jagung
teratas yang sudah sempurna terbuka. Waktu pembacaan sebaiknya sore
hari agar tidak terpengaruh dengan cahaya matahari.
Pada saat pemupukan III (45-50 hari sesudah tanam), untuk menentukan
jumlah pupuk Urea yang diberikan ukur tingkat kehijauan daun
menggunakan Bagan Warna Daun

Penyiangan
Penyiangan dilakukan dua kali selama masa pertumbuhan tanaman
jagung.Penyiangan pertama pada umur 14-20 Hari sesudah tanam dengan
cangkul atau bajak sekaligus bersamaan dengan pembumbunan. Penyiangan
kedua dilakukan tergantung pada perkembangan gulma (rumput). Penyiangan
kedua dapat dilakukan dengan cara manual seperti pada penyiangan pertama
atau menggunakan herbisida kontak seperti Gramoxon atau Bravoxone 276
SL atau Noxone 297 AAS. Pada saat menyemprot nozzle diberi pelindung
plastik berbentuk corong agar tidak mengenai daun jagung.

Pengendalian Hama dan Penyakit


Penyakit yang banyak dijumpai pada tanaman jagung adalah penyakit bulai
dan jamur (Fusarium sp). Pengendalian penyakit bulai dengan perlakuan
benih, 1 kg benih dicampur dengan metalaksis (Ridhomil atau Saromil) 2 gr
yang dilarutkan dalam 7,5-10 ml air. Sementara itu untuk jamur (Fusarium)

dapat disemprot dengan Fungisida (Dithane M-45) dengan dosis 45 gr / tank


isi 15 liter.Penyemprotan dilakukan pada bagian tanaman di bawah
tongkol.Ini dilakukan sesaat setelah ada gejala infeksi jamur. Dapat juga
dilakukan dengan cara membuang daun bagian bawah tongkol dengan
ketentuan biji tongkol sudah terisi sempurna dan biji sudah keras. Hama yang
umum mengganggu pertanaman jagung adalah lalat bibit, penggerek batang
dan tongkol.
h

Pengairan
Pengairan

diperlukan

bila

musim

kemarau

pada

fasefase

(umur)

pertumbuhan, 15 hst, 30 hst, 45 hst, 60 hst, dan 75 hst. Pada fase atau umur
tersebut tanaman jagung sangat riskan dengan kekurangan air. Pengairan
dengan pompanisasi pada wilayah/daerah yang terdapat air tanah dangkal
sangat efektif untuk dikembangkan pada budidaya jagung.
2.5 Tumpang Sari Tanaman Jagung dan Kedelai
2.5.1 Produksi
Kegiatan pengkajian tumpang sari tanaman jagung dan kedelai Bahanbahan yang digunakan, yaitu: benih jagung manis varietas Master Sweet,
benih kedelai varietas Anjasmoro, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl,
kapur pertanian (dolomite), legin dan pestisida. Penanaman jagung dan
kedelai dilakukan pada lahan seluas 1 hektar jarak tanam 40 cm x 15 cm
untuk tanaman kedelai, sedangkan tanaman jagung menggunakan jarak
sdimasukkan ke dalam lubang tanaman sebanyak 2 butir per lubang.
Pemberian pupuk anorganik adalah sebagai berikut: untuk tanaman jagung,
pemberian pupuk urea sebanyak 250 kg. ha-1 dilakukan dua kali, yaitu 1/3
dosis saat tanam dan 2/3 dosis saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam.
Pupuk SP-36 dengan dosis 200 kg.ha-1 dan KCl sebanyak 100 kg. ha-1
diberikan pada saat tanam. Pupuk diberikan dengan cara ditugal di kiri atau
kanan lubang tanam dengan jarak 10 cm dan kedalaman 10 cm. Untuk
tanaman kedelai, pemberian pupuk urea sebanyak 50 kg.ha-1 dilakukan pada
saat tanam bersama dengan SP 36 100kg. ha-1 dan KCl 100kg.ha-1. Pupuk
diberikan dengan cara disebar dalam larikan sekitar 10 cm dari lubang tanam.

Penyiraman, penyiangan, pembumbunan dan pengendalian hama dan


penyakit dilakukan sesuai dengan keadaan di lapangan.
2.5.2 Kelebihan pola tanam tumpangsari jagung dan kedelai
Tanaman jagung mempunyai tinggi tanaman yang lebih tinggi sehingga
cahaya matahari yang dapat diserap oleh tanaman lebih banyak. Hal ini
mengakibatkan semakin besarnya fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman
dimana fotosintat tersebut akan digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhan
dan pembentukan organ tanaman seperti daun, Prasetyo (2004), luas daun
merupakan tempat berlangsunganya fotosintesis yang akan berpengaruh
terhadap fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman, Menurut Mitoyat dan
Muljanto (1977) cahaya tidak hanya diperlukan untuk pembungaan tetapi
juga untuk pertumbuhan buah hingga dapat diperoleh buah masak. Pada
umumnya tanaman yang mendapatkan cahaya cukup mampu membentuk
bunga dibandingkaan pada kondisi kekurangana cahaya. Sedangkan pada
tanaman kedelai menunjukan bahwa luas daun kedelai berkorelasi positif
dengan jumlah cabang produktif Semakin besar luas daun yang terbentuk
maka akan selalu diikuti oleh peningkatan jumlah cabang produktif tanaman.
Prasetyo(2004), menyatakan luas daun adalah organ tanaman yang sangat
berkontribusi pada kehidupan tanaman karena pada daun tersebut
berlangsung proses fotosintesis. Adanya perbedaan luas daun pada tanaman
akan berdampak pada kemampuan tanaman tersebut dalam membentuk
fotosintat yang akan didistribusikan keseluruh bagian tanaman diantaranya
adalah untuk pembentukan cabang produktif. Lebar tajuk antara tanaman
yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya
matahari, lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sintesa (glukosa) dan muara
terakhir akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan (Supriyatman,
2011).

3. BAHAN DAN METODE


3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum tanam dan pola tanam
ialah:

Alat dan Fungsi


1. Cangkul
2. Cangkil
3. Tali Rafia
4. Penggaris
5. Ember
6. Rol meter
7. Tugal

1.
2.
3.

: Untuk meratakan tanah


: Untuk mengolah lahan
: Sebagai pembatas lahan
: Untuk mengukur tinggi dan panjang tanaman
: Sebagai tempat menyiram tanaman
: Untuk mengukur jarak tanam
: Untuk melubangi tanah

Bahan dan Fungsi


Benih jagung
Benih kedelai
Urea, KCl, SP36

: Sebagai bahan tanam


: Sebagai bahan tanam
: Sebagai pupuk dasar

3.2 Cara Kerja (diagram alir)

Siapkan alat dan bahan

Kemudian gemburkan tanah terlebihdahulu


menggunakan cangkul

Kemudian
Setelah itu
disetiap
masukkan
lubang
2-3tersebut
biji jagung
diberikan
pada setiap
serbuk
Lalu tutup
lubang
dengan
tanah
secukupnya
lubang
gergaji
yangsecukupnya
telah disiapkan

Pasang tali rapiah disekelilinglahan dengan diameter


300 x 400 cm
Lalu pasang talirapiah berjejer di area lahan
sebanyak 4 tali yang berbaris dengan jarak 70 cm

Lalu pada setiap tali yang berjejer tadi di ukur jarak


tanamnya yaitu 30 cm, pada setiap tali memiliki 12
titik untuk penanaman

Lalu pada setiap titiknya dilubangi sedalam 2-3 cm

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Data Hasil Pengamatan
4.1.1 Tinggi Tanaman Jagung
Pola Tanam

Tinggi Tanaman (cm)


3 mst
4 mst
18
29
14
19

2 mst
8
10

Monokultur
Tumpang Sari

5 mst
40
25

Tabel 1. Perbandingan Rata-Rata Tinggi Tanaman Jagung Monokultur dan


Tumpang Sari
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa tinggi tanaman jagung, baik
pada pola tanam monokultur maupun tumpang sari, selalu mengalami peningkatan
setiap minggunya. Pada pola tanam monokultur, tinggi tanaman jagung pada
minggu kedua setelah tanam adalah 8 cm. Pada minggu ketiga setelah tanam
tinggi tanaman jagung menjadi 18 cm. Pada minggu keempat setelah tanam tinggi
tanaman jagung adalah 29 cm dan pada minggu terakhir, yaitu minggu kelima,
tinggi tanaman jagung adalah 40 cm.
Pada pola tanam tumpang sari, tinggi tanaman jagung pada minggu kedua
setelah tanam adalah 10 cm. Pada minggu ketiga setelah tanam tinggi tanaman
menjadi 14 cm. Pada minggu keempat tinggi tanaman jagung menjadi 19 cm dan
pada minggu kelima tinggi tanaman jagung menjadi 25 cm. Berikut adalah grafik
rata-rata tinggi tanaman jagung pada pola tanam monokultur dan tumpang sari.
45
40
35
30
25
Tinggi Tanaman (cm) 20
15
10
5
0

Monokultur
Tumpang Sari

Umur Tanaman (mst)

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Jagung

4.1.2 Jumlah Daun Tanaman Jagung


Pola Tanam
Monokultur
Tumpang Sari

2 mst
6
5

Jumlah Daun (helai)


3 mst
4 mst
8
10
6
7

5 mst
11
9

Tabel 2. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman Jagung Monokultur dan


Tumpang Sari
Berdasarkan hasil pengamatan selama 5 minggu setelah tanam, diketahui
jumlah daun tanaman jagung pada pola tanam monokultur minggu kedua setelah
tanam sebanyak 6 helai. Pada minggu ketiga sebanyak 8 helai. Pada minggu
keempat sebanyak 10 helai dan pada minggu kelima setelah tanam jumlah daun
menjadi 11 helai. Pada pola tanam tumpang sari minggu kedua setelah tanam,
jumlah daun tanaman jagung sebanyak 5 helai. Pada minggu ketiga setelah tanam
sebanyak 6 helai. Pada minggu keempat sebanyak 7 helai dan pada minggu kelima
sebanyak 9 helai. Jumlah daun pada pola tanam tumpang sari setiap minggunya
selalu lebih sedikit daripada pola tanam monokultur. Berikut adalah grafik
perbandingan rata-rata jumlah daun tanaman jagung pada pola tanam monokultur
dan tumpang sari.

12
10
8
Jumlah Daun (Helai)

6
Monokultur

Tumpang Sari

2
0
2

Umur Tanaman (mst)

Gambar 2. Grafik Jumlah Daun Tanaman Jagung

4.2 Pembahasan
Dari data hasil pengamatan yang didapatkan dari minggu kedua setelah
tanam hingga minggu kelima setelah tanam, dapat diketahui bahwa tinggi
tanaman jagung mengalami peningkatan setiap minggunya baik pada pola tanam
monokultur maupun tumpang sari. Begitu pula dengan jumlah daun tanaman
jagung selalu mengalami peningkatan setiap minggunya baik pada pola tanam
monokultur maupun tumpang sari.
Pada hasil pengamatan terlihat bahwa jagung yang ditanam dengan pola
tanam monokultur mengalami pertumbuhan yang lebih baik daripada tanaman
jagung pada pola tanam tumpang sari dalam parameter tinggi tanaman maupun
jumlah daun. Hal ini dikarenakan tidak adanya persaingan dalam mendapatkan
unsur hara atau nutrisi bagi tanaman sesuai dengan pendapat Abdi Sukmana
(2012), bahwa salah satu kelemahan pola tanam tumpang sari adalah persaingan
dalam hal unsur hara. Dalam pola tanam tumpang sari, akan terjadi persaingan

dalam menyerap unsur hara antar tanaman yang ditanam. Sebab, setiap tanaman
memiliki jumlah kebutuhan unsur hara yang berbeda-beda, sehingga tidak
menutup kemungkinan bahwa salah satu tanaman akan mengalami defisiensi
unsur hara akibat kekalahan bersaing dengan tanaman yang lainnya.

5. KESIMPULAN
Dari data hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa tanaman jagung yang
ditanam dengan pola tanam monokultur mengalami pertumbuhan yang lebih baik
daripada jagung yang ditumpangsarikan dengan kedelai. Hal ini dikarenakan pada
pola tanam monokultur tidak terjadi perebutan unsur hara atau nutrisi antar
tanaman yang ditanam.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung Monokultur
Sampel
Tanaman 1
Tanaman 2
Tanaman 3
Tanaman 4
Tanaman 5
Tanaman 6
Tanaman 7
Tanaman 8
Rata-rata

2 mst
10
8
9
8
6
10
6
9
8

Tinggi Tanaman (cm)


3 mst
4 mst
5 mst
28
33
47
19
32
42
18
29
57
20
27
36
11
25
38
21
28
32
13
25
32
17.5
30
37
18
29
40

Tabel 3. Tinggi Tanaman Jagung Monokultur


Sampel
Tanaman 1
Tanaman 2
Tanaman 3
Tanaman 4
Tanaman 5
Tanaman 6
Tanaman 7
Tanaman 8
Rata-rata

Jumlah Daun Tanaman (helai)


2 mst
3 mst
4 mst
5 mst
8
12
12
12
5
6
9
12
7
9
11
13
6
9
11
12
6
8
10
10
4
7
7
8
6
7
9
9
5
7
8
9
6
8
10
11

Tabel 4. Jumlah Daun Tanaman Jagung Monokultur


Lampiran 2. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung Polikultur
Sampel
Tanaman 1
Tanaman 2
Tanaman 3
Tanaman 4
Tanaman 5
Tanaman 6
Tanaman 7
Tanaman 8
Rata-rata

Tinggi Tanaman (cm)


2 mst
3 mst
4 mst
5 mst
10
14
18.5
24
9.5
13
19
25.5
9
12.5
16
24.5
10
15.5
21
27
12
14
20.5
26
10
16
21
25
8
13
19
23
11
16
20
25.5
10
14
19
25

Tabel 5. Tinggi Tanaman Jagung Tumpang Sari

Sampel
Tanaman 1
Tanaman 2
Tanaman 3
Tanaman 4
Tanaman 5
Tanaman 6
Tanaman 7
Tanaman 8
Rata-rata

Jumlah Daun Tanaman (helai)


2 mst
3 mst
4 mst
5 mst
5
6
7
8
6
7
6
8
4
6
7
10
6
7
7
9
5
6
8
8
4
6
9
9
6
7
6
9
6
6
6
8
5
6
7
9

Tabel 6. Jumlah Daun Tanaman Jagung Tumpang Sari

DOKUMENTASI
Gambar

Keterangan

Penanaman Jagung

Jagung Monokultur

Jagung Tumpang Sari

DAFTAR PUSTAKA
AAK. (1985). Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta: Kanisius.
AAK. (1993). Jagung. Yogyakarta: Kanisius.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. (2008).
Teknologi Budidaya Jagung. Departemen Pertanian: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Basri, J. H. (1998). Dasar-dasar Agronomi. Jakarta: Rajawali.
Bernadinus, W. (2007). Media Tanam untuk Tanaman Hias. Jakarta: Agromedia.
Hartono, P. d. (2006). Bertanam Jagung Unggul. Jakarta: Penebar Sawadaya.
Karsono, S. (1995). Pengaruh tumpangsari kacang gude dengan jagung terhadap
pertumbuhan dan hasil kacang gude. Risalah Seminar Hasil Penelitian
Tanaman Pangan Tahun. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan.
McNaughton, S. J. (1990). Ekologi Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Mimbar, S. M. (1999, Juni). Penggunaan Asam Khlorida sebagai Stimulansia
untuk Meningkatkan Produksi Getah Pinus di RPH Selorejo, BKPH
Kepanjen, KPH Malang. Habitat. Vol. 10 (107).
Semeru. (1995). Hortikultura dan Aspek Budaya. Jakarta: UI Press.
Setjanata, S. (1983). Perkembangan Penerapan Pola Tanam dan Pola Usaha Tani
dalam Usaha Intensifikasi. Lokakarya Teknologi dan Dampak Penelitian
Pola Tanam dan Usahatani. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanam.
Sukmana, A. (2012). Peningkatan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Melalui
Penggunaan Pola Tanam Tumpangsari Pada Produksi Benih Kapas
(Gossypium sp). Surabaya : Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan
Supriyatman, B. ( 2011). Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang
Tanah. Karya Ilmiah.
Sutanto, R. (2005). Dasar-dasar Ilmu Tanah (Konsep dan Kenyataan).
Yogyakarta: Kanisius.
Syakir, M. (2010). Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Jakarta: ESKA Media.
Vincent, H. (1998). Agriculture and Fertilizer and Envisement. New York: CO.BI
Publishing.

Widarto, L. (1996). Perbanyakan Tanaman Dengan Biji, stek, Cangkok, Sambung,


Okulasi dan Kultur Jaringa. Yogyakarta: Kanisius.
Wirawan, B. d. (2002). Memproduksi Benih Bersertifikat. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai